Sedikit flashback dari part 4
“Apakah oppa benar-benar tidak ingin bertemu denganku? Apakah semudah itu melupakan seseorang yang kita sayangi?”
“Tentu saja! Buktinya aku sudah melupakanmu..”
Jiyong-ah, neo...! Napeun namja!!
“Ani, kau masih belum bisa melupakanku. Kau mau bukti? Setelah pertemuan terakhir kita, kau selalu menciptakan lagu mellow yang bukan merupakan genre musikmu. Saat para member Big Bang membicarakan tentang Son Yejin, kau dengan tidak sengaja malah menyebut namaku. Ini adalah bukti bahwa kau belum melupakanku.”
... Sepertinya perkataanku ini berhasil membuatnya tidak bisa berkata-kata.
“Hahaha, perkataanmu ini sungguh tidak masuk akal. Pertama, aku ingin menciptakan musik dalam genre apapun itu adalah hakku. Dan kedua, saat aku tidak sengaja menyebut Son Yoojin.... Apakah kau pikir wanita yang ku kenal dengan nama Son Yoojin hanya kau saja?”
Plakk!! Tanpa disadari tanganku sudah mendarat dengan keras di pipinya Jiyong oppa. Aku benar-benar tidak habis pikir dengan perkataan yang sangat lancar dikeluarkan dari mulutnya. Air mata yang sudah mengalir inipun tidak bisa ku bendung lagi.
“Oppa, aku tau kau melakukan semua ini karena takut para fansmu akan menyakitiku. Tapi maaf, kau salah besar oppa, aku tidak selemah itu. Jika aku mencintai seseorang, aku akan memperjuangkannya. Tapi aku rasa oppa tidak sepaham denganku. Kau hanya pasrah membiarkan orang yang kau cintai pergi begitu saja...”
Aku pergi meninggalkan Jiyong oppa sendirian di ruangan itu. Aku setengah berlari menjauh dari pandangannya.
“Yoojin noona....!”
“Yoojin-ah....!”
Tiba-tiba ada yang menghalangiku untuk berjalan. Aku hanya menunduk dan berusaha mencari celah agar aku bisa menghindar dari orang ini, tapi dia terus menghalangi jalanku. Aku tahu bahwa orang yang menghalangi jalanku adalah Seunghyun oppa.
“Yoojin-ah...”
“Minggir!! Aku ingin pergi dari sini! Jangan halangi jalanku oppa!!” Ucapku sambil memukul-mukul pundak Seunghyun oppa. Tapi aku hanya menunduk karena malu menunjukkan air mataku yang mengalir semakin deras.
Seunghyun oppa tidak bereaksi apa-apa. Ia membiarkanku terus memukulinya. Aku sudah tidak punya tenaga. Aku terjatuh, tanganku mendekap kedua kakiku dan terus menundukkan kepalaku karena air mataku tidak dapat berhenti mengalir. Semakin lama justru semakin deras.
Seunghyun oppa mencoba sejajar denganku, “Gwenchana Yoojin-ah.. Gwenchana..” Seunghyun oppa menenangkanku sambil mengusap kepalaku.
Kini perasaanku sudah semakin tenang. Walaupun perkataan yang diucapkannya hanyalah ‘gwenchana’ tapi aku bisa merasakan ketulusan Seunghyun oppa yang mengkhawatirkanku. Aku pun mengusap air mataku yang tidak mau berhenti mengalir.
“Oppa antar kau pulang ya..”
Aku anggukkan kepalaku. Seunghyun oppa membantuku untuk berdiri dan memapahku berjalan menuju mobil.
...
Sepanjang perjalanan hanya dihiasi dengan keheningan.
“Sampai..” Seunghyun oppa memberhentikan mobilnya tepat di depan rumahku.
“Kamsahamnida oppa, maaf merepotkanmu..”
“Ah, tidak apa-apa Yoojin-ah. Kau sudah merasa baikan kan?”
“Nan gwenchanayo oppa. Annyeonghigaseyo oppa.” Aku berusaha tersenyum dengan wajah yang masih dibasahi air mata.
“Yoojin-ah, bisa kau pinjamkan ponselmu sebentar?”
“Ye??” Dengan raut muka bingung, aku menuruti permintaannya.
“Igo.. Aku sudah menyimpan nomor ponselku disitu. Jika kau ada masalah, aku akan dengan senang hati membantumu.”
“Oppa...”
“Kau sudah kuanggap seperti adik sendiri. Jadi jika kau mengalami kesulitan, hubungilah kakakmu ini.” Ucap Seunghyun oppa dengan senyumannya.
“Gomawo oppa.. Jjinjja gomawoyo..”
“Kau istrahatlah. Jangan lupa makan. Jaga kesehatanmu.”
“Ne oppa.” Kali ini aku berbicara dengan wajah yang mulai ceria.
...
Sesampainya di rumah, aku langsung membuka kulkas dan mengambil kimchi untuk kujadikan makan siang. Saat memakan kimchi dengan nasi, aku teringat kembali akan perkataan Jiyong oppa tadi.
“Ya Kwon Jiyong! Neo.. napeun napeun napeun!!!!” Teriakku dengan nasi kimchi yang masih berada penuh dimulutku dan sambil menyodorkan sendok seolah-olah aku sedang memarahi Jiyong oppa sungguhan.
Aku menghabiskan makan siangku dengan perasaan sedih dan kesal. Sedih mendengar perkataannya, tapi juga kesal.
To: Eomma
Eomma, bogosippeo. Apakah kau sedang sibuk? Apakah eomma bisa melakukan video call sekarang?
From: Eomma
Annyeong chagiya. Tentu saja! Eomma akan selalu ada untukmu sayang.
Video call...
“Eommaaaaa....!!!!”
“Ada apa Yoojin-ah, sepertinya keadaanmu kurang baik. Apakah kau sakit?”
“Aniyo eomma. Hanya saja aku sangat merindukan eomma dan appa. Aku ingin segera kesana.”
“Mian Yoojin-ah, tapi kami masih ada sedikit urusan di Inggris. Maaf membuatmu menunggu untuk bertemu dengan kami.”
“Hehehe, gwenchana eomma. Aku juga harus menyelesaikan beberapa masalah disini.”
“Ada masalah apa sayang?”
“Bukan masalah besar. Hehehe. Oh iya, eomma... Kau taukan bahwa aku sudah kembali belajar menjahit? Kali ini aku akan menjahit pakaian untuk eomma dan appa. Kalian akan lihat, betapa berbakatnya anak kalian yang satu ini.” Ucapku dengan bangga
“Benarkah? Tentu saja eomma yakin, pasti karya anak eomma dan appa yang terbaik.”
Dingdong. Terdengar suara bel berbunyi.
“Oh, eomma sepertinya ada yang datang. Lain kali kita sambung lagi ya. Annyeong.”
“Ok honey, annyeong.”
Dingdong
“Ne... Jamkkanman... Nuguseyo?” Aku bergegas menuju pintu rumah. “Jiyong op..pa?”
Tanpa mengucapkan sepatah katapun, Jiyong oppa langsung memelukku.. Memelukku dengan sangat erat. Dan... ia menangis...
“Yoojin-ah, mianhae... mianhae... jeongmal mianhae...”
Tanpa disadari air mataku juga ikut mengalir.
...
Aku mencoba menghapus air mataku. Aku melepaskan pelukan Jiyong oppa, “Ya! Napeun namja! Apakah sekarang kau sudah menyadari kesalahanmu?” Ucapku dengan senyum kemenangan sambil bertolak pinggang.
Jiyong oppa hanya menundukkan kepalanya.
“Mulai sekarang, oppa tidak boleh menyia-nyiakan orang yang ada di hadapan oppa ini. Araseo oppa?” Aku mencoba berbicara sambil mencari wajahnya yang masih tertunduk. “Ya! Oppa, mengapa kau tidak menjawab pertanyaanku?”
Dengan cepat, Jiyong oppa langsung menarikku kembali ke dalam pelukannya sambil mengusap rambutku, “Araseo.” Ucapnya dengan suaranya yang begitu lembut.
...
“Emm... Oppa, apakah kau sudah makan?”
Jiyong oppa hanya tersenyum dan mengusap-usap perutnya.
“Tapi... Disini hanya ada nasi kimchi. Biar aku beli dulu bahan-bahan masakan di supermarket.”
“Tidak usah Yoojin-ah, nasi kimchi juga enak.” Jiyong oppa langsung duduk manis di meja makan.
“Ne, baiklah.” Aku langsung membawakan nasi kimchi ke meja makan.
“Woah, sepertinya enak sekali!!”
...
“Ah, massida. Sudah lama aku tidak makan nasi kimchi.”
“Oppa, apakah kau tau? Tadi pagi kata-kata yang kau lontarkan padaku sangat menyakitkan..” Aku memulai pembicaraan lagi dengan bertopang dagu sambil melihat Jiyong oppa yang makan dengan lahap. Tapi, setelah aku berkata demikian, Jiyong oppa langsung menaruh kembali sendok yang berisi penuh nasi kimchi yang akan masuk ke mulutnya.
“Yoojin-ah, mianhae. Hanya itu kata-kata yang bisa kuucapkan....” Jiyong oppa menundukkan kepalanya.
...
“Ah, mianhae oppa, membuat suasana menjadi canggung lagi. Sudahlah, tidak usah dipikirkan lagi. Aku sudah memaafkanmu oppa.”
“Tapi, aku sadar, perkataanku tadi pagi memang sangat menyakitkan. Tapi bukan maksudku membentakmu seperti itu. Aku.. aku takut jika hubungan kita diteruskan hasilnya akan sama saja. Aku takut....”
“Jiyong oppa... Aku sudah mengetahuinya...”
Raut muka Jiyong oppa tampak tegang.
“... Aku tau kalau kau melakukan semua itu karena ingin melindungiku. Kau tidak ingin aku tersakiti nantinya oleh para fans fanatikmu. Tapi, aku akan menghadapinya oppa..”
Jiyong oppa sepertinya tampak lega dengan perkataanku ini. Mungkin dia takut kalau aku berkata soal Park Daeri. Awalnya aku memang ingin membahasnya, tapi... melihat raut mukanya yang seperti itu, aku sadar bahwa ini bukanlah waktu yang tepat untukku membahas tentang Park Daeri. Kalau perlu, sebaiknya aku tidak pernah menyebut nama itu di depan Jiyong oppa. Biarkan ini menjadi kenangan baginya saja. Aku tidak perlu mencampurinya.
“Gomawo Yoojin-ah. Maaf, karena oppa pengecut. Oppa tidak memperjuangkanmu dan hanya pasrah dengan keadaan. Tapi oppa sadar dengan perkataanmu, bahwa kita harus memperjuangkan orang yang kita sayangi, jangan membiarkannya lepas begitu saja.”
Aku tersenyum senang mendengar ucapannya tersebut. Dia bilang dia akan memperjuangkanku.
“Yoojin-ah, kau bilang kau sedang menjahit sebuah pakaian? Bolehkah oppa melihatnya?”
“Tentu saja oppa! Jamkkanman.”
...
“Woah! Ini benar-benar desainmu?”
“Tentu saja! Baju ini kubuat untuk eommaku. Nanti, setelah baju ini selesai, aku juga akan membuatkan baju untuk appaku.”
“Buat oppa?”
“Ah, pasti nanti akan kubuatkan juga untuk oppa. Tapi saat ini aku sedang dikejar deadline untuk menyelesaikan kedua baju tersebut.”
“Waeyo?”
“Karena akhir bulan liburan nanti, tepatnya awal bulan Februari, aku akan berkunjung kesana. Jadi aku harus menyelesaikannya sebelum awal Februari.”
“Jjinjjayo? Berapa lama kau akan kesana?”
“Emm, mungkin dua atau tiga minggu.”
“Yah, itu berarti aku tidak akan melihatmu selama tiga minggu.”
“Hehehe, mianhae oppa. Tapi kita tetap bisa berhubungan lewat video call kan? Jadi jangan khawatir. Dua atau tiga minggu bukan waktu yang lama. Buktinya aku bisa melewati waktu selama lima tahun tanpa kedua orang tuaku. Aku hanya melihat mereka selama enam bulan sekali.”
“Emm, Yoojin-ah, sebenarnya mengapa eomma dan appamu menetap di Paris?”
“Appa memiliki usaha di bidang perhotelan dan Paris adalah kota tujuannya untuk menjalankan bisnisnya tersebut. Karena appa disana, jadi eomma juga ikut tinggal disana.”
“Wah, appamu hebat sekali. Tapi, kenapa appamu membuka bisnis di Paris, kenapa tidak membukanya disini?”
“Appa ingin memperkenalkan tentang Korea di negara lain. Emm, hotel yang appa kelola disana adalah hotel dengan gaya ala Korea. Makanan yang disediakan disanapun juga makanan Korea. Kalau soal kenapa ia memilih Paris, aku juga kurang mengetahuinya. Mungkin survey yang dilakukan appa menunjukkan bahwa Paris adalah kota yang tepat untuk memulai bisnisnya. Awalnya hotel yang dibangun appa adalah hotel berbintang 3, tapi sekarang hotel tersebut sudah berkembang menjadi bintang 4.”
“Daebak! Appa kamu berarti benar-benar ulet. Lalu kenapa kau tidak ikut tinggal disana?”
“Aku tidak mau. Selain keterbatasan komunikasi karena bahasa yang berbeda, aku juga bukanlah tipe orang yang gampang beradaptasi, apalagi kebudayaan barat dan kebudayaan timur yang berbeda.”
Jiyong oppa mengangguk-anggukan kepalanya tanda mengerti.
“Lalu bagaimana dengan keluargamu Jiyong oppa?”
“Ye?”
“Keluargamu. Aku kan juga ingin mengetahui tentang keluargamu.”
“Emm... Appa memiliki bisnis yang dirintisnya di Pulau Jeju bersama dan eomma adalah seorang ibu rumah tangga. Aku juga memiliki seorang noona yang bernama Kwon Dami. Saat ini dia memiliki online clothing store dan terkadang aku membantu noona ku untuk menjadi modelnya. That’s all dear.”
“Ah, aku juga pernah membacanya di blog-blog VIP.”
“Ah! Yoojin-ah! Bagaimana jika kau menjual hasil karyamu di tempat noonaku jika kau sudah memiliki hasil karya yang banyak?”
“Tidak mungkin bisa oppa... Hasil karyaku tidak mungkin sebagus pakaian-pakaian yang ada di butik kakakmu.”
“Waeyo? Aku lihat desainmu sangatlah bagus dan unik, saat aku melihat hasil karyamu yang tadi pun cukup bagus.”
“Good but not excellent. Aku masih harus banyak belajar menjahit, tidak mungkin aku menjual hasil karyaku yang masih belum maksimal ini.”
“Yoojin-ah, hwaiting! Kau pasti bisa menjadi seorang desainer yang terkenal. Oppa sangat tau bahwa kau memiliki potensi tersebut.”
“Gomawo oppa! Hwaiting!”
***
Sudah seminggu Hyerim berlibur ke Jepang, Jiyong oppa pun sejak tiga hari yang lalu pergi ke rumah kedua orang tuanya di Pulau Jeju. Awalnya aku juga diajak kesana, tapi aku menolak karena aku masih malu untuk bertemu dengan kedua orang tuanya, apalagi hubunganku dengan Jiyong oppa yang masih seumur jagung.
From: My Jiyong
Gongjunim, apa yang sedang kau lakukan? Sudah seminggu kita tidak bertemu. Jjinjja bogosipeo.
Aku tersipu membaca pesan dari Jiyong oppa. Sudah seminggu semenjak kita terakhir bertemu, Jiyong oppa selalu mengirimiku pesan dengan berbagai sebutan untukku, mulai dari honey (chagi), my Yoojin, dan sekarang ia memanggilku putri (Gongjunim).
To: My Jiyong
Annyeonghaseyo wangjanim. ㅋㅋㅋOppa, aku sangat bosan disini, kapan oppa akan pulang? ㅠㅠ
Aku bosan, tidak ada yang bisa kuajak bermain. Jiyong oppa pergi, Hyerim pergi. Sudah seminggu semenjak Hyerim berlibur ke Jepang, tapi ia tidak pernah menghubungiku. Kalau ku telepon, ia bilang ia sedang sibuk mengunjungi tempat wisata disana. Bahkan tidak jarang pula ia tidak menjawab teleponku. Sebenarnya aku bingung dengan sikapnya ini. Sesibuk apapun Hyerim, ia tetap akan menjawab teleponku. Jika ia tidak menjawab panggilanku, ia akan segera meneleponku kembali. Entahlah kenapa sikapnya berubah seperti ini. Apakah dia marah padaku? Tapikan aku tidak berbuat kesalahan apapun kepadanya.
Ponselku kembali berdering tanda bunyi pesan masuk.
From: My Jiyong
Mianhae chagiya. Tapi tenang saja, sebentar lagi aku akan kembali ke Seoul. Mungkin sekitar dua atau tiga hari lagi ^^
Sigh. Hanya itu reaksi yang aku keluarkan saat membaca pesan dari Jiyong oppa. Ah, daripada aku bosan sendirian di rumah, lebih baik aku jalan-jalan saja. Akupun beranjak dari tempat tidur dan bergegas untuk mandi.
Saat aku akan keluar rumah, aku melihat ada bingkisan kecil tergeletak di depan pintu rumah. Dari bingkisan itu tertera namaku, artinya bingkisan ini memang ditujukan untukku. Aku menggoyang-goyangkan kotak tersebut untuk menerka isinya. Karena penasaran, akhirnya kubuka bingkisan tersebut.
“Kyaa!” kulempar kotak tersebut yang ternyata berisi bangkai tikus. Bangkai tersebut masih berlumur darah. Aku ingin muntah melihatnya. Saat aku mengetahui isinya, dengan spontan aku melihat sekeliling rumahku dan bergegas masuk ke dalam.
Rasa panik mulai menghantuiku, apakah ini artinya para fans Jiyong oppa telah mengetahui hubungan kami? Apakah ini artinya identitasku di foto itu telah terbongkar? Aku langsung mengambil ponselku yang kuletakkan di dalam tas.
To: Seunghyun oppa
Oppa, aku takut...
Tanpa kusadari, aku mengirim pesan kepada Seunghyun oppa bukan Jiyong oppa. Tidak lama kemudian, getaran ponsel terasa ditanganku, dalam layar tertera nama Seunghyun oppa.
“Oppa...” Aku berbicara dengan nada panik. Air mataku mulai keluar.
“Ya, Yoojin-ah ada apa? Apa yang terjadi? Mengapa kau menangis?”
“Seunghyun oppa, sepertinya mereka telah mengetahuinya...”
“Ye? Yoojin-ah, tolong bicara dengan lebih jelas. Oppa tidak mengerti dengan maksud perkataanmu.”
“Fans Jiyong oppa. Sepertinya mereka telah mengetahui hubungan kami...”
“Mwo? Yoojin-ah, kau jangan bercanda. Bagaimana bisa?”
“Tadi saat aku ingin keluar rumah, ada sebuah bingkisan tergeletak di depan pintu rumahku. Dan saat aku membukanya, ternyata isinya adalah bangkai tikus yang masih berlumuran darah... Oppa, bagaimana ini?”
“Yoojin-ah, sebaiknya kau jangan keluar rumah untuk sementara waktu. Kau jangan panik, aku tahu itu sulit tapi kau tetap harus tenang. Apakah oppa perlu ke rumahmu?”
“Jangan oppa! Jika kau kesini, itu hanya akan menambah masalah. Pasti mereka ada di dekat sini untuk mengawasiku. Aku akan mencoba untuk tetap tenang oppa. Mian oppa telah mengganggumu.”
“Gwenchanayo. Jika kau mengalami kesulitan kau tidak perlu sungkan untuk menghubungiku. Mian, aku tidak bisa berbuat apa-apa.”
“Aniyo oppa, kau meneleponku saja itu sudah sangat membantuku. Gomawo oppa.”
“Ne. Oh iya, Yoojin-ah, apakah Jiyong telah mengetahui masalah ini?
“Belum oppa. Tolong jangan beritahu Jiyong oppa, aku tidak mau ia khawatir.”
“Tapi Jiyong harus mengetahuinya Yoojin-ah.”
“Ya, tapi tidak sekarang oppa. Dia sedang di luar Seoul.”
“Baiklah, jika itu kemauanmu. Jaga dirimu Yoojin-ah. Ingat, berusahalah untuk tetap tenang.”
“Ne, Annyeong oppa.”
“Annyeong.”
Awalnya saat Seunghyun oppa meneleponku, aku sudah mulai merasa tenang. Tapi entah mengapa, rasa panik kini kembali menghampiriku. Apa iya aku harus mengurung diri seumur hidup disini? Tapi jika aku nekat keluar, aku pasti sudah dibunuh hidup-hidup oleh para fans Jiyong oppa.
Setelah berkutat dengan kepanikan dan ketakutanku yang belum selesai dengan fans Jiyong oppa, tiba-tiba Jiyong oppa meneleponku.
“Omo, bagaimana ini? Yoojin-ah, kau harus bersikap tenang, kau tidak boleh bicara gelagapan di telepon. Jangan sampai Jiyong oppa mengetahui masalah ini.” Setelah berusaha menenangkan diri, aku mengambil napas dalam-dalam dan menghembuskannya. “Annyeong oppa!” Ucapku dengan nada yang sok ceria.
“Yoojin-ah, apakah kau baik-baik saja? Apakah benar mereka telah mengetahui hubungan kita?”
Omo! Bagaimana Jiyong oppa bisa tahu?
“Oppa, apa yang kau bicarakan? Tentu aku baik-baik saja. Ha..ha..ha.” Ok, sepertinya aku sangat tidak berbakat dalam hal akting. Nada bicaraku benar-benar aneh dan aku bicara terbata-bata. Aish!
“Yoojin-ah, Seunghyun hyung telah menceritakan semuanya kepadaku. Kau tidak perlu menutupinya.”
Seunghyun oppa!! Aku hanya menggerutu dalam hati.
“Emm, mian oppa, aku hanya tidak ingin membuatmu khawatir.”
“Ya! Bagaimana bisa kau menyembunyikan masalah sebesar ini dariku! Kau tetaplah tinggal di dalam rumah, jangan pergi kemana-mana. Aku akan kembali ke Seoul hari ini.”
“Oppa, aku baik-baik saja. Kau tidak perlu kembali hari ini.”
“Ya! Yoojin-ah, neo micheosso? Bagaimana mungkin aku membiarkan pacarku menghadapi masalah ini sendirian. Aku juga tidak akan tenang jika harus tetap tinggal di Pulau Jeju sementara kau dalam ketakutan.”
“Nnnn... ne oppa, mian.”
Tuutt tuutt tuutt... Jiyong oppa langsung memutuskan sambungan telepon. Sepertinya dia sangat panik dan takut akan terjadi apa-apa denganku. Sebenarnya, meskipun aku sedikit merasa bersalah karena telah membuat Jiyong oppa panik, tetapi aku senang saat Jiyong oppa telah mengetahui masalah ini dan segera bergegas kembali ke Seoul. Untunglah Seunghyun oppa tidak menuruti ucapanku dan tetap meberitahukan masalah ini kepada Jiyong oppa.
***
Ding dong...
“Yoojin-ah.”
Ah, akhirnya Jiyong oppa tiba. Aku bergegas membukakan pintu rumah. “Oppa, aku sangat takut.” Aku langsung memeluk Jiyong oppa.
“Gwenchana Yoojin-ah. Oppa akan melindungimu.” Jiyong oppa menenangkanku dengan mengusap rambutku.
Kami pun duduk di sofa, Jiyong oppa masih berusaha menenangkanku yang ketakutan.
“Yoojin-ah, apakah ini pertama kalinya mereka mengirimimu bangkai binatang seperti itu?”
“Ne.”
“Tapi, oppa rasa ada yang aneh.”
“Waeyo?” Aku masih tidak mengerti dengan perkataan Jiyong oppa. Apanya yang aneh?
“Jika benar fansku telah mengetahui hubungan kita, mengapa saat aku kembali kesini aku tidak melihat mereka berbuat onar? Tadi Seunghyun hyung bilang tidak ada yang berdemo di depan gedung YG Ent ataupun di depan dorm kami. Aku juga sudah mencoba mengecek internet, tapi tidak ada berita mengenai hubungan kita.”
“Ye?”
“Aku rasa hubungan kita belum diketahui oleh fansku. Sepertinya baru satu dua orang saja yang mengetahui hubungan kita, tapi mereka tidak mempublikasikannya.”
Aku rasa yang dikatakan Jiyong oppa ada benarnya juga. Tapi mengapa orang yang telah mengetahui hubungan kami ini tidak menyebarkannya ke media ataupun fans Jiyong oppa yang lain?
Aku terus menerka siapa yang iseng berbuat seperti ini. “Ah!” Aku langsung bergegas keluar rumah tapi ditahan oleh Jiyong oppa.
“Yoojin-ah, kau mau kemana?”
“Sepertinya aku tahu siapa yang melakukan semua ini oppa.”
“Ye?” Jiyong oppa berpikir sejenak, “Kalau begitu kita pergi bersama.”
To be continue...