home_icon
SIGN IN
SIGN UP
Portal Berita - Radio Streaming - Komunitas Anak Muda
Portal Berita - Radio Streaming - Komunitas Anak Muda
LOUNGE
HOW IT WORKS
HOW TO BE DFF OF THE WEEK
TERMS OF USE
CONTACT US
  • Latest
  • Most Viewed
  • Most Loved
  • A-Z
  • My Fanfiction
  • My Subscriptions
  • My Subscribers
  • Create New Fanfiction
Fan Fiction > Untitled

Untitled

Share:
Author : mumutaro
Published : 24 Oct 2013, Updated : 01 Nov 2013
Cast : BIGBANG, 2NE1, YG ENT, fictional character
Tags :
Status : Complete
1 Subscribes |9646 Views |1 Loves
Untitled
CHAPTER 8 : EPILOG

2 years later...

 

*Daesung Pov*

            Masih segar diingatan Daesung saat Chaerin duduk dihadapannya. “Maaf kalau aku tidak bisa membantumu, kukira manajer Choi juga sudah mengatakannya padamu kalau aku akan menyanyikan sendiri lagu-laguku,...”

            Waktu telah berlalu. Saat ini Daesung sudah sibuk promo albumnya dan melakukan tour melelahkan. Meski begitu ia sangat menikmatinya. Seorang wanita berambut pendek kini duduk di sofa sebelah Daesung. Sebuah interview majalah.

            “Selamat atas tour anda yang sukses,” katanya ramah.

            “Ya, sama-sama,” jawab Daesung.

            “Saya tahu kesuksesanmu tidak mudah diraih, apa kau mau menceritakannya sedikit pada kami?” tanya wanita itu.

            “Baiklah..., sebenarnya sejak dulu aku bermimpi menjadi seorang musisi, tapi sayang Ayahku tidak menyukai cita-citaku itu. Ayahku bahkan menjual gitar pertamaku yang kubeli dengan uangku sendiri, hingga akhirnya aku pergi dari rumah dan belum pernah kembali ke sana hingga sekarang. Kukira aku akan hidup sengsara karena aku tak punya uang dan menyewa rumah yang jelek. Tapi ternyata diam-diam Ayahku masih mengirimi uang dan kugunakan saja untuk membayar sekolah. Selain itu aku mencari uang sendiri dan berhasil membeli gitar bekas yang jelek.”

            “Anda pergi dari rumah?”

            “Ya. Tapi kupikir mimpiku itu tidak akan pernah terwujud karena aku terus memikirkan perasaan ayahku juga. Aku sempat memutuskan untuk melupakan mimpi itu meski aku juga tidak kembali ke rumah. Suatu hari aku bertemu seseorang yang mempunyai mimpi yang sama denganku, dan kupikir kalau kalau mimpiku tidak terwujud, aku akan mewujudkannya lewat dia...”

            “Siapa orang itu?”

            “Seseorang yang kukenal. Tapi ternyata ia membuatku mengejar mimpiku sendiri dan sekarang aku berhasil mencapainya. Aku harus berterimakasih padanya,”

            “Tentu saja. Oh ya, banyak email yang kuterima, penggemarmu menanyakan kapan kau akan membuat album baru?”

            “Album baru? Sejujurnya aku takut untuk mengatakan ini karena aku akan mengecewakan banyak orang yang mendukungku. Ke depan aku hanya akan sibuk di balik layar dan membuat musik untuk penyanyi lain, mungkin kalian akan menemukanku di album mereka saja,”

            “Wah... kenapa kau memutuskan itu?”

            “Sebenarnya aku tidak terlalu suka tampil di panggung, aku hanya ingin menjadi musisi saja dan itu sudah tercapai. Popularitas itu tidak menyenangkan, aku ingin kembali menjadi orang biasa sejak saat ini,”

            “Sayang sekali... Aku sebenarnya sangat kecewa,”

            “Oh maafkan aku, kau ingat tadi aku menceritakan tentang gitarku yang dijual oleh Ayah? Aku sangat marah dan pergi dari rumah. Dulu aku melihat gitar itu terpajang di sebuah toko musik, ternyata aku juga tidak bisa membelinya lagi dan hanya memandanginya. Ternyata gitar itu menghilang dari etalase toko, aku tidak menyangka ternyata sudah ada yang mau membelinya..., ”

            “Tapi sekarang kau bisa membeli banyak koleksi gitar kan?”

            “Tidak juga..., maksudku, ternyata gitar itu telah kembali padaku. Seseorang mengirimnya ke rumahku yang jelek,”

            “Oh ya? Kau tahu siapa yang membelikannya?”

            “Kurasa aku tahu, aku sangat berterimakasih padanya. Dan itu salah satu alasan kenapa aku tidak akan tampil lagi dalam beberapa waktu mendatang, karena aku akan kembali ke rumah...”    

*Daesung pov end*

 

 

What will you do if your dreams not coming true?

 

I think ..., maybe it's time I woke up from a long sleep

 

Be realistic isn’t that bad..., right?

 

 

            Hidupku saat ini lebih banyak habis di sebuah kelas, di antara rak-rak buku perpustakaan, lalu masuk ke kereta yang penuh sesak, sambil membawa tas ransel juga setumpuk buku berat dipelukan. Aku sudah memutuskan kembali ke bangku kuliah yang selama ini aku tinggalkan.

            Dua tahun lalu, aku sempat mendaftarkan diri ke beberapa program beasiswa untuk jaga diri jika suatu saat aku memang tidak berhasil di dunia musik. Aku sempat lupa dengan hal itu hingga surat penerimaanku datang ke rumah. Dan ternyata sekarang aku sudah tenggelam dalam kesibukanku yang baru dan melupakan semua yang pernah terjadi.

            Oh ya, kau ingat Ji Yong? Sejak Ji Yong datang ke sini dan mencoba banana milk—yang katanya lebih cocok untuk nama minuman itu—toko roti ini semakin laris saja.  Ji Yong, thank you so much. Rasanya sudah lama sekali saat aku tahu dia berencana untuk hiatus. Aku berharap dia cepat kembali.

...

            Rumah masih jauh... dan hujan nampaknya akan turun. Petir sesekali terdengar. Aku berlari cepat-cepat dan ternyata hujan lebih turun dari yang kubayangkan. Karena berlari aku hampir saja terjatuh, apalagi kakiku sempat cedera dan aku tidak pernah merawatnya lagi. Seseorang menarik tanganku.

            “Tidak bawa payung di cuaca seperti ini adalah ide yang buruk, kasihan buku-bukumu itu,” kata orang itu sambil memegang payung. Senyuman khas yang sangat kukenal...,

            “Ji Yong?” aku takjub, “...sedang apa?”

            “Aku lapar, hanya ingin makan roti, kuharap kau ingat kalau kau akan memberikannya gratis padaku?”

            “Itu karena kau tidak punya uang waktu itu!” protesku.

            Hujan semakin deras dan kami  terpaksa berteduh di depan toko.

            “Kenapa aku selalu bertemu denganmu ya?” gerutuku tanpa menoleh pada Ji Yong. “Aku sendiri yang bilang semoga kita bertemu kembali,” jawab Ji Yong. Suaranya hampir tak terdengar di sela hujan deras.

            “Ah ternyata kau ingat? Kukira kau bahkan tidak mengakuinya?”

            Ji Yong tertawa. “Aku sudah memutuskan untuk kembali,” katanya lagi.

            “Oh ya?”

            “Ternyata aku masih merindukan musik dan panggungku, hanya saja... apa aku akan diterima kembali?”

            “Untuk apa kau memikirkan itu? Kau itu Kwon Ji Yong! Panggung musik mana yang tidak menginginkanmu?”

            “Semoga kau benar... dan kulihat sekarang kau sibuk belajar?” Ji Yong memandangi buku-buku jurnalistik berat yang kubawa.

            “Iya, sangat melelahkan,”

            “Jadi ingat kalau aku sering bolos sekolah dulu. Oh ya, apa kau tidak menyesal jadi seperti ini?”

            “Tidak, kurasa ada mimpi-mimpi lain yang lebih penting di dunia ini,...”

 

XXX

            Dua hari berlalu sejak aku bertemu Ji Yong di tengah hujan. Aku lega melihatnya akan kembali lagi. Dan jujur saja, hari ini aku juga lega karena bisa libur kuliah untuk sesaat. Pagi-pagi aku segera menghirup udara segar dan sinar matahari yang bersinar terang setelah kemarin hujan selalu turun.

            “Ah sepi sekali, ke mana orang-orang ya?” pikirku saat bersepeda ke taman. “Bukankah hari ini sangat indah?” Aku lalu duduk di sebuah kursi panjang di sana.

            “...kenapa masih sempat saja kau bermalas-malasan di tempat seperti ini?” ujar seseorang. Aku menoleh padanya. Seorang pria dengan rambut di cat pirang berdiri di samping kursi.

            Mataku membulat melihatnya. Tak bisa berkata apapun.

            “Kenapa? Kau tidak suka melihatku?”

            Aku mendekatinya dan mengacak rambutnya yang menurutku aneh. “Astaga, rambut macam apa ini! Kau tahu, ini seperti warna banana milk yang biasa aku makan, oh bukan, es krim rasa vanila!”

            “Enak saja kau bilang!” dia menyingkirkan tanganku.

            Aku tertawa saja.

            “Apa kabarmu?” tanya dia lagi.

            “Aku capek, saat ini aku sedang ingin liburan, dan kuharap kau tidak akan merusak kesenanganku hari ini. Oh ya petani semangka, harusnya kau membawakanku semangka yang banyak, kulihat kau tidak bawa...”

            “Hye Won-ah, aku merindukanmu,” katanya tiba-tiba. Aku hampir tak bisa bernafas karena kaget.

            “Oh..?” jawabku pelan, nyaris tak terdengar. Aku hanya menunduk karena malu. “Lihat wajahmu merah seperti semangka!” ujarnya.

            “Ah! Bukannya semangka itu hijau!” protesku.

            “Tidak juga, ada yang warnanya kuning,”

            “Kenapa kita harus membahas itu sekarang? Kau rupanya tetap ingin jadi petani semangka,” kataku kesal.

            “Ah tidak juga, karena aku lebih menyukaimu sekarang, karena kau juga seperti semangka, ”

            Aku tidak menjawab. Hanya memandangnya dengan sebal. “Jadi aku harus menyukaimu juga karena sekarang rambutmu seperti es krim?” protesku.

            “Tepat sekali!” jawabnya tegas.

            “Aigoo,” ujarku pada diri sendiri. Aku mengalihkan pandanganku ke langit.

            “Kau ingat pada lagu yang belum kuberi judul itu?” tanya Daesung memecah kesunyian. “Oh...ya sepertinya aku ingat, kenapa?” tanyaku lagi.

            “Akhirnya aku sudah menemukan judul yang tepat...”

            “Apa?”

            “I Love You...” ujar Daesung sambil memelukku.

            “... mmm, aku juga,” bisikku pelan.

            Aku mengenalnya sejak lama tapi tak pernah aku memikirkan hal ini. Saat ini aku tak ingin ia melepaskan pelukannya.

 

             God, if this is a dream, please don’t wake me up ....

 

END

POPULAR FANFICTION

BERITA PILIHAN

COPYRIGHT 2024 DREAMERS.ID PUBLISHED BY DREAMERS NETWORK