“Disini?” Minjung mengangguk lalu dengan buru-buru dia membuka pintu mobil setelah bunyi ‘ceklek’ terdengar.
“YA YA! Jangan tinggalkan aku!” Minjung menoleh saat dia berhasil menaiki satu tangga dan sudah berada di lantai satu sedangkan flat Jinki ada di lantai dua langsung melongo melihat Luhan yang bukannya keluar dari mobil malah membuka kaca mobil lebar-lebar dan mengeluarkan setengah badannya dari sana.
Minjung baru ingat, Luhan takut ditinggal la-gi.
“Baik baik, aku duluan ke lantai dua. Flatnya di sebelah kiri yang pertama ok? Nanti menyusul atau oppa menunggu dibawah,” ujar Minjung sebelum dia kembali berlari menaiki tangga.
“Lee Jinki! Buka pintunya! Lee Jinki!” seru Minjung saat dia sudah berada di depan flat Jinki dan dia mengedor-edor pintu sambil berteriak dengan nafasnya yang naik turun itu.
“Eng....Nuguya?” Minjung menoleh ke kanan, menghentikan aksi anarkisnya saat melihat seorang ibu separuh baya menatapnya heran.
“Anu itu....pemilik flat ini yang bernama Lee Jinki dimana ya?”
“Oh dia, baru saja keluar. Dia pindah, katanya mau ke rumah bibinya yang dekat dengan universitasnya nanti,” Minjung tersenyum pahit. Kemungkinan 85% Jinki sudah membuka kardusnya jika dia sudah pergi membawa barangnya ke tempat jauh.
“Apa bibi tau universitasnya?” Bibi itu menggelengkan kepalanya membuat Minjung makin tersenyum pahit.
“Ah atau dia meninggalkan sesuatu mungkin di flatnya?” Bibi itu mengeluarkan sebuah kunci dari sakunya dan membuka pintu flat Jinki yang sudah kosong melompong.
“Ah....baiklah kalau begitu. Terimakasih atas informasinya, Bi. Dan maaf aku sudah menganggu Bibi,” Minjung membungkukkan badannya lalu berlari turun ke bawah.
“Bagaimana?”
Minjung menggeleng dan mendesah pelan.“Tidak ada, katanya barusan saja pergi. Memang tidak jodoh mungkin.”Luhan terkekeh lalu mengetok kepala Minjung pelan.
“Kau percaya akan jodoh begitu eoh? Apa kau sudah termakan oleh omongan kuno Kim ahjumma?”
“Sekuno-kunonya eomma dan halmeoni beserta perkataannya, aku harus mendengarkan mereka,” jawab Minjung mengangkat kedua bahunya.
“Apa tidak bisa menemuinya besok? Bukannya kalian ada pentas seni?”
“Mana ada muka aku untuk menemuinya. Bisa bisa wajahnya ilfeel saat melihatku setelah dia melihat isi kardusku,” Mata Luhan melotot dengan mulut nganga-nya membuat Minjung mengangkat kedua alisnya tinggi-tinggi.
“Jadi itu kardus yang berisi tentang orang itu semua?! Yang kau bilang rahasia sejak 2 tahun lalu?!” Minjung terkejut lalu wajahnya berubah menjadi jengkel.
“Oppa baru menyadarinya?! Aigo aigo aigo.....sejak kapan aku mengejar laki-laki kalau tidak penting?!” Luhan tertawa terbahak lalu seketika terhenti dan dari ekspresi wajahnya, dia terlihat sedang berpikir.
“Benar juga. Kau kan mengikuti ucapan eomma soal jangan mengejar laki-laki, nanti juga datang sendiri ahahaha. Dan hanya kalimat kuno itu yang aku dengar dan aku percayai. Kalimat itu sendiri juga sudah dialami oleh adik sepupuku sendiri...”
“Apa maksud....”
“Cha! Ayo kita berangkat ke Yonsei! Aku belum mengurusi kepindahanku!”
“Yak!!!”
***
Dia masuk ke Yonsei.
Jinki menghentikan laju motornya setelah meminggirkan motornya ke tepi jalan, takut kejadian berhenti tiba-tiba seperti tadi terulang.
Jinki-ah, kau serius mau melepaskan beasiswa disana? Bukankah itu lebih dekat dari rumah lamamu?
Jinki menghela nafas berat, menjadi trainee SM membuatnya harus ke Seoul dan meninggalkan kampung halamannya. Saat ini malah dia mendapat beasiswa untuk menjadi mahasiswa di universitas yang terbilang dekat dari rumahnya (meskipun dimata kita masih jauh) dan jika dia menerima beasiswa disana, dia harus terpaksa bolak balik yang pastinya melelahnya tenaga dan pikirannya.
Tapi jika mau mengambil beasiswa di universitas dekat rumah Bibi juga tidak apa-apa, kau tinggal di rumah Bibi saja. Lagipula terkadang kita perlu melihat kualitas universitas itu.
Jinki-ya Jinki-ya~ Eomma sarankan kau masuk sana saja, kamu kan masih bisa mengunjungi rumah sesekali daripada kelelahan bolak balik dari rumah ke seoul setiap hari. Lagipula di universitas sana termasuk 3 universitas bagus di Seoul atau di Korea Selatan kalau tidak salah!
Jinki menghela nafas lagi lalu menarik nafas dalam dalam dan tersenyum mantap.
“Aku akan menerima beasiswa dari Universitas Yonsei!” Setelah meremas-remas stir motornya, dia kembali memutar kunci lalu menancap gas dengan mantap.
***
“Berapa lama lagi ujian akan dilaksanakan oppa?” Minjung berhenti melangkah saat menyadari Luhan tidak segera menjawab pertanyaannya seperti biasanya. Kalau bukan karna dia tidak tau jadwal ujian –yang katanya dipercepat itu dimulai, dia tidak akan menanyakannya.
“Yah! Oppa!” Luhan bergeming di tempat lalu melambaikan tangannya ke arah Minjung dan Minjung sendiri sudah menginjak-injak tanah lapangan dengan jengkelnya. Luhan kumat lagi playboy-nya, dia malah sekarang menggoda salah satu gadis mungil yang terlalu mungil karna menyadari tingginya yang mungkin se-anak kelas 6 SD jaman sekarang.
Bahkan Minjung yang sering diledek Luhan pendek karna tingginya hanya 168 cm lebih tinggi dari gadis mungil itu, mungkin tinggi si gadis mungil hanya 150-an.
“Kemari!” Luhan hanya tersenyum nakal dan melambaikan tangan lagi, Minjung terpaksa mengambil seribu langkah menyadari betapa jauhnya dia dari Luhan.
Minjung baru mau marah tapi mendadak perasaannya menjadi tenang saat dia baru ingat ucapan Ibunya yang “Sebagai wanita kita jangan terpancing emosi dan mengeluarkannnya. Harus sabar dan...tenang.”
Bukannya jaim atau apa, tapi Minjung hanya sekedar terbawa emosi dan terbawa suasana anak jaman sekarang yang bebas marah-marah serta memukul keras orang yang bukan saudaranya (contohnya: teman-temannya). Oh ya satu lagi, sepertinya Minjung cocok menjadi guru tata krama.
“Ternyata adikku memang benar-benar gampang tersulut emosi tapi tidak bisa menyalurkannya ya. Mukamu sampai memerah begitu,” Minjung sadar dari lamunannya saat merasa pipinya ditusuk dengan jari dan melihat Luhan sudah ada di sebelahnya dengan senyuman.
Bukan senyuman tebar pesona untuk para gadis tapi senyuman yang entah kenapa bisa membuat perasaan Minjung tenang. Mungkin sebelum angin berhembus, Luhan sudah memberinya senyuman itu.
“Hhhah, aku baru saja mengira oppa sudah dewasa saat melihat oppa meminta maaf di mobil saat itu ternyata tidak sepenuhnya dewasa. Tetap Xi-Lu-han-play-boy,” kata Minjung sengaja memutus-mutusnya kata-katanya yang terakhir lalu dia berjalan sejajar dengan Luhan saat Luhan sudah berjalan normal ke depan lagi.
“Kau juga terlihat lebih dewasa nyatanya masih terlihat seperti anak kecil, Xi Yi han,” ucap Luhan dengan aksen Chinanya membuat Minjung yang sudah lama tapi masih mengingat aksen itu hanya tertawa dengan perasaan campur aduk, antara senang dan sebal.
Tidak pernah ada yang memanggilnya dengan nama aslinya, Xi Yi han itu alasan kenapa dia merasa senang. Alasan sedihnya, namanya menjadi Park Minjung dan memakai marga ibunya karna dia berpindah kewarganegaraan akibat ayahnya yang bercerai serta dia memaksa pindah serta mengganti namanya selain karna nama itu mengingatkannya pada ayahnya tapi karna.... Kau tau lah maksudku...
“Xi Yi-ku, kita kemana sekarang hm?” goda Luhan merangkul bahu Yi han membuat Yi han –maksudku Minjung mengetuk dahi oppanya itu.
“Aku adikmu sendiri, jangan digoda. Lagipula berhenti memanggilku dengan nama lama, aku sudah sedikit melupakan nama itu Xi Lu,” jawab Minjung malas dan melepas rangkulan Luhan lalu meninggalkan Luhan duluan dengan langkah panjangnya.
***
Jinki menggerutu saat melihat tangan namja di sebelah Minjung merangkul bahu Minjung dan ekspresi Minjung hanya seperti sudah bisa dibegitukan meskipun ada ekspresi malas bukan malu-malu kucing seperti yeoja kebanyakkan saat dirangkul oleh orang yang tampan seperti namja yang bersama Minjung.
Padahal dia masuk ke Yonsei ini karna Minjung, sebagai alasan kedua dia masuk Yonsei. Tentu saja alasan pertama dia masuk Yonsei karna ibunya. Tapi disini dia malah melihat Minjung dirangkul namja lain membuat Jinki yang mati-matian acuh tak acuh jadi merasa panas.
Jinki menatap kecewa ke arah kardus yang dia bawa, seperti sia-sia kalau dia membawa kardus berat ini sebagai alasan dia yang berniat menembak Minjung saat ini juga.
“Yah, kejar dia sana,” Jinki menoleh dan melongo saat melihat Minho berjalan di samping Jinki –kentara membuat Jinki terlihat pendek hingga Jinki merasa sedikit aneh....
“Kesempatan tidak ada yang kedua kalinya,” Jonghyun ikut nimbrung di sebelah Jinki sambil berwink ria ke arah para gadis yang ada di sekitarnya.
“Sekali-kali oldman harus merasakan rasanya memiliki kekasih yah....begini-begini semua salahku,” tambah Key di sebelah Jonghyun dengan tampang sumringah membuat Jinki hanya meringis.
“Hyung! Minjung noona itu cantik!! Fighting!!” Taemin muncul di sebelah Minho lalu mengacungkan kedua jempolnya membuat ringisan Jinki makin lebar.
“Jangan hanya meringis. Sana pergi,” Jinki hampir saja jatuh tengkurep dan mencium ‘red carpet’ kalau saja dia tidak berpegangan dengan bahu seseorang. Tunggu, bahu siapa itu?
“Namamu Lee Jinki kan? Jinki gege?” Jinki mengangkat kepalanya dan melihat namja yang bersama Minjung tadi tersenyum ke arahnya membuat Jinki canggung.
Bukan karna senyumanya –please, demi saus tartar Lee Jinki masih normal dan buktinya dia masih menyukai Minjung, tapi karna menyadari aksen kental china di nada bicaranya meskipun bahasa koreanya fasih serta dan menyadari namja ini yang terpaksa Jinki akui itu lebih tampan darinya yang ketampanannya melebihi Wonbin.
Itu cukup membuat Jinki khawatir kalau Minjung menyukainya meskipun Minjung tipe perempuan yang cukup jauh dari kata mainstream tapi itu bisa saja bukan kalau tuhan sudah berkehendak?
“Gege trainee SM kan? Aku juga, perkenalkan namaku Xi Luhan dan aku lebih muda setahun lebih dari gege hm? Tapi aku sunbae gege disini hehe mian. Ah...bisa kita bicara sebentar?”
“B...Boleh,” jawab Jinki gagap karna pembawaan Luhan yang tenang dan membuat dia menjadi sedikit ciut karna banyak nilai tambahan di diri Luhan yang tidak dimilikinya.
Jinki menengok ke belakang setelah mengontrol perasaan dan melihat gerombolan teman-temannya sudah hilang, hanya tersisa para yeoja yang anarkis melewati ‘red carpet’.
“Itu kardus...,” “Kardus Minjung, yeochin-mu. Jangan salah paham dulu, aku-“
Luhan hanya tertawa membuat Jinki bingung sekaligus takut, tawanya benar-benar menyeramkan. Mengingatkannya pada rusa di manga ‘One Piece’.
“Ah...untungnya Minjung sudah jalan duluan. Jadi begini, aku sepupu jauhnya dari China. Dia juga kebetulan membawa kardusmu gege, kalian berdua ingin bertukar bukan? Aku punya cara bagus untuk memanggilnya, pasti dia memperhatikanmu,” Luhan berjinjit sedikit –sedikit loh sedikitttt- agar bisa membisikkan rencananya yang membuat dada Jinki berdesis mendengarnya dan sekali lagi bukan karna Luhan yang tampan itu.
-TBC-