“Sabtu malam kemarin aksi perampokan kembali terjadi pada sebuah...” terdengar suara televisi dari sebuah ruangan. Seperti biasa berita pagi sudah tayang, bahkan berbagi berita kriminal pun juga telah tayang di jam sepagi ini. Dan anehnya pria satu ini sama sekali tidak terganggu dengan cerita seram dan berdarah yang sedang dibacakan oleh pembaca berita. Ia tetap duduk tenang seakan sedang menonton acara kuliner.
“Haish! Kenapa wanita itu tidak muncul di acara ini?! Apa polisi itu benar-benar tidak menangkapnya?” Ji Yong menggerutu apalagi saat mengingat polisi yang ia temui kemarin. “Bisa-bisanya aku menampung seorang buronan sepertinya dia! Setidaknya dia belum sempat merampokku!” ia bicara sendiri sambil memukul meja dihadapannya.
“Aku benar-benar gila rupanya, untuk apa aku masih memikirkan pencuri itu!” ia mematikan TV dengan kasar dan langsung meraih sebutir apel yang ia beli kemarin. Sejak tadi ia memang menonton berita itu dengan sengaja, siapa tahu wanita aneh yang mampir ke apartemennya beberapa hari lalu akan muncul di TV karena berhasil ditahan polisi atau apapun. Namun sepertinya hal itu mustahil terjadi.
Memang seharian ini tak ada yang Ji Yong lakukan kecuali bermalasan. Sebegai artis yang sudah tidak populer lagi di jagad hiburan tentu saja waktu luangnya cukup banyak. Ia hanya makan apel dan minum beberapa kaleng bir, dan kini sampahnya sudah kembali berserakan di apartemen itu. Sifat buruk Ji Yong mulai kambuh lagi dan tentu saja ia malas untuk mengurus semua itu.
Sebenarnya apel saja tak cukup untuk menghilangkan rasa lapar Ji Yong. Namun percuma, tak ada yang memasak untuknya, dan dia terlalu malas untuk memasak sendiri, bahkan untuk sekedar memesan makanan.
Di tengah hari malasnya yang tidak begitu menyenangkan, bel apartemennya berbunyi. Sebenarnya Ji Yong juga malas harus membuka pintu, tapi karena suara mengganggu itu ia memaksa kakinya yang terasa berat untuk melangkah.
“Siapa?” tanyanya dengan sedikit kasar. Ia tidak mengenali seorang pria yang tengah berdiri di depan pintu. Astaga, kenapa masih ada saja fans yang datang ke sini, pikir Ji Yong sekenanya. Ia terlalu malas harus melayani permintaan tanda tangan atau foto bersama saat ini, terlebih karena wajahnya begitu kusut. Hey Ji Yong, memangnya kau masih punya fans?
“Selamat pagi, kiriman barang untuk Tuan Kwon Ji Yong,” ujar orang itu sambil menunjukkan sebuah paket di tangannya. “Silahkan tanda tangan,” ujarnya lagi.
“Oh?” Ji Yong menatap benda itu dengan curiga. Bagaimana kalau itu bom? Rupanya ia masih terpengaruh oleh berita kriminal yang ditonton tadi.
“Apa ini aman?” Ji Yong masih mengamati paket itu dengan curiga sejak kepergian orang tadi. Ia takut benda itu akan meledak jika dibuka. Tapi persetan dengan semua itu. Karena terlalu penasaran ia membukanya dengan terburu-buru.
“Jas?” Ji Yong terbengong-bengon melihat dua potong jas terdapat dalam paket itu. Ia juga sangat tahu kalau itu adalah merek yang terbilang mahal. Bahkan koleksi jas yang ia miliki—termasuk yang dihilangkan Yuri—tidak sebanding dengan yang sekarang ia pegang saat ini.
Ia semakin penasaran dan mengambil barang lain yang masih terdapat dalam paket itu. “Jaketku!” ia terpekik kaget melihat jaket berwarna hitam yang ia kenali, dan ia ingat telah memberikan jaket itu pada wanita pencuri itu.
“Oh bukan. Ini hanya mirip,” Ji Yong menyadari kalau itu bukan jaketnya. Tak hanya jas dan jaket, rupanya dalam paket itu masih ada sebuah handphone, dan kali ini jelas memang miliknya.
Ji Yong buru-buru menyalakan benda itu untuk memastikan dan sebuah pesan langsung masuk.
“Ini untuk mengganti jasmu. Kalau tidak cocok kau bisa menukarkan ke alamat yang tertulis di kartu.”
“Kartu?” Ji Yong melihat sebuah kertas kecil terselip di sana. Tertulis sebuah nama butik yang sangat mahal, tempat asal jas itu.
Sebuah pesan diterima lagi.
“Aku juga mengganti jaketmu yang jelek itu dengan yang baru.”
“Apa?! Jelek katanya!” Ji Yong tersinggung, meski ia mengakui kalau jaket hitam yang baru saja ia terima itu memang mirip dengan yang hilang bersama wanita aneh itu.
“Terimakasih atas bantuanmu selama ini. Oh ya. Maaf aku mendengarkan rekaman lagumu, sepertinya itu cukup bagus.”
Begitu isi pesan terakhir yang masuk. Tanpa berpikir lagi Ji Yong segera berlari keluar dengan terburu-buru seakan dikejar setan. Ia tidak peduli lupa menutup pintu atau apapun dan terus berlari hingga tiba di meja resepsionis apartemen itu.
“Permisi!” ujar Ji Yong sedikit kasar, oh bukan, panik lebih tepatnya. Bahkan nafasnya masih tersengal-sengal. Ia seakan sedang ingin merampok tempat itu.
“Ya tuan? Ada yang bisa saya bantu?” resepsionis itu terkejut meski sedikit senang. Dihadapannya sekarang ada Kwon Ji Yong yang artis itu. Ia tahu Ji Yong tinggal di sana, tapi ia jarang melihatnya keluar dari apartemennya.
“Kau tahu ada yang mengirim paket padaku?”
“I,Iya,” resepsionis itu sedikit gugup.
“Kau tahu siapa orang tadi?” tanya Ji Yong.
“Maaf, saya tidak tahu,”
“Hey bagaimana bisa kau tidak tahu!”
“Maaf Tuan tapi saya memang tidak tahu,”
“Huh! Keamanan tempat ini memang meragukan!” Ji Yong pergi sambil bersungut-sungut. Sementara resepsionis itu hanya tersenyum saja. Bagaimana tidak, pria pengirim barang tadi sudah memberinya sejumlah uang agar tidak memberitahu identitasnya.
XXX
Yuri tahu kakaknya masih marah. Ia bahkan tidak berani menatap kakaknya itu untuk pertama kali dalam hidupnya. Padahal dalam hati Yuri masih ingin bertanya tentang nasib Pengawal Choi semenjak kejadian semalam. Apa benar dia mengundurkan diri?
“Kau tidak perlu memikirkan Tuan Choi, dia sudah pergi sesuai keinginanmu selama ini,” ucap Young Bae akhirnya, seakan paham apa isi pikiran Yuri.
Yuri tidak berani menjawab. Ia masih ingat betul dulu ia sering meminta kakaknya untuk memecat Pengawal Choi dan sekarang keinginannya terkabul, tapi kenapa sekarang ia malah menyesal?
“Apa kau sengaja melakukan itu agar Pengawal Choi kupecat?” selidik Young Bae. Ia menatap adiknya yang masih tertunduk itu.
“Tidak, itu...” Yuri mencoba menjawab.
“Sudahlah lupakan saja. Kali ini kupastikan kau tidak bisa seperti itu lagi,”
Yuri terdiam lagi. Tapi ia berusaha mencari topik pembicaraan lain.
“Apa kakak akan kembali ke New York?” tanya Yuri akhirnya.
“Hmm ya. Tapi tidak dalam waktu dekat,” jawab Young Bae. Kali ini ia sudah tidak terlalu marah.
“Oh,” jawab Yuri sekenanya.
Young Bae diam sejenak. “Apa kau mau ikut denganku?” tanyanya pada Yuri.
“Kemana?” Yuri bingung.
“Tentu saja ke New York. Bukankah dulu kau sering menelponku hanya karena ingin ikut?”
“Bukannya kakak selalu melarangku?”
“Kali ini aku akan memikirkannya,”
“B,benarkah?” Yuri menatap Young Bae dengan tidak percaya.
XXX
gimanaaa??? *ala the comment*
NEXT>>
(biarpun cuma dikit yang penting update)
:p
(hey reader, pilih Ji Yong, TOP, Daesung, apa Riri?) *survey*