Hampir malam dan Young Bae baru saja pulang. Ia belum sempat beristirahat dan masih mengerjakan berbagai hal di ruangannya. Raut wajahnya terlihat lelah, tapi memang tak ada waktu untuk beristirahat.
Tuan Maeda masuk ke ruangan itu sambil membawa setumpuk dokumen yang diminta Young Bae. Ia meletakkannya di meja dan tetap berdiri di sana.
“Terima kasih, hm, apa adikku sudah pulang?” tanya Young Bae yang melihat Tuan Maeda masih berdiri di sana.
“Dia pulang beberapa menit sebelum anda pulang tadi,”
“Baguslah,” Young Bae larut dalam pekerjaannya lagi. Namun ia merasa sedikit terganggu karena Tuan Maeda masih saja di sana.
“Ada yang ingin kau bicarakan lagi?” Young Bae memahami maksud Tuan Maeda.
“Tidak..., tapi ini,...”
“Cepat katakan saja, aku sibuk,”
“Mm.. saya hanya merasa Nona Yuri sedikit aneh,”
“Aneh bagaimana?”
“Sejak dia pergi dari rumah dulu, sikapnya agak berubah. Ia jadi jarang marah pada pelayan lagi, ia juga sering mengerjakan pekerjaan rumahnya sendiri, tidak suka menyuruh pelayan,”
“Bukankah itu bagus? Apanya yang aneh?” Young Bae masih tidak mengerti.
“Tak hanya itu. Waktu itu ia juga minta maaf pada pelayan-pelayan di rumah karena kelakuan buruknya dulu,”
“Oh ya? Sampai seperti itu? Tak apa, selama itu positif biarkan saja,” Young Bae juga tidak menyangka perubahan adiknya yang manja itu akan sampai seperti itu. Terkadang ia juga merindukan Yuri yang suka berlaku seenaknya daripada sekarang.
“... Saya pikir itu... seperti kelakukan orang yang mendekati ajalnya saja,”
“Apa?” Young Bae kaget mendengar pemikiran Tuan Maeda. Bisa-bisanya dia berpikir begitu.
“Bukan, maksud saya..., saya khawatir apa memang dia baik-baik saja? Apa jangan-jangan dia...,”
“Jangan bicara yang tidak-tidak!”
“Maaf Tuan,”
“Sudahlah, kembali saja kalau tak ada lagi yang ingin kau bicarakan,”
Tuan Maeda membungkukkan badan lalu berjalan menuju pintu. Namun langkahnya terhenti karena teringat sesuatu. “Oh ya, ada satu hal lagi,”
“Apa lagi? Kalau kau membicarakan ajal kau kupecat sekarang juga!”
“Bukan, maafkan pemikiran saya tadi. Sebenarnya Nona Yuri tidak memperbolehkan saya mengatakan ini pada anda, tapi lebih baik saya beritahu saja untuk menghindari hal buruk. Waktu itu Nona Yuri meminta bantuan saya untuk mengirim barang pada seseorang,”
“Barang?” Young Bae lagi-lagi merasa heran, sekaligus tidak tahu apa anehnya mengirim barang.
“Dia ingin mengirimnya untuk seseorang bernama Kwon Ji Yong,”
“Hah?” Young Bae terkejut mendengarnya. Kwon Ji Yong? Apa mungkin untuk Kwon Ji Yong yang...
“Saya pikir selama Yuri kabur dari rumah, dia pergi bersama orang itu,” ujar Tuan Maeda lagi, dan kali ini benar-benar membuat Young Bae terkejut bukan main. Ia masih ingat betul sikap Yuri sangat aneh saat bertemu Ji Yong di acara Sandara beberapa hari lalu. Apa maksudnya ini?
“Tidak mungkin,” Young Bae menggumam sendiri. Raut wajahnya pun semakin kusut.
“Anda tak apa Tuan? Apa perlu saya panggil pe...,”
“Tidak, biar masalah ini kutanyakan sendiri pada Yuri nanti,” Young Bae semakin pusing malam itu.
XXX
Seandainya bisa mabuk Yuri ingin sekali mabuk. Kalau memang dengan mabuk bisa menghilangkan ingatannya tentang Pengawal Choi, ia pasti melakukannya. Tapi percuma, kalau Young Bae sampai tahu ia menenggak minuman keras pasti ia akan memenjarakan Yuri di kamarnya seharian atau bahkan setahun. Semua orang tahu betapa Young Bae suka sekali mengatur kehidupan Yuri. Yah, mungkin hanya Young Bae satu-satunya yang bisa.
Padahal ini sudah malam dan hampir sebagian lampu rumah dimatikan. Yuri duduk sendirian di ruang makannya yang gelap. Sedari tadi ia hanya meminum air es dan sesekali memakan es batu—karena tidak ada lagi yang mau dimakan. Mau makan apapun, semua seperti tidak ada rasanya.
“Lho kau belum tidur? Katanya besok berangkat pagi?” Young Bae yang berjalan menuruni tangga heran melihat Yuri yang seperti itu.
“Iya sebentar lagi,” jawab Yuri singkat. Untungnya keadaan rumah itu agak remang jadi Young Bae tidak begitu perhatian kalau wajah Yuri sudah sangat aneh karena terlalu banyak menangis.
Young Bae mengambil sebotol jus dari kulkas adan berjalan menuju tangga. “Cepat tidur, sudah malam!” katanya lagi sebelum menghilang.
“Ya,..” kata Yuri lalu meminum tetes terakhir di gelasnya. Ia sebenarnya belum mau tidur karena sama sekali tidak mengantuk. Kenapa di saat begini ia malah mendapat tugas tambahan dari Nona Park. Bukan apa-apa, dia hanya malas bangun pagi!
“Ck, harusnya aku minta gaji tambahan. Siapa sih orang itu, enak saja memintaku...., omo, omo! Orang itu!” Yuri baru menyadari sesuatu. Astaga..., memangnya dari tadi otakmu di mana? Masa begitu saja tidak sadar.
“Ya ampuuuun, bagaimana mungkin!!” Yuri mengacak rambutnya karena frustasi.
“Untuk apa dia mengajakku pergi? Bagaimana kalau dia.... kyaaaaaa!!!!” Yuri membanting kepalanya ke meja.
“Ada apa ini?! Kau kenapa!?” Young Bae yang mendengar itu buru-buru turun lagi karena kaget.
“Ti, tidak-tidak! Aku harus tidur kak, besok aku pergi pagi-pagi buta!” Yuri segera berlari ke kamarnya.
“Ckckck,” Young Bae hanya bisa menggelengkan kepala.
XXX
Yuri sudah berada di depan kantor pagi itu. Untung saja ia bisa bangun pagi karena resmi tidak tidur semalaman. Ia pasrah saja pada tugasnya hari ini, toh Nona Park bilang hanya sehari. Ya, sehari ini saja.
Hari ini ia hanya berpakaian sederhana saja. Ia mengenakan dress putih selutut dipadu dengan sweeter merah muda. Rambutnya ikal dan cokelat dikuncir ke belakang karena terserang baid hair day. Yang jelas baginya, penampilannya saat ini sangatlah buruk. Ia berharap teman-teman masa sekolahnya dulu tidak ada yang melihatnya semengenaskan itu. Kalau sampai ada pasti mereka akan heboh bahkan akan menguplod fotonya di internet sebagai bahan olokan.
Sebuah mobil hitam berhenti tepat di depannya. Ia masih mengenali mobil itu, tentu, karena dia pernah naik mobil itu beberapa waktu yang lampau. Yuri juga sempat melihat pantulan wajahnya sendiri di jendela mobil itu. Terlihat sekali matanya masih saja bengkak akibat menangis kemarin. Memalukan sekali keadaannya sekarang. Ia berharap tidak akan ada orang yang bertanya kenapa dia seperti itu karena bisa-bisa ia akan menangis lagi.
Yuri melihat jam tangannya. Tepat jam 06:59. Aneh sekali, ia pikir orang itu akan datang sejam lagi. Ia tahu betul kelakuannya yang suka terlambat.
Pintu mobil itu terbuka. Seseorang berambut hitam dan berjaket hitam keluar dari sana dengan santainya. Oh, sudah ganti warna rambut, pikir Yuri saat melihat orang itu. Ya setidaknya tidak putih seperti kemarin karena terlihat tidak seperti orang normal. Hmm..., ada yang berbeda. Rupanya orang itu juga memakai kacamata.
“Kenapa?” tanya orang itu saat melihat Yuri menatapnya dengan aneh seakan dia mahluk dari mana. Padahal ia merasa sudah sangat tampan hari ini.
“Kenapa jaket itu dipakai?!” tak disangka Yuri malah memprotes jaket yang ia kenakan.
“Bukannya kau sendiri yang memberikan ini padaku?” jawabnya yang masih berdiri di sisi mobil.
“Yah setidaknya jangan pakai itu di depanku!” rupanya Yuri masih terlalu membenci jaket hitam itu. Buatnya itu adalah kenangan buruk yang tidak ingin dilihat lagi. Bahkan niatnya dulu memberikan jaket itu karena ingin membuangnya saja.
“Sudah siap pergi?” tanyanya sambil berjalan menghampiri Yuri. Ia tidak mau membahas masalah jaket atau apapun yang tidak penting di pagi yang cerah ini “Jam berapa aku bisa pulang?” Yuri bertanya balik, ia tidak mau membahas pertanyaan orang itu barusan.
“Jam dua siang, oh jangan, jam tiga bagaimana?”
“Jam tiga?” sebenarnya terserah sih mau pulang jam berapa asal tidak terlalu sore. Yuri malah sibuk mengetik pesan di handphonenya setelah itu.
“Jemput aku jam tiga,” Yuri mengetik sambil membaca, sementara orang itu berusaha mengintip untuk siapa pesan itu ditulis.
“Apa yang kau lihat?”
“Huuh, masuk ke mobil sekarang!” suruhnya sambil membuka pintu mobil. Sebenarnya dia malu juga karena ketahuan ingin melihat pesan yang dikirim Yuri.
“Ingat kau harus memulangkanku sebelum jam tiga sore!”
“Iya iya cerewet sekali!”
Yuri yang malas duduk di kursi depan mengabaikan pintu depan yang sudah terbuka itu. Ia malah membuka pintu belakang dengan cuek.
“Hey aku bukan sopirmu! Duduk di depan!” teriak orang itu. Tidak salah lagi, ini orang yang waktu itu. Kelakuannya benar-benar tidak berubah.
XXX
Pagi itu jalanan sudah agak macet dan mobil hanya bisa berjalan pelan. Ah gawat, ini pasti akan menjadi perjalanan yang lama dan melelahkan. “Sebenarnya ini mau ke mana?” Yuri bingung sekaligus khawatir. Sepertinya ini adalah tugas berbahaya dan mencurigakan. Lagipula ia tidak tahu harus mengerjakan apa dalam tugasnya ini.
“Nanti kau tahu sendiri,” jawab Ji Yong yang sibuk menyetir.
Yuri mendengus kesal mendengar jawaban Ji Yong yang tidak menjawab pertanyaannya sama sekali. Percuma saja ia mengajak bicara. Ia sendiri mulai bosan melihat jalan yang ramai itu, dan berharap tidak terjebak macet terlalu lama. Apalagi suasana di dalam mobil itu yang mendadak canggung, membuatnya semakin tidak betah.
Yuri menoleh lagi pada Ji Yong yang diam saja sedari tadi. “Kenapa kau pakai kacamata?” tanya Yuri sekenanya, untuk mencari bahan pembicaraan.
“Memangnya tidak boleh?” jawab Ji Yong ringan. Tuh kan. Ditanya baik-baik jawabannya selalu asal. Percuma bertanya.
“Kenapa kau tanya itu? Apa aku terlihat mirip kekasihmu?” tanya Ji Yong tiba-tiba.
“Hah?” Yuri heran mendengarnya. Maksudnya mirip Lee Seung Hyun? Benar-benar malas mengingat pria itu lagi. Lagipula dia juga sudah bukan kekasihnya. “Jangan bicarakan orang itu!” emosi Yuri mudah tersulut kalau mengingat pria berkacamata itu.
“Hahaha, apa kalian sedang bertengkar? Kulihat malam itu kalian berciuman di...,”
“Hah?” Yuri terkejut lagi. Wajahnya memerah seketika. “Ja, jadi kau...,” matanya terbelalak menatap Ji Yong yang tersenyum mencurigakan.
“Kuberitahu ya, tidak pantas berciuman di tempat ramai seperti itu,”
“Heh siapa yang berciuman!” seingat Yuri malam itu ia berhasil menghindari Lee Seung Hyun.
“Cih, masih mau mengelak. Nanti kulaporkan kakakmu baru tahu rasa!”
“Laporkan saja sana!” Untuk apa takut, toh waktu itu ia memang tidak melakukan itu. Kalau benar-benar dilakukan itu baru berbahaya. Bisa-bisa kartu kreditnya diblokir sebulan.
“Ck, berani sekali kau rupanya,” cibir Ji Yong.
“Justru kau yang akan kulaporkan, dasar tukang ngintip!”
“Heh aku tidak sengaja melihatnya!”
“Dasar tukang alasan, pasti kau sengaja!”
“Tidak!”
Mereka berhenti berdebat. Jujur saja, tenaga Yuri sudah habis dan tidak sanggup meladeni pertengkaran tidak penting dengan orang satu ini. Lagipula topik yang didebatkan tidak begitu enak.
“Sebenarnya apa maumu sih? Kenapa aku harus ikut denganmu?” Yuri bertanya setelah berhasil melupakan pertengkaran tadi.
“Jadilah asisten pribadiku,” jawab Ji Yong sambil memacu kecepatan mobilnya. Saat ini mobil itu sudah memasuki tol dan berjalan dengan lancar dan cepat.
“Heh aku ini desainer bukan pembantu! Untuk apa aku harus melakukan itu?” Yuri tahu, yang dimaksud asisten adalah pembantu yang disuruh-suruh mengerjakan pekerjaan remeh. Dia tahu karena pernah mengalami hal ini sebelumnya.
“Bukannya aku sudah mengganti jasmu? Handphone murahanmu juga sudah kukembalikan! Kenapa kau masih suka menggangguku?” Yuri semakin tidak sabar.
“Diamlah, aku sudah menyewamu seharian dari Nona Park!”
“Apa? Menyewa?!! Apa maksudmu hah?!!” Yuri semakin ngeri mendengarnya.
“Apa masih perlu dijelaskan?” Ji Yong mulai tersenyum mencurigakan.
“Cepat turunkan aku! Kalau tidak aku telepon polisi!” Yuri mencari handphone di tasnya.
“Kita tidak bisa berhenti, ini jalan tol!”
“Kyaaaaaaaa!!! Hentikan mobilnya!!!” Yuri semakin frustasi. Tapi berteriak-teriak seperti itu justru semakin menguras energi dan tidak membuat Ji Yong mau menghentikan perjalanan.
“Diamlah, hanya sehari ini saja,”
XXX