“Luhan oppa?” Minjung menghentikan langkahnya lalu menengok ke belakang.
“Hah, orang itu benar-benar tidak mengikuti langkahku? Apa aku yang terlalu leabr melangkah? Padahal kan dia lebih tinggi dariku dan bisa mendahuluiku dengan langkahnya yang lebih panjang,” Minjung menggaruk tengkuknya karna merasa sebagai adik sepupu yang tidak baik lalu dia terpaksa berbalik untuk menyusul Luhan padahal beberapa langkah lagi dia akan memasukri ruang ujiannya.
Minjung berjalan santai bukan berlari, tidak seperti drama korea kebanyakkan yang tokohnya berlari kalau mencari seseorang. Buat apa dia berlari, membuang tenaga. Lagipula Luhan pasti tidak mengejarnya dan lebih memilih mengurusi fansnya baru mencarinya kalau dia merasa kehilangan, itu kalau ME-RA-SA.
Cahaya matahari menyusup ke sela-sela kardus yang tidak tertutup rapat membuat Minjung yang sedang menatap kardus hanya berusaha untuk menahan tawanya melihat banyak fotonya disana.
Semua ekspresi ada disana, bahkan wajah derp membuat telinga Minjung panas seketika dan membayangkan Jinki tertawa terbahak-bahak saat mengetahui jepretannya yang menghasilkan wajah derp. Jahat sekali kalau Jinki sampai roll like buffalo saat melihat foto derpnya.
“Xi Yi Han!” “Jangan panggil aku-“
Minjung berhenti berteriak membalas perkataan seseorang yang menyebut nama lamanya.
Bukan karna suasana yang terbilang ramai tapi karna seseorang yang ternyata masih diluar universitas tengah melambai-lambaikan tangannya, membuat pipi Minjung memerah karna menahan malu akibat banyak mahasiswi serta mahasiswa yang memandang ke arah Jinki lalu Minjung berkali-kali.
Harusnya dia tidak membalas panggilan itu. Harusnya dia mendengarkan sesakma suara yang memanggilnya. Harusnya dia mendengar dengan baik dan bisa membedakan aksen korea dan aksen china. Harusnya....
“Hey, sepertinya kardus kita tertukar Xi Yi han,” Minjung terbelak saat melihat Jinki sudah berdiri di depannya dengan tangannya yang memegang kardusnya.
“Xi Yi han siapa? Seingatku dia sudah telah lama mati,” desis Minjung membuat Jinki terkejut. Luhan hanya berkata padanya bahwa Minjung sebenarnya suka dengan panggilan Xi Yi han karna dia lahir dengan nama itu. Tapi sekarang nada bicara Minjung mulai tidak enak, apa Luhan mengerjainya?
“Begitu begitu, Xi Yi han nama lahirmu. Aku juga tidak menyukai dipanggil Lee Jinki, nama asliku sendiri. Tapi itu nama pemberian orang tuaku bagaimana pun jadinya,” komentar Jinki dan Jinki terkejut dengan ucapannya yang mengalir itu. Dia memang tidak suka dipanggil Jinki, tapi karna Minjung membuat dia merasa tidak keberatan dipanggil Jinki...
“Kau tidak tau alasannya, Onew. Cepat bertukar kardus,” Jinki makin terkejut. Minjung yang biasa lemah lembut seperti gambaran yeoja zaman dulu yang sesungguhnya diincar para namja zaman setengah kuno setengah modern/? karna jarangnya yeoja yang begitu mendengar pelajaran tata krama sekarang malah menjadi Minjung yang dingin. Ditambah lagi Minjung memanggilnya dengan nama ‘Onew’, nama yang kata Minjung aneh karna Jinki tidak mirip dengan dubu /?
“Aku memang tidak tau alasannya tapi pasti masalah keluarga. Hey hey, kutebak Luhan itu sepupumu dari baba-mu bukan? Apa itu karna baba-mu jadi kau membenci nama aslimu? Hey.....Margamu dan marga Luhan sama, apa berarti kamu tidak menyukai Luhan juga...?” ceramah Jinki. Baru kali ini Jinki banyak berbicara membuat Jinki merasa aneh sendiri.
“Jangan mengalihkan pembicaraan. Ujian masuk yang diadakan beberapa menit lagi,” ujar Minjung saat merasa Jinki mulai berbicara dengan sedikit kosakata dan sok berlogat negara kelahiran oppanya, Luhan –maaf maaf saja, dia sudah tidak mau mengakui dia pernah lahir dan tinggal disana yang berarti satu negara dengan appanya. Apa masih pantas dia manggil orang itu dengan sebutan appa atau baba?
“Baik-baik, aku tidak peduli aku tetap memanggilmu dengan sebutan Xi Yihan, Yihan, atau Xi Yi dan tetap memanggil aku Jinki! Kalau tidak aku akan membuat nama panggilan baru untukmu, mungkin meimei?” Minjung hanya memutar kedua bola matanya lelah dan merasa mual mendengar dia harus bersiap mungkin untuk dipanggil mei-mei mengingat dari dulu kecil sampai sekarang dia menolak mentah-mentah dipanggil mei-mei meskipun nama itu terdengar lucu dan manis sekalipun..
“Ini kardusmu, maaf aku terlanjur membukanya. Isinya bagus –sangat bagus malah dan ini kalimat pujian bukan ledekkan. Apa kau sudah membuka kardusku?” Jinki pandai sekali mengubah suasana, karna ucapannya itu mampu membuat wajah dingin Minjung berubah menjadi merah muda.
“Sudah, isinya buruk. Jepretanmu buruk, wajah derpku ada disana. Itu aib. Aku merasa seperti mendengar tawa khasmu berdengung di telingaku karna melihat wajah derpku sendiri,” kata Minjung tetap berusaha acuh tak acuh meskipun jantungnya memacu detakkannya lebih cepat.
Meskipun begitu mereka tetap bertukar kardus hingga kardus itu kembali ke pemilik aslinya. Jinki tetap mengumbar senyum meskipun rencana hasil karya Luhan gagal total serta rencananya juga gagal total sedangkan Minjung hanya tersenyum malas.
“Err...Bolehkah aku mengambil satu foto di dalam kardusmu? Buat kenang-kenangan lah....Kita beda jurusan, kau masuk jurusan....sejenis psikolog bukan? Aku masuk jurusan seni bersama luhan. Meskipun aku agak senang karena bisa satu jurusan dengan sepupumu, tapi aku masih normal buktinya aku masih menyukai yeoja sepertimu,” Minjung tersenyum ogah-ogahan sampai dia menyadari sesuatu yang ganjil saat kalimat Jinki berhasil dicerna otaknya.
Minjung menahan tangan Jinki yang ingin membuka kardus miliknya membuat Jinki mengangkat kepalanya dan eyes contact dengan Minjung terjadi membuat Jinki mati-matian tidak tenggelam ke dalam tatapan sendu Minjung meskipun wajahnya terlihat dingin serta datar.
“Ah....aku ingin mengambil foto kita semua saat masih kelas 1-1. Tidak apa-apa kan? Kau masih punya copy-annya kan?” Minjung tetap bergeming.
“A...Apa maksudmu?” “Maksud apanya?”
“Kalimatmu barusan saat meminta izin untuk mengambil foto yang ada di dalam kardusku. Kalimat terakhir...”
“Oh itu..,” Jinki hanya mengangguk anggukan kepalanya santai, merasa bangga karna rencananya yang simple nyaris gagal ini berhasil juga. Sedangkan si empu yang bertanya sudah berdiri kaku dengan keringat dingin yang banyak di wajahnya.
“Aku hanya jujur, maksudku ya....aku tau ini tidak romantis maksudku tidak seromantis perilaku Luhan meskipun Luhan bilang kalau kau ini sebenarnya tipe wanita mainstream, tetap malu-malu kucing untuk mengatakkan suka hal romantis tidak seperti yeochin-nya, Zhang-”
“MWO? Yeochin luhan?? Dia sudah mempunyai yeochin tanpa sepengetahuanku?! Zhang? Marganya Zhang? Zhang Yiyun ya?!”
“Gege tidak bisa diajak kompromi ah!” seru Luhan tiba-tiba muncul merelai Jinki dan Minjung. Minjung dengan berapi-api memandang Luhan.
“Berhenti memanggilku gege! Ini Seoul bukan Beijing!” seru Jinki membuat Minjung dan Luhan langsung memiringkan kepala mereka bersamaan dan menatap Jinki yang tadi berteriak gaje dan melenceng dari pembicaraan mereka itu.
“Yak! Luhan oppa.,” Minjung memanggil Luhan saat menyadari tujuannya kenapa berteriak begitu di jalan ‘red carpet’ yang di kelilingi dan dilewati oleh banyak orang karna letaknya yang di tengah.
“Apa sayang?” Minjung merinding bukan main mendengar kata ‘sayang’ terlontar dari bibir Luhan dengan nada yang err.....sexy. Sesuka-sukanya dia dengan hal berbau romantis, dia tidak suka dengan hal yang Luhan lakukan sekarang.
“Kau menjijikan. Eoh...oppa mempunyai yeochin tidak bilang-bilang padaku? Apa oppa lupa dengan janji kita saat aku masih kelas 7 dan oppa kelas 9? Zhang Yiyun ya yeochin-mu? Sudah kutebak, kalian kan-”
“Kau juga suka dengan namja sejenis Jinki tidak bilang padaku. Lagipula itu janji yang sudah lama, um sekitar 6 tahun yang lalu..,” potong Luhan menyadari cerocos Minjung bisa tidak akan berhenti. Jinki yang mendengarkan pertengkaran antar saudara itu hanya mengangguk angguk saja, menyadari dia anak tunggal dan tidak pernah mendengar atau melihat secara langsung pertengkaran saudara.
Anggukan kepalanya langsung terhenti saat menyadari Luhan mengucapkan kalimat yang ingin ia dengar dari bibir Minjung.
“Oppa!....,” Jinki mengerutkan keningnya serta memiringkan kepalanya saat mendengar cerocosan Minjung yang terdengar seperti bahasa mandarin dengan aksen yang kental sekali.
Luhan tertawa riang membuat Minjung berusaha sekeras mungkin untuk berekspresi tenang dan tidak gondok.
“Kupikir adikku ini tidak mau berbicara dengan bahasa mandarin lagi serta dengan aksen yang kental! Xi Yi han kembali!”
‘Aku juga berbicara dengan bahasa mandarin agar Jinki tidak mengerti.’
“Memang apa yang dia bilang?” tanya Jinki polos membuat Minjung hampir mau facepalm.
“Aku tidak ikutan. Ehm...silahkan kalian berdua berbicara,” Luhan mendadak menghilang. Oh...dia tentunya tidak memakai telepati atau teleportasi.
“Err...Jadi bagaimana?” tanya Jinki bingung.
“Bagaimana apanya?”
“Jawabanmu....?” tanya Jinki pelan membuat Minjung mau meledak.
“K...Kau buka saja isi kardusku, jawabannya disana,” jawab Minjung kaku menyodorkan kardusnya tapi Jinki malah menarik tangannya dan berjalan ke luar universitas Yonsei lalu berhenti di salah satu kursi panjang di taman depan Universitas Yonsei tapi tetap masih ramai oleh para mahasiswa mahasiswa.
“Kita tadi berdiri di tengah jalan masuk, akan jadi pusat perhatian kalau disana terus,” jelas Jinki membuat Minjung yang menunjukkan raut bingung hanya mengangguk.
Jinki dan Minjung duduk di kursi panjang sebelah-sebelahan membuat Minjung merasa seperti deja vu.
“Kita bertukar kardus lagi saja,” saran Jinki lalu mereka bertukar kardus lagi.
***
Jinki POV
Aku menimang-nimang kardus milik Minjung. Dia sudah menyuruhku untuk membuka dan menemukan jawaban yang aku cari –yah meskipun aku sesungguhnya sudah tau jawabannya tapi aku ingin memastikannya dari Minjung langsung.
“Yah...dimana letak jawaban yang aku minta?” keluhku bingung karna kardus itu penuh dengan foto, sama sekali tidak menunjukkan tanda-tanda jawaban.
Minjung dengan sigap mengangkat sesuatu dari dalam kardus dengan hati-hati hingga foto-foto itu terangkat bersama dengan sesuatu yang diangkat Minjung yang ternyata kotak kecil untuk menampung foto. Setelah kotak kecil itu terbuka, aku bisa melihat banyak kertas serta buku catatan yang tersusun dengan rapih.
“Aku lupa dimana jawaban dariku. Pastinya di sisi kiri kardus yang banyak tumpukkan keras, ambil paling bawah. Kalau tidak ada disana, berarti di tumpukkan kertas lain,” jelas Minjung lalu ia kembali berkutat dengan kardusku.
“Eng, bolehkah aku mengambil foto ini?” Minjung mengambil foto dimana Minjung berulang tahun di tahun pertama SMA, aku yang langsung lompat dari atas meja ke depan Minjung saat telur, air, serta tepung sudah mengenai tubuh Minjung. Itu yang memotret Key dan untungnya aku masih memiliki copiannya. Banyak di laci mejaku hehe.
“Silahkan. Ah, jawabanmu itu ada disini ya?” Aku menarik selembar kertas itu hati-hati agar tumpukkan kertas lainnya tidak berantakkan dan menunjukkannya saat Minjung menatap ke arahku. Pipinya memerah. Berarti ini jawabannya.
Hari ini aku mengikuti ujian masuk di SMA ........... dan bertemu banyak wajah anak seumurku yang serius dan terlihat tegang sepertiku. Saingannya banyak dan aku bukan termasuk anak genius sekali jadi aku tegang begini sampai aku melihat seorang namja hanya lebih tinggi 10 cm dariku malah tersenyum senyum berseri-seri saat memasuki gerbang membuat aku hampir tertawa lepas melihat senyumannya yang lucu itu.
Matanya hilang saat tersenyum, dan dia tetap tersenyum meksipun sudah banyak anak lain memandangnya aneh selain karna tidak sengaja bertemu pandang dengan namja itu karna melihat aku terus memandang namja itu dengan wajah menahan tawa.Mungkin kalimat ‘smile like an idiot people’ itu ada benarnya juga.
Saat memasuki ruangan ujian –yang ternyata seruangan denganku dia berhenti tersenyum dan wajahnya terlihat serius membuat aku hampir tertawa dan menginjak-injak kaki meja pelan untuk menarik perhatiannya yang duduk di depanku (maksudku agar dia menengok ke arahku dan menghentikkan wajah seriusnya) tapi malah menarik perhatian guru pengawas dan mengacamku untuk ujian diluar. Padahal aku hanya berisik yang tidak blak-blakkan tapi diancam akan ujian diluar huh.
Berkali-kali aku mendengar suara kekehannya dan aku berusaha untuk melihat apa yang dia tertawakan pada kertas ujian (karna dia tertawa saat matanya bertemu dengan kertas ujian) dan gilanya, dia menertawakan soal yang susah -sungguh aku takut dia itu orang kurang waras tapi apa SMA yang terbilang bagus di daerahku ini bisa meloloskan orang kurang waras padahal sudah diseleksi 2 kali?
Ujian masuk sudah selesai dan namja gila itu berduduki posisi 2 dari ratusan atau ribuan siswa –aku sudah lupa saking banyaknya. Bukan posisi yang sempurna memang tapi itu termasuk sempurna dimataku menyadari aku hanya ada di posisi 3.
Ujian penempatan kelas dan namja itu malah menduduki posisi 1 –bukannya turun seperti anak lain dan aku bersyukur serta merasa sangat aneh karna aku berada di posisi 2, yang berarti saat pengenalan diri di kelas 1-1-ini kemungkinan ya- aku bisa berdampingan dengannya.
Dan yap! Aku sekelas dengannya –tidak sesuai dengan harapanku yang berharap semua kelasnya diacak dan kami berdua selalu berdampingan bahwa pengurus kelas dia menjadi wakil dan aku menjadi ketua. Oh aku belum bilang bukan kalau namanya Lee Jinki? Ya, namanya Lee Jinki tapi dia lebih suka dipanggil Onew (kelembutan). Aku tetap memanggilnya Jinki hingga dia menyerah untuk tidak komentar dengan panggilanku.
Kau tau kan aku –maksudku kami itu terbilang anak baru (hoobae) dan tidak memiliki hoobae lain? Dan apa kau tau maksudku? Yah, maksudku pembullyan oleh kakak kelas dan aku –yang termasuk orang suka melawan kalau dilukai (karna umma selalu bilang dan menyuruhku begitu) langsung jadi korban kakak kelas itu tapi bodohnya, Jinki yang diampuni karna senyuman polosnya malah membantuku untuk lepas dari jeratan kakak kelas. Bodohnya dia, sudah dibebaskan tapi mencari masalah-_- Tapi sejak itu aku yakin menyukainya, tidak seragu-ragu saat pertama kali bertemu dengannya sebelum ujian masuk.
Jinki menahan tawanya setelah membaca tulisan polos Minjung saat kelas 10 membuat Minjung merasa panas dan refleks merebut kertas itu tapi yang ada malah kardus dipangkuannya jatuh membuat beberapa barang di dalamnya jatuh.
“Omo!” jerit Minjung tertahan lalu ia langsung memasukkan barang-barang yang keluar secara perlahan-lahan agar tersusun rapih bersama Jinki yang tiba-tiba ikut membantu.
“Ini,” Jinki menyodorkan 2 kertas setelah memasukkan dan menata barang-barang dari kardusnya yang keluar. Kertas itu yang paling atas tulisan milik Minjung, yang kedua....kurang familiar di mata Minjung. Minjung mengambil kertas yang kurang familiar di matanya dan membacanya.
Yeoja itu membuatku malu dengan wajah menahan tawanya saat melihat senyumanku. Aku memangnya harus melakukan apa untuk menghilangkan ketegangan selain tersenyum? Aku yang bodoh ini hanya bisa tersenyum dan mengabaikan pandangan banyak orang.
Yeoja itu menahan tawanya lagi saat aku sedang mencoba konsentrasinya mengerjakan soal, sepertinya dia suka sekali tertawa. Untungnya pengawas menegurnya jadi dia bukam untuk sesaat dan bergerak-gerak saat aku berusaha untuk santai dengan tertawa saat menghadapi soal sulit.
Dia seperti terobsesi menginginkan hal sempurna, posisi 1 atau 2 tapi di ujian pertama dia di posisi 3 membuat tampangnya semakin terobsesi. Nyatanya aku yang di posisi 1 dan dia di posisi 2 membuat kita sekelas dan berdampingkan terus bahkan dia menjadi ketua kelas sedangkan aku menjadi wakil.
Karna kami yang terus berdampingan, aku hampir terseret masalah pembullyan oleh kakak kelas. Tampang yeoja ini bukan tampang anak bermasalah atau mencari masalah tapi sikapnya yang selalu melawan jika di serang membuat kakak kelas mengincarnya. Wajahku yang kata mereka terlalu tablo –hey! Aku ini tampan!- dan senyuman polos bak malaikat milikku membuat aku selamat tapi tidak dengan yeoja itu.
Dasar yeoja menyusahkan, aku terpaksa menginap di rumah sakit selama 2 hari karna harus melindunginya. Aku tidak menyesal sih menolongnya, dia sebagai yeoja –meskipun terkadang membuat orang gemas dengan tingkah tata kramanya seperti para yeoja zaman dulu- mendapatkan hal untuk dilindungi aku sebagai namja. Dan aku sendiri juga mengikuti naluriku untuk menolongnya, yeoja itu selain mempunyai kepribadian yang menarik dan jarang dimiliki oleh gadis kota Seoul serta aura yang perlu dilindungi, dia juga berhasil mengalihkan duniaku /? *nyanyi lagu afgan*
Dia, Kim Minjung yang fantastic!
“Hey, kalau kau menggerutu sudah menolongku kenapa kau tetap-” Minjung membungkam mulutnya saat merasakan heartattack ketika melihat senyuman tulus milik Lee Jinki yang mengingatkannya pada senyuman Luhan.
Kringggg....
“Ujian dimulai, kita harus pergi,” ujar Minjung terkesan terburu-buru, ia langsung mengambil ahli kardusnya dari pangkuan Jinki.
“Tunggu,” Satu kata dari Jinki berhasil membuat Minjung menghentikkan pergerakkannya.
Jinki menarik lengan Minjung cukup keras membuat badan Minjung yang rasanya lemas langsung berbalik dengan mudah hingga berhadapan dengan Jinki.
Jinki berdiri lalu menepuk bahu Minjung dua kali dan tersenyum lembut membuat Minjung berusaha sekeras mungkin untuk menahan semburat merah di pipinya.
“Yah yah yah, would you be mine?”
“Ji...Jinki-ssi, sudah masuk. Jangan mengulur waktu,” Jinki meremas bahu Minjung pelan untuk menahan langkah Minjung.
“Jawaban dulu baru aku melepaskanmu.”
“N....” “N? No? Hey ucapkan dengan jelas.”
“Nan joahaeyo. I do, Lee Jinki!!” jerit Minjung langsung berlari menubruk bahu Jinki hingga Jinki yang tidak siap dengan tubrukkan itu malah jatuh terduduk di kursi panjang. Jinki yang melihatnya sempat bengong karna shock lalu dia tertawa keras hingga dia menghentikan tawanya saat merasa mulutnya penuh.
“Hey! Karna gege, aku sebagai sunbae kebetulan lewat kelas gege langsung dipanggil pengawas untuk memanggil gege. Cepat masuk kelas,” Jinki memuntahkan bola kertas yang sengaja dimasukkan oleh Luhan hingga Luhan tertawa.
“Selamat gege diterima sebagai kakak iparku! Cara gege kurang seru tapi aku salut melihatnya. Akhirnya cerita Cinta dalam kardus kalian berakhir dengan indah juga. Cerita kalian membuat siapapun terutama aku gemas tau,” Luhan menepuk nepuk punggung Jinki sekitar 3 kali lalu mereka berdua beranjak memasuki universitas Yonsei. Dan tentu saja, kardusnya masih Jinki peluk dengan senang hati.
-END-