Suatu hari, ibu itik menelurkan 5 telur, namun ibu itik terkejut melihat salah satu telurnya ternyata memiliki ukuran yang berbeda dengan telur itik miliknya. Namun, ibu itik tidak memikirkannya, dan merawat ke lima telur itu dengan sangat hati-hati dan penuh kasih sayang. Hingga akhirnya telur tersebut menetas termasuk telur yang berukuran lebih besar dari yang lainnya. Telur yang berukuran lebih besar itu ternyata menetaskan seekor itik berwarna gelap dan jelek, berbeda dengan itik pada umumnya.
“Jangan dekat-dekat denganku jika di sekolah! Aku tidak ingin semua orang di sekolah tahu jika kau adikku! Ingat itu! Sekalipun jangan pernah panggil namaku!”
Cheon Sa hanya diam menunduk saat kakak tertuanya memperingatkan dia sekali lagi ketika memasuki gerbang sekolah. Ini hari pertama Cheon Sa masuk di sekolah baru. Di sekolah yang sama dengan dua kakak perempuannya yang duduk di kelas tiga dan kelas dua. Cheon Sa sendiri adalah anak bungsu dan sangat berbeda dengan kedua kakaknya.
“Hyeon Sa!”
Cheon Sa masih tetap menunduk menyembunyikan wajahnya dengan rambutnya yang panjang dan hitam. Dia hanya mampu melihat dari ekor matanya dan diantara sela-sela helai rambutnya.
“Siapa dia?” Tanya seorang gadis yang seumuran dengan Hyeon Sa—kakak paling tua Cheon Sa.
“Dia? Aku tidak tahu. Sepertinya dia anak baru kelas 1.” Jawab Hyeon Sa dengan nada merendahkan. “Sudahlah! Ayo, kita masuk kelas! Apakah kita akan satu kelas dengan pangeran tampan sekolah ini? Bukankah, kelas kita diacak kembali?” Hyeon Sa mengajak temannya itu untuk segera masuk ke dalam kelas meningglakan Cheon Sa yang masih diam berdiri di depan gerbang sekolah.
“Kau… juga jangan pernah memanggilku ataupun berusaha dekat denganku!”
Cheon Sa hampir saja lupa jika masih ada Ryeon Sa—kakak perempuan nomor dua—yang masih berdiri di samping kanannya. Dia kemudian melihat kaki Ryeon Sa berjalan cepat masuk ke dalam sekolah dan berhambur dengan teman-teman lainnya.
Cheon Sa hanya mampu menghembuskan napas panjang melihat perlakuan kakak perempuannya. Sebenarnya itu sudah terbiasa dia rasakan semenjak dia masih kecil. Dia sadar jika dirinya tidak seperti kedua kakaknya yang cantik, dan disukai banyak teman-temannya. Cheon Sa lebih pemalu dan selalu memyembunyikan wajahnya. Dia tidak berani menatap dunia yang menurutnya sangat menyeramkan. Semenjak duduk di bangku taman kanak-kanak hingga sekolah menengah sekarang ini, dia tidak memiliki seorang teman.
Gadis itu kemudian berjalan masuk ke dalam sekolahnya dan mencari letak ruang kelasnya. Langkahnya nampak terburu-buru karena bel lima menit lagi akan berbunyi dan dia juga belum mengetahui dimana letak kelasnya di sekolah yang super besar ini. Langkah Cheon Sa kemudian terjungkal kedepan. Gadis itu meringis merasakan perih dilututnya.
Ah, sial!—umpat Cheon Sa dalam hati. Dia kemudian berusaha berdiri sendiri dan berjalan dengan sedikit tertatih. Bibirnya kemudian tersenyum tipis, menertawai dirinya sendiri. Dia layaknya bayangan yang tidak terlihat oleh siapapun, terinjak tanpa ada yang menyadari. Kasihan sekali kau—gumam Cheon Sa.
“Kau baik-baik saja?” Cheon Sa merasakan seseorang memegangi sikunya ketika dia terhuyung. Dilihatnya jari-jari indah menahannya agar tetap seimbang. Masih menggunakan ekor matanya gadis itu melihat siapa pemilik jari-jari indah itu. Segurat bibir tipis milik si jari-jari indah yang pertama dia lihat, karena selanjutnya dia kembali menunduk dalam karena orang tersebut berusaha mengintip wajah Cheon Sa dari balik rambut hitamnya.
“Aku antarkan ke UKS.” Ajak orang itu dan menuntun langkah Cheon Sa yang pincang.
“Dong Hae!” seorang yang menuntun langkah Cheon Sa tadi mendadak berhenti ketika seseorang memanggilnya. Dan Cheo Sa kemudian melihat sepasang kaki berdiri di hadapan mereka. Seorang laki-laki. Lalu Cheon Sa melihat lagi sepasang kaki menyusul langkah sepasang kaki laki-laki sebelumnya. Sepasang kaki perempuan. Kembali Cheon Sa semakin merunduk ketika dia melihat setengah wajah si perempuan berusaha melihatnya.
“Kau mau kemana?” Tanya pria yang berdiri di hadapan Cheon Sa.
“Mengantarnya ke UKS. Sepertinya dia anak baru.”
“Aku saja yang mengantar! Kalian masuklah ke kelas!” suruh si perempuan kepada dua lelaki yang ada di sebelah Cheon Sa.
“Tidak! Tidak! Kalian saja yang masuk ke kelas. Oh iya, carikan aku tempat paling belakang!” pesannya sembari terkekeh.
“Dasar pemalas!” ejek si perempuan. “Baiklah kami masuk ke dalam kelas!”
Cheon Sa bisa melihat tangan si perempuan kemudian menggandeng erat tangan si laki-laki yang berdiri di hadapannya dan berlalu pergi meninggalkan mereka berdua.
“Lebih baik kau juga ikut masuk kelas. Aku tidak ingin kau terlambat masuk ke dalam kelas hanya karena aku.”
“Tidak masalah, aku sudah terbiasa masuk ke dalam kelas dan dihukum oleh guru. Jadi kau tidak usah khawatir. Lukamu akan lebih parah jika tidak segera diobati. Lagipula kau belum tau kan, letak UKS dimana?”
“Aku bisa membersihkan dan mengobatinya di rumah. Hanya luka kecil.”
“Mana bisa begitu? Tidak, tidak, ini harus segera diobati.”
Dasar keras kepala—lirih Cheon Sa dan pada akhirnya menuruti lelaki yang menolongnya tadi ke ruang kesehatan sekolahnya.
Cheon Sa duduk pada pinggir tempat tidur dan di depannya lelaki yang menolongnya tengah duduk berjongkok sembari mengobati luka di lutut Cheon Sa.
“Aku sudah bilang pada dokter sekolah untuk mengijinkanmu terlambat masuk ke dalam kelas.” Lelaki itu sesekali meniup lutut Cheon Sa yang telah diberinya obat merah. “Namaku Lee Dong Hae. Dong Hae. Namamu?” Tanya lelaki namun dengan perhatian yang masih belum lepas dari lutut Cheon Sa yang terluka.
“Ahn… Cheon Sa.” Jawab Cheon Sa lirih.
“Sudah selesai!” Dong Hae bangkit dari duduknya. “Sekarang kau bisa kembali ke kelas dan aku pun juga harus segera kembali ke kelas.” Dia kemudian mengambil tas ransel yang ada di sebelah Cheon Sa. “Sampai jumpa, Cheon Sa!”
Mata Cheon Sa mengekor Dong Hae ketika lelaki itu keluar ruang kesehatan dengan berlari. Dia kemudian tersenyum kecil dan menyebutkan nama Dong Hae sekali.
***
Blue High School. Salah satu sekolah yang cukup terkenal seantero Seoul, bukan karena tempat itu menyimpan banyak murid dari kalangan chaebol[1] yang berpengaruh di Korea. Ah, itu mungkin satu dari beberapa alasan. Karena tidak semua anak chaebol bersekolah di situ. Blue High School terkenal karena mereka memiliki murid dengan wajah tampan dan cantik. Beberapa orang menyebut Blue High School sebagai Miinam[2] High School.
Layaknya sekolah chaebol, Blue High School juga memiliki kasta di dalamnya. Bukan kasta apakah dia anak pemilik sebuah grup, anak bawahan grup tersebut, anak pengacara, atau apapun itu tentang keluarga dan ayah mereka. Mereka tidak melihat dari situ. Namun dari wajah.
A Class. Di kasta ini mereka lebih sering menyebut kasta dewa dan dewi. Disini kasta dimana murid yang memiliki wajah tampan dan cantik tanpa ada sentuhan pisau dari meja operasi pelastik. Cantik dan tampan karena gen keluarga mereka yang bagus. A Class merupakan kasta tertinggi di sekolah ini.
B Class. Di kasta kedua ini, tempat dimana murid yang cantik dan tampan namun harus melalui operasi pelastik dan masih mampu menyombongkan ketampanan dan kecantikan mereka. Walaupun terlihat menjijikkan, namun kasta ini paling ditakuti bukan disegani layaknya A Class.
C Class. Menampung semua siswa dengan kecantikan dan ketampanan di garis rata-rata. Tidak begitu menonjol juga tidak begitu ditindas. Mereka hanyalah kasta yang tidak mampu berada di B Class atau tidak begitu memperdulikan penampilan mereka.
Dong Hae. Sepertinya lelaki itu tidak peduli dia berada di kasta mana. Tapi, semua siswa sudah melabeli dirinya pada kasta A Class. Bahkan mungkin melebihi kasta itu. Bersamaan dengan Si Won yang juga sahabat dekatnya, mereka berdua adalah pangeran sekolah itu. Sudah menjadi rahasia umum jika semua gadis di sekolah itu berusaha untuk menjadi kekasih kedua lelaki itu.
Cheon Sa? Jangan harap dia berada di A Class ataupun B Class, walaupun kedua kakaknya berada di kasta tertinggi itu. Gadis itu sudah terlanjur masuk pada kasta paling rendah. Dan Mi Rae sahabatnya yang bertubuh gemuk mempertegas dirinya berada di kasta itu.
Cheon Sa tersentak ketika mendengar bunyi gedebuk keras dari bangku yang ada di depannya. Gadis itu hanya menghela napas, dia tahu jika itu suara gaduh yang di buat Mi Rae. Sebenarnya gadis itu tidak suka berteman dengan siapa pun, tapi Mi Rae sudah seperti kutub selatan dan dia kutub utara pada magnet.
“Ya, ddong ddong[3] Rae! Bisakah kau duduk dengan tidak membuat gaduh?” protes salah seorang teman sekelas Cheon Sa.
“Wae[4]? Kau terganggu?” balas Mi Rae cuek membuat teman sekelasnya itu kesal.
“Kau tidak sadar tubuhmu sebesar apa dan bisa membuat kursi itu patah?Ya, eol-gan-i! Sebaiknya kau ajari temanu itu!”
Cheon Sa tau siapa yang dipanggil eol-gan-i oleh teman sekelasnya itu. Label ‘eol-gan-i’ yang berati aneh itu sudah terlanjur melekat di dirinya semenjak dia pertama kali masuk ke sekolah ini. Dia hanya diam tidak menanggapi sama sekali.
“Joyonghi-haera[5]!” ucap Mi Rae memperingatkan temannya.
Tak lama setelah itu bel sekolah mereka berbunyi dan semua disibukkan dengan menjadi ‘murid baik-baik’ ketika guru mereka di dalam kelas. Seorang guru pria yang juga wali kelas mereka sudah berdiri di depan kelas.
“Jaryeog! Seongsaenim-ui insa[6]!”
“Annyeong haseyo!” koor satu kelas.
“Annyeong haseyo!” balas guru tersebut. “Buka buku kalian halaman 120.”
Cheon Sa mengangkat tangan kanannya—menginterupsi. “Seonsang-nim[7]!”
“Ya, Ahn Cheon Sa?”
“Kemarin seongsae-nim memberikan kita tugas untuk mengarang. Dan hari ini harus di kumpulkan.” Ucap Cheon Sa dan langsung mendapat desahan dan gerutu protes dari seluruh kelas. Mi Rae yang duduk di depan Cheon Sa hanya tersenyum mengejek teman sekelasnya. Dia sudah mengerjakan bersama Cheon Sa kemarin.
Rasakan kalian—ejek Mi Rae dalam hati.
“Ah, terima kasih sudah mengingatkan saya Cheon Sa! Sekarang, kumpulkan tugas kalian!” perintah sang Guru.
“Ssaem[8]!” protes salah seorang murid.
“Yang tidak mengerjakan sepulang sekolah untuk tinggal di kelas. Kalian bersihkan kelas dan membuat tugas itu dua kali. Mengerti?”
Cheon Sa tahu hidupnya setelah ini tidak akan selamat. Dia sudah menggali kuburannya sendiri. Namun dia bukan anak malas seperti yang lain dan lebih memilih menghabiskan waktu berjam-jam di salon kecantikan, ketimbang mengerjakan tugas sekolah. Cheon Sa bukan orang yang seperti itu.
Tugas mengarang bahasa china bukan perkara mudah, pun Cheon Sa juga tidak bisa. Tapi sahabatnya Mi Rae yang pernah menghabiskan dua tahun masa sekolah menengah pertamanya di China, bisa membantunya. Dilihatnya Mi Rae tersenyum penuh kemenangan pada Cheon Sa.
***
Cheon Sa hanya mampu diam, tidak marah dan juga tidak menangis ketika makan siangnya sudah tumpah mengotori baju seragamnya. Gadis itu hanya mendesah pelan dan beranjak dari duduknya. Dia sudah tahu jika akan seperti ini nantinya. Tapi dia tidak takut. Mi Rae sahabatnya sudah akan berteriak marah namun buru-buru di tahan oleh Cheon Sa.
“Aku tidak apa-apa. Tidak usah mencari masalah.” Larang Cheon Sa.
“Sebaiknya kau tidak usah ikut-ikut mencari masalah seperti sahabatmu ini. Bersikaplah baik kalau kau masih ingin sekolah disini, ddong ddong.” Peringat salah seorang gadis yang tadi menumpahkan makan siang Cheon Sa dengan sengaja. “Dan kau eol-ga-ni, tidak usah mencari muka dengan guru-guru disini!”
Cheon Sa tidak memperdulikan lagi dan berlalu menuju kamar mandi. Matanya kemudian menangkap kedua kakaknya yang juga ikut menyaksikan adegan makan siang yang tumpah tadi. Kedua kakaknya hanya bersikap acuh dan melanjutkan makan siang mereka.
“Cheon Sa!” Mi Rae mengejar Cheon Sa dan menyamakan langkah gadis itu meninggalkan kantin dan menghindar dari tatapan semua siswa yang membuat mereka risih.
“Kau harusnya membiarkan aku menghajar gadis plastik itu!” rutuk Mi Rae ketika keduanya tengah berada di toilet. “Aku rasanya ingin meremas mulutnya itu.” Mi Rae mengepalkan tangannya seolah dia kini tengah meremas mulut temannya itu.
Cheon Sa keluar dari salah satu bilik kamar mandi dan sudah berganti dengan bau olah raga. Gadis itu kemudian membasuh mukanya.
“Bagaimana dengan seragammu? Gadis itu benar-benar,”
“Sudahlah. Aku tidak terluka sedikitpun, aku masih bisa mencuci seragam itu.”
Seorang perempuan keluar dari salah satu bilik kamar mandi, dia kemudian berdiri di sebelah Cheon Sa dan membasuh kedua tangannya.
“Kita bertemu lagi?” tanya perempuan itu pada Cheon Sa.
“Kita?”
“Iya, kau murid baru yang bersama Dong Hae bukan?”
Cheon Sa kemudian teringat saat dimana dia terjatuh di halaman sekolah dan seorang pria yang mengenalkan diri sebagai Dong Hae membantunya. Dia ingat saat itu dia melihat dua pasang kaki menyapa Dong Hae.
“Aku Na Young, Choi Na Young. Kelas 3-4.” Perempuan yang menyebut dirinya dengan nama Na Young itu menjulurkan tangan sembari tersenyum.
Cheon Sa menatap Mi Rae ragu. “Aku Cheon Sa. Han Cheon Sa.” Kemudian menerima uluran tangan Cheon Sa.
“Dan kau?” Na Young merujuk pada Mi Rae.
“Aku Mi Rae, Yoon Mi Rae, sunbae-nim[8].” Jawab Mi Rae seraya membungkukkan badannya.
“Kalau temanmu mengerjaimu lagi, katakan padaku! Aku paling tidak suka jika ada penindasan di sekolah ini!” Na Young kemudian pergi meninggalkan mereka berdua masih dengan wajah terbengong-bengong.
“Ya, ya, ya,” Mi Rae menggoyang-goyangkan lengan Cheon Sa. “Kau tahu siapa dia?”
Cheon Sa menggelengkan kepalanya.
“Kau tahu pangeran sekolah ini?”
Cheon Sa kembali menggelengkan kepalanya.
“Kau ini!” Mi Rae memukul kepala Cheon Sa pelan. “Dong Hae yang dia sebut tadi adalah sahabat dari kekasihnya, Choi Si Won. Mereka berdua adalah pangeran sekolah ini. Na Young sunbae-nim dan Si Won sunbae-nim sudah seperti Romeo dan Juliet, ah tidak, kisah mereka berkahir tragis. Seperti... aku tidak bisa menggambarkan keduanya. Mereka itu CC, bukan Campus Couple, tapi Choi Couple.”
Cheon Sa hanya mendengerakan ocehan Mi Rae—masih tidak menegerti dengan orang-orang yang disebutkan oleh Mi Rae tadi.
***
Glosarium :
[1] Chaebol (jě'-bэl), adalah istilah bahasa Korea untuk konglomerat, yang telah menjadi kekuatan ekonomi utama dalam ekonomi Korea Selatan dari berakhirnya Perang Korea sampai sekarang ini. Pada 40 tahun terakhir, Chaebol memainkan peranan penting dalam membantu pemerintah mengembangkan industri, pasar dan ekspor baru. Hal ini telah menjadikan Korea Selatan menjadi salah satu ekonomi industri baru (newly industrializing economy, NIE) dan meningkatkan standar hidup menyamakan dengan negara maju lainnya.
[2] Mi-inam : cantik (beauty)
[3] ddong ddong : gemuk (fat)
[4] wae? : kenapa/mengapa? (untuk bahasa non-formal/plain)
[5] joyonghi-haera! : diamlah! (untuk bahasa non-formal/plain)
[6] Jaryeog! Songsae-nim ui insa! : Memberi hormat! Memberi salam kepada guru!
[7] Seongsae-nim : Guru (untuk bahasa polite, digunakan dalam kelas formal)
[8] ssaem : Guru (untuk bahasa infimate, namun tidak formal)