Semua persepsiku tentang Ji Yong berubah sejak kejadian kemarin. Aku bahkan lupa telah menjadi fans-nya bertahun-tahun, menabung dan bekerja demi membeli albumnya, menghafalkan lagu-lagunya, berharap bisa menonton konsernya secara langsung, bahkan menempel poster bergambar dirinya. Sekarang aku membenci itu semua!!
Aku menatap poster Ji Yong yang tersenyum sinis di tembok kamarku. “Rasakan pembalasanku Ji Yong!” kataku padanya lalu segera melepasnya dari tembok.
Setelah bersih-bersih kamar dari hal-hal tidak penting itu aku disibukkan dengan kegiatan menata barang di tas sebelum berangkat ke YG Academy dua hari lagi. Sambil menyiapkan barang aku teringat Daesung. “Sepertinya kemarin dia marah sekali,” pikirku.
Akhirnya tiba hari aku akan pergi. Hari ini adalah sarapan terakhirku bersama Eomma di rumah. “Berapa lama kau akan di sana?” tanya Eomma sambil makan. “Mm.. minimal enam bulan, tapi kalau aku berhasil aku bisa empat tahun di sana,” jawabku.
“Apa? Empat tahun?!!”
“Ah, tapi itu belum pasti,”
Eomma menghela nafas. “Eomma hanya berharap yang terbaik untukmu, lakukan saja jika itu baik,” katanya. “Gomawo Eomma,”
“Ngomong-ngomong di mana Daesung? Sudah beberapa hari ini tidak terlihat, biasanya dia sepedaan lewat sini kan? Padahal Eomma mau titip beli semangka,”
“Aigooo..., kata temanku dia sibuk di studio,” jawabku cuek.
“Kenapa kau tidak ikut? Tumben sekali!” selidik Eomma.
“Dia bilang tidak mau diganggu. Sudah ya Eomma, aku harus segera berangkat,”
Aku berpamitan dan berangkat ke tempat impianku itu.
*di studio*
Daesung sedang memainkan piano di studio. Sesekali ia mengoreksi partiturnya, dan mencoba menyanyikan lagu ciptaannya sambil memainkan piano itu. “Ah, kenapa masih tidak bagus juga!” katanya sambil memukul tuts piano hingga terdengar suara dentingan yang keras. Sambil mengacak rambut hitamnya, Daesung terlihat kesal dan frustasi. “Kenapa aku tidak konsen,” pikirnya sambil memejamkan matanya yang sipit.
Tiba-tiba ia teringat dengan kejadian beberapa hari lalu saat ia mengikuti Hye Won pergi.
*Flashback*
Hye Won keluar dari rumahnya sore itu. Ia berdandan rapi, memakai blus hitam yang dipadu dengan blazer putih. Ia juga menggunakan rok hitam selutut dan higheels yang agak tinggi. Rambutnya yang panjang disisir ke samping dan poni panjangnya menutupi sebagian matanya.
“Astaga! Kenapa dia berdandan seperti itu! Mau ke mana sih? Apa jangan-jangan dia...” Daesung mengamati dengan curiga dari balik pagar tetangga. Daesung pun terus mengikutinya hingga ke YG Building. Ia melihat Hye Won menunggu lama di loby. Daesung mengamati dari jauh dengan gelisah dan tak lupa ia membawa koran untuk menutup wajahnya. “Lama sekali, siapa yang dia tunggu sebenarnya,”
Tak lama kemudian sesosok pria bertopi mendekati Hye Won diikuti beberapa kamera. Tempat itu mendadak lebih ramai dan Daesung bisa menyusup diantara orang-orang itu. “Apa ini? Reality show?” pikirnya.
“Hye won-ssi, mari kita berfoto bersama,” ajak Ji Yong dengan ramah dan Hye Won hanya tersipu malu. Daesung yang kesal segera keluar dari tempat itu. “Apa-apaan orang itu, menyebalkan sekali!” katanya. Daesung menunggu di luar hingga beberapa jam dan akhirnya ia bertemu Hye Won lagi. Bukan Hye Won yang ceria seperti saat bertemu Ji Yong, kali ini ia terlihat sedih.
“Ada apa sebenarnya?” pikir Daesung. Hye Won juga mengatakan saat pulang dia tidak akan bisa menemani Daesung menyanyi lagi. “Tunggulah aku kembali dan kutepati janjiku,” kata Hye Won waktu itu.
“Aku tidak pernah memintanya membelikan gitar itu! Memangnya mau pergi ke mana?” Daesung kesal. Ia tidak tahu apa yang terjadi dengan Hye Won dan beberapa hari ini ia tidak melihatnya.
“Ya!! Anak muda!! Waktu sewa studiomu sudah habisss! Kalau mau lanjut bayar lagi!” kata Pak Psy, pemilik studio sewaan Daesung itu sambil menggedor pintu. “Iya Ahjussi, aku sudah selesai!!” Daesung cepat-cepat berkemas dan pergi dari sana.
Daesung tetap tampil sebagai musisi jalanan di Cheomdamdong. Ia tidak menyanyi, hanya memainkan melody dengan gitar akustiknya. Ia berharap Hye Won akan muncul diantara kerumunan orang-orang di situ. Tapi tidak ada.
Tak lama kemudian beberapa petugas keamanan membubarkan aksi Daesung. “Minggir-minggir! Mengganggu jalan saja!” katanya mengusir penonton. Daesung juga buru-buru pergi. Ia sudah biasa dikejar-kejar petugas keamanan seperti itu dari dulu dan pernah ditahan sehari di kantor polisi semalaman. Ia tertawa teringat kejadian menyebalkan itu, tapi tiba-tiba ia teringat kalau waktu ia juga bersama Hye Won.
“Aku ke rumahnya saja,” pikir Daesung.
Di rumah Hye Won, Daesung telah disambut oleh Eomma. “Wah nak Daesung, aku dengar kau sibuk di studio.. apa kau rekaman?” tanya Eomma.
“Oh tidak Ahjumma, hanya latihan, oh aku lupa tidak membawa semangka pesananmu, mianee...”
“Oh ya ampun lupakan saja, ada apa kok malam-malam ke sini?”
“Aku mencari Hye Won, apa ia sudah tidur?”
“Oh? Apa kau tidak tahu dia sudah pergi ke YG Academy?”
“Apa?”
“Sepertinya anak itu tidak memberitahumu ya? Astaga anak itu, ckckc,”
“Berapa lama ia di sana?”
“Katanya enam bulan, tapi kalau berhasil bisa sampai empat tahun,...”
“Empat tahun?!” Daesung terkejut.
“Astaga nak Daesung, biasa sajalah. Aku juga tidak berharap dia akan di sana selama empat tahun, menurutku pekerjaan menjadi artis itu tidak cocok dengannya. Aku berdoa dia akan cepat pulang dan membantuku di toko roti,”
“Oh,.. kupikir juga begitu Ahjumma. Aku juga berharap dia cepat pulang,”
Daesung pulang dengan kecewa. “Jadi itu misi rahasia yang dulu dia bilang? Audisi masuk YG?”
XXX
*Hye won pov*
Sekitar seratus orang memenuhi ruangan itu. Taeyang berdiri di depan memberi sambutan dan pengarahan. “Hari ini adalah hari pertama kalian ada di sini, tapi ingat jalan kalian masih panjang, dalam enam bulan ini siapapun bisa dikirim pulang jika tidak disiplin dan tidak serius menjalani seleksi.”
Orang-orang itu mendengarkan dengan serius. “Kuharap kalian mengikuti jadwal yang sudah ditetapkan, dan semoga berhasil...” katanya lagi.
Kami pun kembali ke kamar masing-masing. Aku sekamar dengan Ha Yi, seorang penyanyi juga. Ternyata ia juga fans berat Ji Yong dan tak henti-hentinya bercerita tentangnya. Ia juga memajang poster Ji Yong di kamar, hal ini sedikit membuatku kesal.
“Hye Won-ah, vocal class besok kudengar Ji Yong akan datang,” katanya Hayi semangat. “oh ya?” aku terkejut sekaligus tidak senang karena akan bertemu orang itu lagi.
“Ah.. ya ampun!! Aku tidak sabar bertemu dengannya, kau juga kan?” ujar Ha Yi.
“Mm... mungkin, tapi sepertinya dia orang yang menyebalkan,”
“Ah masa? Kau pernah bertemu dengannya?” Ha Yi sedikit mengejek. Ia berpikir mana mungkin orang sepertiku pernah bertemu Ji Yong, sedang dia sendiri belum pernah.
“Semangat untuk besok!!” ujar Ha Yi sebelum tidur.
Besoknya, kami sudah berada di tempat sesuai jadwal. Aku berharap pelatih kita hari ini bukan Ji Yong, ah semoga Taeyang saja, atau siapapun. Setelah menunggu sepuluh menit lebih lama akhirnya orang itu memang datang. Ia memakai topinya seperti biasa, dan cat rambutnya belum berubah. Ia masuk kelas tanpa tersenyum dan langsung duduk di sebelah piano.
“Hay semua!” katanya. Orang-orang di sini terlihat histeris termasuk Ha Yi. “Hari ini aku spesial datang hanya untuk perkenalan, mungkin besok sudah diganti orang lain, kuharap kalian tidak sedih...,”
Orang-orang di sekitarku terlihat kecewa karena tidak akan bertemu Ji Yong sedekat ini setiap hari.
“Oh baguslah kalau cuma hari ini,” pikirku.
“Aku ingin mendengar suara kalian satu persatu, tapi tidak mungkin semuanya, ada yang mengajukan diri?”
Semua orang antusias. Aku hanya bersembunyi di balik punggung orang di depanku dan sambil menutup wajah dengan topi yang kubawa dari rumah. Ternyata Ha Yi yang terpilih. Ia menyanyi dan cukup mendapat applause. Ji yong sepertinya juga menyukai penampilannya, tapi ia juga memberi kritik. Ha Yi kembali ke kursinya dengan senang hati.
“Kupikir harus ada lagi yang maju,” kata Ji Yong. Orang-orang berusaha menawarkan dirinya untuk maju dan aku tetap di posisiku tadi.
“Hye Won, kau tidak mau?” tanya Ha Yi.
“Tidak,” aku masih menutup wajah dengan topi sambil menunduk.
“Wah sayang sekali Hye Won, ayolah aku ingin dengar suaramu,” Ha Yi memaksa.
“Aiissh, diamlah Ha Yi,” aku berbisik agar dia tenang.
“Ada apa itu? Kalian jangan berisik sendiri,” Ji Yong membentak ke arah kami. “Aduhh kan,” aku kesal.
“Kau saja yang maju,” kata Ji Yong.
Aku diam sambil tetap menunduk.
“Hye won, itu kamu yang ditunjuk...” bisik Ha Yi.
“Apa!!” aku panik sekaligus kesal pada Ha Yi. “Ha Yi ini gara-gara kau!!” bisikku.
“Ya, kau maju atau tidak!!” suara cempreng Ji Yong terdengar lagi.
Baiklah-baiklah. Aku maju ke samping Ji Yong di dekat piano. Aku tetap memakai topi itu supaya ia tidak mengenaliku. Aku menyanyikan sebuah lagu yang pertama kali terpikirkan. Ternyata cukup mendapat applause. Syukurlah.
Ji Yong tetap cuek, ”Not bad,” katanya tanpa ekspresi. “Kalau kau cuma bisa seperti itu aku jamin kau akan segera pulang sebulan lagi, berlatihlah lebih serius!” katanya. “Arasso,” kataku pelan dan buru-buru kembali.
Vocal class yang berjalan sangat lambat menurutku. Aku bahkan lupa apa saja materi hari itu saking kesalnya. Sejam telah berakhir dan aku sangat lega. Aku buru-buru keluar dari sana. Di luar aku menunggu Ha Yi sambil membaca pengumuman.
Ji Yong saat itu lewat tepat di belakangku.
“Tunggu, sepertinya aku tahu kau... oh stalker itu!!” katanya.
“aku bukan stalker seperti yang kau pikir!” aku marah.
“Kau ini sudah kutangkap basah masih mengelak, dasar tak tahu malu, kau bahkan bisa mengikutiku sampai di sini, ckckck, hebat, hebat,” dia mencibirku.
“Tolong jaga kata-kata anda,”
“Dengar ya, aku yakin kau hanya bertahan sebulan di sini, sebaiknya kau jangan berharap. Oh ya, kau ingat reality show itu?”
“...?”
“Aku meminta mereka untuk tidak menayangkannya, aku juga minta mereka hapus semua rekaman itu. Jadi kau jangan berharap bisa numpang populer dengan cara itu,”
“Tak perlu kau beritahu aku sudah mengerti pak,” jawabku cuek.
“Ji Yong-ssi!!” seseorang memanggil. Dia Seungri, asisten Ji Yong. “Ayo kita sudah harus ke lokasi pemotretan,” katanya panik.
“Iya, iya,” Ji Yong malas.
“Eh, kau... Hye Won-ssi?” Seungri tiba-tiba melihatku.
“Ne,”
“Wah, aku sering melihat videomu di Youtube, yang kau bersama partnermu itu lho...,”
“Oh, Daesung?”
“Benar-benar! Apa dia juga di sini?” Seungri celingak-celinguk.
“Mana mungkin dia ada di sini?”
“Kuharap kau akan segera membuat album! Aku fansmu,” Seungri menjabat tanganku. “Ya! Kau malah ngobrol, katanya buru-buru!” Ji Yong mulai marah.
“Aku pergi dulu,..” Seungri melambaikan tangannya. Aku memandang mereka pergi.
“Hye Won! Ayo kita pergi,” Ha Yi tiba-tiba muncul. “Ayo,” kataku.
“Oh tadi aku lihat Ji Yong bicara denganmu, kau beruntung sekali Hye Won,” Ha Yi terlihat iri.
“Tidak, dia hanya lewat,” kataku.
XXX
Selain latihan vocal, hari-hariku di sini juga disibukkan dengan latihan dance. Itu part paling menyebalkan di sini. Satu-satunya alasan adalah karena aku tidak suka menari, dan pasti aku sangat buruk dalam melakukannya. Pelatih tari seringkali memperbaiki gerakanku dan tak jarang juga memarahiku.
Hingga akhirnya Taeyang sebagai salah satu anggota tim penilai harus memberi komentarnya satu-persatu pada kami. Aku siap-siap saja mendengar kritiknya. “Hye Won-ssi, aku harus bilang kau menjadi yang terburuk hari ini,” katanya.
“Mm..miane,” kataku pelan.
“... apa kau tidak suka menari?”
“ ... ne,”
Taeyang menghela nafas. “Aku lebih suka menyanyi sambil main gitar atau piano,” kataku jujur. Aku memang ingin menjadi rockstar, mana mau aku menari.
“... banyak penyanyi yang tidak perlu bisa menari sudah sangat hebat dan terkenal. Di sini kau berlatih menari bukan untuk menjadi dancer, tapi untuk melihatmu, bisa menyelesaikan tantangan atau tidak,” kata Taeyang bijak.
“Iya,”
“Berlatihlah lebih keras, semoga berhasil,” ia tersenyum.
Kata-kata Taeyang benar-benar memotivasiku. Berbeda dengan Ji Yong yang hanya bisa menjelek-jelekkan aku saja. Kali ini aku bertekad untuk lebih tekun berlatih. Akhirnya aku menemukan sebuah ruang latihan koreografi yang katanya sudah jarang digunakan. Aku sudah izin pak penjaga untuk meminjam ruangan tiap malam.
Sudah dua minggu ini aku selalu keluar malam saat yang lain sedang tidur. Semua ini demi memperbaiki dance-ku yang buruk. Hari ini aku juga akan berlatih. Jam menunjukkan jam sepuluh malam dan semua sudah tidur karena lelah berlatih hari ini. Aku mengendap-endap ke ruangan itu.
Aku membuka pintu dan menyalakan lampu. Hanya tumpukan kardus yang ada di situ. Penuh debu dan sepi. Agak seram sih, tapi mau bagaimana lagi. Daripada dilihat orang...
*Ji Yong Pov*
Ji Yong terbangun. Tadi dia tidur sambil bersandar ke tembok dibalik kardus-kardus itu. Ia tidak sadar kalau sudah malam dan sedari tadi tidur di sana. Ia melepas topi yang digunakan untuk menutup wajahnya. “Oh jam berapa ini?” katanya panik.
Kemudian dia sadar ada orang lain di ruang itu. “Oh dia kan calon trainee baru itu? Kenapa berlatih di sini? Kukira hanya aku yang pakai ruang ini, haha. Dance-nya sangat buruk, aku ingin lihat sebentar,” Ji Yong menahan tawa.
Sudah sekitar sejam aku berlatih. Keringat bercucuran dan jujur saja aku juga lelah. Ini yang terakhir, pikirku. Aku mencoba lagi mengingat gerakan yang tadi diajarkan. Tapi aku terjatuh.
Ji Yong terkejut melihatku jatuh dan hampir saja dia terlonjak dari persembunyiaannya. Tapi aku berdiri lagi dan Ji Yong tetap mengamati dari tempat persembunyiannya. Aku mulai berlatih lagi, dan lagi-lagi aku terjatuh.
Aku memang mencoba berdiri, tapi kali ini benar-benar sakit dan tidak bisa berdiri. “Ah eotokke,.. kalau begini aku bisa di sini sampai besok,” aku bingung.
“Lepaskan sepatumu!” kata Ji Yong yang tiba-tiba muncul di belakangku. “Aigoo! Sejak kapan kau ada di situ!!” aku kaget sekaligus malu.
“Sudahlah, biar kuperiksa,”
“Tidak usah, gwenchanayoo!”
“Pabo ya!! Seperti ini bilang tidak apa-apa!” Ji Yong membuka paksa sepatuku. “Ini terkilir, aku bisa menyembuhkannya, tapi mungkin akan sedikit sakit,”
“Ah jangan! Biar saja,” aku ngeri memikirkannya.
“Kalau begitu di sinilah terus sampai besok!” Ji Yong kesal.
“... baiklah. Tapi tunggu, aku bernafas dulu, oh tunggu! Aku berdoa duluuuu!!” >.<
“Ah kelamaan!” tanpa ampun Ji Yong segera menyembuhkan kakiku dengan metode pengobatannya yang ia pelajari entah dari mana. Benar-benar sakit sampai tidak bisa teriak lagi. Mataku berkaca-kaca, tapi aku menyembunyikannya.
“Sudah tidak apa, sebentar lagi kau bisa jalan. Ternyata kau kuat juga,”
“Aku sudah biasa menahan sakit,” kataku cuek.
Ji Yong diam saja.
“Gomawo,” kataku, masih tanpa memandangnya.
“... Coba jalan,” kata Ji Yong sambil berdiri.
Aku mencoba berdiri. Dengan perasaan lega aku mulai berjalan, tapi ternyata masih agak sakit hingga aku hampir terjatuh. Dengan sigap Ji Yong menangkapku.
“Lepaskan!” aku menolak tangannya dengan kejam.
“Ah!! Harusnya kau tidak usah kutolong,” Ji Yong yang kesal segera menuju pintu. Aku hanya melihatnya dari sini. Ji Yong malah terdiam di depan pintu. Dia terlihat pucat pasi mendadak seakan baru saja ada hantu yang lewat.
“Waeyo?” tanyaku.
“Ada yang mengunci pintunya,” jawab Ji Yong pelan.
“Apa!!?” aku panik, sambil memungut sepatu lalu merangkak ke pintu karena belum kuat berjalan.
“Ah... eotokke..??!! Aku minta bantuan saja, bantu aku teriak ya, HALO...!! ADA ORANG DI LU..”
“Heh diam!!” Ji Yong membungkam mulutku. “Kau gila apa?! Mau bikin keributan malam-malam di sini!! Apa kata mereka kalau tahu aku di sini bersamamu! Teriak lagi kubunuh kau!”
“...terus gimana!” aku kesal.
“Pinjam handphone-mu saja.”
“Aku mana bawa handphone, kita hanya boleh menelpon seminggu sekali, handphone-mu saja,”
“Oh god...,” Ji Yong mencari handphone-nya. “Sialan aku nggak bawa handphone!!”
Detik itu rasanya aku hampir pingsan. “Harus cari cara,” kataku tanpa putus asa. Aku mencari benda-benda yang sekiranya bisa berguna.
“Sedang apa kau?” Ji Yong pusing dan heran melihatku.
Aku menemukan benda-benda seperti bolpen, pensil, pecahan kayu, kawat, paku, dan lain-lain. Aku mulai menggunakan benda-benda itu untuk mencongkel pintu. “wah, ternyata selain stalker kau juga berbakat menjadi penyusup!” ujar Ji Yong. Aku menatap Ji Yong penuh amarah.
“Maaf-maaf silahkan dilanjutkan, aku bantu doa,” katanya.
Aku berkutat dengan pintu selama beberapa jam tapi tidak menunjukkan tanda-tanda berhasil. Sementara itu Ji Yong malah tertidur di pojok ruangan. “Haisssh, dia malah tidur... uh bagaimana ini...,” Aku hanya duduk sambil memandangi pintu.
Tak terasa pagi telah tiba. Aku bahkan lupa tidak tidur semalaman gara-gara masalah ini. Ji Yong bangun. “Jam berapa ini? Sudah bisakah?”
“Ini sudah pagi tahu! Enak saja malah tidur! Bukannya bantu!”
“Sudah pagi!! Ya ampunnn!!” Ji Yong panik.
Dengan kekuatan tersisa aku mencoba sekali lagi, dan pintu itu terbuka dengan mudahnya. “Wahh akhirnyaaa...!!” aku hampir menangis bahagia. Karena tidak kuat jalan aku keluar dari sana sambil merangkak dan membawa sepatuku yang belum dipasang. Ji Yong ikutan merangkak saking bahagianya. Mungkin otaknya terganggu.
Aku lupa ini sudah pagi dan pasti banyak orang yang lewat di situ. Dan benar saja, mereka hanya memandang kami yang keluar dari ruangan itu dengan tatapan aneh. “Kalian sedang apa di situ?”
Untuk sesaat aku dan Ji Yong membatu. Tiga detik kemudian aku langsung lari sampai lupa kalau kakiku sakit. Ji Yong sempat marah-marah pada orang-orang di sana dan kudengar Seungri asistennya langsung datang.”Ji Yong! Aku mencarimu! Kau dimana saja!!” teriaknya. Mereka pun pergi.
Aku kembali ke kamar. Lega sekali bisa kembali dengan selamat.
“Hye won! Kau ke mana saja! Kau hilang semalaman!” Ha Yi panik.
“Ah miane.., ceritanya panjang, ”
“Kakimu bengkak kenapa?” Ha Yi khawatir
“Oh terjadi kecelakaan kecil, tidak apa. Sebentar lagi kelas dance ya? Aku siap-siap dulu,”
“Jangan, kau ke klinik saja, biar aku urus izinmu,”
“Gomawo Hayi,”
...