Pagi ini Ji Yeon baru terbangun dari tidur tidak lelapnya. Semalam ia tidak bisa tidur karena menunggu Luhan pulang.
Ji Yeon merasa sedih dan kecewa. Ini sudah sering terjadi pada dirinya. Luhan sering mengabaikannya dan mencari kesenangannya sendiri. Ingin rasanya menangis, menjerit meluapkan kesedihannya. Tapi, ia tidak mau melakukannya karena terlalu mencintai Luhan.
Ji Yeon meraih ponselnya yang tergeletak sembarang di atas tempat tidur, lalu menghubungi nomor ponsel Luhan.
“Yeoboseyeo..” terdengar sahutan seorang perempuan yang mengangkat ponsel Luhan.
Ji Yeon cepat-cepat memutuskan sambungan teleponnya. Dadanya begitu sesak dan hatinya begitu terbakar. ‘Luhan Oppa, aku tulus mencintaimu. Bagaimana denganmu? Kau yang membuatku mencintaimu. Kenapa tidak bahagiakan aku?’ batin Ji Yeon menjerit.
***
Sore ini, Minho dan Kris tampak menyambangi keramaian tempat belanja di Myeongdoong. Kris tampak terpaksa mengikuti setiap langkah Minho. Disana banyak sekali sepasang kekasih yang mereka temui dan membuat mereka iri.
“Minho-ah, sebenarnya kau mau belanja apa disini? Aiishh.. tidak seharusnya kau memintaku menemanimu ke tempat seperti ini. Apa kata para perempuan yang melihat kita?” omel Kris pada Minho yang tampak berjalan tenang di sampingnya.
“Kalau tidak bersamamu, siapa yang ku ajak?” sahut Minho. “Lagipula aku memintamu menemaniku kemari bukan untuk berbelanja, hanya ingin jalan-jalan saja.” Timpalnya.
“Minho-ah, bagaimana kalau para perempuan yang melihat kita berprasangka buruk pada kita? Coba kau perhatikan, disini tidak ada seorang laki-laki yang berjalan berdampingkan dengan laki-laki juga. Disini hanya kita yang tidak normal. Choi Minho!! Kalau seperti ini terus, kapan kita punya kekasih. Mereka pasti menganggap kita penyuka sesama jenis.” Keluh Kris yang sama sekali tidak ditanggapi Minho.
“Minho!! Lain kali, aku tidak mau menemanimu ke tempat seperti ini lagi.” Kris terus saja mengoceh hingga ia tidak menyadari Minho sudah tidak berjalan di sampingnya.
Minho tengah menghentikan langkahnya sejak lama dan membiarkan Kris terus berjalan.
Minho memandang ke arah seberang jalan, disana ada seorang gadis cantik berdiri di depan sebuah gerai toko yang menyediakan berbagai macam aksesoris bermerk. Gadis itu ‘Park Ji Yeon’.
Minho diam di tempatnya dan terus memperhatikan Ji Yeon yang kini berdiri membelakangi gerai toko itu.
Ji Yeon menyadari kehadiran Minho yang tengah memandangnya di seberang jalan. Ia tersenyum seraya melambaikan tangannya ke arah Minho. Namun, tidak ada tanggapan dari Minho. Minho masih diam tanpa menunjukan reaksi apapun.
Ji Yeon pun menyeberang jalan dan menghampiri Minho lebih dulu.
“Hi! Senang bertemu denganmu lagi disini. Kau dengan siapa kemari?” tanya Ji Yeon ramah seperti biasanya.
Minho seakan kehilangan kata-kata kali ini. Ia ingin mengatakan sesuatu pada Ji Yeon yang kini sudah berdiri di hadapannya. Namun, kata-kata itu tertahan dan sulit diungkapkan.
“Minho-ah, kau tidak senang aku menyapamu?” tanya Ji Yeon sedikit merasa sedih karena Minho seakan tidak menanggapinya. Minho hanya terus diam dan terus memandang Ji Yeon tanpa reaksi apapun.
Tatapan Minho.. Ji Yeon tidak tahu apa arti tatapan itu.
Minho hanya sanggup menghela nafas dan membiarkan kata-kata tertahan itu menguap lewat helaan nafasnya.
“Aku..membencimu.” ucap Minho tiba-tiba, membuat Ji Yeon terkejut. Sepasang mata indah itu membulat seketika. Ji Yeon. Ji Yeon merasa sedih dan kecewa seketika mendengar pengakuan Minho yang tiba-tiba. Mereka baru saja kembali bertemu, tapi kenapa Minho mengatakan kalau dia membencinya dirinya.
Minho melengos begitu saja. Ia tidak peduli dengan reaksi Ji Yeon. Dia tidak tahu kenapa dua kata itu meluncur begitu saja lewat mulutnya. Sesungguhnya ia tidak ingin mengatakan itu.
***