home_icon
SIGN IN
SIGN UP
Portal Berita - Radio Streaming - Komunitas Anak Muda
Portal Berita - Radio Streaming - Komunitas Anak Muda
LOUNGE
HOW IT WORKS
HOW TO BE DFF OF THE WEEK
TERMS OF USE
CONTACT US
  • Latest
  • Most Viewed
  • Most Loved
  • A-Z
  • My Fanfiction
  • My Subscriptions
  • My Subscribers
  • Create New Fanfiction
Fan Fiction > Be A Maid

Be A Maid

Share:
Author : mumutaro
Published : 23 Jan 2014, Updated : 07 May 2014
Cast : Bigbang, fictional character
Tags :
Status : Complete
1 Subscribes |36933 Views |6 Loves
Be A Maid
CHAPTER 2 : I'm Your Maid

PART 2

 “Jadi pembantumu pun aku tidak peduli, tolong bawa aku pergi dari sini!” teriaknya lagi pada Ji Yong yang menatapnya dengan heran. “Aku mohon...”

            “Cepat masuk,” Ji Yong ternyata mengizinkan Yuri ikut dengannya, dan artinya Yuri akan benar-benar menjadi pembantunya?

            “Siapa yang menyuruhmu duduk di depan? Di belakang sana!” Ji Yong mulai kasar lagi, dengan menahan marah Yuri pun terpaksa patuh padanya.

            “Siapa wanita itu? Kenapa dia bisa ikut dengan Ji Yong?” salah satu fans yang berkumpul di sana bertanya-tanya. “Apa mungkin itu pacarnya Ji Yong?” kata yang satunya lagi. “Ah... tidak mungkin!!!!” dan mereka pun kembali histeris. 

            Yuri diam sambil memandang keluar mobil. Di antara para fans dan petugas keamanan itu, ada pengawal Choi yang tampak gelisah. Kali ini Yuri mulai merasa bersalah padanya. “Maafkan aku pengawal Choi, aku harus pergi, aku harap kau bisa mengerti,” katanya sambil mengusap sedikit air mata yang mulai menetes.

            “Hey, kau, aku tidak tahu siapa kau, yang jelas, tolong turunkan aku di stasiun dekat sini ya,” kata Yuri setelah agak lama diam.

            “Enak saja! Memangnya aku ini sopirmu? Apa kau lupa dengan kata-katamu barusan! Kau bilang kau mau menjadi pembantuku!” kata Ji Yong sambil menyetir mobil mewahnya.

            “Apa? Mana mungkin aku bilang begitu! Aku tidak mau! Turunkan saja aku di sini! Kalau tidak aku akan telepon polisi!” Yuri kesal. Asisten apanya, memangnya dia tidak tahu sedang berhadapan dengan siapa, aku ini Yuri, mobilmu aku beli pun bisa, pikirnya.

            “Heh kamu mau pura-pura lupa ya! Kalau mau turun loncat sana..” Ji Yong menyeringai.

            “Apa?? B,baiklah... baiklah aku ingat! Aku akan jadi pembantumu...” Yuri hampir menangis lagi,“tapi...hanya sementara saja ya, dan pekerjaannya harus yang ringan-ringan..., dan gajinya jangan lupa, aku minta dibayar mahal!”

            “Apa? Dibayar katamu? Kau sendiri yang mengajukan diri minta dibayar lagi? Kau tidak akan dibayar!”

            “Mana bisa begitu? Yang benar saja!!”

            “Oh begitu? Lalu kenapa kau minta ikut aku dengan wajah panik dan terburu-buru begitu? Oh... aku tahu, kau pasti buronan polisi ya? Baiklah aku akan ke kantor polisi sekarang juga!”

            “Jangan! Aku bukan buronan! Tapi aku juga tidak mau ketemu polisi, baiklah terserah kau saja mau membayarku atau tidak,” Yuri menyerah.

            “Oke, mulai sekarang kau harus mematuhi semua perintahku,” Ji Yong menyeringai senang lagi.

            “Iya... tapi hanya sementara...” 

            “Tenang saja, tidak akan lama, paling-paling satu hari kerja saja kau sudah kupecat,”

            “Apa? Heh, memangnya aku sebodoh itu, kau itu yang seenaknya saja! Mana boleh kau memperlakukan orang yang sudah membantumu seperti,...” Yuri malah teringat sesuatu. Dulu ia juga seringkali memecat pelayan di rumahnya, hanya karena masakannya tidak enak, kamarnya kurang bersih, atau terlambar beberapa menit dalam memenuhi perintahnya, padahal mereka pasti susah payah untuk mendapatkan pekerjaan itu. Sekarang malah Yuri mengatakan tidak boleh memperlakukan asisten seenaknya, apa ini... karma?

            “Kalau tidak mau kupecat kau harus bekerja dengan baik!” kata Ji Yong sambil terus berkonsentrasi menyetir.

            “Iya.” Yuri mengalah lagi.

            Beberapa saat kemudian mereka berdua sampai di suatu tempat. Kata Ji Yong ini lokasi pengambilan gambar untuk sebuah iklan. “Bawakan jasku yang tadi!” perintah Ji Yong. Yuri pun melakukan tugasnya, membawa beberapa jas itu masuk ke dalam studio. “Ingat, jangan sampai lusuh!” kata Ji Yong lagi. “Iya aku tahu! Ini kan jas murah kenapa harus seperti itu sih,” Ji Yong tidak mendengarnya karena sudah entah di mana dengan kru yang lain.

            “Jadi seperti ini pembuatan iklan,” kata Yuri yang sedikit terkagum-kagum melihat tempat itu. Banyak kamera, dan orang-orang yang berperan di dalam prosesnya. “Memangnya baru pertama kali kau melihat ini?” tanya seorang wanita di sebelah Yuri.

            “Iya, maksudku pertama kali melihat langsung,”

            “Sepertinya kamu asisten barunya JI Yong? Baru pertama kali aku melihatmu,” ujar wanita itu dengan sedikit memandang rendah Yuri, mungkin karena merasa lebih senior. “Iya, begitulah,” Yuri merasa sedikit kesal.

            “Jadi Ji Yong mengganti asistennya lagi, ckckck... kau yang tabah ya, Ji Yong itu orangnya sangat kasar dan tega sekali menghina orang lain...”

            “Mm... sepertinya memang begitu,” Yuri mengiyakan.

            “Padahal dia sudah tidak terlalu laku lagi, dia sudah jarang syuting drama, paling-paling hanya menyanyi atau jadi bintang iklan begini saja, tapi dia masih saja seperti itu,”

            “Oh ya? Tadi kulihat penggemarnya banyak sekali?” Yuri teringat acara di depan mall tadi.

            “Mm begitu? Kalaupun ada mungkin fansnya itu ibu-ibu, yang sudah tua, hahaha...!” wanita itu tertawa puas. Sepertinya dia benci sekali pada Ji Yong. “Kau tahu sendirikan? Dia menyetir mobilnya sendiri ke mana-mana? Dia bahkan tidak punya sopir pribadi, ckckck...kasihan sekali, hahaha,...”

            “Hey, sedang apa kau di situ! Lakukan tugasmu!” perintah seorang pria dari kejauhan pada wanita itu, ia buru-buru mengakhiri percakapannya dengan Yuri. “Bosku memanggil, sudah ya. Selamat bekerja!”

            “Eh, tunggu! Di mana aku bisa menaruh ini? Aku capek memegangnya terus-terusan...,” Yuri menunjukkan dua buah jas milik Ji Yong yang dibawanya dari tadi. “Gantung saja di sini,” wanita itu menunjuk sebuah gantungan kostum di dekatnya lalu segera pergi.

            “Untuk apa jas ini dibawa-bawa kalau tidak dipakai? Lalu sekarang aku harus apa?” Yuri sendirian di tengah keramaian para kru yang sibuk itu.

            “Jadi begini kerjamu, hanya duduk-duduk saja, dasar pemalas!” Ji Yong tiba-tiba sudah berada di sebelah Yuri. “Memangnya sekarang aku harus apa?”

            “Sekarang buatkan aku teh!”

            “Haahh! Yang benar saja! Kau pikir ini di rumah? Kau pikir ini restoran atau apa??”

            “O ya, tehnya jangan terlalu manis, mm.. aku juga ingin makan biskuit, dan juga... karena di sini sangat panas, kipasi aku!”

            “Heh, kau itu artis atau bukan sih! Kau sendiri tidak bekerja...Cuma duduk-duduk, dan berpose seperti orang bodoh, kau itu...”

            “Berisik!” Ji Yong tidak peduli dengan ocehan Yuri. Pada akhirnya Yuri melakukan perintah Ji Yong sambil mengomel dan mengeluh tiap menit. Hari itu mungkin menjadi hari ulang tahun terburuk bagi Yuri. Bertahun-tahun yang lalu setiap ulang tahun selalu ada pesta mewah yang diadakan di rumahnya,pesta kembang api di tepi pantai, atau pesta di hotel manapun yang Yuri mau, dan juga hadiah-hadiah yang tak terhitung jumlahnya. Yuri bagaikan ratu sehari setiap hari ulang tahun tiba. Tapi sekarang, tak ada hadiah, pesta, atau apapun, hanya ada ucapan selamat ulang tahun dengan sedikit tukar nasib. Yuri yang selalu dilayani kini harus menjadi seseorang yang harus rela disuruh-suruh, bahkan sampai ke hal tidak penting seperti mengipasi Ji Yong, ambilkan barang ini-itu, ke sana kemari, juga memijat pundak Ji Yong yang pegal disela-sela pengambilan gambar iklan minuman itu.

            “Ayo pergi! Jangan tidur di situ! Dasar pemalas!” Ji Yong membangunkan Yuri yang hampir tertidur di kursinya setelah hampir seharian melakukan perintah tidak penting yang melelahkan bagi Yuri yang jarang bekerja, bahkan untuk keperluan dirinya sendiri.

            “Hah? Sudah sore ya? Waktunya minum teh... mana tehku?”

            “Kau itu gila ya? Dasar...”

            “Eh... aku lupa..., aku kira aku di rumah...”

            Yuri masuk mobil dengan wajah murung. Ia kesal pada dirinya, untuk apa dia harus melarikan diri dari rumah dengan membodohi Pengawal Choi—walaupun ia tidak menyangka itu berhasil—kenapa pula dia harus bertemu Ji Yong, dan yang paling parah adalah merelakan diri menjadi seorang pesuruh, tadinya Yuri pikir setelah pergi dari rumah ia bebas pergi ke mana saja, makan apa saja, naik bus, naik kereta, apapun yang selama ini tidak dengan leluasa ia lakukan. Namun saat ini Yuri malah dalam perjalanan pulang Ji Yong  menuju apartemennya. Apartemen yang tidak terlalu mewah bagi orang seperti Yuri, ya tentu saja begitu.

            “Ini.. rumahmu? Berantakan sekali,” ejek Yuri sesampainya di sana. Ia melihat seisi ruangan, agak berantakan. “Kalau iya kenapa? Sudahlah, jasku tadi taruh saja di ruang yang itu,”

            “Jas?” Yuri seketika panik. Jas milik Ji Yong tadi kan...,”Apa tidak sedang kau pakai?”

            “Bukannya tadi aku pakai sebentar lalu kuberikan lagi padamu?”

            “Oh... kalau begitu masih ada di gantungan kostum yang tadi..., hehe,”

            “Apa?? Heh! Kau tahu itu harganya berapa? Gajimu setahun tidak bisa membelinya tahu!”

            “Heh! Kau itu menghinaku ya? Itu jas murahan, aku bisa beli yang lebih mahal dari itu! Aku ganti biar kau puas!!” Yuri mengeluarkan dompetnya.

            “Aku tidak butuh uangmu! Kau kupecat! Pulang sana!” Ji yong marah. Mungkin karena agak lelah dia jadi lebih sensitif seperti itu, atau memang biasanya juga begitu.

            “Tapi... aku harus pulang ke mana? Sudah malam begini,...” Yuri memasang wajah memelas.

             “Mana kutahu! Memangnya kau tidak punya rumah? Kau mau pergi ke mana, tidur di jalan, atau apa bukan urusanku!”

            Yuri diam beberapa saat. Ia sedikit ragu untuk pergi. “Baiklah,” katanya pelan, lalu keluar sambil membanting pintu. Ji Yong tetap tidak peduli dan langsung di sofa sambil menonton TV. “Benar-benar cewek bodoh.”

XXX

            Yuri masih di depan pintu apartemen Ji Yong. Tentu saja ia tidak tahu akan pergi ke mana karena ia tidak hafal jalan di kotanya sendiri. Ia sekarang ada di daerah mana juga tidak tahu. Dan sekarang ia dipecat. Dipecat? Seorang putri miliarder yang terhormat  dipecat seorang artis tidak terkenal, mungkin begitu kalau menjadi headline koran.

            “Aku tidak butuh uangmu!” kata-kata Ji Yong barusan masih terngiang. Selama ini kekuatan uang adalah kekuatan utama Yuri, punya banyak uang dan bisa membeli apa saja. Namun terkadang uang tidak terlalu berharga di mata sebagian orang.

            Yuri kini sudah di tepi jalan luar apartemen. Mau diusir seperti apapun, dia masih belum ingin pulang ke rumah. Dia masih ingin bersenang-senang di dunia luar, walaupun harus tidak tentu arah dan sendirian seperti ini. “Apa sebaiknya aku memberi kabar pada pengawal Choi? Tapi... aku pasti disuruh pulang,” ujarnya sambil membuka-buka tasnya lagi. Ada sebuah buku agenda yang selalu ada dalam tasnya. “Buku ini... kenapa aku bawa ya... tidak berguna,”

            Yuri membuka agenda itu. “Tulisan ini kan...”

            Tulisan yang Yuri temukan itu seakan membawanya ke masa lalu, tepatnya saat masih SMA dulu, saat pulang sekolah, dan mobil yang mengantar jemputnya sampai di depan rumah. Seorang pelayan membuka pintu mobil,”Selamat datang Nona Yuri,” katanya sopan. “Bawakan ini,” Yuri menyodorkan tasnya dengan angkuh. Pelayan ini menerimanya dan segera masuk. “Eh buku ini, hey tunggu! Kenapa jalannya cepat sekali orang itu!” kata Yuri saat tahu sebuah buku agendanya tertinggal di mobil.

            “Selamat sore nona Yuri,” seseorang tiba-tiba berada di dekat Yuri. Yuri tidak mengenalnya, dia berseragam lengkap sama seperti sekumpulan pengawalnya, tubuhnya tinggi, matanya tajam, ekspresinya dingin. “Siapa kau!”

            “Perkenalkan, namaku Choi Seung Hyun, Kepala Pengawal baru. Mulai hari ini saya akan selalu melindungi Nona Yu...”

            “Bawakan ini!” Yuri menyodorkan buku agendanya tadi pada Pengawal Choi.

            “Apa?”

            “Kenapa? Tidak sanggup ya! Kalau tidak mau berhenti saja!”

            “Oh tentu saja saya tidak keberatan, bahkan kalau perlu...” Pengawal Choi membuka agenda itu dan menuliskan sesuatu,”Ini nomor teleponku, kalau Nona Yuri butuh bantuan hubungi saja saya,”

            “Heh! Apa-apaan kau itu! Kembalikan!”

            “Tidak apa-apa, akan saya bawakan...”

            “Tidak usah!” Yuri merebut agenda itu dan masuk ke rumah, meninggalkan Pengawal Choi yang tersenyum simpul.

            “Ada apa sih! Pulang sekolah selalu heboh!” Yong Bae yang sedang membaca buku tebal berbahasa inggris terganggu dengan kehadiran Yuri. “Siapa sih orang baru itu! Kupecat saja dia!”

            “Heh, siapa yang kau bicarakan? Pengawal Choi?”

            “Aku tidak tahu namanya! Orangnya aneh dan seperti robot!”

            “Hahahaha!” Yong Bae malah tertawa melihat adiknya itu. “Kau tahu, aku yang memilihnya untuk jadi kepala pengawal, dan aku tidak akan mengizinkan kamu memecatnya!”

            “Kakak! Aku tidak suka padanya!”

            “Heh, dengar ya anak kecil. Choi Seung Hyun itu temanku sendiri dan aku yakin dia akan menjadi pengawal yang hebat dan selalu melindungimu. Sampai kau memecatnya, kau akan berhadapan denganku..” kata Yong Bae sambil memukulkan buku tebalnya ke kepala Yuri yang semakin cemberut. ”Kau siap-siap saja diikuti dia ke mana saja, anggap saja dia penggantiku selama aku di AS,...”

            “Apa? Kakak akan ke AS?”

            Yong Bae tidak menjawab. Ia melanjutkan membaca. “Kau bercanda kan?”

            “Sayangnya tidak,” Yong Bae tersenyum,”aku mempercayakan kau pada Seung Hyun, selama aku pergi,” ujarnya lalu meninggalkan Yuri sendiri di situ.

            Bagai disambar petir, itulah perasaan Yuri saat itu. Orang tuanya di luar negeri, dan sekarang kakaknya juga. Itu artinya di rumah besar ini ia akan tinggal sendiri bersama puluhan orang yang tidak ia hafal namanya itu. Entah kenapa sampai saat ini Ayahnya tidak mengizinkannya ikut tinggal ke luar negeri, itu artinya tidak ada harapan baginya untuk ikut kakaknya, atau setidaknya harus menunggu beberapa tahun lagi. Yuri menghela nafas, ia termenung beberapa untuk menahan emosi, dan beberapa saat kemudian buku agenda yang ia genggam itu telah terlempar hingga memecahkan vas. Pengawal Choi hanya memandangi Yuri dari kejauhan...

XXX

            “Kalau Nona Yuri bantuan hubungi saja saya,...” kata-kata Pengawal Choi itu seakan terdengar lagi di benak Yuri. Sekarang, sudah malam, ia sendiri di tepi keramaian jalan. Dingin, perut yang lapar, lelah, dan lain-lain menyatu dalam dirinya. “Apa hanya cukup hari ini saja,” ujarnya.

            Sebuah mobil sedan mendekati Yuri. Yuri bingung, apa itu Ji Yong, ah mana mungkin, apa Pengawal Choi? “Kau... yang tadi bersama Ji Yong kan?” tanya si pemilik mobil sambil membuka jendelanya.

            “Siapa??” Yuri bingung.

            “Masa tidak ingat aku?” katanya sambil tersenyum.

 

XXX

            Di sebuah dapur yang hampir mirip dapur sebuah restoran, beberapa juru masak sedang duduk bersantai. Sampai kemudian salah satu juru masak yang datang dengan tergesa-gesa dan tampak gembira. “Hey! Dengar semua! Pengumuman penting!”

            “Ada apa?” tanya mereka sambil berkumpul pada orang yang datang tadi.

            “Nona Yuri liburan ke Jepang!”

            “Benarkah? Kenapa mendadak sekali? Aku tidak melihatnya bersiap-siap?”

            “Tentu saja benar! Pengawal Choi mengatakan sendiri padaku!”

            “Huah... ini berita bagus! Akhirnya nenek sihir itu pergi! Hahahahah!”

            “Bertahun-tahun aku menanti saat ini,”

            “Semoga saja dia betah di Jepang,” para pelayan itu pun bersorak gembira.

            Pada jam yang sama di sebuah ruangan besar dan gelap karena gorden tebal yang menutupi jendela, seorang pria tua sedang duduk termenung sambil berpikir keras. Tak lama kemudian Kepala Pengawal Choi masuk ke dalam ruangan, tatapannya tetap tajam, namun kali ini tampak sedikit berbeda.

            “Choi Seung Hyun, apa benar nona Yuri menghilang saat bersamamu?” tanya pria tua itu dari balik mejanya. Raut wajahnya seperti menahan emosi. “Benar, Tuan Maeda,” ujar Pengawal Choi sambil menunduk. Tuan Maeda yang sekarang ada di hadapannya itu adalah asisten Ayah Yuri di Korea untuk urusan domestik, sementara ia lebih banyak berada di luar negeri. Ia menjadi pemimpin dari semua pengawal, petugas keamanan, pelayan, pembantu, dan lain sebagainya. Bisa dibilang ia adalah tangan kanan Ayah Yuri di Korea.

            “Bagaimana itu bisa terjadi? Atas kelalaianmu kau pantas diberhentikan!”

Pengawal Choi diam beberapa saat. “Maafkan atas kelalaianku, aku akan bertanggung jawab atas keselamatan Nona Yuri,” ujarnya   

            “Saya benar-benar kecewa padamu, kau adalah Kepala Pengawal! Benar-benar bodoh!”

            “...saya akan membawanya pulang secepatnya, setelah itu anda boleh memecat saya,...”

            “Bagaimanapun kau adalah pihak yang paling bertanggung jawab atas menghilangnya Nona Yuri.. dan kau tidak punya banyak waktu sebelum Tuan Besar tahu, apalagi media massa!” Manager Maeda membanting koran pagi di mejanya. Ia tidak mau menatap Pengawal Choi.

            “Saya akan berusaha semaksimal mungkin, tolong beri saya waktu,...”

            “Kau bahkan tidak punya waktu sampai dua puluh empat jam sampai Tuan Besar tahu semua ini! Sekarang kau mau minta waktu!” Manager Maeda masih naik darah. “Hh...Baiklah, kita semua di sini akan berusaha merahasiakan masalah ini pada Tuan Besar, demi kau, tapi ingat, kau harus membawa Nona Yuri secepatnya, tapi aku tidak bisa menjamin besok malam Tuan Besar tidak akan tahu, kau mengerti?”

            Pengawal Choi mengangguk mantap walau dalam hatinya ragu, tapi ia merasa ini adalah kesalahannya dan apapun akan ia lakukan demi menebus kesalahan itu. “Serahkan semua padaku,”

 

POPULAR FANFICTION

BERITA PILIHAN

COPYRIGHT 2024 DREAMERS.ID PUBLISHED BY DREAMERS NETWORK