Cheon Sa hanya mampu menghela napas pelan dan sedikit menggelengkan kepalanya ketika tubuhnya ditabrak dan membuatnya sedikit terhuyung, dan dia pun tidak mendapat kata maaf dari si pelaku. Toh, dia juga tidak berharap itu. Dia kemudian melanjutkan berjalan memasuki sekolahnya, dia sedikit berjengit kaget ketika Mi Rae menepuk bahunya.
“Hah, pemandangan yang akan selalu kita lihat setiap pagi ketika datang ke sekolah ini.” Mi Ra melongokkan kepalanya melihat kerumunan gadis di hadapan mereka.
“Sebenarnya ada apa?”
“Dua pangeran sekolah ini. Seperti biasa gadis-gadis yang harga dirinya sudah tidak tahu dilarikan kemana, pasti selalu mengerumuni mobil dua pangeran itu.”
Cheon Sa terkekeh geli mendengar penuturan Mi Rae. Dia kemudian ikut melihat apa yang selalu-terjadi-di-sekolahnya-setiap-pagi.
“Mereka membawa mobil sendiri?” tanya Cheon Sa.
“Iya. Mobil milik Si Won sunbae-nim, ayahnya seorang pengusaha kelas kakap di Korea, bahkan kabarnya perusahan milik ayahnya sudah melebarkan sayap ke seluruh Asia dan Amerika. Sementara Dong Hae sunbae-nim, ayahnya belum lama ini meninggal dan memberikan warisan kepadanya sebagai anak bungsu dan sebagian lagi untuk kakak laki-lakinya yang seorang Dokter, dan pemilik saham di beberapa rumah sakit di Korea Selatan.”
“Kau sudah seperti naver[1].” Ejek Cheon Sa. “Memangnya dia tidak ditangkap polisi? Bukankah mereka belum cukup umur untuk mengendarai sebuah mobil?”
“Bahkan mobil sport berharga milyaran saja mampu dibeli oleh Si Won sunbae-nim, perkara hukum pasti juga bisa dia beli.”
Cheon Sa menghela napas panjang dan kembali berjalan diikuti Mi Rae disbelahnya. Namun baru lima langkah dia kembali berhenti ketika seseorang memanggil namanya.
“HAN CHEON SA!!”
Gadis itu menoleh dan mendapati seorang gadis yang ditemuinya di toilet kemarin berlari ke arahnya.
“Hah, hah,” Na Young mengatur napasnya dan tersenyum. “Aku mencari kalian di kelas tadi. Aku mau mengajak kalian makan pagi. Apa kalian sudah sarapan?” Na Young menatap Mi Rae dan Cheon Sa penuh harap.
“Maaf, sunbae-nim, tapi aku sudah sarapan di rumah tadi.” Tolak Cheon Sa halus. “Kau juga sudah sarapan, kan, Mi Rae?” Cheon Sa menyodok perut gembul Mi Rae dengan sikunya.
“A-ah, iya, aku juga sudah sarapan di rumah tadi. Maaf sunbae-nim. Lebih baik sunbae-nim sarapan bersama Si Won sunbae-nim saja.” Mi Rae melirik pada seorang laki-laki yang berjalan ke arah mereka. Na Young mengikuti arah pandang Mi Rae dan mendapati Si Won tengah melambaikan tangan ke arahnya, bukannya senang, Na Young malah bersungut kesal dan memutar matanya jengah.
“Sayang sekali,” Na Young mengeluarkan ekspresi sedihnya. “Baiklah, aku pergi dulu. Semoga kita bisa makan bersama siang nanti!” Na Young berlalu meninggalkan Cheon Sa juga Mi Rae setelah sebelumnya melambaikan tangan kepada keduanya.
“Na Young!” Si Won memanggil Na Young namun tidak digubris oleh gadis itu. Dan langsung saja membuat Mi Rae terkikik—juga Cheon Sa.
“Apa mereka sedang berkelahi?” tanya Cheon Sa geli.
“Sepertinya begitu,” kikik Mi Rae. “Lucu sekali.” Mi Rae melihat Si Won yang berusaha menyamakan langkahnya dengan Na Young yang terlihat cepat. “Lihatlah!” Mi Rae mengangkat dagunya menyuruh Cheon Sa untuk melihat Na Young dan Si Won. “1...2...3!” Mi Rae berseru kencang sudah seperti menyoraki pemain bola yang berhasil memasukkan bola ke dalam gawang.
Cheon Sa yang melihat adegan Si Won dan Na Young bersemu sendiri.
“Sebuah ciuman di pipi Na Young sunbae-nim dan sebuah piggy back.” Komentar Mi Rae lalu melanjutkan kembali berjalan masuk ke kelas bersama Cheon Sa.
***
Mi Rae dan Cheon Sa melongo ketika tidak mendapati bangku mereka di kelas. Sementara teman-temannya seperti tidak peduli dengan kehadiran mereka. Sebagian sibuk dengan ‘salon kecantikan’ dadakan, sebagian sibuk membicarakan salon A ataupun tempat operasi plastik yang bagus, dan yang lain sibuk dengan gadget mereka.
“Kalian kemanakan bangku kami?!” seru Mi Rae dan tidak ada tanggapan dari yang lain. “Aku bicara dengan manusia disini! Bukan dengan boneka plastik, kan?!!” seketika semuanya langsung menghentikan aktifitas mereka dan menatap Mi Rae juga Cheon Sa—merendahkan.
“Kalian mencari bangku kalian?” tanya Jung Ah, salah seorang dari teman sekelas mereka. “Jong! Kau kemanakan bangku mereka? Bukankah hari ini kau kebagian yang ‘membersihkan’ semuanya?” ucap Jung Ah.
“Oh, bangku kotor itu?” jawab laki-laki yang dipanggil Jong oleh Jung Ah. “Aku letakkan di atap sekolah. Aku pikir sudah tidak terpakai. Apa kau akan memakainya?” tanya Jong.
“Bukan aku, tapi ada 2 ekor itik buruk rupa yang membutuhkannya.” Jung Ah menatap Mi Rae yang sudah geram. “Kau dengar kan, dimana letak bangku kalian?”
“Kau!” Mi Rae baru saja akan menyerang namun segera ditahan oleh Cheon Sa dan mengajak Mi Rae untuk mengambil bangku mereka di atap gedung sekolah mereka. Dia kemudian meletakkan tasnya juga tas Mi Rae di lantai; tempat dimana bangkunya juga bangku Mi Rae biasanya berada.
“Dasar jalang menjijikkan!” umpat Mi Rae ketika keduanya mencapai lantai dua. “Baru kali ini aku menemui teman seperti mereka.” Geramnya.
“Teman?” ulang Cheon Sa. “Kau menganggap mereka teman?”
“Tadinya. Aku seperti orang bodoh tinggal di negara kelahiranku!”
Cheon Sa menarik satu sudut bibirnya. Aku bahkan mengalami perlakuan seperti ini hampir di separuh hidupku—kekeh Cheon Sa. Tanpa mereka sadari, kakinya sudah melangkah mencapai pada atap gedung sekolah mereka. Keduanya mendapati bangku mereka berada di tengah-tengah dipenuhi oleh pamflet.
“Apa lagi yang mereka lakukan?” kemarahan Mi Rae semakin memuncak. Sementara itu Cheon Sa masih tenang memunguti pamflet-pamflet yang memenuhi bangkunya. “Apa?! Pamflet operasi plastik? Mereka benar-benar sudah tidak waras!” pekik Mi Rae.
Jalang! Sebaikanya percantik diri kalian sebelum menginjakkan kaki di sekolah ini!—Mi Rae dan Cheon Sa mengeja tulisan yang ada di meja mereka.
“Otak kalian yang perlu di operasi!” amuk Mi Rae lagi.
“Board marker, kita bisa menghapusnya.” Cheon Sa menggosokkan lembaran kertas pada mejanya dan hilanglah tulisan tersebut.
“Aku tahu ini sekolah bonafit dengan kemampuan otak murid-muridnya yang berada di atas garis rata-rata. Tapi aku tidak habis pikir jika kepintaran mereka juga ternyata ikut dioperasi plastik bersamaan dengan wajah dan tubuh mereka. Mereka sudah sakit jiwa!”
“Atau mungkin otak mereka tertinggal di meja operasi.” Tambah Cheon Sa dan membuat Mi Rae tertawa terpingkal-pingkal.
“Setidaknya kita berdua masih waras. Di kelas kita terlalu banyak B Class yang suka sekali bersolek.” Rutuk Mi Rae.
“Cepatlah! 15 menit lagi bel akan berbunyi!”
Mi Rae mengangguk menyetujui dan segera membersihkan bangkunya.
***
“Panas sekali hari ini.” Keluh Mi Rae seraya mengibas-ngibaskan tangannya. “Aku rasa ini cuaca ter ekstrim. Kabarnya suhunya hamper mencapai 38 derajat lebih.”
“Kita duduk disitu!” ajak Cheon Sa ketika mendapati bangku kosong kantin.
Tanpa mereka sadari Jung Ah tengah tersenyum licik kepada mereka berdua.
“Sepulang sekolah nanti aku akan mampir membeli patbingsu[2] di kedai depan sekolah. Kau mau ikut?” tawar Mi Rae.
“Tidak. Aku ada keperluan sepulang sekolah.” Tolak Cheon Sa.
“Baiklah.” Keduanya kemudian melanjutkan makan. Karena tidak awas dengan sekitarnya, Cheon Sa tidak sadar jika Jung Ah baru saja menumpahkan jus jeruk ke baju putihnya.
“Ah, maaf!” pekik Jung Ah dibuat-buat. “Aku tersandung tadi. Ah, baju putihmu jadi kotor.” Ejek Jung Ah. Otomatis kejadian itu menjadi perhatian seluruh pengunjung kantin. Ini sudah kedua kalinya Cheon Sa menjadi pusat perhatian karena teman-temannya. Dia menggeram kesal namun tidak mampu melampiaskan amarahnya.
“Aw!”
Cheon Sa mendongak ketika mendengar teriakan dibarengi oleh pekikan histeris Jung Ah. Dilihatnya jus jeruk mengotori baju Jung Ah, dan pelakunya adalah Na Young. Gadis itu tersenyum geli.
“Maaf, tadi sepertinya ada kodok lewat, jadi karena aku menghindarinya aku tersandung dan jus itu tumpah di bajumu. Apa kau tidak apa?” Tanya Na Young.
“Tidak, sunbae-nim aku baik-baik saja.” Jawab Jung Ah setengah jengkel namun tidak berani berteriak marah kepada Na Young.
“Lain kali hati-hati jika berjalan. Baju temanmu jadi kotor. Satu sama bukan?” ucap Na Young licik. “Cheon Sa-ya, ayo ikut aku! Kita bersihkan bajumu dan bukankah kalian berdua punya janji makan siang denganku?”
Mi Rae masih tergagap, detik berikutnya dia tersadar dan menarik tangan Cheon Sa untuk mengikuti Na Young. Dia kemudian mengejek Jung Ah yang menghentak-hentakkan kaki kesal sepeninggal Na Young.
“Dia keren sekali!” bisik Mi Rae pada Cheon Sa. Mereka berdua masih mengekor kemana Na Young pergi. “Aku akan seperti dia nanti.”
“Ssstt!” Cheon Sa menempelkan jari telunjuknya di bibir meminta Mi Rae untuk diam.
Mereka kemudian berhenti pada loker Na Young. Gadis itu mengeluarkan baju seragam berwarna putih miliknya dan menyerahkannya pada Cheon Sa.
“Pakailah! Aku selalu menyimpan baju seragam di lokerku,”
“Terima kasih,”
“Cepat gantilah baju! Aku tunggu disini!” Na Young menepuk pundak Cheon Sa. Lalu gadis itu berjalan sendiri menuju kamar mandi tidak jauh dari letak loker Na Young. Mi Rae sendiri masih menatap takjub Na Young.
“Kau kenapa?” Tanya Na Young merasa diperhatikan.
“Sunbae-nim kau hebat!” Mi Rae menjulurkan dua jempolnya dan membuat Na Young tertawa.
“Aku hanya melakukan apa yang seharusnya aku lakukan. Ini namanya seni berperang.” Kikik Na Young.
Tak lama Cheon Sa keluar dari kamar mandi dan sudah berganti pakaian.
“Ayo!” ajak Na Young.
“Kita mau kemana?” Tanya Cheon Sa.
“Makan. Kalian belum sempat makan, kan? Kali ini jangan menolakku. Pagi tadi aku tidak sempat sarapan karena kalian berdua menolak ajakanku. Sekarang kalian mau, kan?” pelas Na Young.
Cheon Sa dan Mi Rae merasa tidak enak hati lalu menyetujui ajakan Na Young.
***
Cheon Sa menatap heran Na Young yang melahap dengan semangat ddeokboki juga sundae secara bergantian. Dia pikir Na Young akan mengajaknya makan di kantin namun, gadis itu membawanya keluar sekolah dan menikmati jajanan kaki lima di dekat sekolah mereka.
“Kau tidak makan?” Tanya Na Young pda Cheon Sa.
“A-ah, ne.” Cheon Sa lalu mulai memakan ddeokboki miliknya. Dia melirik Mi Rae yang nampaknya juga sama lahapnya dengan Na Young. “Ah, sunbae-nim.” Panggilnya.
“Ya?”
“Ada yang ingin aku tanyakan.”
“Apa?”
“Apa tidak apa kita makan di luar sekolah seperti ini?” Tanya Cheon Sa takut-takut.
Na Young tergelak. “Jangan takut! Memang kalian tidak bosan sekolah disitu? Pun aku sudah jengah sekolah disitu. Kalau saja sekolah itu bukan sekolah unggulan dan terbaik kedua di Seoul, mungkin aku tidak akan sekolah disitu. Sekolah itu nampak baik-baik saja dari luar, tapi terlihat busuk didalam.”
Cheon Sa tersenyum kecil menyetujui perkataan Na Young.
“Apa sunbae-nim selalu makan disini?” tanyanya lagi.
“Iya, euhm, tidak juga. Si Won tidak suka jika aku jajan di tempat seperti ini. Kau tahu dia itu seperti apa. Tapi, Dong Hae selalu bias membantuku jika aku ingin kesini. Dia penolongku.” Kekeh Na Young. “Oh iya, kau tahu Dong Hae, kan?”
Cheon Sa memiringkan kepalanya mengingat nama tersebut.
“Dia pernah menolongmu di hari pertama kau masuk sekolah.” Na Young mengingatkan.
Cheon Sa mengangguk kemudian.
“Selamat, kau orang pertama yang mendapat pertolongan Dong Hae. Dia tipe pria yang tangannya tidak ingin kotor dengan gadis-gadis yang selalu mengerubunginya.”
“Mungkin, dia kasihan padaku.”
“Tidak. Ini berbeda.” Pungkas Na Young cepat. “Aku mengenal Dong Hae sudah sangat lama. Dan untuk kasus kali ini berbeda. Pria itu sudah menawarkan hatinya untukmu.”
Cheon Sa hampir saja tersedak cola yang dia minum ketika mendengarnya. Menawarkan hati katanya? Dia kasihan padaku yang benar—ralat Cheon Sa dalam hatinya.
***
“Kau melihat Na Young?”
Dong Hae masih sibuk dengan komik yang dia baca tanpa memperdulikan pertanyaan Si Won.
“Aku sedang bertanya denganmu! Kau tidak dengar? Kau lihat Na Young tidak?”
Dong Hae menggeram malas kemudian menguap lebar dan menggelengkan kepalanya.
“Jangan berbohong kepadaku, brengsek!” kesal Si Won. “Kau bersekongkol dengannya lagi, kan?”
Dong Hae mengedikkan bahunya. Acuh.
“Gadis itu pasti ke kedai kaki lima depan sekolah!” Si Won memberengut kesal kemudian melemparkan buku pelajaran yang ada di meja Dong Hae namun dengan sigap ditangkap oleh pria itu.
Si Won baru saja akan pergi menyusul Na Young, namun gadis itu sudah masuk ke dalam kelas dan tersenyum riang. Seperti masa bodoh dengan wajah geram pacarnya yang siap mengomel panjang lebar.
“Dong Hae! Dong Hae!” Na Young menghambur ke bangku Dong Hae dan mengguncang-guncang lengan pria itu. “Tebak aku makan siang dengan siapa?”
“Siapa?”
“Ayo tebak!”
“Aku sedang malas bermain tebak-tebakkan!”
“Ah, kau tidak seru!” Na Young memeberengut kesal. “Kau ingat dengan gadis yang kau tolong dulu? Aku makan siang dengannya!”
Dong Hae sebenarnya ingin mengorek lebih dalam tentang gadis itu dari Na Young, tapi mati-matian dia menahan perasaannya. Namun Na Young tahu dan melanjutkan ceritanya.
“Aku tadi menemuinya di kantin. Lagi-lagi teman-temannya mengerjainya. Seorang temannya menumpahkan jus jeruk di bajunya. Dan aku membalasnya. Hebat, kan? Setelah itu kami makan siang di keda ka—“ Na Young menggantungkan kalimatnya ketika mendengar deheman Si Won. Gadis itu segera berpindah tempat duduk dari sebelah Dong Hae ke bangku sebelah Si Won.
“Buka mulutmu!” perintah Si Won.
Na Young malah menutup mulutnya dengan kedua tangannya dan menggeleng cepat.
“Buka mulutmu!” perintah Si Won lagi. Na Young kembali menggeleng kuat.
“Aku sudah bilang jika aku tidak suka kau membeli makanan di pinggir jalan seperti itu, sayang. Kenapa masih tidak mengerti juga? Banyak debu di makanan itu!”
“Tapi aku suka!”
“Tapi kotor!”
“Ya sudah, kalau kau tidak suka. Cari gadis lain yang sesuai seleramu!”
Dong Hae menghela napas mendengar pertengkaran di hadapannya dan kembali melanjutkan membaca komiknya.
***