Sesuai dengan apa yang dijanjikan Kris, sekarang Ji Yeon sedang berbincang-bincang dengan Luhan yang tanpa sengaja ia temui di lokasi syutting Kris. Ia bahkan tidak menyadari ekspresi Kris yang terlihat sangat cemburu bahkan harus terus mengulang adegan tokoh karakter yang sedang ia mainkan.
“Bagaimana keadaanmu? Apakah sekarang kau baik-baik saja?” tanya Luhan memulai pembicaraan. Sesungguhnya ia begitu merindukan sosok perempuan yang kini terduduk di sampingnya sambil memegang erat satu cup kopi di tangannya.
“Iya. Aku baik-baik saja. Terima kasih sudah mencemaskanku. Ma’afkan aku…” Ji Yeon menundukan kepalanya sedih. “Luhan Oppa, bisakah kau lupakan aku? Aku.. aku tidak mau Kris marah karena aku masih dekat-dekat denganmu. Aku…”
Luhan tertawa kecil mendengar perkataan Ji Yeon yang terus-menerus melarangnya untuk berhenti mendekatinya.
“Kau yakin kalau Kris sungguh-sungguh mencintaimu, Ji Yeon?” tanya Luhan.
“Orang-orang disekitarku mengatakan itu. Kris mencintaiku.” Jawab Ji Yeon.
“Bagaimana denganmu?” tanya Luhan menuntut.
“Aku….” Ji Yeon tampak bingung harus menjawab apa dan mengundang tawa kecil Luhan.
“Aku sudah terlambat. Sore ini aku akan mengisi acara musik live. Sampai jumpa lagi, Ji Yeon.” kata Luhan, kemudian ia pergi meninggalkan Ji Yeon yang masih diam, bingung dengan perasaannya sendiri. Ia lantas menoleh memandang punggung Luhan yang kini sudah menghilang.
‘Perasaanku? Aku sedang mencoba belajar mencintai Kris.’ Gumam Ji Yeon dalam hati.
Saatnya makan siang. Kris, seluruh pemain drama dan crew menghentikan syutting mereka. Kris dengan amarah yang tertahan berjalan menghampiri Ji Yeon yang duduk ditemani managernya. Ji Yeon tersenyum pada Kris yang berjalan semakin mendekat ke arahnya.
Kris menatap tajam ke arah Ji Yeon saat dia sudah berdiri di hadapan Ji Yeon. Ditariknya tangan Ji Yeon dengan kasar. “Ikut aku.” Titahnya. Ia menyeret Ji Yeon pergi meninggalkan area syutting menuju tempat parkir mobilnya.
“Masuklah.” Titah Kris setelah membukakan pintu mobil untuk Ji Yeon. Dengan rasa takut, Ji Yeon pun menuruti perkataan Ji Yeon.
Kris menutup keras pintu mobil setelah memastikan Ji Yeon sudah duduk manis di dalamnya.
“Kris. Wae?” tanya Ji Yeon pada Kris yang sudah berada dalam mobil bersamanya.
“Kau… kau pikun atau sengaja lupa. Hah? Aku sudah sering peringatimu tentang ini. Tapi, kenapa kau selalu melanggarnya?” bentak Kris dan membuat Ji Yeon takut dengan tatapan Kris yang terlihat sangar, tatapan penuh amarahnya seperti ada bara api di sepasang mata tajamnya.
“Kris…” mata indah Ji Yeon mendadak berair dan akan selalu seperti ini kalau Kris sudah mulai marah dan tidak suka kalau Ji Yeon berbuat kesalahan, apalagi ketahuan berbincang dengan lelaki lain selain dirinya. Kris seperti seekor serigala yang menggaum, menyeramkan.
“Ji Yeon, kau harus bangkit dan berusaha.” Kata Kris mencengkeram ke dua sisi bahu Ji Yeon dan menimbukan sakit disana. Ji Yeon hanya mampu terdiam, takut. “Bangkit dari cinta masa lalumu dan berusaha mencintaiku. Aku lelaki yang akan hidup bersamamu hingga akhir nafasmu.” Lanjutnya dengan jarak wajahnya yang semakin mendekat ke arah wajah Ji Yeon yang diam tanpa memberontak.
Sekasar atau sehalus perkataan, ungkapan hingga sentuhan fisik yang dilakukan Kris padanya sudah menjadi kelemahannya. Ji Yeon tidak mampu berbuat apa-apa selain terdiam, membiarkan Kris melampias rasa amarah yang menggerogoti dirinya sendiri terhadapnya.
“Kris..” Ji Yeon hanya mampu terus memanggil nama Kris dengan rasa takut dalam dirinya. Hingga ia hanya mampu memejamkan mata menerima ciuman agresif yang semakin memicu adrenalinnya mengiringi ciuman penuh energi yang semakin panas oleh Kris. Kris benar-benar terbakar cemburu. Ia terlalu takut kalau Ji Yeon akan pergi bersama Luhan dan meninggalkannya. Tidak akan ada bara kalau tidak ada hasrat. Bara itulah yang membuat perasaannya terbakar kalau perempuannya didekati oleh lelaki lain, terutama lelaki yang pernah Ji Yeon cintai.
Deru nafas mereka saling beradu ketika ciuman sepihak Kris pada Ji Yeon berakhir. Tidak ada yang berubah dengan ekspresi Kris. Tatapan tajam menahan emosi masih bisa terlihat jelas di raut wajahnya.
“Aku tahu kau bukan perempuan bodoh. Kau tahu apa yang harus atau tidak harus kau lakukan dengan statusmu sekarang.” Kata Kris terdengar kasar di telinga Ji Yeon yang sesungguhnya ingin sekali menampar keras pipi mulus milik lelaki yang sudah mengatainya bodoh untuk yang kesekian kalinya.
Lagi, lagi dan lagi Ji Yeon hanya harus menahan dirinya ketika tubuhnya merasa begitu hangat, nyaman di dalam pelukan Kris kini. Kris memeluknya begitu erat seakan tidak ingin Ji Yeon lepas darinya.
“Ji Yeon, hidupku akan menyebalkan tanpamu.” Bisik Kris yang terdengar tulus dan selalu meluluh lantahkan hati Ji Yeon.
Ji Yeon menangis kencang seraya mengalungkan sepasang tangannya di leher Kris. “Kris! Kau br*ngsek!! Tapi, aku…. menyukaimu.” Balas Ji Yeon berbisik di sela tangisnya. Ucapannya membuat Kris melebarkan senyumannya. Sedikit lagi!! Dia yakin sedikit lagi Ji Yeon akan benar-benar menyerahkan hati padanya.
Kris tidak akan pernah mau melepaskan Ji Yeon, perempuan yang sangat ia cintai.
Kris tidak bisa membayangkan betapa gila dirinya hidup tanpa Ji Yeon. Kris bersumpah tidak akan pernah membiarkan lelaki lain mendekati bahkan hanya melirik Ji Yeon.
‘Akulah pemenangnya. Ji Yeon, perempuan cantikku ini hanya milikku.’ Batin Kris.