“Gwenchanayo?”
Aku berusaha membuka mataku. Kepalaku terasa sakit. Tidak, semua badanku juga terasa sakit.
“Yoojin-ah, gwenchanayo?”
Aku hanya menganggukkan kepalaku yang dipegangi tangan kananku. Aku berusaha duduk dari tempat yang kutiduri ini.
“Ini di—?”
“Apartemenku. Tadi kau pingsan, rumahmu masih jauh jadi aku bawa ke tempatku yang letaknya lebih dekat.”
Aku hanya terdiam.
“Minumlah ini supaya kau lebih tenang.”
Aku meminum air yang diberikannya kepadaku.
“Gomawo Jungshin-ah.”
“Ya! Mengapa kau bisa babak belur begini? Kau membuat masalah apa? Tidak pernah ada orang yang menganggumu sampai seperti ini.” Tanyanya sambil membasuh lukaku dengan air hangat.
“Gwenchanayo.”
“YA! Son Yoojin! Aku tidak menginginkan kata ‘gwenchana’. Jelas-jelas kau sedang dalam keadaan tidak baik.”
“Sebaiknya aku pulang. Terima kasih karena telah menolongku Jungshin.”
“Biar aku obati lukamu terlebih dahulu.”
“Tidak usah. Nanti aku akan mengobatinya sendiri di rumah.”
“Tadi aku sudah memberitahukan keadaanmu kepada Hyerim.”
“Mwo!? Untuk apa kau memberitahunya?”
“Dia kan sahabatmu, tentu dia harus tahu keadaanmu.”
Aku ingin marah kepadanya tapi percuma, kondisiku belum sepenuhnya pulih. Lagipula tidak ada efeknya juga Hyerim tahu ataupun tidak tentang keadaanku ini, Hyerim tetap akan mengacuhkanku.
“Tapi kenapa sikapnya cuek ya saat mendengar kabarmu? Awalnya saat aku memberi kabar ini dia sangat khawatir, tapi sedetik kemudian nada bicaranya berubah menjadi cuek seolah dia tidak peduli akan keadaanmu. Apakah kalian sedang marahan?”
Aku tersenyum saat mendengar perkataan Jungshin. Setidaknya Hyerim sempat khawatir akan keadaanku. Dia masih peduli.
“Gomawo telah memberitahuku kabar ini.”
“Ye?”
“Aku pulang dulu. Annyeong.”
“Biar kuantar.” Jungshin berjongkok didepanku mengisyaratkan aku untuk naik ke punggungnya.
“Gwenchanayo.”
“Ya! Mengapa kau terus mengucapkan kata ‘gwenchana’? Cepat naik sebelum kau ambruk lagi.”
“Aku tidak selemah itu.”
Aku berjalan melewatinya.
“Kau ini keras kepala sekali.” Ia menarik tanganku dan mengangkat tubuhku. Ia membopongku dengan kedua tangannya yang kekar.
“Jungshin-ah, turunkan aku.”
Dia tidak menggubris perkataanku.
“Baiklah aku akan naik ke punggungmu.”
Akhirnya ia menurunkanku dan aku langsung naik ke atas punggungnya.
“Apakah kau babak belur karenanya?”
Eh, aku tidak mengerti dengan perkataannya. Siapa yang dimaksud oleh ‘nya’?
“Huh?”
“Aku sudah mengetahuinya.”
“Mengetahui apa?”
“Kau dengan leader Big—“
Aku langsung membekap mulutnya sebelum kata Bigbang keluar dari mulutnya. Bagaimana dia bisa tahu?
“Bagaimana kau tahu?” Ucapku sambil melepas bekapanku.
“Aku melihatmu sedang berjalan dengannya di museum.”
Jadi dia sudah mengetahui hubunganku selama itu.
Aku hanya diam.
“Jadi benar karena dia?”
“Tolong jangan beritahu siapa-siapa mengenai hal ini.”
“Cih, aku ini pria, bukan wanita. Yang sering menyebarkan berita kesana-sini.”
“Gomawo.”
“Daritadi perkataanmu hanya ‘gomawo’ dan ‘gwenchana’, tidak adakah kata lain?”
Aku hanya tersenyum mendengar perkataannya.
Sampai di jalan, Jungshin memanggilkan taksi untukku. Katanya mobilnya sedang di bengkel jadi dia tidak bisa mengantarku sampai rumah.
Saat ada taksi yang berhenti di depan kami, Jungshin membukakan pintu untukku.
“Yoojin-ah...”
“Ne?”
“Meskipun aku sering menjahilimu tapi aku menyayangimu dengan tulus.”
“Ye?”
“Ah, tidak apa-apa. Naiklah. Taksinya sudah menunggumu.” “Jangan lupa obati lukamu itu.”
Aku langsung masuk taksi tapi masih berpikir dan mencerna perkataan Jungshin. Apakah dia bilang kalau dia menyayangiku?
Aku langsung menggelengkan kepalaku. Tentu saja dia menyayangiku, kita ini kan teman. Aku juga menyayanginya sebagai teman.
***
Sepertinya sudah pagi. Aku merenggangkan otot-ototku yang kaku. Sekarang aku sedang tidak di rumah. Aku memutuskan untuk tidur di tempat sauna. Aku tidur dengan wajah yang ditutupi handuk. Malu juga jika ada orang yang kukenal memergokiku disini.
“Ya, itukan leader Bigbang! Sekarang dia sudah punya pacar.”
Otomatis aku langsung menoleh ke arah suara tersebut. Ternyata dia berbicara kepada temannya sambil melihat televisi yang menyiarkan kabar hubunganku dengan Jiyong oppa.
Aku langsung panik dan menutup mukaku kembali dengan handuk. Aku berjalan keluar sauna. Saat berjalan banyak orang yang tengah membicarakanku. Kali ini berita ini tidak main-main. Hubunganku dengan Jiyong oppa benar-benar terbongkar. Identitasku pun terbongkar.
“Son Yoojin. Hmm, tampangnya sih lumayan cantik, tapi dilihat darimanapun Dara tetap lebih cantik.”
Mereka membandingkanku dengan Dara eonnie, tentu saja Dara eonnie lebih cantik dariku. Jika ada yang bilang aku lebih cantik darinya, aku pastikan bahwa orang itu rabun.
BRUK!
“Ya, nona! Kalau jalan lihat-lihat!”
Tidak sengaja aku menabrak salah satu pengunjung. Handuk yang kupakai untuk menutupi wajahku terjatuh. Aku langsung menggunakan tangan kiriku untuk menutupi wajahku dan tangan yang satunya lagi segera mengambil handuk yang jatuh.
Setelah berhasil meraih handukku, aku membungkuk berkali-kali untuk minta maaf kepada orang yang kutabrak tersebut.
Untunglah aku berhasil lolos dari situ. Ada untungnya juga mukaku babak belur begini, jadi orang tidak akan dengan mudah mengenaliku.
Tapi, bagaimana mereka bisa mengetahui semua ini? Apakah para sasaeng fans itu yang membocorkannya? Tidak, mereka tidak akan sudi memberikan informasi kepada media tentang idola yang mereka anggap miliknya itu.
Sebesit pikiran muncul, Apakah Hyerim?
Aku langsung memukul kepalaku. Kecurigaanku mulai lagi. Sudah cukup Yoojin-ah kau mencurigai Hyerim.
Jungshin!
Aku langsung memanggil taksi dan menuju ke arah apartemen Jungshin. Sepanjang jalan aku terus menutupi sebagian wajahku dengan tanganku.
Kini aku berdiri di depan pintu apartemen Jungshin, namun sekarang aku ragu akan mengetuk pintu tersebut atau tidak.
Kemarinkan dia bilang padaku bahwa dia tidak akan memberitahukan masalah ini kepada siapapun. Lagipula, jika ia ingin membongkar hal ini pasti akan dia lakukan dari dulu.
Kriet...
“Son Yoojin?”
“Kyaa!” Aku tersontak kaget melihatnya yang tiba-tiba berdiri dihadapanku.
“Ya, mengapa kau disini?”
“Kau sendiri ada apa disini?”
Jungshin mengernyitkan dahinya, “Ini kan tempat tinggalku.”
Bodoh sekali aku melontarkan pertanyaan konyol tersebut.
“Jadi, ada apa kau datang kemari?”
“Ani! Aniyo!” Aku mengibaskan kedua tanganku, “Aku... ponselku sepertinya tertinggal dirumahmu.” Dalihku.
You have a text message. You have a text message.
Jungshin tersenyum sambil menunjuk sakuku yang merupakan sumber dari suara tadi. Aku memukul kepalaku sambil menggerutu karena kebodohan kedua yang telah kulakukan.
“Jadi?” Ia menaikkan alis kanannya menunggu jawabanku.
“Bolehkah aku masuk dulu?”
Ia pun mempersilahkanku masuk.
“Apakah kau yang melakukannya?”
Ok. Ini adalah kebodohan ketiga. Jelas-jelas tadi aku sudah mengurungkan niatku untuk bertanya padanya mengenai masalah ini. Son Yoojin pabo!
“Melakukan apa? Ini?” Ia menyodorkan koran yang berisi berita mengenai terkuaknya hubunganku dengan Jiyong oppa.
Aku menganggukkan kepalaku.
“Aku jawab tidak. Tapi apakah kau percaya padaku?”
Aku kembali menganggukkan kepalaku. Aku sangat yakin kalau bukan Jungshin yang melakukannya.
“Mengapa kau begitu mudah percaya.”
“Just feeling.”
“Kalau begitu rasa kecurigaanmu kepada Hyerim juga ‘just feeling’?”
Aku membelalakkan mataku. Kenapa dia bisa mengetahui semua rahasiaku?
“Kecurigaanmu benar. Hyerimlah yang menyebarkan berita ini.”
Aku mengernyitkan dahi, “Cih, kau ingin mengadu domba kami?”
“Apa untungnya untukku. Bodoh.” Ia menempatkan jari telunjuknya di keningku dan mendorongnya.
“Lalu untuk apa? Dan darimana kau tahu bahwa Hyerim yang melakukannya? Apakah kau seorang peramal?”
“Dia yang bercerita kepadaku.”
Mwo!? Who are you? Sampai-sampai Hyerim mau curhat kepadamu. Sepertinya saat kuliah mereka tidak dekat sama sekali.
“Aku tau kau tidak akan percaya jika aku berbicara bahwa Hyerim sendirilah yang menceritakan hal ini kepadaku.” “Awalnya aku dan Hyerim memang tidak dekat. Tapi karena ulahmu akhirnya kami menjadi dekat.”
“Ada apa dengan ulahku? Kalian jadian?”
“Cara pikirmu ini lambat sekali.”
Cih, enak saja dia berbicara begitu. Dia saja yang bicaranya tidak jelas. Ingin memberi tahu tapi sepotong-sepotong.
“Hyerim bertengkar denganmu. Kalian sudah tidak berhubungan sejak itu. Hanya kau yang berusaha berkomunikasi dengannya, tapi tidak disambut olehnya. Tapi percayalah, dalam hatinya dia sudah memaafkanmu, hanya saja dia masih belum siap untuk mengatakannya.”
Aku hanya mengangguk-ngangguk malas saja karena sampai saat ini aku masih belum bisa mempercayai kata-katanya.
“Karena dia takut kalau akan terjadi hal tidak menyenangkan padamu maka dia menyuruhku untuk mengawasimu.”
Kali ini reaksiku berbeda, aku terkejut dengan apa yang dikatakan Jungshin. “Mengapa dia menyuruhmu? Mengapa bukan orang lain?”
“Emm, hal itu bisa dibicarakan nanti, karena akan menjadi out of topic.” “Aku mengiyakan permintaannya dan diam-diam aku selalu mengawasimu. Emm, tidak selalu sih, tapi sering. Dan ternyata saat aku tidak mengawasimu, kau malah menjadi seperti ini.” Dia menunjuk mukaku yang telah babak belur.
Aku benar-benar tidak menyangka kalau selama ini dia mengawasiku. Apakah mungkin? Seorang Jungshin yang selalu iseng, mau mengawasiku setiap hari?
“Saat aku melihatmu babak belur seperti itu aku langsung memberitahu Hyerim dan Hyerim bilang dia memiliki cara agar orang tersebut tidak bisa menindasmu lagi.”
“Tunggu sebentar. Bukankah kemarin kau bilang kalau Hyerim acuh akan keadaanku?”
Jungshin menghembuskan napasnya dalam-dalam, “Kau ini payah sekali. Aku berbohong. Aku mengatakan itu juga supaya kau sadar bahwa sebenarnya Hyerim masih peduli padamu tapi dia masih tidak mau menunjukkannya secara terbuka. Paham?”
Aku cemberut. Mengapa dia selalu mengatakan bahwa aku ini payahlah, berpikir lambatlah.
“Ok. Lalu dia bilang cara tersebut adalah dengan menyebarkan berita ini.”
“Waeyo? Bukankah itu hanya memperburuk keadaan?”
“Kau benar. Awalnya aku juga berpikir seperti itu. Tapi setelah dia memberikan alasannya, aku jadi mengerti.” “Dia tahu bahwa orang yang menindasmu itu adalah sasaeng fans. Hanya sasaeng fans yang berani bertindak sejauh itu. Sedangkan antis hanya akan membencimu dengan kata-kata atau aksi yang menjatuhkanmu dari belakang. Mereka tidak akan menindasmu secara fisik tapi mental. Hyerim sangat tahu bahwa mentalmu kuat tapi tidak dengan fisikmu.”
Aku mendengarkan penjelasan Jungshin secara seksama.
“Dia bilang jika berita ini tersebar maka semua orang hingga media akan mengetahuinya. Kau akan menjadi sorotan media karena G-Dragon adalah bintang terkenal. Dan setidaknya itu akan membuat sasaeng fans bertindak lebih hati-hati kepadamu.”
“Tapi sasaeng fans kan tidak kenal takut. Buktinya banyak artis yang terkena ulah mereka yang tertangkap kamera.”
“Hmm, mungkin kau benar. Tapi kata Hyerim, banyak sasaeng fans yang frustrasi jika seluruh orang mengetahui idolanya telah memiliki pacar. Kau tahukan bahwa sasaeng fans mengklaim idolanya sebagai miliknya. Mereka tidak akan terima jika masyarakat mengatakan idola ini adalah milik ini.”
“Tapi Sandara Park yang diberitakan adalah pacar Jiyong oppa tidak ditindas.”
“Son Yoojin-ah, sasaeng fans tahu mana berita yang benar dan mana yang salah. Rumor G-Dragon dengan Sandara Park adalah palsu jadi mereka tidak mempermasalahkannya. Tapi hubungan dirimu dengan G-Dragon adalah fakta dan mereka tidak dapat menerima itu.”
...
“Jadi?”
“Ya, jadi kau akan lebih aman jika semua orang mengetahui hubunganmu ini.”
“Bukan itu. Jadi, sekarang kau harus menceritakan mengapa kau mau menerima tawaran Hyerim?”
“Emm, kau tidak perlu mengetahui hal itu.”
“Kau sudah berjanji akan menceritakannya.”
Jungshin pergi ke dapur untuk mengambil minum untuknya dan untukku.
“Gomawo.” Aku menenggak minuman yang diberikan olehnya.
“Jika kau mengingat ucapanku kemarin maka kau akan mengetahui sebab mengapa aku mau menerima tawarannya.” Katanya sambil menenggak minuman yang digenggamnya.
“Ya! Mengapa kau senang sekali menyuruhku berpikir? Cepat ceritakan saja!”
“Aku menyukaimu dan aku tidak ingin melihat kau sakit.”
Aku tertegun mendengar perkataannya. Tapi bagaimana bisa dia mengucapkan kata suka seenteng itu? Ia menaruh gelas minumannya dan kembali duduk di sampingku.
...
“Tenang saja. Aku tidak akan memaksamu untuk menyukaiku karena aku tau kau sudah memiliki hati seorang pria yang terkunci di dalam hatimu.” “Tapi aku akan tetap melindungimu selayaknya pria yang mencintai seorang wanita.”
Aku memeluknya sambil menepuk-nepuk pundaknya secara pelan, “Gomawo Jungshin-ah. Kau adalah pria yang sangat baik. Kau harus menemukan wanita yang mencintaimu secepatnya.”
“Ya Son Yoojin. Jika kau memelukku seperti ini, aku bisa saja menarik perkataanku kembali.”
Aku buru-buru melepaskan pelukanku.
...
“Lalu kenapa Hyerim menyuruhmu? Dia kan bisa menyuruh orang lain.”
“Kau ini benar-benar lambat. Hyerim telah mengetahui bahwa aku menyukaimu sejak dulu. Jadi ia ‘memanfaatkan’ku untuk mengawasimu.”
“Lalu—“
“Sudahlah jangan membahas itu lagi. Sekarang aku ingin bertanya padamu, semalam kau tidak pulang ke rumah kan?”
“Wah, kau membuntutiku semalam?”
“Yoojin pabo, tidak perlu membuntutimu untuk mengetahuinya. Jika kau pulang ke rumah maka hari ini tidak akan mudah bagimu untuk keluar rumah. Pasti akan ada banyak wartawan yang menunggu di depan rumahmu untuk mendapatkan konfirmasi.”
Aku membulatkan mulutku tanda mengerti. Tapi tiba-tiba aku ingat, “Ya! Lalu bagaimana caranya aku pulang ke rumah nanti!?” Aku mengguncangkan tubuh Jungshin.
“Emm, sebaiknya kau menginap disini untuk beberapa waktu.”
Aku mengernyitkan dahiku.
“Tenang, aku tidak akan macam-macam.”
Jungshin menuju kamarnya dan meninggalkanku di ruang tamu. Aku langsung merogoh sakuku dan berusaha menelepon Jiyong oppa untuk menanyakan keadaan.
“Yoojin-ah, gwenchana? Mengapa belakangan ini kau selalu susah dihubungi?”
“Oppa, mianhae. Tapi aku baik-baik saja disini. Sementara ini aku akan menginap di rumah temanku, Jungshin.”
“Jungshin? Ya, apakah dia seorang pria?”
“Ne. Tapi tenang saja oppa dia tidak akan macam-macam kepadaku, jika dia macam-macam aku akan menggetoknya.”
“Mengapa harus pria? Kau kan bisa menginap di rumah teman wanita. Jika ada orang yang mengetahui bahwa kau tinggal satu atap dengan pria lain, mereka akan lebih menilai jelek tentangmu.” Sepertinya Jiyong oppa benar-benar tidak setuju jika aku menginap di rumah seorang pria. Kalau dipikir-pikir kekhawatiran Jiyong oppa memang benar, bisa gawat kalau aku ketahuan tinggal satu atap dengan pria lain.
“Tapi saat ini hanya dia yang bisa aku percaya oppa. Teman-temanku yang lain pasti tidak akan mau menanggung resiko jika mereka menyembunyikanku.”
“Bagaimana jika kau tinggal bersamaku?”
“Huh!? Tinggal di dorm bersamamu dan para anggota Big Bang lain!? Kau bercanda oppa!? Itu hanya akan memperburuk keadaan. Jika mereka mengetahuinya, aku hanya akan dianggap perempuan murahan yang tinggal satu atap dengan lima pria sekaligus.”
“Tapi tinggal dengan temanmu itu juga tidak menjamin keselamatanmu. Media dan netizen sangat ahli dalam mencari informasi.”
“Tenang saja Jiyong-ssi, Yoojin akan aman tinggal disini. Nanti aku akan mengungsi di rumah temanku. Percayalah padaku.” Tiba-tiba Jungshin sudah mengambil alih ponsel yang kugenggam. Ia meyakinkan Jiyong oppa bahwa aku akan aman tinggal disini. Setelah berbicara, ia mengembalikan ponselku dan menempelkannya di telinga kananku.
“Jiyong oppa? Kau percaya kan?” Aku melanjutkan obrolanku yang terputus.
“Baiklah. Aku harap perkataannya benar. Jaga dirimu baik-baik, jika perlu kau tidak usah keluar rumah.”
“Ne.”
“Emm, ngomong-ngomong dimana rumahnya?”
“Sebenarnya ini apartemen. Sebaiknya kau tidak perlu tahu dimana keberadaanku nanti jika kau gelisah kau malah menghampiriku lagi. Annyeong.” Aku langsung menutup telepon secara sepihak. Lebih baik aku tidak memberikan alamat apartemen ini kepadanya. Aku sangat paham dengan sifat Jiyong oppa, jika ia gelisah akan keadaanku ia pasti akan langsung menghampiriku seperti kejadian-kejadian sebelumnya.
“Apakah sudah selesai?”
“Ne?” Aku langsung menoleh ke arah Jungshin.
“Sekarang mari aku obati lukamu.” Jungshin langsung duduk di sebelahku dengan membawa kotak obat.
“Aku bisa melakukannya sendiri.”
“Kemarin kau juga bilang seperti itu, tapi tidak ada hasilnya. Sudah jangan cerewet, biar aku saja yang mengobatimu.”
Aku memanyunkan mulutku.
Jungshin mengobatiku dengan lembut, ia mengusapkan betadine di bagian mukaku yang memar, mulai dari bagian dekat mataku, keningku, hingga dekat area bibirku. Kegiatannya terhenti sejenak saat mengobati area dekat bibirku.
“Ya, jangan macam-macam kepadaku. Kau tadi bilang kepada Jiyong oppa kalau aku akan aman tinggal disini.” Ucapanku membuat lamunannya buyar.
Ia memberikan senyum menggoda kepadaku, “Aku bilang kepadanya bahwa kau akan aman jika aku sudah menginap di rumah temanku, tapi kalau aku ada disini...”
Aku menginjak kakinya dengan sekuat tenaga sebelum ia menyelesaikan pembicaraannya.
“Ya! Sakit! Kau ini tidak bisa diajak bercanda.”
“Huh? Aku hanya ingin menjernihkan kembali otakmu yang sedang korslet.”
“Ah, sudahlah kemari. Aku belum selesai mengobatimu. Tenang saja, aku tidak akan berbuat macam-macam.” Ucapnya dengan nada yang masih kesal.
Aku langsung mengembalikan posisiku seperti semula.
“Apakah kau benar akan menginap di rumah temanmu?”
“Tentu saja. Kau kecewa? Apakah kau ingin tinggal satu atap bersamaku?” Lagi-lagi ia mengeluarkan senyum menggoda.
“Jangan membuatku menginjakkan kakiku di atas kakimu lagi.” Aku memicingkan mataku kepadanya.
Jungshin buru-buru menutup mulutnya dan langsung membereskan kotak obat. Setelah beres ia langsung menuju ke kamarnya.
“Sebaiknya aku mengungsi sekarang sebelum aku ikut babak belur sepertimu.”
“Ya, Park Jungshin! Bisa kau ulangi kata-katamu sekali lagi.”
“Aniyo.” Ucapnya sambil menyunggingkan senyum tak berdosa. “Aku pergi dulu. Tutup pintu rapat-rapat, jangan lupa menguncinya. Kalau kau lapar geledah saja isi kulkas atau lemari dapur. Jika ada yang memencet bel, tidak usah kau buka biarpun itu teman atau pegawai apartemen. Biarkan apartemen ini seperti tidak berpenghuni. Ara? Dan jika kau butuh bantuan, telepon saja aku.”
“Baik tuan cerewet. Aku bisa menjaga diriku dengan baik.”
“Baiklah aku pergi dulu.”
Langkahnya terhenti saat aku memegang lengan bajunya.
“Wae?”
“Aku tidak bawa baju.”
“Ah benar. Kau ambil saja bajuku di lemari, mungkin kebesaran tapi daripada kau menggunakan pakaian itu terus.” Katanya sambil menunjuk bajuku yang sudah lusuh.
“Gomawo.” Aku tidak tahu kata apa lagi yang harus kuucapkan untuk mengekspresikan rasa terima kasihku kepadanya yang telah membantuku.
“That’s what friends are for.” Ia mengusap rambutku sambil tersenyum kecil.
***
Sudah seminggu aku mengungi di rumah Jungshin. Aku seperti tahanan yang tidak bisa pergi kemana-mana. Setiap hari aku delivery makanan karena akan lebih aman daripada aku harus keluar dari apartemen ini. Setiap delivery pun aku memakai masker agar tidak dikenali oleh orang yang mengantarkan makanan. Benar-benar seperti tahanan kan? Aku tidak tahan jika aku harus menjalani hidupku seperti ini terus menerus.
You have a text message. You have a text message.
Lagi-lagi Jungshin. Hampir setiap menit ia mengirimiku sms untuk menanyakan keadaanku. Entah kenapa ia menjadi begitu cerewet. Bahkan eomma dan appaku tidak pernah secerewet ini.
Aku menghela napas panjang. Tiba-tiba aku teringat akan eomma dan appa. Bagaimana keadaan mereka? Aku rindu mereka. Semoga berita menghebohkan mengenai hubunganku dengan Jiyong oppa tidak terdengar sampai telinga eomma dan appa. Semoga mereka terlalu sibuk untuk mengikuti perkembangan gosip di Korea.
Aku kembali menatap layar ponsel dan menekan tombol panggil saat menemukan kontak yang ingin kuhubungi.
“Annyeong oppa.” Ucapku saat menelepon Jiyong oppa setelah selesai mandi dan sarapan.
“Yoojin-ah, kau baik-baik saja. Apakah kau aman? Tidak ada yang mengetahui keberadaanmu kan? Apakah terjadi hal-hal mencurigakan? Apakah—”
Stop! Oppa, aku baik-baik saja. Aku aman disini, kau tidak perlu khawatir.”
“Bagaimana aku bisa tenang? Aku tidak tahu keberadaanmu, aku hanya mengetahui kondisimu lewat telepon tanpa melihatnya secara langsung. Mengapa kau menjadi semakin jauh dariku...?” Lama kelamaan suara Jiyong oppa semakin rendah.
“...” Aku hanya diam menanggapi perkataannya. Semua yang dikatakannya memang benar, jarak antaraku dengannya malah semakin jauh.
“Tidak bisa! Aku tidak mau seperti ini terus! Yoojin-ah, sebaiknya kita mengumumkan hubungan kita kepada publik.”
“Ye? Tapi...”
“Wae? Bukankah kau juga akan lebih aman jika kita menjawab rumor yang beredar tersebut.”
“Bagaimana dengan karirmu oppa?” Ya, di Korea ini hubungan asmara yang terbongkar oleh publik dapat mengancam karir para idola. Maka dari itu banyak idola yang lebih memilih untuk berpacaran secara diam-diam tanpa diketahui oleh publik.
“Bukankah sekarang sudah mulai banyak idola yang pacaran secara terang-terangan di depan publik? Karir mereka baik-baik saja. Dan jika aku harus memilih antara kau dan karirku, aku akan lebih memilihmu Yoojin-ah.”
“Oppa...” Tanpa terasa air mataku mengalir setelah mendengar perkataan Jiyong oppa.
“Tenang saja Yoojin-ah, aku masih bisa mencari pekerjaan lain.”
Kali ini aku merespon perkataannya hanya dengan isakan tangis yang semakin menjadi. Bagaimana bisa seorang leader salah satu boyband papan atas rela meninggalkan karirnya hanya demi perempuan sepertiku.
“Yoojin-ah, aku akan berbicara kepada Hyungsuk sunbae untuk mengadakan konferensi pers. Kau sms aku tentang alamat kau tinggal saat ini, nanti aku akan menyuruh salah satu staf untuk menjemputmu.”
“Ne oppa.” Aku langsung memutuskan sambungan telepon dan mengetikkan alamat apartemen ini dan mengirimnya ke nomor Jiyong oppa.