“Sepertinya aku tahu siapa yang melakukan semua ini oppa.”
“Ye?” Jiyong oppa berpikir sejenak, “Kalau begitu kita pergi bersama.”
Aku menganggukkan kepala tanda setuju. Kamipun berangkat menggunakan kendaraan Jiyong oppa.
Setibanya di tempat tujuan, aku langsung keluar dari mobil dan masuk ke dalam rumah.
“Hyerim-ah?”
“Son Yoojin!?” Hyerim tampak kaget dengan kedatanganku.
“Hyerim-ah, bukankah kau sedang berlibur ke Jepang? Mengapa kau masih disi..ni..?” Aku tak kalah kaget dengan Hyerim, apakah ini berarti dugaanku tepat?
Jiyong oppa ikut masuk ke dalam rumah Hyerim.
Hyerim melihat Jiyong oppa kemudian menatapku dengan tatapan tajam, “Cih! Apakah aku sudah ketahuan?”
“Hyerim-ah, apakah benar kau yang...?” Aku tidak berani melanjutkan perkataanku karena aku masih tidak yakin dengan dugaanku ini.
“NE! Benar! Aku yang melakukannya! Aku yang mengirim bangkai tikus itu ke rumahmu! WAE!? Kau tidak suka!?”
Aku mendekati Hyerim yang begitu emosional, tanpa disadari aku meneteskan air mata. “Hyerim-ah, mengapa kau melakukan itu?”
Hyerim menjauhiku, “MWO!? Kau jangan sok polos Son Yoojin!? Kau masih tidak tahu mengapa aku melakukan itu!? Kau telah berbohong kepadaku! Kau pikir aku tidak melihatmu saat kau datang ke gedung YG Ent minggu lalu?”
Aku tidak bergeming mendengar perkataannya ini, jadi Hyerim telah mengetahui kebohonganku ini. Jiyong oppa tidak dapat berbuat apa-apa karena ini adalah masalah pribadiku dengan Hyerim.
“Mian Hyerim-ah... Aku tidak bermaksud membohongimu, aku hanya takut jika...”
Belum selesai aku berbicara, Hyerim menyelaku. “Kau takut jika aku akan membocorkan rahasiamu ini?”
Aku kembali terdiam karena apa yang Hyerim katakan itu benar. Aku takut jika dia akan membocorkan hubunganku dengan Jiyong oppa kepada publik.
Hyerim meneteskan air matanya. “Jadi, dimatamu aku hanyalah seorang paparazzi Big Bang? Apakah kau tidak pernah menganggapku sebagai seorang sahabat?” Hyerim mengusap air matanya.
Benar, aku ini begitu bodoh! Sudah hampir lima tahun aku berteman dengannya, mengapa aku melihatnya sebagai seorang paparazzi bukan sebagai seorang sahabat! Kau ini benar-benar bodoh Son Yoojin!
“Bukan begitu Hyerim-ah, tentu saja kau adalah sahabatku.”
“Ani. Jika kau berpikir bahwa aku ini adalah sahabatmu, kau tidak akan berbohong kepadaku. Pada kenyataannya kau berbohong padaku, kau takut kalau aku akan membocorkan rahasiamu karena kau hanya menganggapku sebagai seorang paparazzi Big Bang.”
“Mianhae Hyerim-ah... Mianhae Hyerim-ah... Mianhae Hyerim-ah...” Aku terus meminta maaf kepada Hyerim sambil terduduk di lantai karena aku sudah tidak kuat menopang badanku yang terasa berat ini.
Hyerim memalingkan mukanya dariku, “Pergilah. Kau tenang saja, aku tidak akan menyebarkan berita ini kepada publik karena aku masih menganggapmu sebagai teman. Tapi jangan pernah muncul dihadapanku lagi.” Hyerim langsung berlalu dari hadapanku. Kata-katanya sangat menusuk hatiku.
Aku menangis sesenggukan, “Hyerim-ah, jeongmal mianhae...”
Jiyong oppa memapahku yang terlihat begitu lemah dan lusuh ke dalam mobil.
“Oppa, aku ini sungguh bodoh. Jelas-jelas Hyerim adalah temanku, sahabatku sejak kami SMA, tapi aku masih tidak mempercayainya dan malah menganggapnya sebagai paparazzi.”
Jiyong oppa memelukku sambil mengusap rambutku, “Gwenchana Yoojin-ah, semua orang memiliki kekhawatirannya masing-masing. Menurutku kekhawatiranmu ini wajar.”
“Tapi aku mencurigai sahabatku sendiri. Aku benar-benar bodoh!”
“Jangan menyalahi dirimu sendiri. Seakrab apapun kita dengan seseorang, aku yakin kita tidak akan mempercayai orang itu sepenuhnya. Terkadang ada hal yang kusembunyikan juga dari anggota yang lain. Jadi, berhentilah menyalahi dirimu sendiri.”
“Tapi, aku baru saja kehilangan teman yang paling akrab denganku.”
“Siapa bilang? Kau dengarkan tadi ia bilang kalau kau adalah temannya dan kau juga menganggapnya teman, jadi aku yakin kalian masih bisa berbaikan.”
“Jeongmal?”
Jiyong oppa menganggukkan kepalanya, “Hanya saja, mungkin kau harus ekstra minta maaf kepadanya. Oppa lihat, dia orang yang sangat sensitif. ㅋㅋㅋ”
Aku tertawa kecil mendengar perkataan Jiyong oppa, “Gomawo oppa, kau membuatku lebih tenang.”
***
Tidak terasa, matahari sudah kembali menyambut.
“Bangun Yoojin-ah. Hari sudah terang.”
“Emm...” Aku tidak menghiraukan perkataannya dan tetap melanjutkan tidurku.
“Yoojin-ah...” Kali ini ia mengguncangkan tubuhku agar aku lebih mudah terbangun.
“Ne...” Aku bangun dengan mata yang masih setengah tertutup. Aku mengusap mataku supaya aku benar-benar terbangun. Dan aku baru menyadari... “Ya, oppa! Kenapa kau masuk ke kamarku!?” Aku langsung menutup mukaku dengan tangan kiriku dan mendorong Jiyong oppa keluar dengan menggunakan tangan kananku.
Ya, semalam Jiyong oppa menginap di rumahku karena ia khawatir dengan keadaanku setelah kejadian kemarin. Jiyong oppa tidur di kamar tamu yang nyaris tidak pernah dihuni karena memang tidak pernah ada orang yang pernah menginap di rumah ini selain Hyerim setelah appa dan eomma tinggal di Paris.
“Yoojin-ah? Mengapa kau mengunci kamarmu? Aku sangat lapar, buatkan sarapan untukku.”
“Ya oppa! Mengapa kau masuk ke kamar perempuan?”
Aish, pasti aku terlihat jelek sekali saat tidur tadi. Bagaimana posisiku saat tadi ia akan membangunkanku? Apakah mulutku sedang terbuka lebar? Apakah air liurku keluar!? Aku langsung bergegas menuju cermin dan mengusap area sekitar mulutku meskipun tampaknya tak ada air liur yang membekas. Ah, tetap saja aku malu sekali...
“Mian, Yoojin-ah. Aku sangat lapar jadi aku ingin memintamu untuk membuatkan sarapan untukku. Lagipula hari sudah terang, mengapa kau masih tertidur pulas seperti itu? ㅋㅋㅋ”
Ah, jjinjja! “Araseo oppa, tapi biarkan aku mencuci mukaku dulu sebentar.”
“Baiklah. Jangan lupa bersihkan air liurmu itu... ㅋㅋㅋ” Ucapnya dengan terkekeh.
Karena ucapannya, aku langsung kembali melihat cermin dan mengusap area sekitar mulutku. Aku sangat yakin tidak ada air liur yang terdapat di sekitar mulutku, Jiyong oppa menjahiliku! “Ya! Oppa!!!”
...
Selesai mencuci muka, aku langsung bergegas ke bawah dan menyiapkan sarapan untukku dan Jiyong oppa. Kuurungkan niatku yang sebelumnya ingin mandi terlebih dahulu karena akan menghabiskan waktu yang lama untukku membersihkan diri. Kasihan Jiyong oppa jika ia harus menungguku selesai mandi. Setidaknya aku sudah membersihkan mukaku, jadi tidak akan terlihat begitu lusuh dihadapannya.
“Apa yang kau buat?” Jiyong oppa memecah keheningan.
“Spaghetti, kau suka kan?”
“Emm...”
Karena dia tidak menjawab aku menyodorkan pisau yang kugunakan untuk mengiris bawang bombay padanya, “Awas saja jika kau tidak memakannya!”
“Wah sejak kapan Son Yoojin-ku yang imut menjadi galak seperti ini?”
Aku kembali mengiris bawang bombay dan menghiraukan perkataannya. Sebenarnya moodku belum sepenuhnya membaik, rasa bersalahku kepada Hyerim masih terus menghantuiku. Entah apa yang harus aku lakukan agar ia bisa memaafkanku.
Jiyong oppa duduk di meja makan dan dengan sabar menunggu sarapan yang kubuat selesai. Tidak ada obrolan yang kami bicarakan sepanjang aku memasak, sepertinya Jiyong oppa memahami kalau aku sedang tidak ingin diganggu.
“Igo.” Aku menyodorkan spaghetti yang telah selesai kubuat kepadanya.
“Gomawo!” Jiyong oppa menunjukkan senyum simpulnya. Ia langsung melahap sarapannya itu, “Wah, enak sekali! Akhirnya perutku terisi juga!”
Aku hanya menjawabnya dengan senyuman. Selama ia makan, aku terus memandanginya, ia benar-benar lucu.
“Mengapa kau terus melihatku seperti itu?”
Aish, ternyata dia menyadari kalau daritadi aku sedang memperhatikannya, “Aniyo!” Aku pura-pura mengalihkan pandanganku ke ruang tamu. Ia hanya tersenyum melihat kelakuanku yang salah tingkah dan kembali melanjutkan makannya. “Cih, oppa curang! Oppa sudah mandi saat tadi kau membangunkanku, sedangkan aku harus terlihat kucel saat oppa membangunkanku.” Ujarku mengganti topik pembicaraan dengan memasang wajah cemberut.
“Aku suka.”
Deg! Kurasakan wajahku langsung memerah saat ia mengatakan itu. “N.. ne..?” Aku ingin memastikan apa yang Jiyong oppa ucapkan tadi.
“Menurutku, kau terlihat imut saat kau tidur tadi. Wajahmu saat tidur tadi sangat polos.”
Aigo, apa yang Jiyong oppa ucapkan membuat pipiku menjadi warna tomat. Dengan refleks aku menutupi pipiku yang berubah warna ini.
“Aigo! Kau ini lucu sekali dengan pipimu yang berubah warna menjadi warna tomat itu.” Jiyong oppa mengusap rambutku dan berlalu ke dapur untuk mencuci piring yang ia gunakan tadi.
Aku menggeleng-gelengkan kepalaku supaya aku kembali ke alam sadar. Saat aku benar-benar sudah merasa sadar, aku menghampirinya, “Biar aku saja yang cuci oppa.”
“Aniyo! Biarkan oppa yang mencuci, kalau mencuci saja sih mudah!” Ucapnya dengan bangga.
Aku hanya tertawa geli mendengarnya.
“Wae?”
“Ya oppa! Bagaimana bisa kau begitu bangga dengan bakat mencucimu itu?” Aku kembali melanjutkan tawaku.
“Yoojin-ah, kau berani menertawakan oppa?” Ia mencubit kedua pipiku dengan tangannya yang penuh dengan busa.
“Oppa!” Aku tidak mau kalah, aku membilas pipiku terlebih dahulu dan setelah itu kuambil busa yang bertebaran di tempat cuci piring dan kuusapkan ke seluruh mukanya. Hahaha, aku tertawa karena merasa menang.
“Ah, ah... Yoojin-ah, sepertinya busanya mengenai mataku. Perih sekali.”
Aku yang awalnya tertawa kini mulai panik dan buru-buru mengambil air dan mengusapkannya pada mata Jiyong oppa. “Mian oppa.”
Chu~ Tiba-tiba Jiyong oppa mengecup bibirku, “Deng! Kau tertipu Yoojin-ah.” Jiyong oppa tertawa senang karena berhasil menipuku. Tapi aku masih mematung dengan aksinya tadi. Ini adalah pertama kalinya Jiyong oppa mencium bibirku. Wajahku kini kembali berubah warna menjadi warna tomat.
“Yoojin-ah, bolehkah oppa menginap sehari lagi disini?” Ucapan Jiyong oppa ini menyadarkan lamunanku.
“Mwo!?” Aku tersontak kaget mendengar ucapannya.
“Waeyo? Mengapa reaksimu seperti itu? Apakah kau tidak senang jika harus melihat wajahku sehari lagi?” Kini Jiyong oppa menghampiriku dan menunjukkan ekspresi seperti orang yang sedang mengintimidasi.
“Ani... Aniyo! Hanya saja, bukankah kau harus kembali bekerja?”
“Hmm, aku kan masih dalam masa liburanku. Jadi tidak apa-apakan jika aku menghabiskan waktu liburanku bersamamu disini?” Ekspresinya sudah kembali normal.
Aku tidak bisa berkata apa-apa karena masih kaget dengan perkataannya. Namun pada akhirnya aku hanya menjawab ya sambil menganggukkan kepalaku. Bukannya aku tidak senang, tapi aku takut. Bayangkan saja pagi ini dia sudah membuat pipiku menjadi warna tomat dua kali! Entah aksi mengejutkan apalagi yang akan ia lakukan jika ia ada dihadapanku selama sehari penuh.
Petikan gitar yang dimainkan Jiyong oppa membangunkan lamunanku.
“Kau suka bermain gitar?” Tanya Jiyong oppa kepadaku.
“Ani. Gitar itu milik appa. Dulu appa sangat suka bermain gitar.” Ucapku sambil duduk di sebelah Jiyong oppa.
“Ah, apakah tidak apa-apa jika aku memainkan gitar ini?”
“Eu!” Aku menganggukkan kepalaku.
Jiyong oppa mengalunkan nada dari gitar tersebut dan ia pun mulai bernyanyi, “There’s only 1 thing, 2 do, 3 words, 4 you... I love you... There’s only 1 way, 2 say, those 3 words, and that’s what I’ll do... I love you...”
Lagi-lagi pipiku menjadi warna tomat setelah Jiyong oppa menyanyikan lagu 1234 dari Plain White T’s. Bagaimana tidak, ia menyanyikan lagu tersebut sambil memandangiku.
“Yoojin-ah, mengapa mukamu kembali memerah seperti itu?” Ucap Jiyong oppa saat selesai bernyanyi.
“Aniyo!” Aku mengelak dan melayangkan sebuah bantal tepat ke muka Jiyong oppa.
“Ya! Mengapa kau memukulku dengan sebuah bantal!?”
“Oppa jahat! Oppa telah membuat wajahku berubah menjadi warna tomat untuk ketiga kalinya. Ah, lebih baik aku ke kamar saja!”
“Ya! Mian mian. Oppa hanya senang melihat pipi tomatmu itu. Oppa janji tidak akan melakukannya lagi, tapi kau harus menemaniku disini. Ok?” Jiyong oppa menahanku dengan memegang tangan kananku.
Aku melepas genggamannya dan kembali duduk di sofa dengan wajah yang masih cemberut.
“Yoojin-ah, apakah kau masih marah pada oppa?”
Aku tidak menggubris pertanyaannya.
“Baiklah, kau boleh memukul oppa sampai puas, tapi jangan beri aku tampang asam seperti itu...”
“Ya oppa, aku bukan anak kecil yang melampiaskan kemarahanku seperti itu!”
“Tapi bukankah tadi kau memukulku dengan bantal?”
“OPPA!”
“Mianhae mianhae. Lalu bagaimana caranya agar kau mau memaafkan oppa?” Jiyong oppa tertawa kecil melihat sikapku ini.
“Pulanglah.”
“Ye?”
“Pulanglah ke dorm, maka aku akan memaafkan oppa.”
“Yoojin-ah? Apakah kau serius?”
“Eu!” Ucapku dengan mantap.
“... Baiklah jika itu bisa membuatmu tenang.” Jiyong oppa berjalan menuju pintu rumah.
“Hahahahahaha...” Aku hanya tertawa.
“Yoojin-ah?”
“Kita seri oppa! Kau tertipu olehku!” Akhirnya aku berhasil menjahilinya. Tak lupa kujulurkan lidahku untuk meledeknya.
“Ya! Kau ini...” Jiyong oppa mengacak-ngacak rambutku karena kesal. “Tapi, kita tidak seri Yoojin-ah.”
“Ye?”
“Skor kita sekarang adalah 3-1. Hahahaha...”
“Oppa, kau ingin membuatku marah lagi?”
“Ani ani. Baiklah kita seri, kalau perlu kau yang menang, bagaimana?”
Aku hanya menganggukkan kepalaku tanda setuju dan tak lupa menunjukkan senyum simpulku padanya.
...
“Oppa, sebenarnya dari kemarin aku ingin bertanya.”
“Apa?”
“Mobil. Sepertinya mobil yang kau pakai kemari bukanlah mobil yang biasa kau bawa.”
“Ah... Aku menyewanya. Kau tau sendiri kan, hampir semua VIP tahu akan jenis mobilku, warna mobilku, bahkan plat nomor mobilku. Jadi akan lebih baik jika aku menyewanya.”
Aku membulatkan mulutku tanda mengerti. Benar juga yang dikatakan Jiyong oppa, bisa gawat kalau sampai ada yang melihat mobilnya menginap selama dua hari disini.
You have a text message... you have a text message...
Aku langsung meraih ponselku saat mendengar bunyi pesan.
From: Eomma
Honey, bagaimana kabarmu? Apakah kau sedang sibuk? Kalau tidak sibuk, bagaimana kalau kita video call saja?
To: Eomma
Ne eomma. Aku akan segera menyalakan laptopku. See u! :)
Akupun bergegas ke kamarku dan meninggalkan Jiyong oppa.
“Eomma! Bogoshippoyo...” Aku mencium layar laptopku seolah-olah aku mencium eomma sungguhan.
“Me too honey. Bagaimana kabarmu?” Kali ini eomma membalas dengan mengusap layar laptop seperti sedang mengusap pipiku.
“Eomma, apa yang appa lakukan? Apakah ia tidak bisa ikut video call?”
“Sorry honey, appa sedang rapat jadi tidak bisa ikut video call.”
Aku merengutkan wajahku. Sebenarnya aku sudah tahu itu, appa memang hampir tidak pernah ikut video call karena sibuk dengan pekerjaannya. Aku memaklumi itu walaupun aku sangat mengharapkan untuk melihat wajahnya.
“Jangan cemberut gitu dong sayang.”
“Ne...” Aku berusaha untuk menyembunyikan kekecewaanku dihadapan eomma.
“Kau di rumah saja hari ini?”
“Emm, ne... eom-ma.”
“Yoojin-ah, mengapa wajahmu memerah seperti itu?”
Ya, wajahku memerah karena aku memikirkan Jiyong oppa yang berada satu atap denganku.
“Yoojin-ah, apa yang sedang kau...?”
Aku menoleh ke arah pintu kamar. Baru saja aku memikirkannya, tiba-tiba dia sudah ada dihadapanku.
“Yoojin-ah, suara siapa itu?”
Omo! Aku lupa kalau aku sedang video call dengan eomma. Aku langsung membalikkan wajahku kembali ke arah laptop. “Aniyo...” Aku kembali menoleh ke arah Jiyong oppa.
“Nugu?” Tanya Jiyong oppa dengan volume rendah.
“Eomma oppa...” Ucapku berbisik juga.
“Yoojin-ah? Oppa siapa itu?”
Ya, aku lupa lagi kalau aku sedang video call! Walaupun aku berbicara dengan nada berbisik, eomma tetap bisa melihat gerak mulutku. Pabo!
“Annyeonghaseyo eommonim.” Ucap Jiyong oppa sambil membungkuk dan tersenyum ke arah laptop.
“Ya oppa! Apa yang kau lakukan?” Aku terkejut melihatnya yang malah dengan percaya dirinya menyapa eommaku.
“Annyeonghaseyo. Nu-gu-se-yo?” Ekspresi wajah eomma terlihat sangat bingung dan seperti meminta kejelasan siapa laki-laki yang ada disampingku ini.
“Kwon Jiyong imnida. Aku adalah namja chingu putrimu yang cantik ini.” Jiyong oppa berkata sambil memegangi kedua sisi bahuku. Aku tambah terkejut dengan perkataannya dan langsung membelalakkan mataku ke arahnya.
“Yoojin-ah? Kau tidak pernah cerita kepada eomma jika kau telah memiliki namja chingu?”
Fiuh, akhirnya aku hanya bisa menghela napas. “Mian eomma, aku malu...”
“Waeyo? Kenapa malu? Dia sangat tampan dan ramah. Eomma menyukainya.”
“Kamsahamnida eommonim.”
Aku hanya tersipu malu mendengar ucapan eomma.
“Jadi ini yang membuatmu tadi berwajah merah tomat?” Eomma tersenyum usil kepadaku.
“Ya eomma!” Aish, mengapa eomma menceritakan hal ini di depan Jiyong oppa. Pasti aku akan kembali diledek olehnya nanti.
“Benarkah itu eommonim?” Jiyong oppa tersenyum usil ke arahku.
“Hahaha, kalian ini lucu sekali. Baiklah eomma harus mengerjakan sesuatu. Nanti kita sambung lagi ya sayang.”
“Ne eomma.” Aku menjawab lesu karena aku yakin setelah ini Jiyong oppa akan menjahiliku lagi. Tidak! Bukan akan! Tapi ia sudah menjahiliku! Ah, kenapa kau ini gampang sekali dijahili sih Yoojin?
“Dan kau, Kwon Jiyong-ssi?”
“Panggil aku Jiyong saja eommonim.”
“Ok, Jiyong-ah...”
“Ne eommonim.”
“Kau harus menjaga putriku selama aku tidak ada disisinya ya. Jangan buat ia menangis.”
“Eomma! Aku ini bukan anak kecil yang perlu penjagaan. Lagipula memangnya Jiyong oppa itu baby sitter apa?” Ucapku merengut.
“Tenang saja eommonim, aku akan selalu menjaganya.” Jiyong oppa mengelus rambutku.
“Jiyong-ah, hati-hati. Putriku ini agak sensitif.”
“EOMMA!”
Mereka berdua hanya tertawa melihat sikapku.
***
“Good morning.”
“Good morning oppa. Kau sudah bangun?”
“Eu. Kau sedang memasak apa Yoojin-ah? Baunya wangi sekali.”
“Nasi goreng.”
Hari ini aku sudah bangun dari pagi buta. Aku tidak mau kejadian seperti kemarin terulang kembali. Kemarin kami menghabiskan waktu hanya dengan obrolan dan juga dengan keisengan-keisengan yang dilakukan Jiyong oppa kepadaku. Walaupun begitu, aku tetap senang melihat orang yang aku cintai ada disisiku selama seharian penuh.
“Mengapa kau memasak banyak sekali?”
“Aku juga memasakkan ini untuk Seughyun oppa, Daesung oppa, Taeyang oppa, dan Seungri.”
“Wah! Pasti mereka senang mendapatkan bekal makanan darimu.”
“Kuharap begitu. Hahaha.”
Setelah memakan sarapan yang kubuat, Jiyong oppa berkemas untuk pulang ke dorm.
“Oppa, hati-hati ya. Jangan terlalu ngebut dan jangan lupa pakai sabuk pengaman.”
“Araseo Yoojin-ah.” Jiyong oppa mengusap rambutku. Sepertinya itu sudah menjadi kebiasaannya. ㅋㅋㅋ
Perlahan mobil yang Jiyong oppa kendarai menghilang dari pandanganku.
***
“Yoojin-ah.” Terdengar suara Jiyong oppa dari telepon.
“Ne oppa.”
“Kau harus lihat bagaimana mereka semua memakan bekal darimu.”
“Ye?” Aku masih bingung dengan ucapannya.
“Bekal yang kau bawa untuk para member, habis hanya dalam waktu dua menit!”
“Hahaha, oppa terlalu berlebihan.”
“Kalau kau tidak percaya aku bisa mengirimkan videonya kepadamu.”
“Jeongmal? Kau merekamnya?”
“Ne! Aku melihatnya sangat lucu jadi aku rekam saja. Hahaha.”
“Yoojin-ah!” “Yoojin-ah!” “Yoojin-ah!” “Yoojin noona!” ... “GOMAWOYO!”
Tiba-tiba terdengar suara berisik yang memanggil namaku secara serempak dan mengucapkan terima kasih. Aku yakin mereka merampas ponsel Jiyong oppa. Hahaha, mereka ini lucu sekali.
“NE!!! Lain kali akan kubuatkan makanan lagi untuk kalian.”
“Jjinja!? Wah, gomawo Yoojin-ah.”
Hmm, aku yakin ini adalah suara Daesung oppa. Aku sangat senang mengetahui bahwa mereka menyukai masakan buatanku.
“Sama-sama oppa.”
“Ya! Berikan ponselku!” Kudengar teriakan Jiyong oppa yang meminta kembali ponselnya.
“Hyung, aku ingin bicara dengan Yoojin noona sebentar.” Ish, ada apa dengan bocah satu ini ingin berbicara denganku?
“Yoojin noona, gomawo atas bekalnya. Kutunggu bekalmu besok. ㅋㅋㅋ”
“Ne. Sama-sama Seungri-ah.”
“Noona? Apakah kau benar Yoojin noona?”
“Ne. Waeyo?”
“Noona? Aku memanggilmu dengan sebutan noona, kau tidak marah?”
“Ne. Terserah kau ingin memanggilku dengan sebutan apapun, aku akan menerimanya.” Ya, inilah senjataku untuk membuat Seungri diam. Lagipula aku memang sudah terbiasa dengannya yang selalu menyebutku noona.
“Ini hyung... Yoojin noona sudah tidak asik lagi...”
“Yoojin-ah...” Kali ini Jiyong oppa yang berbicara. Sepertinya Seungri kesal karena sikap usilnya itu sudah tidak mempan padaku.
“Waeyo? Mengapa kau tertawa senang sekali?” Ya dapat kudengar gelak tawa Jiyong oppa.
“Aniyo. Hanya saja kau harus melihat wajah Seungri yang kecewa ini.”
“Hahaha, aku sudah terbiasa dengan keusilannya itu jadi sudah tidak mempan lagi. ㅋㅋㅋ”
“Baiklah, kalau begitu nanti aku akan meneleponmu lagi.”
“Ne. Annyeong oppa.”
“Annyeong.”
Ah, sore ini aku harus kursus menjahit lagi. Semangat Yoojin-ah!
***
Chan! Akhirnya bekalku untuk Jiyong oppa dan para member lainnya selesai juga. Aku membuat lima nasi kotak yang kuisi dengan telur gulung, kimbab, dan sayuran segar. Masing-masing nasi kotak sudah kutandai dengan membuat wajah mereka dari makanan yang kubuat ini. Jika kalian menonton drama ‘Boys Before Flowers’ maka kalian akan mengerti maksudku.
Aku pun telah berdandan rapi dan siap untuk berjalan menuju dorm Big Bang. Hari ini Jiyong oppa bilang kalau mereka tidak ada jadwal. Mereka baru akan memulai pertempuran minggu depan karena itu merupakan comeback stage mereka dengan mini album kelimanya. Aku sudah mendengar semua lagu di mini albumnya tersebut dan aku juga sudah pernah melihat dance yang akan mereka tampilkan pada lagu utama yang akan mereka bawakan tiap minggunya, jadi itu bukan menjadi suatu kejutan lagi bagiku. Tapi tetap saja aku menanti comeback stage mereka yang akan dipenuhi dengan teriakan VIP.
Aku memutuskan untuk berangkat menggunakan taksi. Biasanya sih aku naik subway, tapi berhubung barang bawaanku kali ini terbilang cukup berat jadi aku naik taksi saja. Selama perjalanan aku hanya mendengarkan musik menggunakan headset sambil melihat pemandangan sekitar.
Aku turun agak jauh dari letak dorm mereka. Aku tidak boleh terlalu tenang, aku tetap harus waspada. Bagaimana jika supir taksi ini tahu letak dorm Big Bang dan membuat rumor tentangku yang berhenti tepat di depan dorm Big Bang atau bagaimana jika ada seseorang yang memotretku turun tepat di depan dorm Big Bang. Ya, mungkin aku terlalu berlebihan tapi itu lebih baik dibandingkan aku terlalu santai.
Aku memencet bel menunggu ada yang membukakan pintu. Ini adalah kali kedua aku mengunjungi dorm mereka, waktu itu aku mampir kesini saat Jiyong oppa sedang berada di Pulau Jeju. Seunghyun oppa yang mengajakku kesini karena ia kasihan melihatku yang kesepian ditinggal oleh namja chinguku Jiyong dan sahabat baikku Hyerim.
Ah, Hyerim... Aku merindukanmu...
“Yoojin-ah silahkan masuk.”
Dari kemarin aku mencoba meneleponnya tapi ia tidak menjawab teleponku. Bagaimana caranya agar kau mau memaafkanku Hyerim-ah...
“Yoojin-ah?”
Aku tersadar dari lamunanku karena tangan Seunghyun oppa yang melambai-lambai di depan mukaku.
“Ah, ne.. ne.. Seunghyun oppa.” Aku berjalan di belakang Seunghyun oppa.
“Apa yang kau pikirkan?”
“Aniyo...” Kataku sambil menggeleng-gelengkan kepala dan menggerakkan tanganku untuk lebih meyakinkannya bahwa aku tidak memikirkan apapun.
Masalahku dengan Hyerim ini hanya diketahui oleh Jiyong oppa. Aku tidak mau nama Hyerim jelek di depan para idolanya, maka dari itu aku meminta Jiyong oppa untuk berbohong soal siapa yang mengirimkan bangkai tikus ke depan rumahku. Jiyong oppa pun menyetujuinya dan mengatakan kepada semua member bahwa itu hanyalah perbuatan usil seseorang yang mencurigai hubungan kami dan sedang membutuhkan uang.
“Silahkan duduk Yoojin-ah.”
“Ne. Gomawo oppa.”
“Annyeong Yoojin-ah.” Satu persatu dari mereka menampakkan dirinya.
“Annyeong Yoo-ah...”
“Mwo!?”
“Aku sudah bosan memanggilmu dengan sebutan noona, jadi aku memutuskan untuk mengganti nama panggilanmu. Yoo-ah... Apakah kau menyukainya? Yoo-ah?”
Aish! Baru saja aku tenang karena tidak akan ada yang menjahiliku lagi, ternyata itu hanyalah sebuah mimpi. “Ya! Jangan memanggilku seperti itu! Aku geli mendengarnya!”
“Waeyo? Itukan nama panggilan yang manis. Yoo-ah... Yoo-ah... Yoo-ah...”
“Seungri-ah, ganti nama panggilan itu atau...”
“Atau apa? Mengapa kau marah? Itu panggilan yang lucu, lagipula kau yang bilang sendiri kalau aku boleh memanggilmu dengan sebutan apa saja. Yoo-ah... Ah, aku suka sekali dengan panggilan baru untukmu ini.”
“YA!” Teriakanku benar-benar keras. Jiyong oppa, Seunghyun oppa, Daesung oppa, dan Taeyang oppa yang daritadi hanya menonton sampai menunjukkan ekspresi kagetnya akibat teriakanku ini. Karena aku kesal, aku juga melemparkan bantal yang ada di sofa kepadanya.
“Woah daebak! Hyung! Yoojin noona telah kembali. Aku tidak jadi kehilangan bahan keisenganku!” Seungri mengadu kepada Jiyong oppa.
“Mwo!? Jadi kau menganggapku sebagai bahan keisenganmu? Kau mau mati?” Aku mengambil bantal yang telah kulemparkan tadi dan kali ini aku memukulnya bertubi-tubi kepadanya.
“Noona! Apa apa apa! Hyung tolong aku.” Seungri meminta perlindungan Seunghyun oppa.
“Ya! Keluar kau dari tempat persembunyianmu!”
Seungri tidak menanggapi ucapanku dan tetap bersembunyi di belakang Seunghyun oppa. Ia malah menjulurkan lidahnya karena merasa sudah menang.
“Neo!” Baru aku akan memukulnya kembali dari samping, tapi tanganku sudah dipegang oleh Seunghyun oppa.
“Sudah sudah. Aku sudah sangat lapar. Bukankah kau kesini untuk memberikan makanan kepada kami?”
Ah benar, tujuan awalku kesini memang untuk memberikan makanan yang telah kubuat kepada mereka, tapi karena ulah Seungri aku jadi melupakan tujuan utamaku datang kemari.
Fiuh, aku mencoba menenangkan diri. Seunghyun oppa melepas genggamannya karena ia telah melihatku sudah lebih tenang. Aku meletakkan bantal yang tadinya akan menjadi senjataku untuk memukul Seungri, dan aku mulai membuka nasi kotak yang telah kubuat secara satu persatu.
“Ini untuk Taeyang oppa.”
“Wah, kau membuat bentuk mukaku.”
“Hahaha, mian kalau jelek oppa.”
“Memang jelek.” Walaupun suara Seungri berbisik tapi aku masih mendengar ucapannya ini. Tapi aku hiraukan saja perkataannya itu.
“Aniyo! Aku menyukainya.” Taeyang oppa langsung melahap makanannya.
“Ini untuk Daesung oppa.”
“Yang ini lebih jelek.”
“Seungri-ah, aku bisa mendengarkan ucapanmu itu.” Aku memberitahunya masih dengan nada sabar. Ia hanya tersenyum mendengar perkataanku.
“Tadinya kotak ketiga yang ingin kubuka adalah milikmu Seungri-ah. Tapi kita harus menyimpan yang terbaik untuk yang terakhir. Jadi... Kotak ketiga...” Aku membuka kotak milik Seunghyun oppa. “Ini oppa.”
“Ne. Gomawo Yoojin-ah.”
Kali ini aku membuka kotak milik Jiyong oppa yang seharusnya kubuka paling akhir. Tapi karena aku ingin menjahili Seungri, jadi terpaksa kotak Jiyong oppa harus kubuka terlebih dahulu. “Ini oppa.”
“Wah! Gomawo chagiya.” Jiyong oppa mengucapkan terima kasih sambil melakukan hobinya, yaitu mengusap rambutku.
“Dan yang terakhir...”
“Hahaha!” Semuanya tertawa saat aku membuka kotak milik Seungri terkecuali Seungri sendiri.
“MWOYA!? Kenapa jelek sekali? Kau memang tidak pandai menggambarkan wajah orang, noona. Aku tidak mau memakannya.”
“Ya!” Aku berusaha menenangkan diri, “Ya sudah jika kau tidak mau. Kebetulan aku sedang lapar.” Aku mengambil kembali kotak makanan yang harusnya kuberikan kepada Seungri.
“Noona! Kau tidak boleh memakannya. Kau bisa tambah gendut.” Seungri langsung mengambil makanan yang kupegang dan melahapnya.
“Kau sendiri yang bilang kalau kau tidak ingin memakannya.”
“Aku berubah pikiran. Daripada aku mati kelaparan lebih baik aku memakan ini.”
Bukannya kesal aku malah merasa tingkahnya ini lucu. Dia bertingkah seperti anak kecil. “Dongsaeng-ah, kau ini lucu sekali.” Aku mengacak-acak rambutnya.
“Mwo mwo? Noona, kau menyebutku apa tadi?”
“Dongsaeng. Wae?”
“Ya noona, aku ini lebih tua darimu.”
“Lalu mengapa kau menyebutku dengan sebutan noona?”
“Wah, Seungri-ah, kau sekarang telah memiliki noona yang sangat baik hati dan cantik.” Ucap Taeyang oppa.
“Karena kau terlihat lebih tua dariku.”
“Kalau begitu tidak masalah kan jika aku memanggilmu dengan sebutan dongsaeng. Kau... terlihat lebih muda dariku.” Aku tersenyum simpul kepadanya. Hahaha, kali ini aku yang menang Seungri-ah.
“Yoo-ah...”
“YA!” Entah kenapa aku geli dengan caranya memanggilku dengan sebutan Yoo-ah. Pada akhirnya kami tetap bertengkar lagi. Aku yang awalnya hanya mengacak-acak rambutnya, karena kesal aku jadi menjambak rambutnya.
“Noona! Sakit!”
Selama di dorm, aku hanya menghabiskan waktu dengan marah-marah karena keusilan Seungri. Yang lain hanya tertawa melihatnya, merasa ada tontonan yang menarik. Tidak ada yang membantu untuk membelaku.
To be continue...