home_icon
SIGN IN
SIGN UP
Portal Berita - Radio Streaming - Komunitas Anak Muda
Portal Berita - Radio Streaming - Komunitas Anak Muda
LOUNGE
HOW IT WORKS
HOW TO BE DFF OF THE WEEK
TERMS OF USE
CONTACT US
  • Latest
  • Most Viewed
  • Most Loved
  • A-Z
  • My Fanfiction
  • My Subscriptions
  • My Subscribers
  • Create New Fanfiction
Fan Fiction > Tears Of Mafia

Tears Of Mafia

Share:
Author : kifijo
Published : 22 Oct 2013, Updated : 18 Nov 2013
Cast : Kim Sunggyu (Infinite), Seo Heeyeon (OC), Bang Yongguk (BAP), Nam Jihyun (4Minute), Kim Myungsoo (In
Tags :
Status : Ongoing
0 Subscribes |17114 Views |1 Loves
Tears Of Mafia
CHAPTER 7 : Love Comes

Sunggyu.

 

Apa yang aku lakukan? Aku terus memegangi kepala ku dan mengacak – ngacak rambutku. Ku ingat kembali tatapan terakhir Heeyeon sebelum dia berbalik dan lari. Sial! Aku tak bisa tidur karena masalah ini. Tindakan bodoh macam apa itu Gyu?

Lalu ku ambil handphone ku. Ku buka daftar kontaknya, ku temukan nama Heeyeon dan ku pandangi nomor teleponnya. Aku tahu selama seminggu ini hidupku sudah tak tenang, bagaimana gadis seperti Heeyeon melakukannya. Haruskah aku menelponnya?

“Oppa~!” tiba – tiba suara Jihyun membuyarkan lamunanku. Dia menyeruak masuk ke dalam apartemen ku dan berusaha berlari ke arah ku yang sedang duduk di atas sofa.

“Apa yang kau lakukan disini? Bagaimana kau bisa masuk?” Tanya ku bingung.

“Tentu saja aku bisa, aku kan afal password kunci apartemenmu. Oppa lupa?” Lalu dia mendekatkan badannya di samping tubuhku, duduk dan melihat ke arah handphone ku. “Heeyeon? Siapa dia?”

“Dewi penyelamatku.”

“Apa?! Sunggyu oppa! Kamu selingkuh dari ku ya?”

“Selingkuh? Kau ini lucu sekali. Sejak kapan Jihyun?”

“Oppa! Jangan perlakukan aku seperti ini. Siapa dia?”

“Aku pun tak tahu dia siapa bagi ku.” Lalu ingatan ku terbang ke malam dimana aku telah menciumnya.

“Oppa! Dia siapa?” Jihyun terus bertanya.

“Diam Jihyun. Buat apa kau bertanya? Bahkan kau bukan ibuku.” Jawabku dingin.

Jihyun terlihat syok dan mulutnya terbuka lebar. Tak kuperdulikan tatapan kagetnya atas jawaban ku dan aku pun berdiri dari sofa, masih menggenggam ponsel ku. Aku mulai melangkah ke dalam kamar lalu bel pun berbunyi.

“Jihyun, liat siapa yang datang.”

“Tidak mau.” Raut wajah Jihyun berubah kesal.

Aku memutuskan melangkah ke arah pintu. Dan melihat wajah Yongguk dari kamera. Ku bukakan pintu. Bisa kulihat Yongguk menggenakan jumper serta celana training serba hitam. Tidak seperti biasanya.

“Akhirnya kau datang juga.” Kataku.

“Memang ada masalah serius apa lagi? Apa senjata – senjata di gudang timur tidak aman lagi? Atau masalah obat itu?” kami melangkah masuk ke dalam.

“Bukan, tapi ini menyiksaku. Lebih dari semua masalah yang tadi.”

“Jihyun?” Yongguk terlihat kaget ketika melihat Jihyun duduk di sofa sambil memegang remote tv.

“Yongguk? Ngapain di sini?” Tanya Jihyun.

“Seharusnya dia yang bertanya, sedang apa kau di apartemen laki – laki seperti sekarang ini.” Timpal ku.

“Aku, aku, aku hanya…. Sudah lah.” Lalu Jihyun berjalan cepat menuju dapur dan membuka kulkas. “Oppa! Kau tak punya soju?”

“Tak ada. Lagi pula kau belum cukup umur untuk minum soju.” Jawabku singkat, raut wajah Jihyun semakin kesal. Dia memutar bola matanya lalu berjalan ke arah pintu keluar dan membanting pintu tepat setelah dia keluar.

“Hyung, seharusnya kau lebih baik padanya.” Yongguk memecahkan keheningan.

“Aku sudah mencoba baik. Lagi pula apa yang salah kalau gak punya soju?”

“Hyung, ku rasa kita lanjutkan besok saja. Tiba – tiba aku ingat ada pekerjaan yang belum selesai.”

“Oh, okay. Baiklah.” Lalu Yongguk berjalan keluar.

Lagi – lagi sendirian. Apakah aku benar – benar kesepian. Padahal baru saja Yongguk datang lalu dengan cepatnya dia pergi. Tak adakah yang bisa ku hubungi. Aku ingin menceritakan semua yang ku alami. Ini membuatku frustasi. Lalu ku pandangi lagi layar ponselku. Tanpa sadar aku menekan tombol call setelah aku membuka kontak Heeyeon. Lalu dengan ragu – ragu ku letakan ponsel di sebelah telinga ku. Terdengar nada dering. Telpon ku tersambung.

“Halo.” Ku dengar suara Heeyeon di sebrang telpon. “Ini siapa ya?”

“Oh, Heeyeon hai!” ku benturkan kepalaku ke tembok dengan kecepatan lambat, kenapa aku jadi gugup. “Ini aku, Sunggyu.”

“Sunggyu?” ku dengar ada sedikit nada kaget dalam suaranya.

“Panggil aku Gyu juga boleh.” Sekali lagi ku benturkan kepala ku ke tembok.

“Okay. Gyu, ada apa?”

“Mmmm, kau ingat kalau kau ini dewi penyembuhku?”

“Iya.”

“Aku rasa aku butuh bantuan mu. Bisa kah kita bertemu?” aku terus membenturkan kepalaku ke tembok. Pertanyaan bodoh Gyu. Serius.

“Mmmm…”

“Jadi gak bisa?” membenturkan kepala ke tembok menjadi hal yang menenangkan saat ini. “Okay, maaf mengganggu mu. Aku tak bermaksud.”

“Besok. Besok aku bisa.”

“Oke, besok.” Ku tinggalkan kegiatan membenturkan kepala ke tembok.

“Ku tunggu di depan Korean Art School.”

“Oke. Jam 2 siang?” Senyum mulai menghiasi raut wajahku.

“Jam 2 siang, oke.”

“Di depan Korean Art School jam 2 siang. Aku tak akan terlambat.”

“Oke. See ya.”

“Yeah.”

Lalu ku dengar bunyi klik dan telpon itu pun berakhir. Aku mulai meloncat ke sana kemari. Senyum mulai merekah di wajahku. Besok, ku harap hari ini segera berakhir.

*_*_*

 

Heeyeon.

 

Ku lirik jam tangan ku, sudah menunjukan pukul 2.15 p.m. Dan di sini lah aku, masih duduk di depan piano yang ada di dalam kelas. Selama beberapa jam terakhir aku tak sanggup menghentikan detakan jantungku yang semakin lama semakin cepat berdetak.

“Apa dia sudah ada di depan?” aku tak sanggup melangkahkan kaki ku. “Tapi kalau dia sudah di depan kenapa tidak meneleponku?”

Tapi ku rasa aku sudah tak tahan untuk berdiam diri di ruang kelas lagi. Ku putuskan untuk membereskan semua barang – barangku, ku ambil tasku dan aku melangkah keluar kelas. Aku mulai berjalan dengan langkah cepat. Lalu ku lihat plang bertuliskan toilet, ku putuskan masuk ke dalamnya.

“Eunhye?” ku lihat pakaian Eunhye telah basah karena keringat, rambutnya yang di kuncir buntut kuda sudah terlihat berantakan parah. Sepenglihatan ku, ia baru saja membenamkan kepalanya ke dalam wastafel yang penuh air.

“Heeyeon? Hai!” ku lihat iya tersenyum ke arah ku. “Maaf, tapi sepertinya aku harus mandi. Gerakan hari ini sungguh parah. Sampai jumpa di rumah oke.”

Lalu Eunhye pergi begitu saja keluar dari toilet. Entah apa yang ia lakukan di kelas tarinya tapi itu menjelaskan bahwa mungkin hari ini dia benar – benar di forsir.

Ku putuskan untuk mencuci muka ku, mengenakan sedikit bedak, lalu menambahkan sedikit lip balm di bibirku. Lalu ku tatap wajah ku di cermin.

“Okay. Ini cukup. Atau berlebihan? Sudahlah.”

Ku lirik kembali jam tangan ku, sudah menunjukan pukul 2.25 p.m. Aku segera berlari menuju luar sekolah. Ku edarkan pandanganku ke sekeliling halaman terus hingga aku melihat ke arah pintu gerbang. Aku terus berlari hingga keluar pintu gerbang. Dan tak kulihat dia.

“Jangan –jangan dia sudah pergi.” Lalu ku langkahkan kaki ku bermaksud untuk kembali ke dalam sekolah tapi tiba-tiba ku rasakan dingin di pipi ku.

“Kau ini lama sekali. Jadi ini sekolah mu?” ku lihat ternyata Gyu sudah ada di belakangku sambil memegang sekaleng coke. “Ini untuk mu.”

“Thanks. Lalu apa yang sakit?” Tanya ku polos.

“Hahaha. Ayo ikut aku.”

“Kemana?”

“Ikut saja.”

Lalu dia menggenggeam tangan ku, menarik ku perlahan untuk jalan di sebelahnya. Kami pun berjalan entah kemana. Sampai kami tiba di sebuah café.

“Ayo masuk. Kue di sini enak.” Katanya sambil tersenyum lebar.

Aku hanya mengikuti perintahnya dan berjalan masuk ke dalam café. Café nya sangat nyaman,  meja dan kursi terbuat dari kayu serta memiliki bentuk yang unik. Daftar menunya di tulis di atas papan dengan kapur warna – warni.

“Ayo duduk. Kamu mau pesan apa?” Tanya Gyu.

“Vanilla Latte? Iced.” jawab ku, lalu Gyu memesankannya untuk ku.

Ku lihat dia kembali dengan membawa nampan berisi satu gelas vanilla latte, entahlah itu dua potong cheese cake atau cake lainnya, dan secangkir besar yang entah ku tak tau isinya apa. Ia meletakan nampan itu.

“Aku tidak mengganggu mu kan?” tanyanya setelah menyeruput minuman yang ada dalam cangkir besar itu.

“Tidak. Jadi apa yang membuat mu ingin bertemu denganku?”

“Aku hanya…” lalu ku lihat dia merogoh saku jasnya dan mengeluarkan kotak kecil berwarna biru laut. “Aku ingin memberimu ini. Ucapan terima kasih.”

Dibukanya kotak kecil itu. Ku lihat isinya sebuah gelang yang terbuat dari kulit berwarna cokelat dan gantungan berbentuk sayap malaikat  menghiasi nya. Di ambinya gelang itu.

“Mau ku pakaikan?” Tanya Gyu. Sementara aku hanya diam, mengangguk dan menyodorkan tangan ku. Dia pun memakaikannya dipergelangan tanganku. “Pas untukmu.”

“Terima kasih. Gelangnya bagus.” Pernyataan buruk Heeyeon.

Lalu ku minum vanilla latte ku dalam diam. Begitu pula Sunggyu, menyeruput minumannya dalam diam. Suasana terasa canggung saat itu dan hening. Lalu ku tarik nafas dalam-dalam sambil minum vanilla latte ku.

“Heeyeon.” Gyu memecahkan keheningan di antara kami.

“Iya?” aku tak berani menatap wajahnya, entah kenapa jantungku berdebar dengan kecepatan parah.

“Mau jalan-jalan?”

“Boleh.”

Lalu kami meninggalkan café itu tanpa menyentuh cheese cake yang dibeli Gyu sama sekali. Kami berjalan menuju sebuah taman. Kami berjalan perlahan. Gyu berjalan di samping ku sambil terus menunduk melihat sesuatu entah itu apa di jalanan.

“Heeyeon, aku mau bilang sesuatu.”

“Oh iya? Di bagian mana yang terluka?” wajah Gyu berubah kaget. “Kau bilang kemarin, panggilan darurat?”

“Oh, tidak. Tidak ada yang terluka.”

“Syukurlah.” Kataku lalu aku menghela nafas.

Setelah itu keheningan mulai mengisi kekosongan di antara aku dan Sunggyu. Kami tetap berjalan menyusuri trotoar entah mau pergi kemana. Kubiarkan pandanganku lurus ke depan. Menatap orang – orang yang berjalan ke arah ku dan melewati ku. Betapa cepatnya mereka berjalan, benar – benar kota sibuk.

Tiba – tiba ku rasakan seseorang menyentuh lalu menggenggam pergelangan tanganku. Aku menoleh ke belakang dan mendapati bahwa Sunggyu lah yang melakukannya. Saat aku melihat wajahnya dia tersenyum canggung.

“Heeyeon, ini.” Dia memberikan semangkuk ddeokpokki padaku. “Tadi kita gak sempat makan cake nya.”

Ku tatap ddeokpokki yang ada di tangannya. Benar saja aku merasa perutku bereaksi ketika melihat ddeokpokki itu. Kelihatannya juga enak.

“Kapan kau membelinya?” tanyaku.

“Disaat kau terlalu fokus berjalan.” Gyu menjawab dengan tawa kecil. “Ini makanlah.”

“Ayo makan sama – sama.” Jawabku sambil tersenyum.

Lalu kulangkahkan kaki ku menuju kursi taman terdekat diikuti Sunggyu. Tak terasa sudah hampir satu jam aku dan Sunggyu menghabiskan waktu duduk di taman sambil makan ddeokpokki. Mengobrol dengannya entah mengapa terasa menyenangkan.

“Oh iya, aku beli minum dulu ya. Kau tunggu disini.” Kata Sunggyu, lalu berdiri meninggalkan ku duduk sendiri di taman. Kulihat Sunggyu berjalan menjauh, ku tatap punggungnya. Dan ia semakin berjalan menjauh.

*_*_*

Sunggyu.

 

Ku berjalan menjauh dari Heeyeon menuju mesin penjual minuman. Sesampainya di depan mesin ku pilih untuk memembeli dua kaleng jus jeruk. Ketika aku ingin kembali ke tempat Heeyeon, satu pikiran aneh terlintas di kepalaku.

“Pikiran macam apa itu Gyu?” ku gelengkan kepala ku untuk mencoba melupakan pikiran aneh itu. Tapi tetap saja tak mau hilang dari dalam kepalaku.

Sambil membawa dua kaleng jus jeruk, aku berjalan dengan kecepatan lambat tapi tetap saja dada ku terasa sesak. Semakin dekat dengan tempat Heeyeon duduk dada ku berdebar semakin tidak karuan. Seperti ingin meledak.

Ku lihat Heeyeon melambaikan tangannya ke arah ku. Aku hanya bisa membalas dengan senyuman sambil mengangkat salah satu tangan ku yang membawa minuman. Belum sempat ku sampai di tempat Heeyeon, ia telah berdiri dan menghampiriku.

“Jus jeruk?” Tanya Heeyeon. Lalu ku jawab dengan anggukan kecil dan memberinya satu kaleng. “Oh iya, ini sudah sore. Aku harus pulang. Tidak masalahkan?”

Pulang? Berarti waktu bersama Heeyeon hampir berakhir? Tak bisakah sedikit lebih lama lagi. Entah mengapa aku tak ingin berpisah dengannya.

“Ah, iya. Tidak masalah kok. Mau aku antar?” ku mohon jawab iya.

“Hmmm, boleh. Sampai halte bus aja. Aku tak mau merepotkan mu.” Jawab Heeyeon.

Sampai halte bus? Baiklah, itu juga sudah lumayan. Sedikit memperpanjang waktu bersamanya.

Akhirnya kami berjalan santai menuju halte bus terdekat. Dan entah mengapa jarak halte bus nya memendek atau apalah, tapi tak terasa kami hampir sampai.

“Heeyeon, ada sesuatu yang ingin ku katakan padamu.” Rasanya aku ingin menghilang dari bumi ini.

“Iya? Aku akan mendengarkannya?”

Entah apa yang telah merasuki diriku tapi tiba-tiba saja kutarik lengan Heeyeon, ku peluk dan ku cium bibirnya. Pikiran aneh ku terwujud. Aku sudah tak bisa menghitung lagi berapa kecepatan jantungku berdetak. Aku sudah tak tahu apa ia mengijinkan ku untuk menciumnya atau tidak. Yang jelas untuk beberapa saat ku rasakan Heeyeon membalas ciuman ku. Atau itu hanya perasaanku saja. Lalu dia mendorong tubuhku menjauh dan ciuman itu pun berakhir.

“Maaf.” Kata ku singkat.

Heeyeon segera berbalik dan ingin berjalan menjauhi ku, tapi tangan ku dengan cepatmenggenggam pergelangan tangan Heeyeon dengan erat. Lalu Heeyeon menoleh ke arah ku. Ku lihat wajahnya merona semerah tomat dan aku pun yakin bahwa wajahku sama parah atau bahkan aku perkirakan lebih parah meronanya dari wajahnya.

“Maaf Sunggyu tapi.” Dia tak melanjutkan kalimatnya dan mencoba untuk melepaskan genggamanku.

“Heeyeon. Seo Heeyeon. Maukah kau, kau tahu. Mau kah kau jadi pacar ku?” rasanya aku ingin menghilang seketika dari dunia ini. Apa yang telah kau katakan Gyu? Tapi sudahlah, aku sudah terlanjur mengatakannya.

Wajah Heeyeon menurutku semakin memerah, mungkin itu efek matahari sore. Sudah lah aku tak tahu. Ku kendorkan genggaman tanganku. Dalam sekejap mata Heeyeon menarik tangannya.

“Sunggyu sepertinya bus nya sudah datang. Selamat tinggal.” Lalu ku lihat Heeyeon membungkuk pada ku dan berlari meninggalkanku.

Kejadian di depan gedung pertunjukan itu kini terulang lagi. Tapi aku tak mau berakhir seperti ini. Ku susul Heeyeon yang berlari meninggalkanku. Akhirnya aku sampai tepat di belakangnya.

“Bisakah kau menjawab pertanyaanku Heeyeon?” tanyaku dengan suara rendah.

Heeyeon menolehkan kepalanya ke arahku dan menatapku. Tatapannya itu tak dapat ku artikan. Sungguh ini membuatku frustasi. Lalu bus tiba di hadapan kami dan pintu bus pun terbuka. Heeyeon melepaskan tatapannya dan dengan cepat masuk ke dalam bus. Untuk sesaat aku mematung, ku lihat Heeyeon memilih tempat duduk di bagian belakang bus dan tidak sedikit pun menoleh ke arahku.

“Ya! Seo Heeyeon! Aku masih menunggu jawaban mu!” teriak  ku ketika bus perlahan pergi menjauh meninggalkan halte. “Apakah selalu rumit seperti ini? Cinta.”

POPULAR FANFICTION

BERITA PILIHAN

COPYRIGHT 2025 DREAMERS.ID PUBLISHED BY DREAMERS NETWORK