Luhan
Sudah Desember, bulan dimana Natal sekaligus bersiap-siap untuk merayakan Tahun Baru dan juga bulan yang penuh keajaiban –saking ajaibnya, uri vocalist (Jongdae, Kyungsoo, Baekhyun) berniat menyanyikan lagu Miracle In Desember di saat pentas seni nanti.
Ajaib ya.....Mana keajaibannya? Mana keajaiban yang kata Bibi itu bisa menyembuhkan kebisuan Sehun? Hahahaha, bibi bohong. Janji manisnya benar-benar bagus.
“Hey Lu!”
Aku menoleh ke belakang. “Oh hey. Ada apa?”
Dia menunjuk ke belakan punggungnya dengan ibu jarinya beberapa kali. “Jongin sudah melakukan pemanasan. Tinggal kau. Tidak latihan?”
Aku menepuk dahiku lalu tertawa renyah. “Oh iya,” Aku menepuk bahunya. “Terimakasih Minseok.”
Minseok mengangguk sedikit sebelum mengulum senyumnya.
***
Ini adalah natal pertama bagi diriku sebagai kakak tiri Oh Sehun dan juga natal pertama Sehun bersama kami. Maka dari itu, bibi benar-benar girang sampai bolak-balik memasuki berbagai macam toko di mall karena bingung mau membeli kado apa untuk Oh Sehun agar dia tersenyum.
Ya, selain tak pernah bicara dia juga tak pernah tersenyum. Pernah saat itu dia menunjukkan lembar ulangan Matematika yang mendapat nilai sempurna kepada bibi. Bibi girang sekali dan menyodorkan beberapa pertanyaan ‘pancingan’ ke Sehun tapi dia seperti biasa –hanya mengangguk, menggeleng, atau berdehem.
“Luhannie, barang kesukaan remaja laki-laki itu apa ya?”
“Bola mungkin?”
Bibi mendelik ke arahku. “Ini hadiah untuk Sehun bukan untuk dirimu.”
Aku menyeringai. “Aku tak tau dia seperti apa, bi. Kenapa bertanya padaku?”
“Kau kan saudaranya.”
“Saudara tiri bukan kandung.” Ralatku yang hanya ditanggapi helaan nafas dari wanita seperempat abad yang tak pantas dipanggil bibi ini.
“Dia ikut eskul apa?” “Dance.”
“Kau juga kan?” “Emm...”
“Pernah melihatnya?”
Aku menggeleng. “Dia berlatih setelah kita semua pulang atau berlatih sebelum semua mrid disekolah datang.” Aku memberi jeda sebelum berkomentar ‘aneh’.
“Baiklah! Mari belikan sepatu atau baju!”
Aku mengerang keras sebelum berkata,“Bi!! Aku juga mau!”
“Kamu belinya nanti saja. Kan sudah dibelikan sepatu olahraga.”
Aku melipat kedua tanganku. “Tapi kan harga sepatu atau baju itu mahal bi...”
“Sepatu olahragamu juga mahal,” elak bibi tak mau kalah.
“Jadi....kemana kita sekarang?” tanyaku karena bukannya ke toko sepatu atau baju, bibi malah menuju ke butik favoritnya.
“Ke butik.”
“Sepatunya....?”
Bibi tertawa lepas sebentar. “Tentu saja aku beli sendiri!” Kemudain ia mendorong bahuku ke belakang. “Sana pulang!”
Jadi....aku dibuang? Ah, sial ck
***
Krek....
Aku mengintip dari celah pintu dan melihat Sehun tengah duduk di depan televisi.
Sehun menoleh, mengangguk pelan ke arahku, lalu kembali menatap layar televisi.
Aku melempar tasku ke sofa lalu berjalan menuju dapur sambil berkata, “Kau baru saja ulangan bahasa Mandarin dan Korea ya. Mana hasilnya?” tanyaku sembari mengibaskan kertas ulangan Bahasa Inggris milikku. Dia memang begitu, harus diperagai dulu apa yang aku maksudkan baru dia akan mengerti.
Dia tak menjawab dan baru menyodorkan 2 kertas ulangannya ke arahku saat aku kembali ke ruang tamu dengan membawa 2 gelas air dingin.
Nilainya bergambar telur untuk bahasa mandarin dengan tulisan ‘dia tak bisa membacanya’ di samping nilainya.
Nilai kursi kebalik untuk bahasa korea dengan catatan yang sama juga.
Selain tak bisa bicara –atau tak mau bicara entahlah aku tak tau dan tak mau tau, Sehun juga tak pandai membaca. Wajar jika dia tak bisa membaca bahasa mandarin karena dia dibesarkan di Korea tapi dia juga tak bisa membaca dengan baik bahasa Korea karena kosakatanya hanya sampai cerita fabel.
Aneh? Memang. Aku dengar dia itu satu-satunya anak yang lolos dari pembunuhan massal di daerah rumahnya. Katanya pembunuh itu tak tega karena anak itu tampan dan mempunyai wajah polos lalu ia disekap di tempat gelap dan hanya diberikan kebutuhan pangan, sandang, serta buku-buku cerita dalam bahasa korea, mandarin, serta inggris .
Disaat umurnya 7 tahun, dia akhirnya ditemukan oleh pihak berwajib dan tinggal selama 8 tahun di Panti Asuhan paling besar di Korea lalu tinggal bersamaku baru 4 tahun ini.
Tanpa perlu ditanya lagi, nilainya standar semua (bahkan beberapa dibawah) tapi karena nilai Matematika, Bahasa Inggris, Seni, Kelakuan, Olahraga itu baik jadi dia masih bisa bertahan sampai dibangku kelas 3 SMA.
Ceritanya terkesan dramatis dan aneh? Memang. Aku tak percaya tapi saat bibi membawanya ke rumah dan menyodorkan surat entah-apa-itu dengan nama Sehun disana, ada tulisan asal-usulnya saat dibawa ke rumahku dan bibi.
Tok....tok....Tok....
Aku mengangkat kepala dan mendapati buku kosong serta pensil yang dia ketuk-ketukkan di atas lantai. Pertanda dia meminta waktu untuk ‘kursus’ bahasa denganku.
Aku mengerang pelan lalu mendorong pelan buku kosong miliknya.
“Percuma kau belajar kalau kau tak bisa bicara serta bodoh. Dimana-mana, mau kau berada di Kutub Utara sekalipun kalau mau belajar bahasa asing sampai lancar ya harus di negara yang menggunakan bahasa itu serta mempraktekkannya.” Kataku malas sembari mengibas-ibaskan tanganku di atas bukunya.
Sepertinya ia mengerti maksudku karena dia menarik kembali alat tulis serta bukunya lalu pergi masuk ke dalam kamarnya dan siluet tubuhnya menghilang saat pintu tertutup.
“Jam 6 nanti kita makan malam. Kau....mengerti jam bukan?” tanyaku dan dia hanya menjawab dengan gumaman pelan.
Aku langsung meregangkan otot-ototku yang kaku karena menemani bibi berkeliling tadi lalu mengambil ahli remote televisi untuk menonton pertandingan sepak bola yang seingatku sebentar lagi dimulai. Nah....Waktu bersantai akan dimulai....
Sepertinya aku belum bisa sepenuhnya bersantai. Saat pertandingan mulai seru, Sehun malah terus menerus bergumam di kamarnya. Kamarnya yang tertutup itu Cuma untuk menjadi tempat penghasil gema jadi suara apapun disana akan terdengar besar disini.
“Kecilkan suara –oh, maksudku gumamanmu,bodoh!!!” seruku lalu bergumam keras agar dia mengerti.
“HMMM...”
Kau dengar sendiri bukan? Ck.
-TBC-