home_icon
SIGN IN
SIGN UP
Portal Berita - Radio Streaming - Komunitas Anak Muda
Portal Berita - Radio Streaming - Komunitas Anak Muda
LOUNGE
HOW IT WORKS
HOW TO BE DFF OF THE WEEK
TERMS OF USE
CONTACT US
  • Latest
  • Most Viewed
  • Most Loved
  • A-Z
  • My Fanfiction
  • My Subscriptions
  • My Subscribers
  • Create New Fanfiction

YOU

Share:
Author : Rezkyka
Published : 08 Jan 2014, Updated : 21 Aug 2016
Cast : Kim Myun Ji (oc), Lee Jinki, Choi Minho, Jung Yong Hwa, Seo Hyun, Choi Sulli
Tags :
Status : Complete
3 Subscribes |128946 Views |13 Loves
YOU
CHAPTER 6 : BAB VI

Pagi ini Jinki kembali membuka mata dengan tidak semangat dan kali ini kepalanya lebih terasa berat dari kemarin. Rasanya ia seperti sudah menghancurkan kebahgaian keluarga seseorang dan pernyataan itu semakin di benarkan dengan suara benda jatuh kemudian pecah dari lantai bawah. Jinki segera berlari membuka pintu kamarnya dan melihat dari atas, terlihat Jinhya yang masih kaget dengan cangkir yang baru saja terjatuh dari tangannya.

Dua pelayan wanita datang untuk segera membereskan pecahan kaca dan Jinhya terlihat memegang dahinya sambil berjalan kearah halaman belakang.

“sejak kemarin, nona sering melamun” entah dari mana kepala pelayan itu datang mengaggetkan Jinki yang tengah menonton sesuatu. “dari tadi malam nona tidak menyentuh makanan dan baru keluar kamar pagi ini” lanjutnya tanpa repot-repot Jinki bertanya.

Jinki segera turun menghampiri Jinhya yang tengah memandang kolam ikan kecil di halaman belakang. Wajahnya begitu muram dan sedikit mengerikan, bahkan Jinki langsung menunduk saat mata Jinhya menangkap bayangannya.

“apa aku sangat keterlaluan?” Jinki berucap dengan hati-hati. Hening. Jinhya hanya menyambutnya dengan napas yang begitu berat. Jinki semakin tidak enak hati. “aku tahu itu, sangat bodoh memang, tapi… aku hanya berusaha membuat diriku nyaman agar-“

“apakah itu penting?” Jinhya memotong kalimat Jinki dengan suara seraknya. Jinki baru menyadari bahwa mata Jinhya terlihat sembab. “apa memikirkan dirimu terlebih dahulu sangat penting?” Jinhya tidak menatap Jinki tapi pria itu merasa tubuhnya bergidik. Jinhya masih melipat tangannya dan menatap parau ikan-ikan yang sedang berenang.

“itu sebenarnya-“

“dulu kami sangat mementingkan hal itu, perasaanmu, dan melupakan kesedihan kami dengan terus membuatmu nyaman agar kau dapat dengan cepat mengingat semuanya, kami pikir kami hampir berhasil” Jinki terus berpikir siapa yang dimaksud dengan ‘kami’ dan berusaha mengingat saat-saat pertama kali ia terbangun dengan tubuh ini. “makanya, kami kira hanya tinggal melanjutkan yang tertunda dan kembali ingin melanjutkan pernikahan” sekarang Jinki mengerti dengan maksud kata ‘kami’. Seketika bayangan wajah Myun Ji berada di pikirannya, wajah shock-nya, wajah sedihnya bahkan senyum pura-pura gadis itu tiba-tiba membuat Jinki sulit bernapas.

“aku benar-benar-“ kata-kata Jinki kembali terputus. Kali ini bukan karena Jinhya, melainkan suara telpon yang berhasil membuat Jinki buyar dan merasa canggung untuk meneruskan perkataannya. Tanpa mendengar kelanjutan kata-kata Jinki, Jinhya masuk kedalam untuk mengankat telpon dan duduk di sebuah sofa yang menghadap pintu halaman belakang dimana Jinki masih berdiri disana.

Jinki menengok sekilas kearah Jinhya lalu kembali memandang ikan yang terus berenang dengan tenang. Kalau bisa, ia lebih baik memilih berubah menjadi ikan itu dari pada masuk ke tubuh seseorang dan menghancurkan kehidupannya.

“O, Aboji?” ucapan Jinhya membuat Jinki tertarik untuk mendengarkan obrolannya, karena ia tahu yang sedang berbicara disebrang sana adalah Ayah Myun Ji. Setelah menyapa Ayah Myun Ji, Jinhya sama sekali tidak mengeluarkan suara. Hal itu membuat Jinki heran dan segera menoleh kearah Jinhya yang sedang menghapus air matanya. Jinki sudah menahan napas, Jinhya seperti sedang mendengar hal buruk dengan berusaha mengatur napasnya Jinki berjalan kearah Jinhya dan duduk disampingnya. Tanpa berbicara apapun Jinhya menutup telponnya dan memandang lantai dengan pandangan kosong.

“Noona” Jinki berusaha menyadarkan Jinhya bahwa dirinya menanti sesuatu. Sesuatu untuk di jelaskan.

“Ayah Myun Ji bilang, sepertinya kau dan Myun Ji tidak berjodoh” Jinhya menarik bibirnya seperti sedikit membenarkan ucapannya sendiri. Jinki merasa situasinya semakin buruk, ya Tuhan. Keluhnya. “dia mengatakan kalau sepertinya kau butuh waktu yang lama untuk menerima kembali Myun Ji di hidupmu, jadi… mungkin kalian memang tidak bisa bersatu makanya semua ini terjadi, kecelekaan itu terjadi untuk memberitahu semua itu dan Noona rasa Aboji benar”

Jinki merasa tubuhnya melemas. Itu berarti pernikahan telah dibatalkan, ia merasa benar-benar bodoh, tentu saja Myun Ji berjodoh dengan Jinki, karena yang mereka hadapi sekarang bukanlah Jinki yang sesungguhnya. Ia yakin Myun Ji sekarang sedang sangat bersedih dan dadanya saja sudah sangat sakit mendengar berita itu apa lagi Jinki yang asli. Kenapa Tuhan membuatnya masuk kedalam kebahagiaan Myun Ji dan Jinki untuk membuat mereka berpisah?.

Jinki bangkit, ia tidak bisa membiarkannya. “semenjak orangtua kita meninggal” entah Jinhya tidak menyadari atau tidak kalau Jinki sudah siap pergi, tapi ia terus berbicara dengan sesekali mengedipkan mata agar matanya kembali normal dan tidak kembali menangis. “orangtua Myun Ji-lah yang sangat berperan bagi kita, mereka seperti orang tua pengganti dan Myun Ji… dia adalah adik perempuan yang selalu aku sayangi, kalau bukan karena dia aku sudah benar-benar pasrah menghadapimu semenjak kecelakaan itu” Jinki mengepalkan tangannya dan Jinhya merasa tidak perlu mempedulikan hal itu. “dan sekarang yang mereka dapatkan hanya kekecewaan bahwa kami tidak bisa menjadi keluarga, semuanya terpustus hari ini Jinki… hari ini” sekarang bola mata Jinhya menatap punggung Jinki yang terlihat tegap dan tangan yang seperti menahan sesuatu.

Jinki tidak bisa menahan lagi. ia segera pergi dengan tangan terkepal, kalau ini bukan tubuhnya Jinki mungkin sudah mumukul dirinya sendiri. Jinhya hanya melihat adiknya menjauh kemudian menghilang dari padangannya dengan perasaan kacau. Ia segera mengusap wajahnya dan mulai beroda dalam hati.

***

“kenapa Appa melakukannya?” wajah Myun Ji sudah terlihat megkilap dengan air yang jatuh tak beraturan dari matanya. Ibunya hanya memegang bahu Myun Ji sambil mengusapnya perlahan.

“Appa hanya sudah tidak kuat melihatmu seperti ini lagi”

“seperti apa? Appa memang tahu apa tentang aku? Hubungan ini sudah dibina bertahun-tahun dan Appa tega memutuskannya begitu saja?”

“tidak Myun Ji! tidak begitu saja, ini sudah cukup! Tuhan sudah cukup memberitahu kita bahwa mememang ini jalannya, kau dan Jinki memang hanya bisa berteman” Myun Ji sudah membuka mulutnya dan alisnya sudah saling bertautan. Ayahnya langsung pergi tak kuat melihat wajah anaknya yang memandangnya kecewa. Badan Myun Ji lemas dan terduduk di tepi ranjang.

“sudahlah anakku, mungkin ini jalan yang terbaik” isakan ibunya mulai terdengar. Hati Myun Ji seperti mengkerut dan paru-parunya seperti ditumbuhi ribuan jarum yang sulit membuatnya bernapas. Sampai disinikah? Sampai disinikah kisah cintanya bersama Jinki? Ini sudah batas kemampuannya memang, batas kemampuannya untuk bertahan dan melawan. Ia hanya tinggal menunggu Jinki, apa dia tetap diam membiarkan semuanya atau justru ingin bersama-sama berjuang?. Tapi sepertinya itu cuma harapan hampa, Jinki yang sekarang berbeda.

“Siapa?” Ayah Myun Ji membuka pintu dan mendapati Jinki berdiri disana. “oh kau, tadi aku sudah menelpon kakakmu-“

“harusnya ini menjadi urusanku dengan Myun Ji” Ayah Myun Ji mengerutkan keningnya. “Aboji, tidak ingin mempersilahkan aku masuk?” ucapnya kembali dan Ayah Myun Ji segera bergeser untuk memberi ruang agar Jinki dapat melenggang masuk. Jinki segera mencari sosok Myun Ji yang tidak kunjung ia temui kemudian duduk di sofa.

“sebelumnya aku minta maaf kalau memang aku sangat merepotkan Myun Ji dan juga keluarga Aboji” ucap Jinki begitu Ayah Myun Ji duduk dihadapannya. “tapi aku bilang butuh waktu bukan berarti aku menolaknya, bukan?” sekarang Myun Ji menatap mereka dari lantai atas karena mengetahu bahwa Jinki yang datang bertamu maka ia segera keluar dari kamarnya dan terus berdoa agar semua ucapan Jinki berakhir pada keputusan yang ia harapkan. “dan Aboji bukan Tuhan, yang memutuskan bahwa aku tidak berjodoh dengan Myun Ji” perkataan Jinki memang terlalu terdengar penuh emosi membuat kening Ayah Myun Ji semakin berkerut.

“aku memang bukan Tuhan, tapi aku seorang Ayah” Jinki mengendurkan kepalan tangan yang ia sembuyikan dari balik tangan satunya. “seorang Ayah yang ingin melihat anak perempuannya bahagia tanpa harus berharap kepada seorang pria yang tidak ingin sembuh dari amnesia-nya” hati Jinki mencelos. Ini bukan tebakan, tapi sebuah pernyataan yang salah. Ayah Myun Ji memang tidak tahu apa-apa, tapi firasatnya benar, dia memang seorang Ayah. Myun Ji memang tidak sepatutnya kehilangan satu persatu kebahagiaannya dan mengurusi pria dengan keanehan ditubuhnya. Jinki terdiam sejenak. Myun Ji yang masih memandangnya sudah putus asa, ia memang tidak bisa mengharapkan Jinki lagi. ia sudah pasrah.

“tapi aku mencintainya” langkah Myun Ji terhenti. Ia mendengar sebuah kalimat rapuh dari bibir Jinki. Membuatnya mengurungkan niat untuk kembali ke kamar. “kecelakaan dan ingatan yang hilang itu memang menjadi masalah besar tapi…” Jinki mendongak menangkap bayangan Myun Ji yang ternyata tengah menatapnya. “itu tidak mempengaruhi perasaanku, aku hanya merasa aneh saja mencintai wanita yang baru aku temui” Jinki kembali menatap Ayah Myun Ji. “tolong jangan lihat perbedaan Jinki yang dulu dan yang sekarang, tapi lihatlah cinta yang di berikan Myun Ji untuk Jinki yang tidak akan berubah selamanya” Myun Ji merasa bahagia dengan kalimat itu, tapi rasanya aneh, perasaanya tiba-tiba tidak tenang dan air mata terus mengalir.

“Jinki, aku bukannya tidak setuju dengan hubungan kalian dan ini bukan masalahku ini masalah kebahagian kalian berdua, aku sudah tidak tahan melihat Myun Ji terus bersedih meski ia tidak pernah memperlihatkannya tapi aku Ayahnya, kan? Dan kau tidak kunjung memberikan kami petunjuk untuk meneruskannya atau tidak, jadi kami memutuskannya bersama dan aku rasa keputusan itu tidak sesuai dengan keinginanmu jadi bukankah keputusan terakhirnya adalah berpisah?” Jinki menerawang, posisinya serba salah dan sekarang ia tengah meperjuangakan kebahagiaan seseorang dengan kekasihnya. Ini bukan tentang hidupnya lalu dengan cara apa ia harus membuat semuanya kembali normal?. Tiba-tiba kepalanya terasa pening.

“berikan aku waktu satu minggu lagi, kalau semuanya tidak berubah Aboji bisa memutuskan apapun” Ayah Myun Ji memandang Jinki tidak pecaya. Ia membuat semua orang menunggu lagi dan kali ini dengan alasan tidak pasti. Bukankah tadi Jinki bilang bahwa ia mencintai Myun Ji? Lalu apa masalahnya?

Jinki bangkit dan pamit pergi dengan sopan. Ayah Myun Ji sedang berpikir keras dan berusaha menebak keinginan Jinki tapi langsung tersadar ketika melihat Myun Ji berlari menuruni tangga dan mengejar mobil Jinki yang sudah mulai bejalan.

Myun Ji tahu sekarang, Jinki pasti sedang bingung dengan perasaanya. Ia hanya perlu meyakinkan Jinki bahwa perasaanya tidak salah dan membuatnya yakin untuk melanjutkan pernikahan, hanya itu yang bisa Myun Ji lalukan, mempertahankan cinta mereka. “JINKI!!” ia terus memanggil Jinki yang tidak menyahut dan segera mengeluarkan mobil untuk mengejar pria itu.

Myun Ji kehilangan jejak, ia tahu ini bukan arah kerumah Jinki. Setelah berkeliling ia memutuskan untuk ke rumah Jinki, mungkin pria itu sudah kembali ke rumah. Myun Ji berhasil memakirkan mobilnya di halaman rumah Jinki dan segera berjalan keluar menuju pintu. Agak lama pintu di ketuk suara pintu terbuka baru terdengar, Myun Ji melihat Jinhya yang langsung memeluknya setelah sadar bahwa ia yang datang, dengan perlahan Myun Ji membalas pelukan Jinhya yang masih tidak melepas pelukannya. Myun Ji merasakan matanya kembali terasa perih. Ia berharap segera bertemu dengan Jinki dan mengajaknya berjuang bersama, bila itu diperlukan.

***

Lampu-lampu itu sedikit mengganggu penglihatan Jinki. Ia berusaha membuat matanya terbiasa, sudah lama ia tidak pergi kesini jadi mungkin mata si Jinki ini agak teraganggu dengan lampu kerlap kerlip dan berubah warna setiap detik.

“Ada yang bisa dibantu?” seseorang pria dengan bertubuh besar dan jaket kulitnya datang.

“oh kau Yong, aku minta tolong kalau kau bertemu dengan Jinki ah maksudku Minho tolong bilang padanya aku tunggu di meja biasa, kalau dia tidak tahu tolong antarkan” Jinki menyelipkan uang di jaket Yong seperti biasa kemudian berjalan santai menuju meja yang ia maksud.

“kau mengenalnya?” Tanya teman Yong yang besarnya sama dengannya. Yong menggeleng heran.

“aku baru melihatnya, kenapa dia tahu namaku?” ucap Yong dengan wajah bodohnya.

Jinki memesan minuman dan membawanya ke meja yang agak jauh dari lantai dansa. Di meja ini tidak begitu ramai dan suara musik masih tidak begitu menganggu. Ia mengeluarkan rokok yang baru ia beli saat perjalanan ke Club itu. Baru ia menghisap dengan santai dadanya tiba-tiba terasa sesak membuatnya terbatuk-batuk dan beberapa orang memperhatikannya sambil menahan tawa. Padahal ia sudah biasa merokok tapi setelah melakukannya lagi ia seperti baru pertama kali melakukannya, ia sangat malu -karena dianggap sebagai pria lugu yang berusaha menjadi sok keren- kemudian mematikan rokok itu segera dan meminum bir yang berada di mejanya. Agak aneh. Badanya seperti tidak biasa menerima semua ini. Kemudian Jinki tertawa, hal itu kembali membuat orang-orang disekelilingnya menatap heran, kali ini tidak sambil menahan tawa. Jinki tertawa karena bodohnya ia baru menyadari kalau ini bukan tubuhnya.

Ponsel Jinki bergetar, ia meneluarkan ponselnya dari jaketnya dan melihat nama Young Hwa di layarnya.

“mwo?”

“kau dimana? Myun Ji dan kakakmu mencarimu setengah mati!” Jinki kembali murung. Dua wanita itu yang selalu berhasil membuat Jinki merasa bersalah.

“aku sedang menyelesaikan masalah, bilang saja pada mereka aku akan pulang terlamabat dan tidak usah mengkhawatirkan atau mencariku” Jinki langsung mematikan sambungannya dan menatap ponsel itu nanar. Yong Hwa adalah satu-satunya sahabat yang menelponnya dengan rasa khawatir saat ia berada di Club ini. Ia juga dulu punya teman, tapi tidak sebaik Yong Hwa, meski pria itu agak aneh tapi ia merasa beruntung diberi kesempatan untuk bersahabat dengan pria itu.

“Wah! Minho!” Yong datang dan menghampiri pria tinggi dan mata belo itu. “sudah lama tidak kemari, aku dengar kau kecelakaan, apa kau baik?” Minho memandang heran orang berbadan kekar yang tiba-tiba menghampirinya ini. “oh kau mencari seseorang? Dia ada di mejamu aku tidak kenal orang itu, apa kau mengenalnya?” Minho tersadar pasti itu Jinki. Minho mengangguk.

“dimana dia sekarang?”

“di mejamu”

“bisa kau antarkan aku?” Yong memandang Minho heran dan berjalan didepan Minho dengan sesekali melihat Minho.

“apa kau baik-baik saja? Kenapa mejamu sendiri saja kau lupa?”

“aku sedikit kehilangan ingatanku semenjak kecelakaan” Minho berusaha tersenyum dan Yong mengangguk prihatin.

“itu dia” Yong mempertemukannya dengan Jinki. Sesaat kedua orang itu saling memandang dengan ekspresi wajah yang sulit di jelaskan membuat Yong bingung. Tiba-tiba Minho menarik kerah Jinki dengan wajah marah.

“kenapa kau baru menghubungiku!” Jinki diam dan melihat Yong yang ikut memasang wajah sangar di balik punggung Minho. Jinki memutar bola matanya.

“suruh Yong pergi dulu” ucap Jinki pelan. Ia sangat tahu Yong selalu membela Minho dan siap menghabisi orang yang bermasalah dengan Minho dan masalahnya akan rumit kalau si badan besar itu ikut campur. Minho menatap Jinki bingung “pria besar yang berada di belakangmu namanya Yong” Jinki berintonasi datar, ia sudah lumayan banyak minum. Minho melepas tarikannya dan menyuruh Yong pergi kemudian duduk didepan Jinki. Beberapa menit mereka saling diam. Minho memandangi Jinki atau bisa di bilang tubuhnya sendiri. Tubuhnya sedikit kurus dan rambutnya sudah memanjang dan dibiarkan menutup seluruh keningnya. Jinki pun ikut merasakan perubahan ditubuhnya, rambutnya tidak lagi gondrong, sedikit berminyak dan poninya dipelintir kebelakang membuat wajahnya terlihat lebih cerah dan bersih.

“kenapa baru menghubungiku sekarang?” Tanya Minho dengan pandangan sangar. “aku shock dan tidak bisa pergi begitu saja, aku pernah menghubungi rumah tapi yang mengangkat Sulli dan aku tidak bisa berbicara apa-apa, lalu kau? Kenapa tidak kenapa kau saja yang mengubungiku terlebih dahulu?

“kau kira adikmu itu bagaimana? Harus mengantarnya ke dokter seminggu sekali, menyuruhnya minum obat dan penyakitnya kambuh saat tahu aku tidak mengenalnya, kau kira aku bisa pergi begitu saja dan bilang bahwa aku bukan Choi Minho?” Jinki membuang muka setelah mendengarnya, ia tahu mereka dalam posisi yang sama-sama sulit. “lalu Noona dan Myun Ji, mereka…” suara Minho melemah dan Jinki melihat ekspresi wajah Minho yang berubah jadi memprihatinkan.

“pernikahanmu…” Jinki melirik kearah Minho yang mulai menyimak baik-baik yang akan Jinki katakan. “Terancam gagal” Minho membulatkan matanya dan wajahnya berubah heran. Jinki menghembuskan napasnya dan berusaha menceritakan semua yang terjadi -dengan-janji-seminggu-Jinki-itu- membuat Minho menunduk lemas. Ia tidak bisa menyalahkan Jinki atas semua yang terjadi, itu bukan kehidupannya jadi ia tidak bisa mengambil alih seluruh keputusan. Tapi ia juga tidak ingin pernikahannya dengan Myun Ji gagal.

“kita harus memberitahunya”

“siapa?”

“Myun Ji” ucap Minho yakin “pertemukan aku dengannya besok dan kita cari jalan keluar ini sama-sama” Minho mengatakan dengan yakin tapi Jinki menatapnya dengan ragu. Itu berarti Myun Ji akan tahu semuanya dan sikapnya pasti akan berubah, tapi untuk apa Jinki memikirkan hal itu? Bukannya itu yang di harusnya terjadi?. Setelah sekitar satu jam mengobrol dan memberitahukan keadaan keluarga masing-masing Minho pamit pergi karena Sulli sudah memintanya pulang. Jinki mengetuk-ngetuk meja sambil melamun, ia merindukan adiknya. Andai dia bisa pulang kerumahnya malam ini, tapi sepertinya Minho gadungan itu sudah menjaga adiknya dengan baik bahkan mungkin lebih baik darinya, jadi ia tidak harus khawatir.

Jinki kembali meminum birnya dan kembali memesan satu botol sekaligus. Jinki hanya ingin menghilangkan sesuatu dipikirannya, sesuatu yang sudah lama ia cegah, suatu perasaan yang tidak boleh ada. Perasaan yang hanya boleh dimiliki oleh Jinki yang asli.

***

Myun Ji mengetukkan telunjuknya di kemudi mobilnya dan wajahnya terlihat panik. Bagaimana tidak! seseorang dengan suara berat menelponnya dan berkata bahwa Jinki berada di sebuah Club yang jauh dari sini dan sedang mabuk berat. Pria itu berkata kalau Jinki terus menyebutkan namanya jadi ia mencari kontak bernama Myun Ji di ponsel Jinki.

yeobseo?” Myun Ji mengangkat telpon dari Seo Hyun. “aku sudah menemukannya kita bertemu di Club daerah Itaewon, iya itu namanya” Myun Ji mematikan sambungan dan membelokkan mobilnya. Ia begitu panik karena sebelumnya Jinki belum pernah minum sampai mabuk berat seperti itu dan dari mana Jinki mengetahui Club yang lumayan jauh dari rumahanya?. Myun Ji menerawang.

“apa Anda yang bernama Myun Ji?” seseorang berpakaian putih rapi dengan badan kurus menghampiri Myun Ji. Wanita itu mengangguk dengan wajah cemas dan mengikuti orang itu dari belakang. Sekarang Myun Ji dapat melihat Jinki dengan wajah tidak percaya. Rambutnya sudah berantakan dan terlihat seperti orang yang sangat frustasi.

“Jinki..” Myun Ji berusaha menahan tangisnya. Jinki membuka mata sebentar kemudian tersenyum.

“Kim-Myun-Ji” ucapnya sambil menuliskan sebuah nama di meja.

“Jinki, kau kenapa?”

“AKU BUKAN JINKI!” Myun Ji memegang dadanya karena Jinki berteriak tiba-tiba.

“apa Anda membutuhkan bantuan nona?” tawar pelayan itu seperti terbiasa dengan kejadia seperti ini.

“iya tolong ya bawa dia ke mobilku” Myun Ji berusaha ramah. Entah dari mana asalnya dua orang berbadan kekar mulai menggotong Jinki.

“LEPASKAN AKU!” Jinki meronta. Myun Ji memandangnya bingung, matanya kembali perih.

“Jinki, ayo kita pulang-“

“AKU BILANG AKU BUKAN JINKI! NAMAKU MINHO! CHOI MINHO!” mata Myun Ji sudah melebar dan mulutnya sudah terkantup tak percaya. Apa yang Jinki bicarakan?.

“Jinki, lebih baik kita pulang kita selesaikan dirumah” pinta Myun Ji yang sudah mulai mengeluarkan air mata. Seumur hidupnya ia tidak pernah melihat Jinki seperti ini. Dua orang bertubuh kekar kembali membawa Jinki, Myun Ji segera berjalan menuju mobilnya dan pengunjung Club malam itu memandangnya iba. Setelah sampai di luar Club Jinki kembali meronta dan dada Myun Ji kemabali terasa sakit.

“TINGGALKAN AKU! PERGI KALIAN!” usirnya membuat dua orang pria yang membantunya berjalan segera pergi.

“Jinki-ya, aku mohon tenangkan dirimu bisakah kita-“

“tidak, tidak Myun Ji” Jinki memegang kedua bahu Myun Ji dengan mata yang terasa sangat berat. “tidak bisa” Myun Ji dapat melihat air mata jatuh dari mata sipit pria itu. “aku tidak bisa, Karen aku bukan Jinki” suaranya makin melemah dan tangannya masih mencengkram kuat bahu wanita itu. “aku” Jinki menunjuk dirinya sendiri “adalah orang lain, tubuhku dan tubuh Jinki tertukar dan aku tidak tahu kenapa, itu sebabnya aku tidak bisa mengingat apapun karena aku bukan Lee Jinki” suaranya sekarang seperti bisikan, wajahnya sangat dekat jadi Myun Ji dapat mendengar semuanya dengan baik.

“Jinki kau sedang mabuk, sebaiknya kita pulang”

“MYUN JI!” Jinki berteriak keras dan berjalan mundur sambil memegang rambutnya “AKU SUDAH KATAKAN KALAU AKU BUKAN JINKI APA KAU TIDAK DENGAR?” sekarang Jinki berlutut dan tangannya menyentuh aspal untuk menjaga tubunya agar tidak benar-benar terjatuh. “apa kau tidak meyadarinya? Keanehan ini?” Jinki memandang wajah Myun Ji dengan raut yang memprihatinkan. Myun Ji hanya memandangnya serius dan ia membiarkan air matanya terus mengalir tanpa ada niat untuk menghapusnya seperti di dalam Club tadi.

“hanya ada satu kebenaran sebenarnya, bahwa aku benar mencintaimu, tapi… TAPI AKU BUKAN LEE JINKI, KAU DENGAR? BUKAN!” Jinki merasakan sesak di dadanya, ini adalah kenyataan menyakitkan yang belum pernah ia rasakan sebelumnya, lebih sakit ketimbang ia melihat ibunya pergi dengan pria yang tidak dikenal, ini jauh lebih menyankitkan. “aku Minho Myun Ji… aku Minho…” ucapnya parau. Hening. Myun Ji dan Jinki sama-sama tidak bergerak, Myun Ji merasa otaknya sudah terbalik karena menerima semua yang Jinki katakan.

Beberapa saat kemudian Yong Hwa datang bersama Seo Hyun “Astaga, Jinki!” ia segera berlari dan membopong Jinki. “kau kenapa seperti ini?!” tegur Yong Hwa yang wajahnya sudah memerah. Seo Hyun melihat Myun Ji yang terus memandang Jinki tanpa berkedip. Wajahnya penuh dengan air mata yang dibiarkan mengalir. Seo Hyun langsung memeluknya dengan erat, saat itu Myun Ji baru menyadari bahwa kedua sahabatnya datang.

Ya Tuhan, apa lagi ini?

 

(Tobecontinue)
-

Annyeong good readers! makasih udah nyempetin baca FF gak jelas ini hihi. Aku butuh banget komentar nih, biar aku tau sebenernya ada yang ngikutin FF ini atau cuma liat-liat aja -_-

komentar tentang cerita atau tokohnya, boleh dikritik juga yang penting bisa membangun semangat aku buat terusin FF ini, pokoknya kalo belum ada komentar lagi aku gak bakal post FF ini dulu yah *pis. Ingat! Setiap komentar, love dan share kalian sangat berarti, gomapseumnida *bow

POPULAR FANFICTION

BERITA PILIHAN

COPYRIGHT 2024 DREAMERS.ID PUBLISHED BY DREAMERS NETWORK