Akhirnya hari ini tiba. Hari dimana boyband papan atas Big Bang melakukan comeback stage. Aku diundang oleh Jiyong oppa untuk datang ke SBS, tempat pertama mereka melakukan comeback.
Untuk kedua kalinya aku membuatkan bekal untuk mereka semua. Sepertinya ini akan menjadi salah satu kebiasaanku. ㅋㅋㅋ
You have a text message. You have a text message.
Segera kuambil ponselku untuk melihat pesan yang masuk.
From: 034xxxxxx
Menjauhlah dari G-Dragon kami! Jangan pernah menemuinya lagi jika kau ingin hidup tenang.
Mwoya! Sepertinya ada yang telah mengetahui hubungan kami. Tapi entah kenapa, aku masih bersikap tenang dan menganggapnya hanya angin lalu saja. Aku merapihkan bekal yang telah kubuat dan langsung berangkat menuju gedung SBS.
...
“Annyeong oppa!” Teriakku saat masuk ke ruangan backstage Big Bang. Aku berhasil masuk setelah melihat manajer Big Bang. Jiyong oppa yang mengutusnya untuk menjemputku di depan gedung SBS.
“Yoojin-ah, annyeong!”
“Yoo-ah, anny...”
Aku langsung berusaha menutup kupingku ketika mulai mendengar Seungri membuka mulutnya. Agak sulit bagiku untuk menutup kuping karena tanganku penuh dengan bekal untuk mereka. Tapi setidaknya aku dapat menahan emosiku untuk tidak bertengkar dengan bocah satu ini.
“Wah, apakah itu bekal untuk kami Yoojin-ah?”
“Ne, Daesung oppa.”
“Apakah kau menggambar wajah kami lagi di bekal tersebut?”
“Hyung, itu bukan gambar wajah kita, kalau kemarin itu sih gambar zombie! Awas saja jika noona menggambar wajah zombie lagi!”
Aku hanya menyipitkan mataku kepada Seungri.
Sebelum aku memulai pertengkaranku dengan Seungri, manajer Big Bang telah menyuruh mereka untuk ke panggung untuk melakukan rekaman. Biasanya penampilan comeback memang dilakukan dengan cara pre-recording, tidak live. Hal ini dilakukan karena para artis ingin menampilkan penampilan terbaik mereka.
Aku melihat penampilan mereka melalui samping panggung. Aku tidak berani duduk di bangku penonton karena banyak VIP yang melihat. Aku bisa saja menyamar menjadi salah satu VIP, tapi perasaanku tidak enak. Aku masih memikirkan pesan misterius yang kuterima tadi. Jadi lebih baik aku cari aman dengan berdiri di dekat manajer Big Bang.
Big Bang sudah berdiri di atas panggung dan para VIP telah berteriak histeris hingga aku harus menutup kedua telingaku dengan kedua tanganku. Penampilan comeback memang selalu lebih dipenuhi penggemar, terlebih lagi Big Bang baru melakukan comeback setahun setelah mereka mengeluarkan mini album ke-4 nya. Tata panggung yang ditampilkan di panggung SBS ini pun juga unik dan mewah.
Jiyong oppa memberikan senyuman manisnya ke arahku, bukannya membalas senyumannya aku malah memalingkan mukaku darinya. Aku takut akan ada VIP yang melihat dan jadi curiga kepadaku. Ya, kali ini ketakutan mulai muncul, melihat ratusan mata VIP saja sudah membuatku keluar keringat dingin. Sepertinya Jiyong oppa mengerti dengan sikapku yang mengacuhkan dirinya. Ia pun langsung berdiri dan posisinya dan menampilkan wajah cool.
Saat mereka memulai penampilannya, teriakan VIP lebih keras daripada sebelumnya. Mereka meneriakkan fanchant untuk lagu pertama Big Bang yang berjudul Alive. Big Bang akan menampilkan tiga buah lagu untuk penampilan comebacknya tersebut. Selain Alive, Big Bang akan menampilkan lagu berjudul Blue, dan Fantastic Baby. Diantara ketiga lagu yang dibawakan Big Bang aku paling menyukai lagu Blue, iramanya tidak terlalu nge-beat seperti lagu Big Bang pada umumnya.
***
Aku pulang ke rumah dengan menggunakan subway. Awalnya Jiyong oppa ingin mengantarku pulang, namun aku menolak tawarannya karena aku melihatnya kelihatan sangat lelah, aku tidak tega melihat keadaannya jadi aku memutuskan untuk pulang sendiri saja dengan menggunakan kendaraan umum.
“Oppa, aku sudah tiba di rumah.”
“Ne. Istirahatlah. Terima kasih telah menonton penampilanku dan para member yang lain.”
“Sama-sama oppa. Kaulah yang seharusnya istirahat, kau sudah bekerja keras untuk penampilan comeback-mu hingga hanya tidur dua jam semalam.”
“Aku ingin, tapi setelah ini aku harus menjadi guest di radio.”
“Kau pasti sangat lelah. Jaga kesehatanmu oppa.”
“Ne, gomawo chagiya. Annyeong.”
“Annyeong.”
***
Hari ini aku akan ke rumah Hyerim untuk kembali minta maaf padanya. Selama ini aku hanya meminta maaf melalui sms, tapi tidak ada respon darinya. Aku belum berani untuk minta maaf secara tatap muka karena aku yakin emosinya masih belum reda, mungkin hingga saat ini. Tapi aku juga tidak mau terlalu lama berdiam diri, bisa-bisa permintaan maafku ini dibilang basi.
Aku berdiri di depan rumah Hyerim. Aku pergi dengan tangan kosong, tidak ada bingkisan apapun untuk meminta maaf kepadanya. Aku merasa jika aku meminta maaf dengan membawa buah tangan, permintaan maaf itu jadi tidak tulus. Menurutku buah tangan itu adalah suatu bentuk sogokan agar mereka mau memaafkan kita.
Yang kubawa sekarang hanyalah niat tulus untuk meminta maaf kepadanya, sahabatku. Tidak bisa dipungkiri hatiku masih dag-dig-dug membayangkan ekspresi mukanya yang mengintimidasiku. Terang saja aku takut, selama kami berteman kami tidak pernah bertengkar sampai taraf ini. Aku sangat sebal dengan diriku yang telah berpikir negatif kepada sahabatku sendiri. Sekarang aku harus menerima akibatnya.
Aku menghela napas dalam-dalam. Kupencet bel rumah Hyerim. Terakhir aku ke rumahnya bersama Jiyong oppa, aku masuk dengan menggunakan password. Password rumah Hyerim bukanlah suatu rahasia bagiku. Aku sudah seperti penghuni rumah ini juga. Dulu.
Sekarang aku memutuskan untuk memencet bel, layaknya tamu yang ingin berkunjung. Aku urungkan niatku untuk masuk ke rumah Hyerim dengan cara biasa, aku yakin Hyerim telah mengubah password rumahnya.
“Annyeonghaseyo.” Ucap suara yang terdengar dari intercom
“Ah, annyeonghaseyo bibi Choi, ini aku Yoojin.” Walaupun aku tidak melihat wajah Bibi Choi, tapi aku sangat mengenal suara khasnya.
“Ah, nona Yoojin, lama tidak melihatmu. Aku akan segera membukakan pintu pagar.”
“Ne.”
“Silakan masuk nona.”
“Kamsahamnida bi.”
“Tapi mengapa kau tidak masuk seperti biasa? Kau kan sudah mengetahui password rumah ini?”
Ah, jadi password rumah Hyerim masih sama seperti dulu.
Aku menjawab pertanyaan bibi Choi hanya dengan sebuah senyuman.
“Hyerim ada di rumah kan bi?”
“Ne. Akhir-akhir ini nona Hyerim jarang keluar rumah, tidak seperti dulu yang selalu keluar rumah untuk mengejar idolanya.” Kata bibi Choi dengan tawa kecil.
Jadi, Hyerim juga sudah tidak bertingkah seperti dulu yang selalu mengikuti idolanya. Kemarin juga saat comeback stage Bigbang, aku tidak melihat Hyerim. Aku jadi sedih mendengar tingkahnya yang berubah seperti ini. Pasti ini semua karena perbuatanku. Fuh, lagi-lagi aku menghela napas dalam-dalam.
“Silakan duduk nona. Atau kau ingin langsung ke kamar nona Hyerim?”
Aku menggelengkan kepalaku, “Tidak usah, aku tunggu di sini saja.”
“Baiklah, akan bibi panggilkan nona Hyerim.”
“Ne. Kamsahamnida bibi Choi.”
Sambil menunggu Hyerim, aku membalas pesan Jiyong oppa yang menanyakan keberadaanku. Aku tidak bilang kalau aku sedang berada di rumah Hyerim. Aku hanya membalas kalau aku ada urusan dan tidak bisa diganggu hingga nanti siang. Jiyong oppa membalas pesanku tersebut dengan ekspresi sedih.
Aku sengaja tidak memberitahukan keberadaanku karena aku tidak mau Jiyong oppa khawatir, aku kasihan dengan Jiyong oppa yang sudah sangat lelah dengan tumpukan jadwalnya. Lagipula ini memang masalahku, Jiyong oppa tidak perlu ikut masuk ke dalam masalah ini.
“Untuk apa kau datang kemari?” Suara Hyerim memecahkan keheningan. Aku langsung memasukkan ponselku ke dalam tas.
“Hyerim-ah, aku ingin min...”
“Aku kan sudah bilang, jangan pernah datang ke rumah ini lagi!”
“Hyerim-ah, tolong maafkan aku...”
“Kau hanya membuang waktuku. Silakan pergi dari sini dan tolong jangan kembali ke sini lagi. Aku tidak mau melihatmu!”
“Bohong! Buktinya kau keluar dari kamarmu untuk bertemu denganku, padahal bisa saja kau bilang ke bibi Choi kalau kau tidak ingin bertemu denganku.” Entah kenapa aku berani mengeluarkan kata-kata ini.
“Cih! Aku keluar karena aku yakin bibi Choi tidak akan bisa mengusirmu. Kau ini terlalu percaya diri!”
“Kau juga tidak akan bisa mengusirku dari sini sebelum kau memaafkanku!”
“YA!” Hyerim terlihat sangat marah dengan ucapanku, teriakannya sangat keras. “Aku bisa melakukannya. Aku akan memanggil Paman Shin untuk menanganinya.”
“Betul kan dugaanku, kau tidak akan bisa mengusirku. Kau memerlukan Paman Shin untuk mengusirku.”
Yoojin-ah! Neo paboya!? Niatmu kesini kan untuk minta maaf, kenapa sekarang kau malah seperti mengajak ribut!?
Aku menyadari perbuatanku dan langsung memukul kepalaku. Sedangkan Hyerim, ia membalikkan badannya dan berniat untuk meninggalkan ruangan ini. Wajahnya amat kesal saat mendengar perkataanku.
“Hyerim-ah... mianhae, jeongmal mianhae. Bagaimana caranya agar kau mau memaafkanku?”
“Mengapa kau bertanya padaku? Bertanyalah pada dirimu sendiri.”
Kini Hyerim menghilang dari hadapanku. Benar apa yang dikatakan Hyerim, untuk apa aku bertanya kepadanya. Jelas-jelas pertanyaan tersebut adalah hasil dari ulahku, aku jugalah yang harus mencari jawabannya.
Aku berjalan keluar dengan lunglai.
“Nona Yoojin, apakah kau baik-baik saja?”
“Ah, aku tidak apa-apa bi. Aku pulang dulu ya bi. Annyeonghigaseyo.”
“Hati-hatilah di jalan.”
“Ne.” Aku membungkukkan badanku kepada bibi Choi.
Sesampainya di rumah aku hanya menggeletakkan badanku di atas kasur. Telepon dan pesan dari Jiyong oppa tidak kuhiraukan sama sekali. Untungnya Jiyong oppa memiliki jadwal yang padat, jadi tidak mungkin dia akan menghampiri ke rumah untuk menanyakan sikapku yang tidak jelas ini.
***
Pagi hari hanya kuhabiskan dengan duduk di atas sofa. Aku tidak ada nafsu untuk sarapan, mandi sajapun belum. Semalaman aku memikirkan cara bagaimana agar Hyerim mau memaafkanku. Hingga saat ini belum kutemukan jawaban tersebut. Aku masih terus mencari jawaban tersebut dengan menggigit telunjukku dan dengan tatapan kosong.
Sudah lama aku berpikir, aku masih belum juga menemukan jawabannya. Aku pun mengacak-ngacak rambutku karena kesal.
Akhirnya aku memutuskan untuk mengistirahatkan otakku sejenak dengan bermain game.
Saat aku akan menyalakan laptopku, tiba-tiba aku mendapatkan sebuah ilham. Aku mendapatkan ide untuk menulis rasa bersalah serta permintaan maafku kepada Hyerim di blog milikku.
Hyerim adalah orang yang sangat menggilai jejaring sosial. Blog, twitter, facebook, instagram, me2day, dan masih banyak jejaring sosial lagi yang ia miliki. Aku tidak segila dia, aku hanya memiliki me2day dan blog, itupun hampir tidak pernah kusentuh.
Aku ingin Hyerim bahkan semua orang mengetahui tindakan bodohku yang tidak mempercayai sahabatku sendiri. Dan aku mengharapakan supaya Hyerim dapat memaafkanku.
Sebenarnya aku juga tidak tahu apakah nantinya Hyerim akan membaca tulisan permintaan maafku ini atau tidak. Kemarin saja bibi Choi bilang kepadaku bahwa Hyerim tidak pernah mengikuti idolanya lagi. Mungkin ia juga sudah jarang menyentuh semua media sosial yang dimilikinya. Walaupun begitu, aku tetap akan menulis permintaan maafku di blog. Setidaknya pasti akan ada satu atau dua orang yang membacanya, itu sudah cukup untuk meringankan sedikit rasa bersalahku kepadanya.
Kubuka blogku dengan username dan password yang aku contek dari salah satu dokumenku. Tentu saja aku perlu menyontek untuk mengetahui username dan password blogku, blog ini sudah hampir setahun tidak pernah ku update jadi mana bisa aku menghafalnya. Dan karena aku menyadari akan hal ini, aku mengetik username dan password blogku di dalam microsoft word supaya jika aku ingin membukanya aku tidak perlu susah pappa menghapal username dan passwordku.
Aku mulai mengetik rangkaian kata yang ingin kusampaikan.
Pesan ini kutujukan untuk sahabat terbaikku, Hyerim.
Awalnya aku tidak berniat sama sekali untuk megirimkan pesan ini di media sosial, tapi tiba-tiba aku berpikir inilah cara terbaik untuk menyelesaikan atau setidaknya meringankan masalahku.
Aku bertengkar dengannya, pertengkaran ini sangat buruk. Dan yang aku sesali adalah karena pertengkaran ini berawal dari sifat jelekku. Aku... membohonginya. Aku membohongi sahabat baikku. Sedih sekali rasanya jika aku mengingat kejadian itu lagi. T.T
Mengapa aku membohonginya? Itu karena aku yang bodoh, tidak mempercayainya untuk mengetahui rahasiaku. Aku takut jika aku memberitahukan rahasiaku padanya, rahasiaku akan terbongkar. Rahasia ini sangat besar, jika kalian mengetahuinya pun aku yakin sebagian atau mungkin seluruh dari kalian akan membenciku juga.
Namun pada kenyataannya aku bukanlah orang yang pintar untuk menyimpan kebohonganku. Ia mengetahui kebohonganku ini dan ia benar-benar marah besar. Tidak, dia tidak meluapkan amarahnya di depan mukaku langsung, jika itu yang dilakukan maka aku akan lebih lega. Tapi dia hanya diam dan itu membuatku lebih merasa bersalah kepadanya.
Aku sangat menyesali perbuatanku ini. Teganya aku membohongi orang yang telah menjadi sahabatku selama sepuluh tahun ini. Aku membohonginya karena aku melihatnya dari sisi lain, bukan dari sisi sebagai sahabatku. Aku mengutuk diriku yang telah melukai hati sahabatku.
Berulang kali aku meminta maaf kepadanya melalui sebuah pesan tapi tidak ada balasan darinya. Hingga kemarin aku meminta maaf dengan berkunjung langsung ke rumahnya, ia masih juga tidak mau memaafkanku. Kali ini aku memutuskan untuk menulis surat permintaan maafku ke dalam blog ini, aku harap ia dapat memaafkan kesalahanku.
Hyerim-ah, tolong maafkan sahabatmu yang bodoh ini... T.T
Setelah aku berhasil mem-publish pesan permintaan maafku, aku hanya duduk di depan layar laptop sambil berpikir kembali apakah cara yang telah kutempuh ini tepat atau tidak. Aku menjadi sanksi akan perbuatanku ini. Tidakkah cara ini hanya seperti meminta belas kasihan kepada orang-orang? Tapi sebenarnya pesanku ini hanya kutujukan kepada Hyerim. Apakah aku harus menghapusnya kembali?
Aku memutuskan akan menghapus tulisan blogku pada malam nanti. Akupun kembali ke kamarku dan meraih ponselku untuk menelepon Jiyong oppa. Aku ingin minta maaf karena kemarin telah mengacuhkan pesan dan panggilannya.
Ternyata saat mengecek ponselku terdapat lima pesan dan dua panggilan tidak terjawab. Pasti dari Jiyong oppa semua.
Benar saja dugaanku, namun ada satu pesan dari nomor tidak dikenal. Kubuka isi pesan tersebut.
From: 034xxxxxx
Ternyata nyalimu besar juga. Kau sangat berani menulis masalahmu dalam blog. Sudah terlihat jelas ‘masalah’ apa yang kau maksud. Kau ingin tau solusi dari ‘masalah’mu itu? JAUHI Kwon Jiyong sekarang juga! You b*tch.
Aku menjatuhkan ponselku dari genggamanku. Bagaimana mereka bisa tahu blogku? Padahal disitu aku sama sekali tidak memakai nama asliku. Apakah mereka juga telah mengetahui alamat rumah ini?
Aku langsung bergegas menuju ke laptop kembali. Aku harus menghapus tulisanku sebelum tambah banyak orang yang membaca.
Tapi langkahku terhenti saat akan menghapus tulisanku.
Bukankah itu resiko yang harus kau terima Son Yoojin? Kau telah memutuskan untuk membiarkan mereka sedikit demi sedikit mengetahui ‘masalah’mu jadi kau harus siap jika semua orang membencimu.
Aku batalkan niatku untuk menghapus tulisan tersebut dan kembali menuju kamar untuk mengambil ponsel yang belum sempat kuambil kembali setelah terjatuh tadi. Semoga ponselku baik-baik saja. Aku kan belum sempat memberi kabar kepada Jiyong oppa.
Aku mengelus-ngelus ponselku setelah memeriksa keadaan ponselku. Untungnya ponselku masih berfungsi meskipun ada sedikit goresan di layarnya. Aku kembali membuka pesan dari nomor tidak dikenal tersebut, setelah aku cek ternyata nomor tersebut adalah nomor yang sama dengan orang yang mengirimku pesan saat comeback Bigbang.
Aku terusik untuk membalas pesan tersebut. Aku membalasnya bahwa aku tidak takut dengan ucapannya. Bagaimanapun waktu itu aku telah berjanji kepada Jiyong oppa kalau aku tidak akan meninggalkan orang yang aku cintai apapun rintangannya.
Setelah selesai mengirim pesan balasan kepada orang tersebut, aku menelepon Jiyong oppa. Niat awalku mengambil ponselkan memang untuk menelepon Jiyong oppa. Gara-gara pesan asing tersebut, aku jadi menundanya. Pasti Jiyong oppa sangat khawatir kepadaku.
“Annyeong oppa!”
“YA SON YOOJIN! Mengap—“
Aku menjauhkan ponselku dari kupingku. Teriakan Jiyong oppa bisa membuat kupingku tuli.
“—ri kabar kepadaku?” Ucapnya saat aku kembali mendekatkan ponselku. Meskipun ucapannya agak terputus tapi aku masih bisa menangkap apa yang dia maksud.
“Mian oppa.hehe. Aku sibuk menjahit pakaian untuk eomma dan appa.” Ucapku berbohong.
“Kau bercanda? Mana mungkin seharian penuh hanya kau habiskan dengan menjahit. Kau kan tetap bisa membalas pesanku. Tidak tahukah kau kalau oppa sangat mengkhawatirkanmu!?”
“Emm, kau kan sedang sibuk juga oppa. Aku tidak mau mengganggu pekerjaanmu...”
“Sayangnya caramu malah membuat jadwalku berantakan.”
“Mianhae.” Hanya itu kata yang bisa terucap dari mulutku. Tapi mengapa jadwalnya jadi berantakan karenaku?
“Sekarang bukakan pintu.”
“Ye?”
Bukannya melaksanakan perintahnya aku malah mematung mencerna kata-katanya. Apa yang dimaksud olehnya? Pintu mana yang harus aku buka?
“Yoojin-ah, kalau kau tidak cepat-cepat membuka pintu, nanti akan ada orang yang melihatku.” Ucapannya memecahkan lamunanku dan suaranya kini menjadi lebih rendah, seperti orang berbisik.
Aku langsung menuju pintu rumahku dan kudapati Jiyong oppa telah berdiri di depanku dengan topi, kacamata hitam, serta masker.
“Oppa?”
“Yoojin-ah, beraninya kau membuat oppa khawatir, huh?” Jiyong oppa langsung mencubitku dengan agak keras sehingga berhasil membuatku merintih kesakitan.
“Aaa! Sakit oppa!”
“Itu hukuman untukmu karena telah membuatku panik. Berjanjilah tidak akan mengulanginya kembali, ara?”
“Ne.” Aku berbicara sambil menunduk dan memegangi kedua pipiku yang aku yakin sudah menjadi warna merah.
“Coba aku lihat hasil kerja kerasmu sampai-sampai kau tidak bisa memberi kabar kepadaku sama sekali.”
Aku kaget dan membelalakkan mataku. Bagaimana ini? Aku kan berbohong kepadanya, hasil jahitanku masih sama seperti terakhir kali Jiyong oppa melihatnya.
“Tidak mau! Akan kuperlihatkan jika sudah selesai nanti.” Elakku.
Jiyong oppa tidak menggubris perkataanku dan langsung duduk di sofa. Aku menarik napas lega.
“Oppa, apakah kau tidak ada jadwal?”
“Tentu saja ada. Tapi aku membatalkannya karena khawatir akan keadaanmu.”
“Mianhae oppa.”
Tiba-tiba Jiyong oppa merenggangkan otot-ototnya, “Ah, setidaknya aku bisa pergi sejenak dari jadwal-jadwal yang menumpuk itu.”
“Oppa apakah kau lapar?”
“Tidak, tadi aku sudah makan. Hehe.”
Aku langsung memegang perutku saat keluar bunyi yang tidak diharapkan. Jiyong oppa otomatis menatapku.
“Jadi, sebenarnya kau yang lapar ya chagi?”
Aku mengutuk perutku karena berbunyi disaat yang tidak tepat. Aku sungguh lapar karena dari kemarin belum makan.
Akhirnya aku makan ditemani dengan Jiyong oppa. Jiyong oppa hanya tertawa melihatku makan dengan lahapnya.
***
Baru saja aku keluar dari gedung SBS setelah selesai melihat rekaman Bigbang.
TAAKK! Sebuah telur berhasil pecah tepat di kepalaku.
TAAKK! Lagi-lagi terdapat telur yang pecah di kepalaku. Aku memegangi kepalaku yang menjadi bau amis.
“Selamat ulang tahun Son Yoojin!”
Aku berbalik menuju arah suara tersebut. Ulang tahun? Sejak kapan ulang tahunku menjadi bulan Januari? Dan siapa mereka? Aku sama sekali tidak mengenal mereka, empat orang dengan wajah tertawa tapi tertawa sinis. Tapi bagaimana mereka tahu namaku?
Aku langsung diseret oleh mereka. Mereka membawaku ke tempat yang sepi.
“Kau ini keras kepala sekali ya? Kami kan sudah bilang, jika kau tidak menjauhi Jiyong oppa maka akan terjadi hal yang tidak menyenangkan.” Ucap salah satu dari mereka yang berperawakan tinggi kurus sambil memukul pelan pipi kananku bertubi-tubi.
Ah, jadi mereka ini adalah orang yang telah memberiku pesan ancaman itu. Biar kutebak, melemparkan telur ke arahku, berpura-pura menjadi temanku yang ingin merayakan ‘ulang tahun’ku, pasti supaya orang-orang di sekitar tidak curiga kalau ternyata mereka ingin menindasku.
“Untuk apa aku takut dengan ancaman kalian? Siapa kalian berani-beraninya mencampuri urusanku dengan Jiyong oppa, huh?”
“MWO!?” Dia langsung menamparku dengan cukup keras, “Tentu saja itu menjadi urusan kami. Karena Kwon Jiyong adalah milik kami!”
Jadi mereka ini sasaeng fans. Mengklaim idola mereka menjadi milik mereka? Mengusik kehidupan pribadi idola mereka bahkan hingga orang terdekat idola mereka?
Aku hanya tersenyum kepada mereka sambil melihat mereka dari ujung kepala sampai ujung kaki. Aku merasa kasihan melihat mereka semua.
“Kenapa kau melihat kami seperti itu!?”
Aku tidak menjawab pertanyaannya.
“Sudahlah, tidak usah basa-basi dengannya. Langsung saja kita habisi dia.” Kata salah seorang dari mereka sambil mengunyah permen karetnya.
Ia mengambil permen karet yang telah ia kunyah dan menempelkannya di rambutku. Aku benar-benar jijik melihatnya namun aku tidak bisa berbuat apa-apa karena kedua tanganku kini telah dipegangi oleh mereka.
Saat perempuan bertubuh tinggi kurus itu memberikan komando, mereka semua mulai menampar, menjambak, dan memukuliku hingga memar. Aku hanya pasrah dengan semua tindakan mereka.
“Sepertinya sudah cukup. Kaja.”
Satu persatu dari mereka telah menghilang dan meninggalkanku yang telah babak belur. Bisa kupastikan penampilanku saat ini sangat kusut.
Tanpa terasa ait mata jatuh mengalir ke pipiku.
Kau harus kuat Son Yoojin.
Aku mengusap air mataku yang telah membasahi pipi dan berjalan pulang dengan susah payah.
“Yoojin-ah, kau kenapa? Mengapa mukamu babak belur seperti itu?”
Aku berusaha melihat wajahnya yang agak sedikit kabur dari penglihatanku. Ternyata Jungshin, teman sekelas kuliahku.
“Aniyo. Gwenchanayo.” Kataku yang mulai melemas. Penglihatanku semakin kabur dan...
To be continue...