Luna dengan semangat memasuki rumah megah, kediaman Kris dan Ji Yeon. Ia menghempaskan tubuhnya di atas sofa ketika mereka sampai di ruang tengah.
“Kau begitu beruntung. Aigooo… kau tahu? Cara Kris memperlakukanmu itu membuatku iri. Kau tahu sendirikan sikap dingin yang sering dia tunjukan saat Senior High School dulu. Ternyata diam-diam dia menaruh perasaan padamu.” Cerewet Luna seraya mengedarkan pandangannya ke setiap sudut ruangan keberadaannya. “Dan… saat tiba-tiba kau bilang akan dinikahi Kris. Malam itu aku benar-benar gundah. Bagaimana bisa setelah seminggu putus dari Luhan Sunbae, kau bilang mau menikah dengan Kris. Itu benar-benar ajaib.” Luna terus berceloteh yang hanya ditanggapi Ji Yeon dengan senyum tipisnya. Lalu, duduk di samping Luna.
Luna tahu alasan Ji Yeon menerima lamaran Kris karena beberapa hal. Ia kadang-kadang merasa iba karena impian Ji Yeon untuk menikah dengan lelaki yang ia cintai lenyap seketika saat ke dua orang tuannya memaksa Ji Yeon menerima lamaran Kris karena ayah Ji Yeon adalah pegawai di perusahaan yang dipimpin oleh ayah Kris. Kris meminta ayahnya untuk memecat ayah Ji Yeon kalau tidak mengizinkannya menikahi Ji Yeon. Ia sudah mengenal Kris sejak mereka duduk di junior high school dan dia cukup banyak tahu tentang Kris. Dibalik sikap dingin dan galak Kris, Kris akan melakukan apapun untuk mendapatkan perempuan yang dia suka dan tidak akan menyerah melukis senyum, tawa bahagia yang akan menghiasi wajah perempuannya itu.
“Kalau kau haus atau kelaparan, kau bisa ambil sendiri di dapur. Ne?” ucap Ji Yeon.
Luna tersenyum dengan anggukan kepalanya. “Bukankah memang selalu seperti itu. Bahkan aku sudah menganggap rumah ini seperti tempat tinggalku sendiri.” sahut Luna dengan terkekeh pelan, mengundang tawa pelan Ji Yeon.
“Memangnya selama ini kau masih bertemu dengan Luhan? Bagaimana bisa? Kau tahu sendiri kan kalau Kris itu paling tidak suka ada lelaki lain yang mendekatimu. Jadi, jangan coba melakukan apa yang tidak disukainya.” Celoteh Luna dan diiyakan oleh Ji Yeon.
“Luhan yang menerobos masuk ke rumah kami. Dan kebetulan saat itu Kris baru pulang dari tempat syutting nya. Kris sangat marah saat itu.” cerita Ji Yeon. Ia enggan menceritakan detail kejadiannya pada Luna.
“Tapi, Kris dia tidak berbuat buruk padamu kan?” Luna mendadak khawatir. Karena yang dia tahu Kris tidak akan bisa mengontrol dirinya sendiri kalau perasaannya sudah mulai terusik.
Ji Yeon tersenyum tipis, lalu menggelengkan kepalanya. “Dia memperlakukanku dengan baik. Kau tenang saja.” jawab Ji Yeon, membuat perasaan Luna lega.
“Kau harus beruntung merasa dicintai dan diinginkan olehnya. Kris itu lelaki ideal. Kau tahu sendiri banyak sekali perempuan yang mengidam-idamkannya. Dia bisa membuatmu bahagia.”
“Ne. Kau benar. Kris sudah membelikanku hunian yang nyaman seperti ini untuk masa depan kami. Tapi,…. dia tidak pernah menyentuh tubuhku selayaknya seorang suami memperlakukan isterinya. Luna, terkadang aku mulai takut…..” Ji Yeon mendadak sedih. Selain pada sang ibu, Ji Yeon hanya bisa terbuka pada sahabatnya ini.
Luna memeluk hangat, menenangkan ketenangan bagi Ji Yeon.
“Tidak usah dipikirkan. Mungkin Kris ingin bersenang-senang layaknya sepasang kekasih denganmu. Kau dan Kris menikah tanpa berkencan seperti yang sering kau lakukan dengan Luhan kan?” tiba-tiba Luna menunjukan senyum menggodanya. “Ahh.. ternyata kau ingin Kris melakukannya padamu eoh?” Luna tertawa mengejek Ji Yeon.
“Yak!!” bentak Ji Yeon lalu melepaskan pelukannya dari Luna. “Tidak seperti itu.” Ji Yeon mencuatkan bibirnya sangat lucu.
Luna hanya terkekeh gemas melihat ekspresi cemberut yang ditunjukan Ji Yeon. Ia yakin kalau Ji Yeon sudah mulai jatuh cinta pada Kris.