Tak terasa waktu begitu cepat berlalu. Kini senja sudah menjelang malam di kota Seoul, meski hujan masih turun rintik-rintik. Sepanjang perjalanan Yuri hanya diam. Tak sekalipun ia bicara pada Pengawal Choi yang sibuk menyetir di bangku depan.
“Nona, sudah sampai,” kata Pengawal Choi, membuyarkan lamunan Yuri yang tidak menentu selama bermenit-menit ini.
“Eoh?”
“Mari saya buka pintunya,” ujar Pengawal Choi lagi. Ia tahu kalau Yuri tidak terlalu memperhatikannya. Ia pun masih sedikit khawatir akan keadaannya saat ini.
“Tunggu, akan saya ambilkan payung,” kata Pengawal Choi saat menyadari hujan masih turun rintik-rintik. Ia bahkan tidak peduli dirinya sendiri juga mulai basah lagi.
“Tidak usah,” terdengar suara dari belakang Pengawal Choi. Suara yang tidak asing, dan cukup membuat Pengawal Choi yang sudah sangat jeli mengamati keadaan sekitar itu terkesiap. Bagaimana ia bisa tidak menyadari keberadaannya. Mungkin masalah ini benar-benar menguras tenaga dan pikirannya sehingga kurang waspada.
“Kak Young Bae!!” Yuri langsung menyadari siapa orang itu. Ia buru-buru keluar dari mobil tanpa peduli masalah payung atau jas hujan. Bukankah sedari tadi pun ia sudah basah?
Benar. Pria itu adalah Dong Young Bae, kakak Yuri satu-satunya. Ia berdiri tegak di sana sambil membawa payung hitam di tangannya.
“Kapan kakak pulang? Kenapa tidak beritahu aku? Katamu masih dua tahun lagi kau akan pulang?” Yuri tidak sabar bertanya banyak hal pada kakaknya. Ia bahkan hampir lupa dengan peristiwa yang baru saja ia lalui.
Namun aneh. Young Bae tidak tersenyum, tertawa, atau apapun untuk menyambut kedatangan adikknya itu. Ia diam beberapa saat dan menatap Yuri dengan tatapan dingin.
“Yuri, ada yang ingin kau jelaskan padaku?” ujar Young Bae akhirnya, tanpa mengurangi ekspres datar di wajahnya.
“Hah? Apa maksud Kakak?”
“Oh tidak, aku harusnya bertanya padamu, Choi,” Young Bae langsung mengalihkan pandangannya pada Pengawal Choi yang berdiri tegak di hadapannya.
“Maaf, ini memang salahku. Aku akan mengundurkan diri saat ini juga,” ucap Pengawal Choi sambil menundukkan kepala.
“Apa kau bilang? Kakak, bukan begitu. Ini salahku, aku sendiri yang kabur dari pengawal Choi. Dia tidak bersalah, jangan pecat dia,” Yuri langsung panik mendengar itu. Sudah jelas bahwa Young Bae pasti sudah mengetahui apa yang terjadi dua hari ini. Sesuatu yang benar-benar terlarang untuk Yuri lakukan. Ia pun tidak mengira kakaknya akan kembali ke Korea secepat ini.
“Kenapa kau ini? Bukankah dari dulu kau ingin memecatnya?” Young Bae balik bertanya pada Yuri.
“Tapi ini memang salahku, kakak, dengarkan aku, kakak, kumohon,” Yuri memelas. Ia tidak akan membiarkan Pengawal Choi menerima imbas dari kelakuan konyolnya kemarin. Sesuatu yang tidak ingin Yuri ingat selama beberapa waktu ke depan. Ia sendiri tak habis pikir kenapa ia melakukan semua itu.
“Masuklah,” Young Bae hanya menanggapi Yuri dengan dingin, sama seperti tadi. Yuri tidak berani berbicara lagi dan berjalan masuk ke rumah. Ia tahu kalau sudah begini pasti tidak berguna.
“Astaga, nona Yuri, kukira anda sedang di Jepang?” seorang pelayan terkejut melihat kedatangan Yuri. Padahal ia baru saja sedang bersantai di sofa. Liburan selama dua hari ini rasanya masih kurang baginya.
Yuri tidak menjawabnya, ia terus berjalan naik ke lantai atas dengan wajah muram. Ia benar-benar terlihat payah saat itu, bahkan di depan pelayannya sendiri.
Pelayan itu buru-buru lari ke dapur untuk mengabari rekannya. Ia bahkan tidak sempat bertanya-tanya kenapa Yuri tampak seperti itu, rambut kusut basah, dan pakaiannya yang... benar-benar bukan Yuri yang seperti biasa. “Hey dengar semua, ini gawat, si nenek penyihir itu sudah kembali!!” teriakannya menggema ke seluruh penjuru dapur.
Suasana dapur yang gembira itu pun kini mendadak lesu.
XXX
Yuri membuang jaket hitam yang ia pinjam dari Ji Yong sesuka hati. Ia tidak peduli benda itu jatuh ke kursi, meja, atau lantai sekalipun. Ia buru-buru mengganti pakaian kumal yang melekat di tubuhnya dengan pakaian yang sudah tersedia di lemari. Kali ini ia benar-benar merasa telah kembali ke rumah.
Yuri terlalu lelah dan pusing untuk semuanya. Ia langsung melempar tubuhnya sendiri ke ranjangnya yang lebar dan hangat. Untuk sejenak memang terasa nyaman, namun rupanya ia tetap tidak bisa tidur nyenyak. Mungkin tidur nyenyak terakhirnya adalah setelah membersihkan apartemen Ji Yong yang kotor.
Saat ini ingatan masa lalu Yuri tiba-tiba kembali berkelebat. Ia tidak tahu kenapa hal yang telah ia lupakan sekian lama mulai kembali lagi, dan ini benar-benar mengganggu pikirannya. Entah bagaimana ia kembali melihat dengan jelas peristiwa lampau itu.
Seorang gadis kecil sedang menunggu lama di depan sebuah taman kanak-kanak. Ia menggunakan sweater berwarna pink cerah, rok putih yang manis dan sebuah tas kecil yang tergantung di bahunya. Teman-temannya semakin berkurang hingga ia sedang sendirian di sana. Ia mulai gelisah dan takut, tapi tak tahu harus bagaimana. Ia masih tidak tahu caranya pulang ke rumah sendiri.
“Kakak lama sekali!” ia mulai kesal dan menendang batu-batu kecil di sekitarnya. Sesekali ia membuang batu itu ke kolam untuk melampiaskan kekesalannya pada ikan-ikan tidak bersalah di kolam.
Bosan dengan semua itu ia mulai berjalan tak tentu arah di sekita halaman sekolah itu, hingga gadis kecil itu melihat seseorang wanita muncul dari kejauhan. Nampaknya wanita itu berjalan ke arahnya.
“Woh? Eomma?” gadis kecil terlonjak senang melihatnya. Penantian panjang dan menyebalkan sedari tadi akhirnya berakhir. Ia cepat-cepat berlari menuju wanita itu.
“Hai... Yuri?” ujar wanita itu sambil tersenyum manis. Gadis kecil yang tadi sudah kembali ceria itu mendadak terdiam ketika mengetahui siapa yang berada di depannya. Ia hanya menatap wanita itu dengan bingung.
“Mau permen?” tanya wanita itu sembari mengeluarkan beberapa bungkus permen dari sakunya. Bagaimanapun gadis itu hanya anak kecil yang mau menerima makanan apapun yang ditawarkan padanya. Ia mulai kembali tersenyum, sama seperti wanita itu. “Ikutlah denganku,” katanya lagi, sambil memberikan salah satu tangannya dan semua menjadi gelap. Yuri tidak sanggup mengingat kejadian setelah itu. Bukan, Yuri memang tidak mau mengingatnya lagi.
XXX
Hujan rintik telah berakhir. Namun rupanya Young Bae dan Pengawal Choi masih berdiri di luar sedari tadi dengan suasana sedikit tegang dan sunyi. Tak ada yang berani mendekati mereka berdua kalau sudah begini, bahkan Yuri sekalipun. Mereka sudah terdiam beberapa lama.
“Kau tentu sudah tahu kenapa aku seperti ini pada adikku sendiri, kenapa aku sangat membatasi hidupnya, alasan kenapa aku menitipkan dia padamu selama aku di AS,” ujar Young Bae pada Pengawal Choi yang berdiri tegak dihadapannya.
“Peristiwa itu adalah kesalahanku, dan aku tidak akan membiarkan itu terulang lagi padanya. Kurasa aku sudah tidak perlu menceritakannya kembali padamu,” tambah Young Bae lagi.
“Maaf, aku...,” jawab Pengawal Choi.
“Kau memang temanku, tapi bagaimanapun ini tetap kesalahanmu. Sekarang pergilah.” Young Bae mengakhiri pembicaraan malam itu dan berjalan pergi meninggalkan pengawal Choi.
XXX
Pagi yang cerah setelah hujan semalam. Yuri bangun pagi-pagi sekali dan langsung duduk di ruang makannya, menunggu sarapan. Para pelayan di sana sudah sangat tanggap dengan keadaan itu. Semua makanan itu santap pagi sudah terhampar di meja makan yang lebar itu. Siapa sih yang mau makan sebanyak itu di pagi hari?
Yuri menatap semua makanan itu tanpa minat. Sepertinya ia memang tidak suka.
“Kenapa Nona? Apakah ada yang kurang?” tanya salah seorang pelayan yang sedang bertugas pagi itu.
“Aku tidak mau makan semua ini,” jawab Yuri sekenanya.
“Akan saya buat gantinya, anda ingin makan apa?” pelayan itu menyembunyikan kekesalannya dengan memasang wajah tersenyum.
“Aku ingin mie ramen. Kau tahu kan makanan itu?”
“Ramen?”
“Iya, aku ingin ramen yang dijual di pinggir jalan itu, kau tahu tempatnya tidak?”
“Oh? Maaf Nona, tapi warung ramen hanya buka malam hari. Tidak ada pagi-pagi begini,”
“Begitu ya? Hmmh,...” Yuri nampak kecewa. Padahal ia ingin makan makanan itu lagi, ramen yang ia makan bersama Manager Kang.
“Sebenarnya ada ramen instan, apa..?”
“Iya aku mau itu saja. Kau makanlah semua ini!” ujar Yuri tanpa pikir panjang.
“Hmmm,...”
“Kenapa lagi!”
“Anda serius mau makan itu?” pelayan itu nampak tidak yakin.
“Apa perlu aku ulangi lagi perkataanku, cepat sana!”
“Baik-baik,”
Yuri kembali duduk santai sambil membaca koran yang baru dikirim pagi itu. Sungguh kehidupan pagi harinya membuat orang iri.
“Hey, tunggu,” Yuri memanggil pelayan lain yang sedang mengemasi makanan pagi yang tidak jadi di makan itu. “Eh? Bukannya nona memberikannya pada kami?” Pelayan itu mulai takut, atau mungkin lebih pada kecewa tidak jadi makan banyak.
“Kau makan saja, aku tidak tanya itu. Apa Tuan Maeda ada di ruangannya?”
“Ada nona,”
Yuri segera berlari tanpa melanjutkan pembicaraan itu. Ia pun masuk ke ruangan kerja Tuan Maeda—kepala asisten rumah tangga di rumah besar itu.
“Ada apa Nona pagi-pagi mencariku?” sapa pria tua itu dengan ramah.
“Kau tahu orang ini?” Yuri menunjuk foto yang terpampang di bagian berita hiburan koran itu.
“Ah, sebenarnya saya tidak mengetahui perkembangan industri musik,mmm.., tapi di situ tertulis namanya, Kwon Ji Yong,” sepertinya pria tua itu tidak terlalu mengenal orang yang Yuri maksud.
“Ya sepertinya itu namanya. Aku ingin kau mencari alamat tempat tinggalnya, aku ingin mengirim sesuatu,”
“Hm, baiklah. Tidak sulit,” Tuan Maeda tersenyum saja. ia mengira Yuri kini sedang menjadi fans artis dan sedang ingin mengirim barang untuk idolanya, meski Tuan Maeda sendiri merasa heran, kenapa idola Yuri tidak terkenal begini? Apa dia artis? Kenapa wajahnya ada di koran?
“Baguslah, satu lagi, aku tidak mau kakakku tahu tentang ini,” Yuri mengakhiri pembicaraan dan segera pergi dari ruangan itu.
XXX
NEXT???
Hahahaha (?)