Wanita paruh baya dengan tubuh sedikit kurus sedang mentap sebuah pintu yang tertutup rapat. Dibalik pintu itu terdapat ruangan dimana seorang wanita yang dua puluh tujuh tahun lalu ia lahirkan sedang mengis terisak, membuatnya urung untuk mengetuk pintu.
Wanita itu membalikan tubuhnya sambil menggaruk leher “sepertinya dia terlalu bahagia” ucap Yeon Jeong, nama asli dari Ibu Myun Ji. Seo Hyun ikut mengalihkan pandangannya ke arah pintu yang berada di balik tubuh Ibu Myun Ji itu.
“gwenchana, aku hanya ingin mengobrol sebentar” Seo Hyun memaksakan senyumnya.
“kalau begitu masuklah, aku akan mengambilkan minum untukmu” Seo Hyun mengangguk dan memberi jalan Ibu Myun Ji. Setelah bernapas normal Seo Hyun membuka pintu kamar tanpa mengetuknya.
“Myun Ji?” wanita berambut coklat mengembulkan kepalanya lebih dulu. Dilihatnya Myun Ji yang duduk di atas tempat tidur sambil membelakanginya. Dengan perlahan Seo Hyun masuk dan kembali menutup pintu. “kau baik-baik saja?” Seo Hyun duduk di belakang Myun Ji “kata Ibumu kau terlalu senang dengan berita ini” setelah mendengar ucapan Seo Hyun Myun Ji kembali menangis dengan teriakan yang lebih besar, Seo Hyun menutup matanya. “Hya! Kau ini kenapa? Bicaralah jangan seperti wanita gila Kim Myun Ji!”
“aku memang sudah gila!” Myun Ji tiba-tiba membalikkan badannya dan Seo Hyun dapat melihat mata merah Myun Ji. “bagaimana ini?” Myun Ji memeluk lututnya dan menenggelamkan kepalanya.
“kau ini kenapa aneh sekali? Tidak menikah dengan Jinki kau sedih, akan menikah dengan Jinki kau malah seperti ini, apa yang kau inginkan sebenarnya?” Seo Hyun mulai gemas melihat perlakuan aneh dari sahabatnya itu.
Myun Ji mendongak, ingin sekali ia menceritakan semuanya pada Seo Hyun, Ia ingin membaginya, tapi apa Seo Hyun akan percaya? “sebenarnya..”
“apa?”
Myun Ji tahu, ini persoalan yang rumit kalau ia memberitahukan orang lain ia takut semuanya akan tambah membingungkan dan akan sulit dipercaya. Ia juga tidak mau dibilang wanita gila akibat gagal menikah. Myun Ji memeluk Seo Hyun erat.
“..hanya terlalu bahagia” Myun Ji pura-pura tertawa. Meski sebenarnya Seo Hyun tidak percaya, ia tetap membalas pelukan Myun Ji.
“apapun yang kau katakana aku akan percaya, meski itu terdengar mustahil” Mendengar itu Myun Ji hanya bisa tersenyum sambil mengusap air matanya. Seo Hyun, Andai saja kau tahu.
-
Myun Ji terus menempelkan ponsel ketelinganya, sesekali melihat layar ponselnya untuk kembali memanggil nomor yang sama. Tidak ada jawaban, hanya sebuah suara yang menyuruhnya untuk meninggalkan pesan.
“Aku benar-benar harus bicara, jangan buat aku menghadapinya sendirian, temui aku di Sungai Han itu adalah tempat yang bagus untuk kita bicara, aku akan menunggumu sampai kau datang” Myun Ji kembali menjauhkan ponselnya dari telinga dan pesan yang baru saja ia ucapkan sudah tersimpan, Ia hanya tinggal menunggu balasan dari Minho. Atau mungki Minho benar-benar tidak ingin bertemu dengannya.
Myun Ji beranjak dari tempat tidurnya dan membuka lemari, diambilnya sebuah gaun putih panjang. Ia masih ingin menggunakan gaun itu, ia masih punya mimpi untuk jadi seorang istri dan seorang Ibu, ia harus mempertahankan mimpinya, ia harus menghadapi apapun untuk mendapatkannya.
Setelah berganti pakaian Myun Ji segera pergi menuju tempat dimana ia akan bertemu dengan Minho, menjelang hari pernikahanya semua orang sedang sibuk mengurus gedung dan lain-lain jadi Myun Ji dengan leluasa bisa keluar rumah.
Dulu, rencana itu sudah matang. Menikah di musim gugur dan bulan madu di musim dingin, tapi setelah salju hampir mengering, pernikahannya selalu tertunda, hingga saat ini ketika upacara suci itu akan segera dimulai kembali, Myun Ji malah merasa belum siap. Bahkan ia mengharap orang lain untuk menjadi pasangan hidupnya.
“khem” Myun Ji tersadar dan bangkit dari duduknya. Sekarang ia sudah berada di tepi anak Sungai dan pria yang ia tunggu-tunggu sudah tiba.
“aku tahu kau pasti datang” Myun Ji tersenyum tapi Minho malah memutar tubuhnya menghadap Sungai. Myun Ji mengikutinya, gadis itu ikut memandang Sungai yang kembali menjadi objek penglihatannya.
“aku tidak bisa menundanya lagi, aku akan mengecewakan mereka” lanjut Myun Ji dengan hembusan napas beratnya. “maaf..” Minho memandang Myun Ji sejenak kemudia kembali melihat kedepan, “mereka sudah cukup bersedih, yang terakhir mereka harapkan adalah pernikahan ini aku tidak bisa merusak impian mereka”
Minho mengerti, sangat mengerti Myun Ji tidak perlu menjelaskannya itu membuat hati Minho makin terasa sakit. “tapi aku tahu siapa orang yang aku cintai sebenarnya, aku menyesal karena orang itu lebih berharga dari mimpi keluargaku” Minho mengerutkan keningnya, apa yang Myun Ji katakan?
“bawa aku pergi” Myun Ji memutar tubuhnya menghadap Minho “aku tidak bisa hidup tanpamu, aku tidak bisa hidup dengan orang lain” Minho ikut menatap Myun Ji dan memutar tubuhnya. “aku takut kau tidak bisa kembali” Minho menatap wajah Myun Ji yang berkaca-kaca lalu ia meletakan kedua tangannya ke bahu Myun Ji.
“aku yakin, aku pasti kembali, kau harus bersabar berkorbanlah dulu” Myun Ji terdiam, kembali terhipnotis dengan mata sayu Minho. “awalnya aku juga merasa marah dan kesal” Minho menurunkan tangannya “aku juga tidak ingin kau hanya menikah dengan tubuhku, karena aku adalah Jinki yang sebenarnya” sekarang tangannya ia masukkan ke dalam kantung mantelnya dan wajahnya ia palingkan “tapi aku sadar, ini sangat egois aku yakin Tuhan merencanakan sesuatu dan kita harus tetap mengikuti aturannya” Minho harus benar-benar menguatkan perasaanya ketika kalimat itu terucap.
Myun Ji mengusap pipinya, kenapa Minho dan Jinki sama-sama bisa setegar ini. “tidak bisakah kau membagiku sedikit kekuatan?” ucap Myun Ji yang kembali mengusap pipinya. Minho kembali menoleh dan menatap Myun Ji sejenak, dengan cepat Minho menarik Myun Ji kedalam pelukkannya.
“Saranghae” Myun Ji menutup matanya, membiarkan air matanya jatuh selagi Minho menstransfer kekuatan pada dirinya.
Minho dan Myun Ji tidak menyadari ternyata Jinki berdiri tidak jauh dari sana, memperhatikan mereka, meski tidak bisa mendengar apa yang mereka katakan Jinki tahu mereka sedang berbagi kekuatan untuk lebih kebal menghadapi ujian yang ada.
“aku juga membutuhkannya” bisik Jinki pada dirinya sendiri.
-
“Ayolah sayang, kau harus minum obat” Laura masih menutup rapat mulutnya dan Myun Ji sudah hilang akal untuk membujuk gadis kecil itu. “kalau kau tidak ingin minum obat Ahjumma tidak akan mengijinkanmu main ke rumah Joon lagi!” Myun Ji sedikit berteriak untuk menakut-nakuti Laura, tapi tetap saja Laura terus menggeleng sambil menutup mulutnya dengan tangan. Kemarin, saat Luara pulang dari sekolah tiba-tiba tubuhnya panas dan itu membuat Myun Ji sangat khawatir dan hari ini Laura tidak mau meminum obatnya membuat kepala Myun Ji seperti ingin meledak saja.
Tiba-tiba suara ketukan pintu terdengar, Myun Ji menoleh dan mendapati Jinki masuk kedalam kamar. Ini pasti kerjaan Ibunya yang menyuruh Jinki datang untuk membantu Myun Ji, padahal Myun Ji masih bisa mengatasinya sendiri.
“Annyeong Laura, cha! Lihat apa yang aku bawa” Jinki membawa boneka Barbie dengan gaun berwarna pink. Myun Ji bangkit dan melipat tangan, ia ingin lihat seberapa hebat Jinki membujuk Laura. “ini memang untukmu, tapi kau harus meminum obatnya dulu” Jinki meraih obat yang berada di meja dekat tempat tidur Laura. Meski Laura sudah menurunkan tangannya Myun Ji masih tidak yakin Jinki dapat membujuk Laura, mungkin dia bisa menghubungi Minho lagi pula Minho ingin sekali mengobrol dengan Laura.
“Ahjussi, bisakah aku menjenguk Ayah dan Ibuku di surga?” tangan Jinki terhenti diudara begitu juga Myun Ji yang menghentikan gerakan jarinya ketika ingin mengirim pesan ke Minho.
“tidak bisa” Laura mengerutkan keningnya “Surga itu tempat yang suci, hanya Anak baik yang dapat masuk kesana” ucap Jinki yang sibuk menuang obat cair ke dalam sendok.
“aku Anak baik, Ahjussi”
“baiklah, berarti kau harus minum obatnya, Aaaa” Laura membuka mulutnya dan Jinki memasukkan obat itu kedalam mulut kecil Laura. “Anak pintar, ini untukmu” Jinki memberikan boneka Barbie-nya dan segera bangkit.
“Ahjussi! Akukan sudah jadi Anak yang baik” Laura memandang kesal Jinki. Myun Ji hanya bisa menunduk ketika Jinki malah memandanginya. Akhirnya Jinki kembali duduk dan memandang serius Laura.
“dengar, ketika seseorang sudah tidak lagi bernapas, tidak lagi bisa membuka mata itu berarti dia akan seperti itu selamanya, oleh karena itu mereka disebut meninggal”
“Jinki” Myun Ji menegur Jinki yang malah menceritakan hal-hal seperti itu kepada gadis kecil seperti Luara tapi Jinki tidak menggapi Myun Ji dan terus bercerita.
“ketika kau melakukan hal baik dalam hidupmu kau bisa masuk ke dalam Surga dan bisa bertemu orangtuamu, jika tidak ya sebaliknya kau akan masuk kedalam neraka dan tidak bertemu mereka, makanya sebelum Tuhan menghambil napasmu dan membuat matamu terpejam selamanya kau harus selalu jadi Anak yang baik maka kau akan masuk surga, begitu” Jinki dan Laura sama-sama terdiam tapi Myun Ji segera tersadar dan bergerak untuk mengatasi keheningan itu.
“waktunya istirahat, berbaringlah” Myun Ji mendorong tubuh Laura agar gadis itu dapat berbaring, Jinki bangkit dan melihat dari jauh. Myun Ji tahu, Laura sedang merindukan orangtuanya jadi ia maklum dengan sifat Laura yang sedikit rewel hari ini. Ia juga sadar kalau Jinki cukup membantunya menangani Laura. Myun Ji menoleh kebelakang dan melihat pintu kamar yang baru saja tertutup. Jinki sudah keluar dari kamar.
Myun Ji menutup pintu sepelan mungkin agar tidur Luara tidak terganggu, kemudian matanya menyusuri lorong yang terhubung pada balkon dilantai dua, mengira Jinki berada disana Myun Ji berjalan menuju balkon dan didapatinya Jinki yang sedang melipat tangan dengan wajah terangkat. Myun Ji berdiri disampingnya.
“aku.. orang yang munafik, kan?” alis Myun Ji terangkat, tidak mengerti apa yang Jinki katakan.
“ne?”
“aku menyuruhnya menjadi anak yang baik, sedangkan aku.. sama sekali bukan Anak yang baik, aku sering bertengkar dengan ibuku dan aku yakin Ayahku pun tidak ingin menemuiku jika aku masuk surga nanti” Myun Ji sudah menyangka, Jinki pasti sedang memikirkan Ibunya.
“marah terhadap orangtua itu wajar, tapi jangan sampai membenci mereka, aku yakin Ibumu punya alasan atas sikapnya selama ini” Jinki terlihat mengulum bibirnya, napasnya masih terdengar stabil, Jinki sudah lebih tenang sekarang dibandingan beberapa hari yang lalu ketika ia menceritakan tentang Ibunya. Jinki terlihat mengangguk samar dan Myun Ji merasa napasnya mulai terasa lega.
“kau sudah bertemu Minho?” Tanya Jinki pura-pura tidak tahu.
“sudah,”
“Minho beruntung, masih punya orang yang bisa diajak berbagi” Jinki menoleh kearah Myun Ji yang tiba-tiba menunduk mendengar kalimat itu. “maukah kau membaginya untukku juga?” Myun Ji mendongak perlahan dan menemukan mata Jinki yang tengah menatapnya “aku juga butuh kekuatan” Jinki menyadarkan Myun Ji bahwa masalah ini bukan hanya miliknya dan Minho, tapi Myun Ji tetap diam “sudah aku tebak” Jinki berdecak dan menurunkan tangannya ia segera berbalik untuk pergi, tapi Myun Ji berhasil mendapatkan tangan Jinki, membuat pria itu menoleh.
Myun Ji masih terdiam, tetapi kakinya mulai melangkah, tangannya mulai terangkat dan tubuhnya mulai mendekap Jinki “aku tidak keberatan, karena berbagi kekuatan adalah tugas kita saat ini” Myun Ji mengeratkan pelukkannya. Sudah lama ia tidak memeluk Jinki dan Myun Ji merasa Jinki yang ia peluk sekarang bukanlah orang asing, meski begitu Myun Ji tetap menyadarkan dirinya bahwa yang ia cintai adalah Jinki yang asli yang sedang berada ditubuh Laki-laki bernama Choi Minho. Buka Laki-laki yang sedang ia peluk.
Kau mencintai orang yang berbeda Myun Ji, bukan dia, jaga perasaanmu. Myun Ji menyadarkan dirinya sendiri.
-
Myun Ji mengetukkan ujung kakinya. Mobilnya sedang diperbaiki jadi ia harus pulang menggunakan taksi. Myun Ji berusaha untuk tidak mengeluh karena ia beruntung masih bisa bekerja, sedangkan tiga hari lagi ia akan menikah. Ketika Myun Ji asik menahan dirinya untuk tidak mengeluh tiba-tiba sebuah mobil yang Myun Ji kenali datang.
“itukan mobil Jung Ahjussi?” mobil itu berhenti persisi didepan Myun Ji dan seorang pria dengan jas hitam keluar “omo, itu bukan Jung Ahjussi!” Myun Ji menutup mulut.
“Annyeonghaseyo Noona”
“Omo, Jong in” Myun Ji tidak menyangka ternyata itu Jong In, anak Kepala Pelayan Jung yang sudah lama tidak ia lihat. “kau disini? Bukannya kau di Perancis?”
“aku sudah lama tinggal di New York membantu Siwon Hyung, sekarang waktunya aku membantu Ayah disini” ucapnya sopan dengan sesekali menunduk. Myun Ji ingat saat Jong in ingin pergi kuliah di Perancis dan itu semua Sembilan puluh persen adalah kemauan Ayahnya, Jong in termasuk anak yang penurut.
“oh, benarkah? Woah Sekarang kau sudah besar” Myun Ji menepuk pundak Jong In.
“Myun Ji-ssi” Myun Ji menutup matanya sejenak sekarang ia dapat menebak siapa yang manggilnya.
“oh, Sangjanim?”
“kau mau pulang? Aku dengar mobilmu sedang diperbaiki” Myun Ji mengangkat alisnya, dari mana Woo Bin tahu tentang itu, ah! Pasti YoonAhn.
“ehmm..” sebenarnya Myun Ji ingin sekali menolak, tapi ia tidak punya alasan lagi untuk menolaknya dan terlihat sekali wajah Woo Bin yang bahagia itu.
“Mianhamnida Noona, tapi aku diperintahkan Jinki Hyung untuk menjemput Noona”
Myun Ji menarik bibirnya membentuk sebuah senyuman kemenangan, ternyata Jong in datang untuk menyelamatkannya, syukurlah terima kasih Tuhan.
“maaf Sajangnim, aku sudah dijemput” Myun Ji pura-pura terlihat menyesal. Woo Bin mengangguk pasrah untuk kesekian kalinya. Myun Ji berjalan riang menuju mobil dan Jong In mengikutinya dari belakang.
-
Woo Bin mengelus dadanya, sudah kesekian kalinya ia gagal mengantar Myun Ji pulang. Woo Bin kembali teringat gossip di kantor kalau Myun Ji sebentar lagi akan menikah dan bila gossip itu masih sekedar gossip, Woo Bin tidak akan menyerah untuk mengambil perhatian Myun Ji.
Sedang asik menghayal tiba-tiba Woo Bin mendengar suara motor yang sepertinya familiar. Pria itu membalikkan badanya, anak itu lagi. batin Woo Bin.
“aku tidak bersama Myun Ji, tadi sudah ada yang menjemputnya” ucap Woo Bin ketika Minho turun dari motonya dan berjalan kearah Woo Bin.
“aku tidak menanyakannya” balas Minho tegas. Woo Bin menyernyit dan mengintip dari bahu Minho, ternyata ia tidak sendiri, ia bersama dua temannya yang berbadan besar.
“khem” Woo Bin berusaha menghilangkan gugupnya, mau apa anak ini?.
“Sangjanim, Anda tahu kalau Myun Ji sebentar lagi akan menikah?”
“A.. aku tidak yakin”
“baik kalau begitu aku jelaskan, dia sebentar lagi akan menikah, jangan antar dia pulang, jangan ajak dia makan siang dan jangan dekati dia!” setiap Minho mengeluarkan peringatan tubuhnya semakin mendekat kearah Woo Bin, membuat pria itu harus memundurkan kakinya.
“memang kau siapa? Calon suaminya?!”
“kalau iya memang kenapa?” Minho semakin mencondongkan tubuhnya membuat Woo Bin hampir kehilangan keseimbangan. Tapi kalau sampai Woo Bin terjatuh Minho tidak berpikir untuk menangkapnya karena adegan di drama picisan mulai terbayang di benak Minho. Ih..
Setelah Minho dan dua temannya yang besar pergi Woo Bin masih belum menutup multunya. Antara shock dan tidak percaya, tapi sesegera mungkin ia sadar dan merapihkan jasnya, kalau sampai kejadian tadi dilihat karyawannya bisa malu besar. Woo Bin pun segera berlari kecil menuju mobilnya.
Belum lama Woo Bin menjalankan mobilnya ditengah jalan ia dihadang mobil SUV berwarna putih.
“apa lagi ini?” keluhnya. Pemilik mobil itu keluar di ikuti Woo Bin yang juga ikut keluar dari mobilnya. “Nuguya?”
Pria sipit berjaket hijau gelap itu ternyata Jinki. Ia berjalan mendekat sambil membawa sesuatu ditangannya.
“Woo Bin Sajangnim?” Tanya Jinki memastikan.
“ya?”
“Tolong jangan dekati Kim Myun Ji, jangan ajak dia makan siang dan jangan ajak dia pulang bersama lagi,”
“Hya! Kau kira kau siapa? Datang-datang sudah melarangku, memang kau calon suaminya?!”
“kalau iya memang kenapa?” ucap Jinki sambil menepuk dada Woo Bin dengan undangan ditanganya. Lagi-lagi bibir Woo Bin terbuka lebar, bahkan sekarang ia sedang memegang undangan pernikahan. Woo Bin segera mendongak dan mendapati Jinki yang sudah masuk kedalam mobilnya. Wajahnya kembali terlihat tidak percaya, tubuhnya tersender pada mobil.
“Myun Ji akan menikah dengan dua orang?!”
Melihat itu Jinki hanya bisa terkekeh geli dan segera memutar mobilnya. Setelah sekitar lima belas menit mobilnya melaju, ia sampai pada sebuah café modern yang terletak di daerah Gangnam. Ia segera berjalan masuk dan naik ke lantai dua. Restoran itu bergaya eropa, tidak begitu besar tapi cukup luas dan elegan. Jinki sekarang melihat pria berjaket kulit hitam sedang memunggunginya, sempat Jinki melihat sekeliling tapi benar dugaannya, lantai dua café ini sudah di booking.
“oh, kau sudah datang? Bagaimana?” Minho menyadari kedatangan Jinki dan segera meraih bahu pria itu.
“berhasil, dia menatapku dengan mulut terbuka” Minho tertawa mendengarnya, bahkan ia harus memastikan kalau kopi didalam cangkir yang ia pegang tidak tumpah.
“sama, dia juga menatapku begitu” ucap Minho kembali tertawa dan sekarang Jinki mengikutinya.
“Hya!” Minho dan Jinki menghentikan tawa mereka bersamaan. Dilihatnya Myun Ji yang sudah berdiri tegap sambil melipat tangannya. “apa yang kalian lakukan?!” Minho menyernyit heran, dari mana Myun Ji tahu kalau ia dan Jinki berada disini? Dan tak berapa lama kemudian pertanyaan Minho terjawab dengan munculnya Jong in di balik bahu Myun Ji.
“kalian tahu, aku bisa dipecat! Kalian ini kekanak-kanakan sekali!” Myun Ji menghentakkan kakinya kesal. Karir yang susah payah ia bangun tidak rela begitu saja berakhir dengan kelakukan dua pria yang bertingkah seperti anak kecil itu. Awalnya Myun Ji curiga kenapa Jinki menyuruh Jong in untuk menjemputnya tapi setelah ia memaksa Jong in untuk mengatakan semuanya, Jong in mengaku kalau Minho dan Jinki sedang ingin mengerjai boss baru Myun Ji.
“kalian menyebalkan!” Myun Ji hampir saja melemparkan tasnya kearah wajah Jinki dan Minho “Ayo Jong in, kita pulang saja” Myun Ji segera menarik lengan Jong in yang terus membungkuk kearah Minho dan Jinki.
“pfttt” Minho malah melanjutkan tawanya setelah Myun Ji dan Jong in pergi, Jinki pun terhipnotis untuk ikut tertawa dan keduanya menepukkan tangan mereka.
“mau kopi?” diakhir tawanya Minho menyodorkan cangkir yang masih berisi kopi hangat. Jinki berterima kasih.
“jadi.. kau sudah berbicara pada Myun Ji?” mereka sama-sama memandang gedung-gedung yang menjulang tinggi didepannya.
“sudah” Minho mengangguk.
“lalu?”
“pernikahan akan tetap berjalan, aku menyuruhnya untuk mengikuti takdir yang ada, kami sama-sama tidak ingin mengecewakan keluarga kami” Minho menarik bibirnya membentuk sebuah senyuman.
“lalu bagaimana denganku?”
“maafkan aku, tapi kita sama-sama harus bersabar”
“kalau kita tidak kembali?”
“aku percaya kita akan kembali ketubuh kita masing-masih”
“aku bilang bagaimana kalau kita tidak kembali?” Jinki kembali meneggaskan. Jinki dan Minho saling memandang. “kau mau merelakan Myun Ji?” Tanya Jinki. Sungguh, itu menyakitkan bagi Minho tapi Jinki benar, mereka harus siap dengan segala kemungkinan yang ada.
“berarti aku dan Myun Ji tidak berjodoh”
“ia pasti sangat kecewa bila mendengarnya” Jinki memandang Minho nanar, Minho hanya bisa membuang muka sambil kembali menatap kedepan. Kalau memang ia akan selamanya berada ditubuh ini, ia harus siap melupakan masa lalunya, melupakan Myun Ji. Itu pasti menyakitkan.
“ini” Minho melirik tangan Jinki yang mengulur. Ditangannya sudah ada sebuah foto yang terlihat familiar, Minho menoleh. “Kepala Pelayan Jung yang memberiku” Minho mengambil foto itu dan melihat foto kedua orangtua beserta kakaknya yang masih balita.
“simpan saja, semoga itu dapat membantumu terus berdoa, kau beruntung mendapat keluarga seperti itu dan aku yakin tidak ada yang pernah mau bertukar tempat denganku, jadi jangan lelah untuk berharap, kita pasti kembali”
Minho membalas senyum Jinki, kemudian beralih memperhatikan foto ditangannya “Min Jung?” ucap Minho setelah membalik foto itu dan ternyata terdapat tulisan asing disana.
“aku kira itu nama Ibumu”
“tidak, aku baru mendengarnya” Jinki mengerutkan keningnya, lalu nama siapa itu?. Minho masih memperhatikan foto itu sambil menimbang nama siapa yang tertulis dibalik foto itu.
-
Myun Ji mengalihkan perhatiaanya ketika suara ketukkan pintu terdengar, tanpa banyak suara Ibu Myun Ji datang dengan senyuman indahnya.
“ada apa bu?” Myun Ji melepaskan headset-nya dan melihat Ibunya berjalan kearah lemari.
“hanya ingin memastikan sesuatu” jawabnya kemudian membuka lemari dan mengeluarkan gaun putih kesayangan Myun Ji. “kau sudah mencobanya lagi?”
Myun Ji menunduk sejenak, gaun itu belum pernah ia coba lagi bahkan baru kemarin ia memberanikan diri untuk melihatnya lagi.
“berat badanku stabil, aku rasa aku tidak perlu mencobanya lagi”
“nah, itu tidak boleh kau harus tetap memastikan biar kita sama-sama tahu kekurangan yang harus di perbaiki” mendengar nasehat Ibunya Myun Ji hanya bisa mengangguk. Segera ia ganti pakaiaanya dan beberapa menit kemudian tubuhnya sudah berbalut gaun itu lagi. Bayangan beberapa bulan yang lalu kembali terputar, saat dirinya tahu kalau Jinki dan Minho tertukar, hatinya kembali merasa sakit.
“Ibu” panggil Myun Ji pada Ibunya yang sibuk mengikat tali dipunggungnya.
“hem..”
“apa menurut Ibu aku dan Jinki berjodoh?”
“tentu saja, kalian sudah melewati banyak rintangan tetapi pernikahan masih tetap dilanjutkan, kan?”
“bagaiman jika suatu hari nanti aku merasa aku menikah dengan orang yang salah, apa yang harus aku lakukan?” Myun Ji melihat Ibunya yang terpantul di cermin. Tangan Yeon Jeong (Ibu Myun Ji) terhenti kemudian pandangannya beralih pada wajah anaknya yang ikut terpantul dicermin.
Yeon Jeong memeluk anaknya “Ibu tahu, kau sedang melewati masa-masa sulit, pasti kau juga sedang berpikir yang tidak-tidak, tapi Ibu yakin Jinki adalah anak yang baik, tinggal kau yang harus memastikan dirimu sendiri bahwa yang berdiri bersamamu di althar nanti adalah pria yang kau cintai” Yeon Jong tersenyum dan Myun Ji membalasnya.
“Yeobbo!” terdengar suara Ayah Myun Ji memanggil dari luar.
“Ne!! tunggu sebentar ya sayang” Yeon Jeong pun keluar dari kamar meninggalkan Myun Ji yang masih berdiri didepan cermin.
“orang yang aku cintai?” ulang Myun Ji. Ternyata ia benar-benar memikirkan perkataan Ibunya. Myun Ji mulai berjalan mengambil ponselnya dan duduk di tepi tempat tidur.
“yeobseo” ucapnya ketika mendengar seseorang menjawab telponnya. “Minho” panggil Myun Ji. “bagaimana kalau kita merencanakan sesuatu”
“merencanakan apa?”
“bagaimana kita buat seolah-olah pernikahan itu kembali gagal lalu terjadi sesuatu yang membuat aku tidak harus menikah dengan Jinki”
“Myun Ji, apa yang sedang kau bicarakan? Kitakan sudah sepakat”
“aku tahu, tapi aku tidak bisa membohongi diriku sendiri, kau tahu aku sedang mencoba gaun pengantinku lagi dan hal ini membuatku semakin tidak kuat, aku ingin menikah dengan orang yang aku cintai” Minho terkejut mendengar perkataan Myun Ji, tapi ia tetap berusaha bersikap tenang.
“dengar, kau akan menikah denganku, hanya saja ketika hari pernikahan itu anggap saja aku sedang digantikan, ini tidak akan berlangsung lama aku janji” Minho tidak mendengar suara Myun Ji namun Minho tahu kalau gadis itu sedang menangis.
“kita bicarakan dirumahmu saja” ucap Myun Ji yang langsung memutuskan sambungan.
Minho menatap layar ponselnya nanar, ia juga tidak ingin terjadi tapi kenapa Myun Ji tidak bisa bersabar sedikit saja. Minho membanting ponselnya kesal.
-
Sulli mengacak rambutnya frustasi lalu kembali sadar dan mengatur napasnya, tugas sekolahnya masih saja menumpuk. Setelah kembali berkutat dengan hitungannya Sulli mendengar seseorang mengetuk pintu, Sulli segera bangkit tapi suara berat kakaknya menghentikan langkah gadis itu.
“jangan dibuka”
“kenapa?” Minho tidak menjawab dan segera kembali ke lantai dua.
“Minho-ya!” ucap seseorang dibalik pintu.
“Oppa! itu Myun Ji Eonnie” ucap Sulli girang, Minho masih diam ditempat dan Sulli mulai memudarkan senyumannya.
“aku mohon Minho, sebelum pernikahan itu benar-benar terjadi!” Myun Ji tahu Minho mendengarnya dari dalam, ia tidak peduli jika ada tetangga yang terganggu dengan suaranya, ia hanya ingin Minho keluar dari rumahnya.
“Oppa, sebenarnya ada apa?” Sulli mulai memandang punggung Minho khawatir.
“baiklah kalau itu maumu, aku akan hidup dengan orang lain, dengar itu aku akan hidup dengan orang lain!” Myun Ji menutup mulutnya dengan tangan, berusaha meredam suara tangisnya.
Sulli terlihat geram dan ingin membuka pintu tapi kenapa kakaknya malah diam saja, Sulli tidak habis pikir, sebenarnya apa yang terjadi?.
Akhirnya Myun Ji meneyerah dan kembali membalikkan badannya, berjalan menuju gerbang yang tadi ia buka. Myun Ji sadar sekarang cintanya sedang beralih pada seseorang yang bernama Minho, tidak peduli siapa yang didalam tubuh itu Myun Ji merasa seperti kembali jatuh cinta, entah karena ia menganggap Minho sebagai Jinki tapi Myun Ji menginginkannya, menginginkan Minho.
Masih sibuk menutup wajahnya tiba-tiba Myun Ji merasa ada yang memeluknya. Itu Minho. Dengan segera Myun Ji membalikkan tubuhnya dan balik memeluk Minho dengan erat. Ternyata Minho berlari untuk mengejarnya.
Melihat itu Sulli menutup mulutnya tak percaya, ia masih ingat dengan jelas perkataan Minho tempo hari tentang perasaanya terhadap Myun Ji, tapi yang sekarang Sulli lihat adalah sebaliknya.
Minho mendongak dilihatnya sebuah mobil yang berhenti didepan rumahnya dan Jinki terlihat turun dari mobil itu. Jinki terkejut ternyata pemandangan pertama saat ia turun dari mobil adalah Myun Ji dan Minho yang berpelukan. Dibelakangnya Sulli menatap mereka tak percaya. Merasa tidak enak Minho melepas pelukkannya dan Jinki kembali menghampiri mereka dengan wajah suram.
“aku ingin menikah dengamu” ucap Myun Ji ketika Minho melepaskan pelukannya. Langkah Jinki terhenti, apa maksud Myun Ji dengan perkataannya itu? Jinki mulai berpikir yang tidak-tidak.
“Eomma?” ucap Sulli memastikan, ketika melihat seorang wanita berjalan menunduk menghampiri gerbang rumahnya, itu Ibunya yang berpakaian sopan tidak seperti biasanya bahkan Sulli bisa memastikan tidak ada bedak yang menempel di wajah Ibunya itu.
Myun Ji dan Minho mendengar Sulli memanggil Ibunya beberapa kali, membuat mereka menoleh bersamaan.
“Ibu?”
“Jinki?” Myun Ji ikut terkaget karena ternyata Jinki juga sudah berdiri disana didepan Ibu Minho dan Myun Ji yakin Jinki mendengar apa yang baru saja Myun Ji katakana kepada Minho. Sedangkan Jinki yang mendengar Minho memanggil Ibunya ikut menoleh untuk memastikan, dan ternyata benar. Kenapa wanita itu tiba-tiba datang? Ucap Jinki dalam hati.
“Jinki?!” ucap wanita itu dengan wajah terkejut. “Jinki..” wanita yang biasa dipanggil Rose itu melangkah perlahan menuju Jinki yang terheran-heran. “Jinki! Ini Aku!” lanjut Rose dengan wajah harunya. Jinki menepis tangan Rose dan mundur perlahan. “ini aku Jinki, kemarilah, Ibu merindukanmu” Jinki terus menepis tangan Rose yang ingin memeluknya, yang membuat Jinki takut adalah Ibunya itu tidak terlihat mabuk.
Sekarang Jinki sudah berlari dan masuk ke dalam mobilnya, ia benar-benar ingin pergi dan melupakan niat awalnya untuk menjemput Myun Ji yang tiba-tiba lari dari rumahnya tanpa berbicara apapun.
“Jinki!!” Ibunya terus memanggil dan Jinki sudah melajukan mobilnya dengan kencang. Ibunya mengejar tapi kemudia tersungkur, Sulli segera menghampiri wanita itu untuk membantu.
“Eomma” ucap Sulli sambil menangis ia baru pertama kali melihat Ibunya menangis histeris seperti itu sedangkan Ibunya masih berteriak memanggil nama Jinki.
“Jinki-ya ini Ibu!” ucapnya kembali. Myun Ji dan Minho saling memandang tak percaya dengan apa yang sedang mereka lihat dan mereka dengar itu.