Myun Ji membuka mata yang sebenarnya baru lima jam yang lalu terpejam. Matanya langsung menghadap jam meja yang sedang menunjukan pukul delapan pagi. Semalam matanya tidak bisa terpejam karena kejadian di Club itu. Bayangan Jinki menangis masih terbayang dan mengganggu tidurnya, untung saja hari ini hari minggu jadi ia tidak perlu panik untuk segera pergi ke kantor.
Myun Ji mengusap wajah dan membersihkan kotoran dimatanya, ia terlalu malas untuk bangun walau itu hanya untuk membasuh wajahnya. Lagi-lagi bayangan Jinki mengganggunya, karena wajah sedih Jinki tadi malam seperti slide yang setiap detik berubah. Pertama muncul wajah Jinki saat dia menatapnya, ketika ia tengah memakaikan dasi, wajahnya saat lukanya tegah ia bersihkan dan wajah saat pertama kali bangun dari komanya. Sebenarnya itu bayangan menyenangkan kalau tidak ada kejadian –tatap menatap dengan air mata- di Club tadi malam, dadanya menjadi sesak ketika slide potongan ekspresi Jinki muncul di pikirannya.
Myun Ji terlonjak karena merasa sesuatu bergetar di bawah selimutnya. Ternyata ponselnya ingin memberitahu bahwa ada pesan yang harus segera ia baca dan juga memberitahu bahwa ia bermalam di bawah tubuh pemiliknya. Kasihan sekali ponsel itu.
Jinki
Temui aku di persimpangan, jangan sampai Aboji tahu.
Myun Ji langsung terduduk membaca pesan dari Jinki. Ada dua kemungkinan, pertama mungkin semua ini –dan kejadian tadi malam- hanya mimpi atau yang kedua Jinki salah mengirim pesan. Masa habis kejadian –memprihatinkan- itu dengan rasa tak berdosa Jinki ingin bertemu dengannya pagi-pagi seperti ini?
Myun Ji mencubit pipinya untuk mengetahui kemungkinan yang pertama.
Aww! Sakit juga.
Ketika Myun Ji sedang meratapi pipinya yang sepertinya mulai tampak kemerahan itu, ponselnya kembali bergetar.
Jinki
45 menit! Jangan membuatku menunggu lama Kim Myun Ji
Pesan kedua Jinki itu membuat Myun Ji segera bangun dari tempat tidurnya dan hampir saja terjatuh karena selimut yang masih melilit tubuhnya. Bunyi gaduh di kamar Myun Ji membuat ibunya mengerutka kening ketika melewati kamar anaknya.
Baiklah, empat puluh lima menit sebenarnya sangat tidak cukup bagi Myun Ji untuk mandi, memilih baju, memakai bedak dan memilih parfum. Dan sekarang empat puluh tujuh menit! Rambutnya masih berantakan. Masa bodo! umpat Myun Ji dalam hati.
Myun Ji segera menggulung rambutnya keatas dengan trik model rambut High Bun. Dengan model rambut seperti itu tidak terlalu membuat rambutnya terlihat berantakan. Myun Ji masih berusaha mengejar waktu sedangkan Ayahnya melihatnya penuh dengan rasa heran, Myun Ji segera membuat alasan kepada Ayah dan Ibunya bahwa ia lupa ada janji dengan Seo Hyun.
“pagi-pagi begini?” komentar Ibunya tidak di acuhkan Myun Ji yang malah melambaikan tangan dan pergi.
***
“bukannya aku bilang empat puluh lima menit?” Tanya Jinki dengan tangan terlipat. Myun Ji masih mengatur napasnya dan Jinki tidak menghargai peluh Jinhya -yang sebenarnya hampir tidak terlihat karena tersapu angin musim dingin- dan malah mengomentari keterlambatannya. Lagi pula, ia lelaki macam apa. Memang sih hubungan Jinki dengan Ayah Myun Ji sedang renggang tapi dia kan bisa datang baik-baik ke rumah Myun Ji, sehingga wanita itu dapat dengan santai merias wajahnya.
“Ayo masuk” sebelum Myun Ji membalas perkataan Jinki, pria itu sudah buru-buru menyuruh Myun Ji masuk kedalam mobil dan pria itu pun sudah menghilang masuk ke dalam mobil. Sebenarnya yang paling membuat Myun Ji kesal bukan karena make up-nya yang belum sempurna atau rambutnya yang belum sempat ia sisir tapi Jinki tidak punya ekspresi yang bagus, bahkan wajah marahnya terlihat sangat datar.
“tunggu apa lagi?!” lamunan Myun Ji buyar dan segera membuka pintu penumpang. Myun Ji sudah duduk manis tapi mobil belum juga jalan. “pakai sabuk pengamannya” lagi – lagi Myun Ji terlonjak kaget. Sebenarnya suara Jinki tidak begitu keras, tapi karena suasana mobil yang begitu canggung dan sunyi membuat Myun Ji merasa terkejut dengan suara Jinki.
Sepintas Jinki menarik ujung bibirnya. Ia bukannya tidak ingat kejadian tadi malam dan mengerjai Myun Ji dengan senang hati, tapi ia hanya ingin membuat Myun Ji mengeluarkan ekspresi lain, karena selama ini ia hanya melihat wajah sedih dan khawatir dari wanita itu. Sekarang Jinki dapat melihat wajah marah, kesal dan wajah terkejutnya. Meski bukan ekspresi kebahagiaan, Jinki masih punya keinginan untuk itu, untuk melihat wajah Myun Ji menampakan ekspresi bahagia dan Jinki berjanji dalam hati untuk melakukanya.
Mobil bergerak dan mulai melaju. Di perjalanan tidak lebih ramai dari sebelumnya, masih tidak ada suara dari Jinki dan Myun Ji. Dengan santai Jinki memutar musik dan Myun Ji mencuri pandang.
“sebenarnya kita mau kemana?”
“ke supermarket”
Myun Ji manggut-manggut mengerti dan menutup mulutnya karena merasa tidak punya pertanyaan lain yang akan menjadi topik menarik. Tapi kalau dingat lagi, dulu kalau suasana sedang seperti ini pasti Jinki yang lebih dahulu memulai obrolan dengan cerita-cerita yang menyenangkan, tapi ia juga tahu Jinki sudah banyak berubah, sekarang pria itu sudah menjadi pria cool dan sedikit berbicara. Omong-omong poni Jinki ternyata sudah memanjang dan hampir menyentuh matanya.
***
Myun Ji menyusuri setiap rak dan mulai mencari bumbu untuk memasak. Ternyata Jinki pagi-pagi begini sudah mengajaknya ke supermarket besar –didalam sebuah mall yang baru buka- untuk membeli bahan membuat Khimci. Jinhya meminta tolong Jinki untuk membeli semua bahan didalam note yang Jinki bawa. Kalau tahu begitu alasannya mungkin tadi pagi ia tidak akan begitu marah pada pria itu.
Myun Ji menoleh ke belakang berusaha mencari Jinki. Tiba-tiba ia tersenyum karena ia melihat Jinki menyusuri rak sambil membawa troli. Yang membuat Myun Ji tersenyum adalah wajah Jinki yang sangat manis, sangat serius memilih bahan makanan. Seperti seorang anak kecil yang di perintahkan untuk berbelanja bahan makanan dan memastikan semua yang berada di troli benar agar tidak di marahi sang Ibu. Membayangkan itu Myun Ji menahan tawa sambil mengigit bawah bibirnya.
Myun Ji berjalan kearah Jinki yang tengah melihat ke dalam tempat dimana ikan-ikan berjejer.
“kau sedang mencari ikan yang segar? Mau aku bantu?” Tanya Myun Ji seramah mungkin.
“kalau begitu carikan yang mirip denganmu” ucap Jinki sambil melihat kearah Myun Ji yang sudah mengangkat alisnya tinggi-tinggi. Jinki tersenyum dan meninggalkan Myun Ji yang menatapnya kesal. Sekarang pria itu menuju rak sayuran dan memilih brokoli.
“Brokolinya segar sekali” gumam Jinki yang masih terdengar oleh Myun Ji –yang ternyata mengikuti Jinki dari belakang- dan wanita itu mulai memicingkan matanya.
“kenapa? Mau mencari Brokoli yang mirip dengan wajahku?” umpat Myun Ji kesal. Jinki meneggakan badannya dan memandang Myun Ji.
“Ani” jawabnya dengan wajah sok polos. “hanya mencari yang mirip dengan…” Jinki memandang Myun Ji dari Ujung kaki hingga ujung kepala. “rambutmu” ucapnya sambil mengetukan Brokoli yang tengah ia pegang kearah kening wanita yang berdiri di depannya itu. Myun Ji membuka mulutnya jengkel dan Jinki kembali meninggalkan Myun Ji dengan sebuah senyuman yang terlihat meledek. Myun Ji menatap tajam punggung Jinki kemudian menyentuh rambut model High Bun-nya yang ujungnya memang telihat menggupal karena lilitan rambut Myun Ji. Seketika Myun Ji tersenyum dan kembali menahan tawanya. Memang sih Jinki menyebalkan, tapi hari ini dia sangat manis.
Myun Ji sampai membenarkan dalam hati bahwa kejadian semalam itu memang mimpi. Tapi walaupun bukan mimpi setidaknya semua yang di ucapkan Jinki hanya efek mambuk sesaat.
Kalau memang Jinki tidak bisa kembali menjadi yang dulu, Myun Ji tidak begitu keberatan. Bukannya setiap pasangan harus menerima kelebihan dan kekurangan masing-masing? Lagi pula walau pun Jinki yang sekarang terkadang pendiam dan suka terlihat kaku, dia terlihat cool dan sangat serius, tidak seperti dulu yang sangat susah membuat sosok seperti Jinki serius dan diam, dulu ia terus menganggap semuanya sebagai candaan. Tapi dibalik sikap seriusnya ada tingkah manis yang membuat Myun Ji dapat tersenyum-senyum sendiri seperti wanita gila. Seperti sekarang ini. Wanita gila!
***
Sekarang Myun Ji dan Jinki tengah berjalan untuk mencari tempat makan –atau mungkin sarapan karena jam masih menunjukan pukul 10 pagi- dan Myun Ji baru ingat tadi pagi ia tidak sempat memasukan apapun ke dalam perutnya.
Toilet. Myun Ji membaca tulisan itu dan mengingat rambutnya yang masih harus ia urusi sedikit. Mungkin masalah rambut yang sebenarnya tidak begitu beratakan tidak begitu masalah bagi sebagian wanita tapi bagi Myun Ji penampilan adalah nomor satu. Karena penampilan adalah cerminan diri dan yang perlu diingat adalah ia seorang designer yang sebentar lagi akan naik pangkat. Oops, sebenarnya hal itu masih menjadi rahasia karena…
“kenapa tersenyum-senyum sendiri? Kau mulai tidak waras ya?” Jinki memandang Myun Ji aneh. Menyadari itu Myun Ji merasa kikuk dan menggaruk lehernya sambil menahan malu.
“aku ke toilet dulu ya”
“ingin merapihkan rambut?” tebak Jinki seolah tahu pikiran Myun Ji.
“siapa bilang? Aku ingin buang air kecil” ekspresi wajah Myun Ji seperti maling yang sedang tertangkap basah.
“yasudah cepat” Myun Ji masuk kedalam Toilet dan Jinki menyender pada sebuah penyangga yang membuat Jinki dapat melihat orang berlalu-lalang di lantai dasar.
Myun Ji menatap cermin dan mengamati penampilannya dengan cermat. Mungkin bawaan dari lahir, karena walau sedang terburu-buru Myun Ji pasti akan memakai baju dan sepatu yang cocok, instingnya memang sangat cepat kalau soal penampilan. Getaran ditasnya membuyarkan pikiran Myun Ji dan ia segera merogoh tas untuk mengambil ponselnya.
Seo Hyun
Myun Ji, bagaimana keadaanmu? Apa kau baik-baik saja?
Dengan wajah bersalah Myun Ji membaca pesan dari Seo Hyun itu. Memang, Seo Hyun adalah orang yang ikut berperan dalam kisahnya dengan Jinki, tanpa Seo Hyun mungkin dulu ia akan menolak cinta Jinki yang sebenarnya terlihat sebagai pria aneh dimatanya, dan secara tidak langsung Seo Hyun selalu mentrasfer kekuatan pada Myun Ji agar tidak menyerah menghadapi takdir yang mulai mencoba memisahkannya dengan Jinki.
Send to : Seo Hyun
Seo Hyuni-ga, aku tidak apa-apa^^ bahkan hari ini aku sangat senang! aku sedang menemani Jinki berbelanja, kau tidak perlu khawatir nikmati saja hari minggumu, ne?
Setelah mengirim pesan balasan pada Seo Hyun, Myun Ji bergegas pergi takut Jinki menunggu lama. Setelah keluar dari toilet Myun Ji mulai melihat orang-orang yang lebih banyak dari sebelumnya, meski belum bisa dibilang ramai.
Myun Ji mencari sosok Jinki, sepertinya Myun Ji terlalu lama berada di toilet. Setelah melihat Jinki yang sedang memangku tangan pada penyangga dekat eskalator, Myun Ji berjalan kearah Jinki dengan senyum yang paling manis.
Sayangnya senyum manisnya harus ia tunda sejenak karena Myun Ji berhasil menabrak seseorang. Pria dengan sweater putih berdiri di hadapannya. Myun Ji mendongak. Pria itu tinggi dan Myun Ji bisa merasakan dada bidangnya ketika menabrak pria itu. Rambut hitam dengan mata bulat yang tengah menatapnya membuat Myun Ji mengerjap beberapa kali. Mungkin kalau sekarang Myun Ji belum berpacaran dengan Jinki dan ia masih mengenakan seragam sekolah, insiden tabrakan dan saling memandang ini akan jadi adegan romantis. Tapi sekarang bayangan selalu muncul di serial televisi itu malah membuat Myun Ji mual.
Belum sempat Myun Ji menyingkir pria itu berhasil menangkapnya dengan sebuah pelukan. Myun Ji membulatkan matanya, pria ini mencoba berbuat macam-macam. Kalau Jinki melihatnya bisa gawat. Myun Ji mencoba melepaskan pelukan itu, hingga suara berat pria itu terdengar.
“Myun Ji-ah” Myun Ji berhenti meronta, matanya membulat. Dari mana pria ini tahu namanya dan panggilan itu… panggilan biasa Jinki saat memanggilnya. Dari tempat Myun Ji berdiri ia melihat Jinki menoleh kearahnya. Pandangannya tidak terkejut sama sekali. Myun Ji memandangnya lebih heran lagi karena sekarang Jinki tengah tersenyum kearah Myun Ji yang tengah di peluk seseorang yang sama sekali tidak dikenalnya.
“aku benar-benar merindukanmu” ucap pria itu sambil mengeratkan pelukkannya. Seketika tubuh Myun Ji terasa tegang dan bersamaan dengan itu ucapan Jinki semalam kembali terputar.
“Tubuhku dan tubuh Jinki tertukar dan aku tidak tahu kenapa, itu sebabnya aku tidak bisa mengingat apapun karena aku bukan Lee Jinki”.
Serasa tubuh Myun Ji melemas. Kakinya mulai bergetar dan Jantungnya berdegup kencang. Kalau memang ucapannya itu benar berarti yang tengah memeluknya adalah…
“Jinki?” tebak Myun Ji ragu. Pria yang tengah memeluknya mengangguk pelan. Mata Myun Ji terasa perih dan ia mulai mengangkat tangannya untuk membalas pelukan pria itu. Jinki yang asli.
***
Myun Ji melirik kearah pria yang tengah duduk dihadapannya. Memperhatikan mereka secara bergantian membuat kepala Myun Ji terasa sakit. Sambil mengaduk tehnya Myun Ji memijit pelipisnya.
“jadi…” pandangan Myun Ji masih tak luput dari teh yang terlihat sudah tidak hangat lagi. “sebenarnya…” Myun Ji memandang kedua pria dihadapannya dengan tegar. “apa yang terjadi?”.
Minho dan Jinki saling melirik satu sama lain. Mencoba mencari tahu siapa yang sebaiknya menjelaskan lebih dulu. Tapi melihat Jinki yang menyenderkan tubuhnya sambil melipat tangan membuat Minho tahu bahwa mulut pria itu sudah terkunci rapat.
“mungkin karena kecelakaan itu, mobilku dan motornya bertabrakan jadi roh kita mungkin bertabrakan juga” Minho manggut-manggut sendiri menyakinkan ucapannya.
“tidak mungkin! Itu tidak masuk diakal”
“mungkin saja, buktinya ini benar-benar terjadi, mungkin jalanan itu angker lalu tadinya malaikat pencabut nyawa ingin mengambil nyawa salah satu diantara kami, tapi karena dia bingung karena ulah setan yang berada disitu makanya dia malah salah mengembalikan roh” ucap Minho kepalang terlalu yakin. Jinki dan Myun Ji sudah memancarkan sinar leser kearah Minho yang sudah berbicara mengada-ada tentang malaikat dan setan itu.
“jangan bercanda!” tegur Myun Ji kesal.
“apa wajahku terlihat bercanda?” ucap Minho dengan alis terangkat dan mulut menganga. Myun Ji berpaling, ia sebenarnya kesal tapi tadi ia seperti benar-benar berbicara kepada Jinki yang sesungguhnya.
“kalau begitu kita ke peramal saja” ucap Myun Ji pasrah. Jinki tak bergerak dan Minho sudah mengangkat bibirnya.
“Hya Myun Ji-ah di jaman seperti ini kau masih percaya peramal? Kuno sekali” ucap Minho santai dan Myun Ji menatapnya dengan sangat tajam.
“Pabboya!” Myun Ji bersiap melemparkan sendok kearah Minho. “kalau aku kuno kau apa? Mengaku tertukar roh, hanya orang yang tidak waras yang mempercayai kalian!”
“maka dari itu kami hanya memberitahumu, karena aku tahu hanya wanita setengah waras sepertimu yang akan percaya dengan ucapan kami” balas Minho tanpa dosa. Myun Ji kembali melancarkan serangannya dengan memukul kepala Minho.
“sudah-sudah! Kalian seperti anak kecil” sekarang Jinki yang terlihat marah. Jinki tidak menyangkan mereka berdua hampir menikah –kalau kecelakaan itu tidak terjadi- karena disaat seperti ini mereka bisa-bisanya bertengkar. “aku setuju, besok kita ke peramal aku punya kenalan teman yang bisa memberitahu kita, akan memberikan nomornya padamu” ucap Jinki bijak –atau bisa disebut datar-. Minho mengangguk dan Myun Ji masih meratapi nasibnya. Ia jadi ingat pesan yang ia kirim ke Seo Hyun. Aku tidak apa-apa? Apanya yang tidak apa-apa?!!. Keluh Myun Ji frustasi.
***
Myun Ji mengetuk kamar Jinki. Setelah kejadian itu Myun Ji dan Jinki kembali pulang karena Jinhya sudah menunggu. Myun Ji kira pergi ke supermarket itu hanya akal-akalan Jinki saja untuk mempertemukannya dengan Minho, tapi ternyata tidak. Setelah seharian berada dirumah Jinki, Myun Ji ingin pamit pulang tapi sepertinya Jinki sudah tertidur. Mungkin karena menunggu terlalu lama mengobrol bersama Jinhya –dan betapa senangnya Jinhya mengetahui Jinki pergi bersama Myun Ji setelah semua yang terjadi kemarin minus kejadian di Culb-karena Jinhya tidak tahu tentang hal itu-, Jinki memilih tidur terlebih dahulu dari pada mengantar Myun Ji pulang. Setelah merasa pasrah, di ketukan terakhir ternyata terdengar suara dari dalam kamar yang mempersilahkannya masuk. Myun Ji membuka pintu dan melihat Jinki duduk di lantai yang beralaskan karpet tebal sambil menyender ke tempat tidurnya.
“aku tadi ingin pamit pulang, jadi…” Myun Ji melihat pipi Jinki yang mengkilat dan hidungnya yang memerah. Myun Ji juga baru sadar suasana kamar Jinki terlihat menyedihkan. Suasana yang sunyi dengan penerangan dari dua lampu berkap yang terletak di sebelah kanan dan kiri tempat tidur.
Myun Ji menutup pintu kamar dan berjalan kearah Jinki yang menatap dinding dengan pilu. Myun Ji duduk disamping Jinki dan menyilakan kakinya. Myun Ji mengeluarkan napas beratnya selang beberapa detik setelah kakinya terlipat rapi.
“gomawo”
Jinki menggerakkan bola matanya kebawah tanpa menoleh kearah Myun Ji. Kenapa gadis ini malah duduk disebelahnya? Harusnya ia segera pamit dan pergi. Tetapi dia malah duduk di samping Jinki membuat pria itu semakin benci kepada dirinya sendiri karena merasa senang atas kehadiran Myun Ji.
“untuk apa?” suara parau Jinki terdengar.
“untuk selama ini, kau rela berpura-pura menjadi Jinki untuk menjaga perasaan kami semua, pasti sangat sulit untuk menjalaninya” sekarang giliran Myun Ji yang memandang pilu dinding didepannya.
Sekilas Jinki menoleh dan mengamati mata Myun Ji yang berkedip lemah lalu kembali melihat kearah dinding yang seperti menjadi objek menarik untuk dipandang dengan tatapan menyedihkan.
“tidak perlu, aku hanya melihat Jinki memperlakukan adikku dengan baik sebagai sosok Minho, jadi aku rasa aku pun harus memiliki jiwa besar untuk membuat semuanya terlihat baik-baik saja disini, sebagai sosok Jinki” Myun Ji menunduk dalam. Rasanya aneh, mendengar Jinki membicarakan dirinya sendiri walau sebenarnya Myun Ji tahu yang didalam tubuh itu bukanlah Jinki yang sebenarnya.
“Mulai sekarang” Myun Ji mengkat wajahnya dengan semangat “aku akan memanggilmu Minho saja” setelah mengatakannya dengan mantap Myun Ji menoleh kearah Jinki dengan senyuman. Jinki ikut menatapnya, tapi dengan pandangan heran. Melihat Jinki bingung dengan perkataanya Myun Ji tertawa kaku.
“karena sekarang aku sudah tahu kau adalah Minho, aku akan memanggil namamu seperti itu, tapi hanya saat ada kau dan aku saja. Aku hanya ingin kau tetap merasa nyaman selama berada ditubuh ini sampai semua kembali seperti semula”
Jinki menunduk dan kembali melihat kedepan. Jinki menghargai niat baik Myun Ji tapi kenapa kata ‘kembali’ sepertinya tidak begitu mengenakan bagi Jinki. Ia tidak bisa berbohong pada dirinya sendiri, ia sangat menikmati hidupnya menjadi seorang Jinki dan Myun Ji… adalah wanita tegar yang ia pernah temui, dapat membuatnya nyaman saat mereka bersama.
“Minho?” merasa namanya di panggil Jinki menghentikan napasnya sejenak. Jantungnya berdetak begitu kencang ketika Myun Ji menyebut nama itu dengan lembut. Myun Ji masih menunggu respon dari Jinki –yang mungkin sekarang sudah bisa dipanggil Minho-.
Jinki terlihat menarik sudut bibirnya membuat Myun Ji mengerutkan kening. Jinki kini memandang Myun Ji dengan serius. Lama memandang, Jinki tidak kunjung berbicara dan menelusuri wajah Myun Ji dengan Asik.
Wajahnya mendekat tapi Myun Ji belum menyadarinya. Semakin dekat dan Myun Ji mulai merasa canggung. Sekarang wajah Jinki hanya berjarak beberapa senti saja.
“bagaimana kalau kami tidak bisa kembali?” ucap Jinki serius. Myun Ji dapat mencium aroma tubuh Jinki membuatnya tidak fokus dengan apa yang Jinki ucapkan.
“ne?”
Beberapa saat kemudian Myun Ji terlonjak karena getaran dari tasnya. Ia segera merogoh tasnya dan Jinki kembali memundurkan tubuhnya dan menyender pada tempat tidur.
“yeobseo?, aku sebentar lagi pulang, iya aku bersama Seo Hyun, ne” Myun Ji menutup sambungannya dan segera berdiri.
“aku pamit pulang dulu” Myun Ji segera berjalan ke pintu.
“aku akan mengantarmu” tangan Myun Ji bergenti memutar gagang pintu dan terdiam sejenak ketika suara Jinki terdengar. Dengan cepat Myun Ji memutar tubunya dan bodohnya dia karena ternyata Jinki sudah berada di belakangnya sejak tadi membuat Myun Ji kembali merasa canggung untuk kembali menatap Jinki dengan jarak yang sedekat itu.
“ada apa?” Tanya Jinki heran membuat Myun Ji dapat merasakan wangi papermint dari napas Jinki. Myun Ji menggeleng cepat dan segera keluar karena tiba-tiba iklan produk permen sudah terbayang di otaknya, lama-lama ia bisa gila.
_
“Jadi hari ini kita kemana?” Tanya Myun Ji sambil menggerakkan bola matanya ke kiri dan kekanan.
“kita akan bertemu dengan seseorang yang mungkin akan membantu kita” dan bola mata Myun Ji memilih kearah kiri dimana terdapat Jinki yang sedang menyetir. Beberapa detik kemudian ia melihat kearah kanan dimana Minho tengah asik bermain game.
“Hya! Apa yang sedang kau lakukan?” Tanya Myun Ji sambil menatap Minho tajam. Jinki melirik kearah kaca diatasnya dan melihat Myun Ji sedang memandang heran Minho.
“dia bicara dengan mu” ucap Jinki sambil menyenggol lengan Minho.
“Hya!! Kau membuatku kalah, kau benar-benar!” Minho siap melemparkan apa saja yang berada didekatnya.
“DIAM!” jerit Myun Ji membuat mobil itu sedikit lepas control.
“Myun Ji-ah, kau mau buat kita mati?!” Minho ikut berteriak.
“justru kau yang mau membuat kita mati! kau tidak lihat dia sedang menyetir? lagipula sempat-sempatnya kau bermain game disaat seperti INI!”
CHIT!
Jinki mengerem mendadak mobilnya membuat Minho dan Myun Ji terhuyung kedepan.
“lihatlah dan sekarang! Dia yang ingin buat kita MATI!” ucap Minho sambil mengambil napas dalam-dalam. Jinki memejamkan matanya sejenak untuk menahan amarahnya.
“kalian berdua! Bisa tidak jangan cari gara-gara? Aku heran sebenarnya kalian sepasang kekasih atau bukan? Tindakan kalian seperti Tom&Jerry kalian tahu?” Jinki ikut meluapkan emosinya membuat Minho ciut dan Myun Ji menganga. Ternyata pria cool kelewat datar seperti Jinki –yang sebenarnya Minho- bisa marah juga.
“mianhe” Myun Ji memundurkan tubuhnya dan menunduk menyesal. Jinki jadi tidak enak dengan gadis itu dan Minho –atau bisa dibilang Jinki- juga ikut tak berkutik.
“yasudah sekarang keluarlah” Jinki membuka sabuk pengamannya dan bersiap keluar tapi Myun Ji segera mengapit lengannya.
“Hya! Minho mianhe jangan marah, ayo kita lanjutkan perjalanan” ucap Myun Ji memohon. Jinki memutar bola matanya dan menjauhkan kepala Myun Ji dari tangannya.
“lanjutkan kemana? Kita sudah sampai” mendengar itu Myun Ji kembali membeo dan Jinki sudah bergegas keluar, Myun Ji dan Minho saling memandang.
“sudah sampai?” ucap Minho dan Myun Ji bersamaan.
Ketiganya berjalan kesebuah gang yang agak sempit. Tibalah mereka pada sebuah rumah kecil dimana pintunya diberi warna merah mencolok dengan gantungan bawang putih serta hal aneh lainnya yang di gantung di pintu. Jinki mengetuk pintu sebentar kemudian langsung masuk diikuti Myun Ji dan Minho. Suasana hitam dan merah mendominasi rumah, lalu terlihat wanita paruh baya yang menggunakan Haenbok merah dengan ikat kepala aneh sedang memejamkan mata dengan asap yang mengepul dari meja yang berada di depannya. Benda-benda aneh menghiasi meja itu membuat Myun Ji bergidik ngeri.
Tidak ada yang bersuara atau memanggil namanya, tapi wanita itu membuka mata dan menatap mereka dengan cepat.
“Minho-goon[1]!” wanita paruh baya itu melonjak senang dan berlari kearah Minho yang sudah membulatkan maksimal matanya. Wanita itu memeluk Minho senang dan Myun Ji memperhatikannya tak kalah shocknya.
“Minho-goon?” ucap Myun Ji tidak percaya kemudian memandang Jinki yang terlihat tidak enak hati. Karena wanita yang usianya melebihi setengah abad itu adalah wanita kesepian.
Sekarang mereka sudah duduk santai sambil menghadap wanita yang sampai sekarang belum Myun Ji ketahui namanya.
“jadi, ada apa Minho-ya? Apa yang Noona bisa bantu?” ucapnya genit.
“Noona?” kini Myun Ji kembali bergumam dengan nada tidak percaya kemudian menatap Jinki kembali dengan wajah kesal. Myun Ji sangat kesal karena Jinki malah membawa mereka kepada orang yang tidak jelas.
“begini GG” Jinki memilih memulai duluan dan pandangan wanita itu beralih.
“ommona! Siapa ini? Ah Jinjja dia tahu namaku pula, kau manis sekali” wanita itu menyentuh dagu Jinki membuat Minho menahan tawanya. Sedangkan Myun Ji masih memandang wanita itu heran sambil mengucapkan kata ‘GG?’
Dua menit, lima menit, sepuluh menit Jinki menjelaskan semua yang terjadi dan akhirnya…
“Hahaha!” wanita itu malah tertawa terbahak-bahak.
“kenapa Anda tertawa?!” Myun Ji terlihat kesal dan tidak sabar, Minho berusaha menenangkannya.
“kenapa aku tertawa? Aigoo, kau lucu sekali, Minho-ya apa dia adikmu? Mata kalian sama-sama bulat, anak yang manis aku akan jadi kakak ipar yang baik” Minho sudah mengeluarkah ekspresi aneh dan Jinki sudah menutup wajahnya frustasi.
“benar-benar tidak bisa dipercaya” Myun Ji segera bangkit setelah membanting tas-nya kesal. Jinki langsung menarik tangannya untuk kembali duduk tapi Myun Ji memandang Jinki dengan tatapan kejam.
“dengar, mana ada didunia ini orang yang dapat bertukar roh kalian aneh-aneh saja, kalau begitu aku mau bertukar roh dengan Kim Tae Hee” ucapnya kembali tertawa.
“lihat! Dia saja tidak percaya, sepertinya hanya aku orang yang bodoh disini” Myun Ji bergegas pergi lalu Minho dan Jinki menyusul.
“Myun Ji-ah” Minho berusaha meraih tangan Myun Ji.
“mwo?!” Myun Ji membalikkan badan dengan kesal. Jinki yang derdiri tidak jauh di belakang Minho pun tidak bisa berkata apa-apa.
“Jika kalian berkata benar” wanita paruh baya yang menamakan dirinya GG itu muncul dari balik pintu “gadis itu dapat menemukan kuncinya” kemudian ia menghilang di balik pintu dan menutup kemabali pintunya.
-
Myun Ji memperhatikan uap dari gelas berisi kopi yang ia tengah pegang. “kunci apa? Memang aku ahjumma penjual gembok dan kunci di Namsan tower apa?” keluah Myun Ji yang terdengar seperti gumaman membuat Jinki dan Minho menahan senyum mereka.
“apa dia benar-benar seorang peramal?” Myun Ji menoleh kearah kanan dan mendapati Jinki yang tengah mengesap kopinya.
“tentu saja, dia memang aneh tapi sebenarnya dia hebat dan baik hati, ya mungkin untuk masalah seperti ini dia benar-benar tidak bisa membantu” ucap Jinki setelah mengesap kopinya dan ikut menyender pada mobil seperti Minho dan Myun Ji lakukan.
“lalu GG itu singkatan dari apa? Girls Generation?” canda Minho dan Myun Ji menahan tawanya.
“pertamanya aku kira begitu, tapi bukan” jawab Jinki serius. Myun Ji dan Minho menoleh bersamaan. “GG itu, Go Hye Sun Generation”
“Pffffttt” Myun Ji dan Minho sama-sama berusaha menahan tawa, apa lagi wajah Jinki yang terlihat pasrah mengatakkannya.
“tapi sepertinya dia memang mirip Go Hye Sun” lanjut Jinki polos membuat Myun Ji dan Minho tidak dapat menahan tawanya. Mereka terus memegangi perutnya dan Jinki juga ikut tertawa dibuatnya. Masih sambil tertawa Minho memperhatikan Myun Ji kemudian tawanya henti.
“Ah! Aku merindukanmu” Minho menarik tubuh Myun Ji dan memeluknya, ia benar-benar merindukan wanita itu, apalagi saat ia tertawa tadi. Myun Ji berhenti tertawa dan membalas pelukan hangat Minho. Melihat itu Jinki ikut memberhentikan tawanya dan masuk kedalam mobil.
Menyadari suara pintu mobil yang tertutup Minho dan Myun Ji menoleh dan mendapati Jinki sudah masuk kedalam.
“Hya! Kenapa kau duduk disitu?”
“gantian kau yang menyetir” ucap Jinki yang kembali ke ekspresi datarnya seperti biasa. Myun Ji pun sudah duduk manis di bangku belakang menunggu Minho masuk kedalam dan mengemudikan mobilnya. Tapi Minho masih terpaku sambil menatap mobil dengan ekspresi memohon.
“kenapa diam saja?!” tegur Jinki setelah membuka kaca jendela.
“aku, tidak bisa menyetir” ucap Minho pelan. Jinki dan Myun Ji memperhatikan Minho yang wajahnya sudah berubah pucat.
-
“maaf” ucap Jinki yang masih memandang kedepan sambil mengendarai mobil.
“gwenchana” ucap Minho pengertian. Myun Ji memperhatikan dua pria didepannya. Ia juga sendiri jadi merasa bodoh karena tidak menyadari suatu hal. Tubuh mereka tertukar jadi mungkin sifat dan memori ditubuh mereka masih tidak berubah. Minho masih suka bermain game padahal Jinki yang asli tidak menyukai games mungkin bawaan dari sifat Minho yang asli, Minho tidak bisa menyetir karena saat kecelakaan Jinki yang asli menggunakan mobil jadi ia masih trauma jadi beberapa memori Jinki masuk ke tubuh Minho.
“sekarang kita kemana?” Myun Ji memecahkan keheningan.
“bagaimana kalau kau pertemukan aku dengan adikku” tawaran Jinki yang sepertinya ide bagus bagi Minho. Mereka akan saling mengunjungi keluarga masing-masing. Minho pun mengangguk setuju.
“selamat datang” seorang gadis membukakan pintu dan menyambut Minho, Jinki dan Myun Ji. Jinki terpaku sesaat tapi kemudian berusaha menyadarkan dirinya bahwa ia sedang menjadi orang lain. “Oppa tadi mengirim pesan padaku, katanya ada yang mau datang berkunjung, aku sudah siapkan makan siang” Sulli terlihat ramah.
“manisnya” puji Myun Ji dan Sulli tertunduk malu.
“Sulli-ya perkenalkan ini Kim Myun Ji dan ini Lee Jinki tunangannya, mereka berdua sahabatku” ucap Minho yakin.
“Annyeonghaseyo” sapa Sulli sopan.
“senang bertemu denganmu” Myun Ji tersenyum lebar. Jinki masih terdiam karena ia begitu merindukan adiknya.
“kita langsung makan saja” tawar Minho. Jinki mendelik kearah Minho yang menganggap seperti rumah ini miliknya, jangan-jangan selama ia tidak disini Minho gadungan ini telah berbuat onar. Merasa di perhatikan Jinki, Minho hanya tersenyum garing.
“apa kabarmu?” pertanyaan Jinki membuat Sulli bingung, ternyata Jinki salah memulai obrolan.
“Ah! Minho banyak bercerita tentangmu pada kami dan kami dengar kau sedang tidak sehat” Myun Ji mencoba menjelaskan.
“Ah geureyo, aku sangat baik” jawab Sulli sambil melirik kearah Minho yang masih sibuk menikmati Ayam goreng buatan Sulli.
“oh iya cobalah Kimchi buatanku” tawar Sulli pada Myun Ji dan Jinki, tapi Minho malah mengangkat sumpitnya untuk mengambil Kimchi.
“Oppa!” tegur Sulli pada Minho.
“wae?!”
“Oppa lupa kalau Oppa alergi dengan Kimchi?” mendengar itu Minho menepuk keningnya.
“Minho Alergi Kimchi?” Myun Ji terlihat membulatkan matanya.
“Iya, dia bisa batuk-batuk dan gatal-gatal kalau memakannya” selesai mendengar ucapan Sulli Jinki segera menyendokkan Kimchi kemangkuknya.
“woah masta!” puji Jinki membuat Myun Ji menahan tawanya. Ternyata ada satu hal lagi, tapi ini mengenai Jinki yang dapat memakan Kimchi sesuka hati untuk pertama kali, karena Jinki yang asli tidak alergi pada Kimchi. Kalau dilihat semuanya jadi terasa menyenangkan sekarang.
-
“woah kau tampan sekali, apa kau sudah memiliki pacar?” Minsu merangkul lengan Minho genit. Melihat itu Jinhya menahan tawanya, begitu pula dengan Myun Ji dan Jinki.
“Minsu-ya berhenti mengganggunya!” tegur Jinhya pura-pura marah. “aku senang ternyata Jinki punya teman baru” sekarang Jinhya tersenyum kearah Minho. Jinki mengaku bahwa Minho teman yang baru ditemuinya karena tadi pagi Minho menolongnya yang hampir tertabrak mobil. Kebohongan yang bagus.
“oh ya Myun Ji bagaimana dengan pekerjaanmu? Apakah bos barumu sudah datang?”
“sudah, dia baru pindah dari London dan aku diangkat jadi wakilnya” ucap Myun Ji penuh senyuman.
“oh Jinjja?”
“Iya, dia menyukai pekerjaanku dan memberi kesempatan padaku, jadi tidak aku sia-siakan”
“benar, jadi sekarang kau menjadi wakil direktur senangnya, tapi bosmu itu seperti apa?”
“dia baik, tampan dan masih muda, umurnya baru dua puluh delapan tahun tapi sudah sangat sukses”
“omo, satu tahun diatas Jinki? Hebat sekali” Jinhya tiba-tiba membayangkan sosok seperti apa pria yang sedang di bicarakan Myun Ji itu.
Minho dan Jinki mendengarkan dengan seksama obrolan Jinhya dan Myun Ji kemudian saling menatap. Bos baru? Dua puluh delapan tahun, baik hati dan tampan, Sepertinya akan ada penghalang lagi.
maaf lama banget updatenya, makanya chapter ini aku buat panjang hehe^^
kira-kira siapa ya boss baru Myun Ji, ada yang bisa nebak atau mungkin ada yang mau request? bisa kok bisa, tinggal komentar dan berikan satu nama oke? yang beruntung biasnya akan masuk chapter berikutnyaaa. Aku juga mau terima kasih sama yang sudah ikutin FF ini dan memintanya untuk lanjut^^
Jangan lupa tinggalkan jejak! love, comment and share, wajib! be good readers guys!