Belum terlalu siang dan mereka sudah sampai di suatu tempat tak jauh dari kota Seoul. Suasana tempat itu masih seperti pedesaan yang damai. Pohon dan rumput yang hijau masih terhampar di mana-mana. Sungguh menyenangkan melihat pemandangan indah seperti ini.
Yuri sedikit lega Ji Yong tidak membawanya ke tempat yang tidak-tidak. Terutama saat tahu kalau sebenarnya Ji Yong akan melakukan pemotretan di tempat ini. Sebenarnya dia ini musisi atau model sih, kenapa kerjanya selalu berfoto-foto begini, Yuri heran.
Tanpa banyak bicara ia mengikuti Ji Yong dengan sabar di belakangnya. Dia benar-benar berjuang sekuat tenaga untuk menahan keinginannya untuk membunuh orang satu ini.
“Ji Yong!!!” sapa seorang wanita berambut panjang di antara para kru yang sedang bersiap. Rambut hitam panjang, kaki yang jenjang, tubuh indah, dan juga sangat cantik. Sepertinya itu Lee Hyori, Yuri mengenalinya dari foto fashion airport yang dilihatnya dulu.
“Sedang apa di sini?” Ji Yong tidak menyangka bertemu dengannya.
“Tentu saja untuk photoshoot! Ayo kita mengobrol di sini,” Hyori menarik Ji Yong ke sebuah tempat duduk dekat sana. “Kita harus banyak berbincang, ingat chemistry itu penting!” katanya dengan bersemangat.
“Tunggu, tunggu, kukira di cover majalah ini hanya aku sendirian?” Ji Yong semakin bingung.
“Siapa bilang? Manajermu mungkin lupa memberitahu kalau covernya aku dan kamu!”
“Oh begitu,” Ji Yong merasa sedikit kecewa. ‘Kenapa harus dengannya sih?’ pikirnya.
“Eh, ini asistenmu ya? Hey tolong bawakan tasku,” Hyori menyodorkan tasnya pada Yuri yang berdiri di sebelah Ji Yong.
“Hati-hati membawanya! Itu mahal! Gajimu seumur hidup tidak bisa untuk membelinya,” ujar Hyori lagi.
“Ck, ini kan tas murah,” jawab Yuri tenang saat menerima tas itu. Dia tertawa dalam hati.
“Apa kau bilang?” Hyori mulai emosi mendengar itu.
“Dari bahannya saja kau bisa tahu ini tas tiruan buatan China,”
“Kurang ajar, aku butuh puluhan juta untuk membeli ini!”
“Berarti kau ditipu oleh penjualnya,”
“Yak kau!”
“Sudahlah jangan membentaknya,” sela Ji Yong menahan Hyori yang sudah hampir mencakar Yuri. “Kau duduk saja di sana. Kalau aku butuh sesuatu nanti kupanggil,” Ji Yong merebut tas yang Yuri pegang, mengembalikannya pada Hyori yang masih terus mengomel.
“Sialan, aku ke sini hanya untuk dimarahi oleh artis-artis yang sok itu,” Yuri menatap dendam pada Ji Yong dan Hyori yang sudah mengobrol lagi. Karena terlalu membenci mereka berdua, ia pun tidak mempedulikan kedua orang itu dan larut dengan kegiatannya sendiri. Apalagi kalau bukan duduk diam sambil mengamati proses shooting yang dilakukan kru di sana, tanpa menyadari kalau sesekali Ji Yong ternyata melihat ke arahnya.
XXX
“Kau ini dari tadi kupanggil tidak datang! Malah enak-enakan makan di sini!” JI Yong marah besar melihat Yuri yang sekarang sibuk dengan begitu banyak snack di tangannya. Itu belum yang tersimpan di tas.
“Maaf-maaf, aku lapar. Kukira kau tidak butuh bantuanku jadi aku mampir ke toko sebentar,” Yuri beralasan. Untunglah di tempat yang agak terpencil itu ia masih menemukan minimarket. Lagipula dulu Young Bae selalu melarangnya membeli snack semacam ini karena tidak bergizi. Karena tidak ada Young Bae, Yuri ingin mengambil kesempatan emas untuk membeli snack sepuasnya.
“Ck! Banyak sekali makanmu! Dasar wanita tidak tahu malu!” JI Yong masih marah-marah. Ia sudah berganti kostum pemotretannya dengan pakaiannya yang tadi, jins robek, kemeja putih, dan jaket hitam.
“Apanya yang banyak. Ini bungkusnya saja yang besar, isinya ternyata sedikit. Kau mau?” Yuri menawarkan snacknya.
“Tidak! Ayo pergi!”
“Lho sudah selesai?”
“Kenapa harus lama-lama?”
“Kalau begitu kita pulang ke Seoul sekarang saja,”
“Hey kau ini sudah tidak kerja, mau minta pulang cepat! Lagipula kita hanya akan pulang jam tiga,”
“Lho kau sendiri tidak menyuruhku apa-apa. Ya sudah aku diam saja. Lagipula sepertinya sebentar lagi hujan, kita pulang sekarang saja yuk,”
“Dasar bodoh.., kau tidak tahu kenapa mobil ada penutupnya ya?”
“Ha? Maksudnya apa?”
“Jangan bicara lagi, masuk ke mobil!” perintah Ji Yong.
XXX
Sebenarnya mereka belum pergi dari desa itu karena Ji Yong ingin mampir sebentar ke sebuah kedai kecil di sana untuk makan siang.
“Apa di sini jual ramen?” tanya Yuri sambil mengamati suasana kedai itu. Terdapat beberapa orang yang juga sedang makan di sana.
“Tidak,”
“Yahh, kita ke tempat yang jualan ramen saja,” Yuri memelas. “Kau tahu kan? Tempat langganan manajermu itu lho...,”
“Tidak! Tidak!”
“Haah,” Yuri kecewa.
“Kau mau makan apa?” tanya Ji Yong.
“Aku tidak mau makan,”
“Tenanglah, aku yang akan membayarnya,..”
“Aku sudah kenyang. Kau tidak lihat aku tadi makan banyak?”
“Ck. Awas kalau nanti kau menangis karena lapar!”
“Silahkan saja!” Yuri menjulurkan lidahnya pada Ji Yong yang duduk di depannya itu.
“Pesananmu Tuan,” seorang wanita membawakan senampan pesanan makanan Ji Yong.
“Kau serius tidak mau makan?” tanya Ji Yong lagi.
“Tidak. Eh bibi, itu minuman apa?” Yuri bertanya sambil menunjuk deretan botol di suatu meja.
“Itu namanya anggur beras,” jawab Ji Yong sambil menikmati makanannya yang masih panas. Yuri menatap Ji Yong dengan kesal, bukannya dia tadi bertanya pada bibi itu.
“Bibi, aku mau itu satu,”
“Baik,” wanita itu mengambilkan pesanan Yuri.
“Heh, itu minuman keras, bukan untuk anak kecil sepertimu!” Ji Yong tidak menyangka Yuri akan memesan itu.
“Aku bukan anak kecil tahu!” Yuri tidak mempedulikan Ji Yong dan sibuk menuangkan anggur berasnya ke sebuah mangkok kecil. “Hueeeek..!! Rasanya aneh!!” ya maklum saja dia baru pertama kali minum itu. Ji Yong yang melihatnya hanya menahan tawa.
Bermenit-menit selanjutnya Yuri hanya bisa diam menunggu Ji Yong selesai makan. Sebenarnya dia juga lapar, tapi tidak mau mengakuinya.
“Lama sekali, kapan selesainya?” Yuri tidak sabar.
“Makanan enak itu harus dinikmati,”
“Haissh.” Yuri mendengus kesal.
Tepat saat itu handphonenya yang ia letakkan di meja berdering. Yuri buru-buru melihat siapa yang menelpon. ‘Oh, orang itu,’ Yuri tahu siapa yang menelpon meski yang terpampang hanya nomornya saja. Tentu karena Yuri sudah menghapus kontaknya. Tanpa menunggu Yuri langsung menolak panggilan itu.
Rupanya si penelpon masih belum mau menyerah. Ia terus menelpon tanpa jeda meski berkali-kali ditolak.
“Angkat saja! Suaranya mengganggu tahu!” bentak Ji Yong yang terganggu dengan suara handphone itu.
Dengan terpaksa Yuri menjawab telepon itu. “Halo..? Iya, maaf. Oh, sekarang aku sedang makan siang.... Iya.... Mmh, aku sedang tidak di kantor, aku tugas di luar kota. Iya, begitulah..., oh, malam ini aku lelah jadi aku makan di rumah saja..., iya, tidak usah, sudah ada yang menjemputku, maaf, mungkin...., lain kali saja,” dan Yuri menutup telepon.
“Dasar pria itu apa tidak mengerti apa artinya putus? Masih saja menelponku!” Yuri marah-marah sendiri sambil membanting handphonenya ke meja.
“Oh jadi kalian sudah putus?” JI Yong bertanya dengan senyum mengembang. Entah kenapa dia ingin tertawa saat itu.
“Apa? Kau mau meledekku? Dasar tidak punya perasaan! Ada yang menderita bisa-bisanya tertawa begitu!” ujar Yuri sembari meraih mangkok untuk anggur beras yang tadi.
“Jangan minum lagi! Ini tidak baik untuk pencernaanmu!” Ji Yong mencegah dengan menjauhkan botol itu.
“Kalau begitu cepat selesaikan makanmu! Lama sekali dari tadi tidak selesai-selesai!”
“Yuri-ya..,” Ji Yong menghentikan makannya. Ia meletakkan sendok dan menatap Yuri dengan serius. Yuri kaget juga melihatnya begitu. Tidak biasanya Ji Yong memanggil namanya. Biasanya ia hanya memanggil Yuri dengan ‘Hey!’, atau ‘si bodoh’, atau semacamnya. Yuri bahkan berpikir kalau Ji Yong seperti itu karena memang tidak tahu namanya daripada memang tidak punya sopan santun.
“Aku akan memberitahu kenapa aku mengajakmu pergi,”
XXX
“Aku kehilangan kemampuanku lagi,” Ji Yong menjelaskan.
“Cih! Itu karena kau saja yang tidak berbakat. Kau cuma musisi modal tampang makanya seperti itu!” hardik Yuri dengan kejam.
“Dulu kau bisa membantuku mengembalikan kemampuanku hingga aku berhasil menyelesaikan album,”
“Aku tidak melakukan apa-apa,” Yuri bingung. Seingatnya dulu ia memang tidak melakukan sesuatu khusus pada Ji Yong. Itu terjadi tiba-tiba dan Yuri sama sekali tidak mengerti apa yang terjadi pada Ji Yong sebenarnya.
“Itu karena sup buatanmu,”
“Hah? Kau gila ya! Jangan mengada-ada!” Yuri semakin tidak mengerti. “Tuan Kwon Ji Yong, sebaiknya kau konsultasi pada psikiater, ini serius!”
“Aku juga serius memintamu memasakkannya lagi untukku,”
“Hah? Dasar orang ini, hey ini bukannya juga sup? Kenapa tidak minta bibi yang tadi memasaknya untukmu?” Yuri menunjuk ke mangkok makanan Ji Yong.
“Kalau ini sih jelas enak, kalau buatanmu itu tidak enak! Benar-benar tidak enak sampai aku ingin muntah saat memakannya!” Ji Yong beralasan.
“Bisa-bisanya menghinaku saat minta bantuan! Aku tidak mau. Kau masak saja sendiri sana. Ayo kita pulang, sudah hampir jam dua siang!” Yuri mengambil tasnya dan segera pergi dari sana.
XXX
Mobil itu berjalan lambat. Yuri terus menatap keluar jendela karena tidak berani menatap Ji Yong yang baginya tidak lebih dari seseorang yang tidak waras. Sementara Ji Yong juga menyetir tanpa suara. Ia juga menyadari kalau permintaannya tadi terlalu konyol, dia juga tidak mengerti kenapa dia bisa-bisanya seperti itu, meski pikirannya juga membenarkan kalau karena sup tidak enak itu kemampuan musiknya kembali.
“Kalau begini terus kita bisa sampai di Seoul jam lima sore,” Yuri akhirnya bicara karena tidak sabar dengan cara menyetir Ji Yong.
“Tidak akan selama itu,”
Yuri tidak membantah lagi karena pasti percuma. Padahal ia juga gelisah sambil sesekali melihat jam tangannya.
“Kwon Ji Yong,” panggil Yuri dan sedikit mengagetkan Ji Yong. Tidak biasanya Yuri memanggilnya dengan seserius itu.
“Kau pikir aku bodoh ya?” ujar Yuri dengan tatapan tajam.
“Memang kau bodoh,”
“Seenaknya saja bicara. Kau pikir aku tidak tahu kenapa kau meminta Nona Park mengizinkan aku pergi denganmu? Lalu tentang sup yang tidak enak itu, memangnya aku tidak tahu?”
“Apa sih yang kau bicarakan? Kalau tidak mau lupakan saja, beres kan?” Ji Yong tidak berminat menanggapi.
Yuri menghela nafas. Ia kembali menatap Ji Yong dengan benci setengah mati.
“Heh Kwon Ji Yong, kau ini menyukaiku ya?”
XXX
Ji Yong langsung menoleh pada Yuri di sebelahnya dengan mata membulat, sementara Yuri tetap dengan tatapan bencinya pada Ji Yong.
“Apa katamu?” Ji Yong memastikan.
“Mengaku saja, kau sebenarnya melakukan semua ini karena menyukaiku kan?” Yuri bertanya lagi dengan jelas dan lancar.
“Pertanyaan macam apa ini! Kau terlalu percaya diri rupanya!”
“Kau yang tidak tahu diri. Apa kau tidak menyadari selama ini? Saat aku tidak sengaja menyusup ke backstage dan kau malah tidak mengizinkanku pergi. Lalu kau menggunakan alasan karena aku menghilangkan jasmu agar aku mau jadi pembantumu. Saat kau memecatku kau malah memintaku kembali lagi! Dan sekarang kau... argh! Kau pikir aku tidak tahu semua itu untuk apa?!”
Ji Yong terdiam sejenak. Ia masih berusaha menyetir dengan baik.
“Apa semua orang brengsek sepertimu? Apa semuanya tidak ada yang bisa dipercaya?” Yuri melanjutkan kata-katanya.
“Seandainya kita bertemu lagi dan aku bukanlah anak orang kaya kau pasti sudah berpura-pura tidak mengenalku karena kau artis terkenal dan aku hanya orang rendahan yang tidak selevel denganmu. Katakan saja kau sebenarnya hanya menginginkan uangku juga sama seperti mereka!”
“Apa?”
“Tidak usah pura-pura bodoh! Aku sudah terbiasa dimanfaatkan orang-orang licik sepertimu!”
“Dengar Dong Yuri aku tidak serendah itu! Apa kau tidak tahu bisnis lintah darat orang tuamu sudah banyak menghancurkan usaha orang-orang lain? Penggusuran, penyitaan, penyiksaan, gaji rendah, kau tidak tahu uangmu itu didapat dari darah dan penderitaan orang miskin di luar sana? Dan kau bisa seenaknya menghamburkan uangmu, bersenang-senang di atas penderitaan orang lain,..”
Kali ini ganti Yuri yang terdiam.
“Memangnya siapa yang ingin merebut uang-uang harammu itu! Justru kau yang sudah banyak merebut uang orang banyak untuk kesenanganmu sendiri! Dan sekarang kau menuduhku ingin merebut hartamu sementara kau tidak sadar sudah mengambil hak orang lain? Sungguh memalukan!”
Yuri berusaha bernafas dengan baik, karena udara seakan tidak bisa masuk ke paru-parunya. Ia juga tidak mau menatap Ji Yong di sebelahnya.
“Kwon Ji Yong, turunkan aku di sini,” lirih Yuri. Ia sekuat tenaga berusaha bicara.
Ji Yong tidak menanggapi permintaan Yuri tadi. Ia semakin menambah kecepatan mobil.
“Hentikan mobilnya!!” teriak Yuri dan berhasil membuat Ji Yong berhenti mendadak. Ji Yong menatap Yuri dengan tidak percaya, ia tidak tahu kalau Yuri akan semarah itu padanya. Yuri tidak bicara, ia segera keluar dan membanting pintu mobil itu keras-keras.
XXX
Hmmm...
Next?
Yes, it should be
Mumutaro
^^