Boarding House. Guanlin’s room
03.35 PM
Guanlin dan Shiyeon bersandar pada kepala tempat tidur. Selama dua jam lamanya mereka berdua terdiam seperti patung. Pandangan mereka kosong lurus ke depan. Sampai detik ini, perasaan bersalah masih menggerogoti hati kedua anggota termuda boarding house tersebut.
Air mata Shiyeon menetes satu demi satu. Isak nya mulai mengalihkan perhatian Guanlin. Guanlin yang memang tak banyak bicara itu merangkul pundak shiyeon. Menyandarkan kepala Shiyeon pada bahunya. “Uljima” pinta Guanlin pelan.
“Mengapa semua menjadi seperti ini.. hh.. ssh..hiks.. Mengapa harus eonniedeul dan oppadeul yang menanggung akibat dari masalah yang ku ciptakan? Mengapa bukan aku saja hikss.. hiks..” Tangis Shiyeon tak henti menyalahkan dirinya sendiri.
Tok tok tok.. Hyungseob muncul dari balik pintu. Ia mendengar Shiyeon menangis dari luar. Air wajahnya juga terlihat murung saat memasuki kamar yang semenjak kepergian Jinyoung menjadi kamarnya dan Guanlin itu. Hyungseob bergabung dengan Guanlin dan Shiyeon menaiki tempat tidur. Ia duduk di hadapan Guanin dan Shiyeon, tepat di tengah mereka. Ia yang selama ini hanya berprilaku bodoh seolah tak mengerti apapun, sore itu ikut meneteskan air matanya. Ia terdiam sesaat menatap Shiyeon yang masih terisak di dalam dekapan Guanlin. Air mata lalu perlahan turut menetes membasahi wajahnya. “Ini salah ku Shiyeon-a.. hiks..” Ujar Hyungseob memegangi tangan Shiyeon. “Karena aku yang bodoh ini tidak bisa melakukan apapun selain melakukan tindakan bodoh....Aku sungguh tak berguna”
“Aniya ini salah ku hiks” Sahut Shiyeon.
Hyungseob menggeleng “Hh.. hiks.. aniya.. aku yang bersalah, karena aku bodoh”
“Anirago.. hhhh ssk.. hh paboya” Shiyeon dan Hyungseob merengek menyalahkan diri mereka masing-masing. Mereka menangis seperti anak kecil, tapi ketulusan jelas tergambar dari tangis mereka. Shiyeon mendekat. Ia merangkul Hyungseob di hadapannya. Mendekap erat Hyungseob yang terus menangis. Tangis hyungseob lama kelamaan lebih keras dibandingkan tangis Shiyeon, karena itu Shiyeon menjadi iba padanya.
Guanlin merangkul keduanya. Ia juga hampir menangis, tapi ia menahan keinginannya itu. Ia berfikir, dirinya juga sudah banyak menyusahkan hyungdeul dan noonadeul. “Himnaeja. Magnae line” Ucap Guanlin. “Disaat seperti ini kita harus menjadi lebih kuat. Tidak perlu mencari siapa yang bersalah. Kita semua jelas bersalah.. aku tahu itu”. Guanlin juga tidak menyangkal bahwa ia juga mengambil peran dalam peristiwa yang menyebabkan semua orang disana harus menghadapi saat sulit seperti sekarang. “Tapi jika kita terus seperti ini, kita hanya akan membebani hyungdeul dan noonadeul. Kita tidak boleh seperti ini. Kita juga harus memberi dukungan moral terhadap mereka, arasseo?” Seru Guanlin berusaha menaggapi semua ini dengan kedewasaan.
Shiyeon dan Hyungseob menggangguk meski mereka belum mampu menyudahi tangis mereka. Ketiganya saling memeluk erat. Benar, bukan saatnya mereka menyesali apa yang telah terjadi secara berlarut-larut. Mereka tidak boleh menjadi beban bagi yang lainnya.
Guanlin turun dari tempat tidur. Ia memiliki kulkas kecil di sudut kamar. Ia mengeluarkan 4 botol banana milik serta mengambil 3 buah sedotan. Dibagikannya satu persatu kepada Shiyeon dan Hyungseob juga menampung 2 botol untuk dirinya.
Sejenak mereka menangkan diri, menyeruput cold banana milk pemberian Guanlin tanpa banyak bicara. Tak lama kemudian ponsel Hyungseob begetar “O Euiwoongie! aku hampir lupa, hari ini aku harus mengerjakan tugas kelompok!”
Shiyeon menghapus sisa air mata di wajah Hyungseob “Cuci muka sebelum pergi, jangan pergi dalam keadaan mata bengkak begitu, nanti orang bertanya-tanya kau kenapa” Ujarnya dengan nada ketus namun isi dari ucapannya menunjukkan sebuah perhatian.
“Araseo” Jawab Hyungseob tersenyum “Aku pamit dulu. Kau baik-baik dengan Guanlin, jangan menangis lagi. Guanlin jaga Shiyeon” Pinta Hyungseob.
“Eoh” Jawab Guanlin tanpa melepas sedotan di mulutnya.
Hyungseob mengambil tas miliknya, memasukkan beberapa buku ke dalam tas, juga sebuah notebook dan PC tablet. Ia kemudian meninggalkan kamar tersebut. Terdengar langkahnya menuruni tangga. Hyungseob selalu terburu-buru dan kurang hati-hati, semua dapat terdengar jelas dari cara dan suara langkahnya di tangga.
Guanlin menghabiskan 2 botol banana milk dengan cepat, begitu juga dengan Shiyeon, sebotol banana milk pemberian Guanlin sudah kosong di tangannya. Guanlin kembali berdiri, ia mengambil botol kosong tersebut dan membantu membuang nya ke tong sampah. Guanlin menjaga Shiyeon dengan baik sementara Hyungdeul dan Noonadeul sedang sibuk.
“Guanlin-a” Seru Shiyeon saat Guanlin masuk ke dalam kamar setelah membuang botol susu.
“Wae?” Tanya Guanlin duduk di atas kasur kembali.
“Jihoon..” Sebut Shiyeon “Malam itu ia menelpon ku. Ia juga yang memberi tahu ku tentang tuduhan Chaeyeon kepada Jonghyun oppa, sulit bagi ku untuk bertemu lagi dengannya. Setiap kali membayangkan wajah Jihoon, perasaan bersalah ini kembali muncul. Tapi ku rasa.. tidak kah sebaiknya kita menemui Jihoon untuk meminta penjelasan?”
Guanlin berfikir sesaat, ia tidak ingin menyarankan hal yang nantinya akan menyebabkan masalah lain timbul. “Hari ini hyungdeul dan noonadeul menemui Jonghyunnie hyung. Kita akan tunggu mereka pulang dan mendengar apa yang Jonghyun hyung sampaikan. Setelah itu.. sebaiknya kita meminta pendapat mereka apakah kita harus menemui Jihoon atau tidak.”
***
Boarding House
01.00 AM
Saat para Hyungdeul dan noonadeul kembali, para magnae line sudah tertidur. Hanya Hyungseob yang pulang beberapa jam setelahnya. Mereka sengaja tidak membangunkan Shiyeon dan Guanlin karena keduanya terlihat lelah. Bahkan para hyungline dan noona line membiarkan Shiyeon tertidur di kamar Guanlin. Mereka berdua masih begitu polos, jadi mereka tak khawatir sama sekali.
Malam semakin larut, banyak nya beban membuat Seongwoo dan Daniel, yang selalu bermain game bersama Jonghyun sampai pagi, malam itu tertidur pulas sebelum jam menunjukkan pukul 10 malam. Jieqiong seorang diri di dalam kamarnya, ia adalah tipe orang yang tenggelam dalam masalah yang sedang dihadapinya. Terkadang ia sulit untuk diajak bicara jika sedang seperti itu.
Minhyun turun ke lantai satu setelah mengecek Shiyeon dan Guanlin, ia takut mereka terbangun di tengah malam karena haus atau lapar, mengingat mereka melewatkan makan malam. Namun langkahnya terhenti ketika ia melihat Sejeong duduk seorang diri di sofa ruang tamu. TV menyala di hadapannya, tapi yeoja itu hanya melamun. "Sejeong-ah...", tegur Minhyun, namun yeoja itu masih melamun. "Ya Kim Sejeong", tegur Minhyun untuk yang kedua kalinya.
Sejeong tersentak dari lamunannya. "N-Ne? Ah...Minhyun-ssi? kau belum tidur?"
"Bukankah harusnya aku yang bertanya hal itu padamu?", ujar Minhyun menghampiri Sejeong dan duduk di sofa lainnya di dekat sofa di mana Sejeong duduk. "Neo mwohaneun goya?"
Sejeong hanya tersenyum getir. "Geunyang...Ja mothaesseo", gumamnya tertunduk. "Jieqiong terlihat terpukul dengan apa yang terjadi pada Jonghyun...aku tak bisa melihatnya seperti itu...bahkan untuk bicara dengannya saja begitu sulit...bagaimana mungkin aku bisa tidur tenang sementara teman sekamarku tengah begitu frustasi dengan apa yang terjadi saat ini?", ujar Sejeong sedih. Terlalu banyak yang membebani pikirannya sehingga ia tak bisa tertidur.
"Aigoo...na ara...tapi besok kalian harus kembali ke sekolah matchi? Bagaimana jika kalian terlambat?", ujar Minhyun.
"Jika bisa...rasanya aku tak ingin ke sekolah besok", ujar Sejeong.
"Andwae...ya, orangtua kalian mempercayakan kalian untuk tinggal dan hidup mandiri...mereka membayarkan biaya untuk kalian tinggal dan bersekolah...apa kalian tak kasihan pada orangtua kalian?", tanya Minhyun.
Sejeong menoleh menatap Minhyun dan tersenyum tipis. "Wae neo useo?", tanya Minhyun.
"Aniyo..geunyang...setelah kulihat lagi...kau mirip sekali dengan Hwang ahjussi", ujar Sejeong mencoba mengalihkan pembicaraan. "Ah..ahjussi bogoshippeoyo", gumam Sejeong.
Minhyun tergelitik untuk bertanya lebih jauh. "Hwang ahjussi yang selalu kalian sebut namanya itu....otteon saramiya? geu namjaga?"
"Hwang ahjussineun...adalah pria yang sangat baik...ia selalu memperlakukan kami semua seperti anaknya sendiri...ia juga yang selalu menengahi setiap kali aku dan Seongwoo bertengkar...", ujar Sejeong menerawang mengingat memorinya bersama Tuan Hwang.
"Gurae? dahaengine", gumam Minhyun lega.
"Ne ?", respon Sejeong yang tak mendengar Minhyun terlalu jelas.
"ani! Ah aku lupa tadi aku mau mengambil minum", ujar Minhyun bangkit dari sofa. "Ya kau harus segera tidur dan istirahat...ara?", ujarnya sebelum berjalan kembali ke kamarnya.
"Ne", jawab Sejeong.
***
Seongwoo's Room
01.20 AM
Seongwoo terbangun di tengah malam. Ia tertidur terlalu cepat sehingga ia kesulitan untuk melanjutkan tidur setelah terbangun seperti ini. Untuk membuang waktu, Seongwoo bermain game-game sederhana pada smartphone nya
"Ya..", tegur Daniel yang tengah berbaring di kasurnya sambil menerawang menatap langit langit kamar. Ternyata Daniel juga mengalami hal yangs ama dengan Seongwoo.
“Eih.. ya! Kamchakkiya” Seru Seongwo kaget melihat wajah Daniel diterangi cahaya dari smartphone. Ia terlihat seperti hantu "Ah kkamjakgiya...neo anjasseo?", sungut Seongwo memegangi dadanya yang masih berdegup kencang karena terkejut.
"Aku masih memikirkan Jonghyun", ujar Daniel.
"Aniya...neo malhaejanha~", sungut Seongwoo.
"Ara~ geundae...pertemuanku dengan Dongho dan Hyunbin dua hari yang lalu bukanlah sesuatu yang bisa ku abaikan begitu saja", ujar Daniel. "Bukan aku berniat menuduh Jonghyun...geunyang...na museowo..jika hal itu benar adanya...bahwa Jonghyun diam diam terlibat dalam kasus Baejin", ujar Daniel menyampaikan kekhawatirannya.
"Aniya...aku percaya pada Jonghyun bahwa ia tak bersalah", ujar Seongwoo yakin.
"Gurae?", tanya Daniel. “Tapi kita tidak benar-benar tahu seperti apa hubungannya dengan Chaeyeon selama ini.. Kita tidak selalu bersama dengan mereka bukan? Jonghyun bahkan juga menjadi dituduhkan kasus pelecehan.. Kalau semua ini benar, bukan tidak mungkin ia..”
"Kang Daniel.. Geuman. Jebal", balas Seongwoo yang akhirnya memilih untuk meletakkan smarphone di atas meja. Ia tidak ingin melanjutkan pembicaraan ini. Seongwoo memilih untuk menutupi tubuhnya dengan selimut dan berusaha memaksa diri untuk kembali tidur.
“Mianhae” Ucap Daniel merasa tak enak. Ia jarang sekali berselisih paham dengan Seongwoo sebelumnya.
***
SAME DAY
6.15 AM
Daniel dan Seongwoo keluar dari kamar mereka sudah dalam balutan seragam sekolah. "Eo? kenapa masih sepi sekali? Issanghae", gumam Daniel menyadari pagi itu terasa sepi sekali. Biasanya, sudah terdengar suara Jieqiong dan Sejeong menyiapkan makanan dari dapur. Tapi pagi ini, suasana dapur masih terlihat sepi.
"Mwoya? TV masih menyala?", gumam Seongwoo berjalan ke arah sofa dan ia menemukan Sejeong masih tertidur di sofa besar. "Ige tto mwoya? kenapa ia tidur di sini?", gumam Seongwoo mematikan TV lalu menepuk nepuk pundak Sejeong. "Ya Sejeong-ah...ireona...", ujar Seongwoo membangunkan Sejeong.
Sejeong membuka matanya. "Eo? hnngh~", gumam Sejeong setengah sadar.
Di saat bersamaan, Jieqiong, Siyeon, Hyungseob, dan Guanlin yang menempati kamar atas terlihat menuruni tangga. "Eo? Sejeong onnie tumben sekali kau belum bersiap siap?", tanya Siyeon. Karena yang ia tahu, biasanya selalu Sejeong lah yang bangun lebih dulu di antara mereka semua. "Dan kenapa kau tidur di sini?", sambung Siyeon.
"Gwenchana", jawab Sejeong dengan suara serak. "Aku belum menyiapkan sarapan-"
"Aniya, naega hallae", sambar Jieqiong. "Kau segeralah bersiap siap", ujar Jieqiong.
Sejeong terdiam sejenak. Sudah dua hari terakhir ini ia tak banyak berbincang dengan Jieiqiong. "Gurae? Arasseo", jawab Sejeong. Ia bangkit dari sofa namun terhuyung tak lama kemudian. Beruntung, Seongwoo sigap menahan lengan yeoja itu.
"Ya! neo gwenchana?", tanya Seongwoo. Raut khawatir tergambar di wajahnya. Terlebih lagi setelah melihat betapa pucat wajah yeoja itu pagi itu.
"Eung..", jawab Sejeong menepis pelan tangan Seongwoo dan berjalan menuju kamarnya dalam keadaan terhuyung.
"Ah...kenapa perasaanku tak enak ya hari ini?", ujar Daniel.
***
Police office
09.00 AM
PLAKKKK!!!! Tamparan keras penuh emosi dilancarkan Tuan Kim, Ayah Jonghyun, tepat pada pipi putranya. Ia merasa kecewa dengan semua yang terjadi. Ditambah lagi Jonghyun sama sekali tidak menyangkal akan tuduhan yang ditujukan kepadanya. Ia juga menolak bantuan sang ayah untuk menyewa pengacara agar mengurus kasusnya. Dari sikap sang anak, Tuan Kim menyimpulkan bahwa semua tuduhan akan sang anak benar adanya.
Nyonya Kim berualng kali menahan tindakan suaminya. Ia adalah seorang Ibu. Meski kini hatinya begitu sakit menerima kenyataan bahwa sang anak yang sejak dulu dianggapnya adalah anak baik, sampai berbuat seperti ini. Tapi di sisi lain.. jauh di lubuk hatinya, ia tidak ingin mempercayai semua ini. Ia berharap akan terungkap fakta lain yang menunjukkan sang anak tidaklah bersalah, tapi sekali lagi itu hanya sekedar harapan sang ibu. Ia juga merasa bersalah karena selama ini terlalu memikirkan tentang bisnis keluarga yang sedang dirintisnya bersama sang suami dan membiarkan Jonghyun harus tinggal jauh dari pengawasan mereka.
Nyonya Kim mengajak suaminya meninggalkan ruangan tersebut. Sebelum pergi.. nyonya Kim sempat memeluk Jonghyun. “Neon.. Jincha hal marhi obda?” Tanya Nyonya kim sekali lagi “Eommaneun.. neol mido Jonghyun-a.. Jebal malhaebwa” pinta sang Ibu lirih.
Jonghyun tidak mengucapkan sepatah katapun. Pandangannya hanya ia lempar ke lantai ruangan itu .. detik berikutnya ia menjawab “Jweisonghabnida”
Hanya kekecewaan yang kini tersisa di hati nyonya Kim. Ia melangkah dengan sisa kekuatannya. Sang suami sudah lebih dahulu pergi. Kasus Jonghyun akan mulai di proses Minggu depan jika memang tak ada data-data pendukung lain yang masuk untuk meringankan seputar kasus ini, kemungkinan Jonghyun akan mendekam disana sangat besar.
Jonghyun dibawa kembali menuju sel nya oleh seorang sipir. Tertera nama Yoon Jisung di dadanya. Ia adalah seorang sipir yang belum lama di transfer ke penjara seoul. Sejak awal ia melihat Jonghyun, ia tak mempercayai bahwa Jonghyun adalah seorang penjahat apalagi pembunuh. “Hakseng.. kau tidak seharusnya seperti ini, semua orang menghindari tempat ini, mengapa kau justru bertahan di tempat ini?” ucapnya dalam perjalanan. Ia miris melihat memar dan luka di sekuur tangan dan bagian pundak Jonghyun, yang mungkin juga terdapat di beberapa bagian yang tertutupi oleh pakaian. “Hanya melihat mu saja aku merasa frustasi, bagaimana dengan orang-orang yang menyangi mu. Apapun yang sedang kau pikirkan sekarang sebaiknya kau segera mengambil sikap .. diam hanya akan membunuh mu perlahan”
Ia mengantar Jonghyun sampai memasuki sel nya kembali. Ia hanya berjaga hingga sore hari saja, sedangkan malam hari adalah bagian sipir lainnya. Setiap pagi ia kembali, ia melihat di bagian tubuh Jonghyun sudah bertambah sebuah luka dari hari sebelumnya. Seperti biasanya Jonghyun hanya diam menerima semua itu tanpa sedikitpun perlawanan. “Bulsanghae” Ujar sang sipir penjara mengelus dadanya.
Jonghyun terduduk di bagian depan sel, di dekat pintu jeruji besi. Ia memilih menjauh dari tiga orang yang juga masih berada dalam satu sel dengannya sampai saat ini. Tiga orang yang membuat kondisi Jonghyun di dalam tahanan semakin sulit. Nanar matanya menatap telapak tangan hingga bagian siku nya sendiri. Ia merasa sakit, tentu.. ia juga manusia. Tapi sakit di dalam hatinya seolah membuatnya melupakan sakit di bagian tubuh lain. “Uljianheun neo?” gumamnya pelan. “Mianhae” semakin berat ia menghela nafas.. Jonghyun memendamkan wajah di antara kedua lututnya.
***
Hospital
11 AM
Minhyun berdiri terdiam menatap sosok tak berdaya di depannya. "Apa yang terjadi padamu? Solma....apa mungkin yang menimpamu saat ini adalah salah satu alasan mengapa aku berada di sini saat ini?", gumam Minhyun dalam hati. "Apa mungkin....jika aku berhasil menyelesaikan semuanya, kau akan kembali? apa semua akan kembali normal seperti biasanya? Jika memang begitu.....maka aku berjanji, aku akan menyelesaikan ini semua dan mengembalikan ini semua ke tempat asalnya", sambung Minhyun.
Minhyun menghela nafas pelan dan melangkah berat keluar dari ruang rawat. Ia melangkah pelan menyusuri lorong rumah sakit, namun langkahnya terhenti ketika ia tak sengaja mendengar sebuah pembicaraan yang berasal dari ruang praktek dokter.
"MWORAGO?! KAU MELARANGKU MELIHAT HASIL AUTOPSI BAE JINYOUNG?!", Minhyun refleks menghentikan langkahnya ketika mendengar nama Jinyoung. Ia memang tak mengenal anak itu, tapi ia cukup familiar karena masalah yang terjadi di boarding house saat ini berasal dari anak bernama Bae Jinyoung tersebut. Minhyun melangkah mendekati ruangan yang pintunya sedikit terbuka tersebut, untuk mencuri dengar.
"Jweisonghaeyo....ibu dari Bae Jinyoung sendiri yang meminta hal ini", ujar dokter dalam ruangan tersebut. Minhyun mendongak sedikit dan melihat plang nama yang tertempel di pintu tersebut: dr. Park Sungwoo.
"Geu gijibeya", gerutu pria itu. "Ya Sungwoo-ya, aku ini adalah kakak iparmu!", bentak pria itu.
"Na algesseoyo...geundae kau dan Jinyoung-"
"YAAA!!!", pria itu berteriak. Minhyun mengintip sedikit dan melihat pria itu mengangkat tangannya seolah hendak menampar sang dokter bernama Park Sungwoo tersebut. Namun, seorang pria lainnya menahannya.
"Minho-ya, andwae!", seru pria ketiga.
Mata Minhyun terbelalak ketika mendengar hal tersebut. "M-Minho?"
"Ya! sudah berapa kali kukatakan untuk tidak memanggilku dengan nama asliku!!", bentak pria bernama Minho tersebut.
Minhyun mengintip dan melihat pria bernama Minho tersebut menepis gusar tangan pria di sampingnya tersebut. Ia lekas bersembunyi ketika menyadari bahwa Minho berjalan ke arahnya, lalu disusul pria kedua yang menahannya tadi. Minhyun diam diam keluar dari persembunyiannya dan menatap sosok bernama Minho yang berjalan menjauh. "Minho.....solma neo....Ha Minho?", gumam Minhyun.
***
School
Class 12-1
2 PM
Sonsaengnim tengah menjelaskan pelajaran di kelas. Namun mata Seongwoo tak fokus menatap papan tulis. Sesekali, matanya melirik ke sisi kiri barisan, baris kedua dari depan. Tempat di mana Kim Sejeong duduk. Yeoja itu sejak tadi hanya memendamkan wajahnya di atas meja. Ia terlihat tak seperti Sejeong yang biasanya, yang selalu rajin mendengarkan pelajaran. "Psst~", Seongwoo berbisik memanggil siswa lainnya yang duduk di dekat Sejeong.
"Mwo?", balas siswa itu.
Seongwoo memberi kode agar siswa itu mencolek Sejeong untuknya. Siswa itu melakukan apa yang diminta Seongwoo, namun yeoja itu tak merespon. Siswa itu menepuk Sejeong sekali lagi hingga ia tak sengaja mendorongnya pelan hingga...BRUK! Tubuh Sejeong ambruk begitu saja dari kursinya."Omo!", seru siswa yang mencolek Sejeong tersebut terkejut. Hal yang sama juga dilakukan oleh siswa lainnya yang berada di kelas itu, termasuk sonsaengnim, Seongwoo, dan Daniel.
"Ya Kim Sejeong!", seru Ongniel bersamaan. Keduanya lekas berlari menghampiri Sejeong. Daniel menyentuh kening Sejeong. Keringat dingin bercucuran di dahi yeoja itu. "Ya, sepertinya ia demam", ujar Daniel.
Seongwoo lekas mengangkat tubuh Sejeong dan membawanya ke unit kesehatan, bahkan sebelum sonsaengnim menyuruhnya.
Jieqiong berdiri mematung di tempatnya ketika melihat apa yang baru saja terjadi. Ia terkejut dengan apa yang terjadi pada Sejeong, namun ia tak tahu harus bereaksi apa. Sejenak, ia mendapati Daniel menatap ke arahnya dengan sedikit penyesalan tersirat di wajahnya. Namja itu menghela nafas pelan, lalu kembali ke kursinya dengan wajah muram.
***
Unit Kesehatan
2.10 PM
Dokter Wanita yang kala itu sedang berjaga, tengah memeriksa kondisi Sejeong. Ia menyenter kedua mata yeoja itu sejenak dan memasukkan senter kecil itu kembali ke dalam saku jas dokternya.
"Ottaeyo?", tanya Seongwoo yang belum beranjak dari sisi Sejeong.
"Suhu tubuhnya meningkat hingga ia mengalami demam tinggi...hal ini bisa dipicu karena efek kelelahan, stress, banyak pikiran, atau kurang istirahat", ujar dokter.
Seongwoo terdiam sejenak. Mengingat apa yang terjadi belakangan ini, ia mengerti mengapa pada akhirnya Sejeong mengalami hal ini.
"Aku akan memberinya obat penurun demam dan biarkan ia beristirahat sejenak di sini...kau bisa kembali menengoknya saat jam pulang sekolah nanti", ujar dokter tersebut.
"Ne kamsahamnida", ujar Seongwoo meninggalkan uks dengan berat hati.
***
Boarding House
04.00 PM
Seonho menarik-narik tangan Woojin sampai ke depan pintu boarding house. Ia meminta Woojin menemaninya untuk bertemu dengan Guanlin. Seonho dilarang oleh daniel dan Seongwoo untuk datang ke boarding house karena ia sulit disuruh pulang jika sudah bermain dengan Guanlin. Seonho membawa Woojin bersamanya, karena Woojin adalah anak kesayangan Daniel dan Seongwoo, jadi tidak mungkin ia akan diusir jika pergi ke sana bersama dengan Woojin. Sudah beberapa hari belakangan ini ia tak main ke sana karena banyaknya tugas sekolah dan kegiatan sehingga orangtuanya melarangnya untuk main ke sana. Hari ini ia memiliki waktu luang dan ia berpamitan pada orangtuanya ingin bermain di rumah Woojin, meski tujuan sebenarnya adalah bermain di Boarding house.
Ting tonggg~~~~ Ting Tong~~~~ Ting Tong~~~~ Seonho memain-mainkan bel boarding house dengan memencetnya berulang kali. Ia merangkul leher Wojin agar Woojin tidak kabur. Tubuh tinggi Seonho dengan mudah mengunci Woojin. “Guanlin hyunggggggggg.. ~~~ Hyuungieee” panggil Seonho merasa kurang puas hanya dengan memainkan bel.
“Ah hyung, aku ingin pulang.. jebal.. nanti Daniel hyung dan Seongwoo hyung memalak ku lagi” Seru Woojin melihat kanan kiri mencari kesempatan untuk kabur.
“Ei gwenchana! aku membawa banyak makanan hehe” Jawab Seonho santai. Ia mebawa berbagai macam makanan di tangannya. “GUANLIN HIYUNGGIEEE.. HYUNGSEOB HYUNGIEEEE! SHIYEON NOONAA~~~” Panggil Seonho sekali lagi, tangannya juga tak henti memencet Bel.
Clek .. suara pintu akan segera terbuka tedrdengar. Mata Seonho sudah berbinar-binar. Ia menyiapkan pose penyambutan untuk siapapun yang membuka pintu.. Sosok seorang namja muncul dari balik pintu “BOOOO!!!!” Seru Seonho heboh.. “Hahahaaahah..” Tawa bocah polos itu. Tapi hal tak terduga terjadi. Seonho tercengang.. sosok di hadapannya baru pertama kali ia temui “Wuaaaa.. Jalssaenggyeotda” Seru Seonho spontan. “Nuguseyoooo,. Nuguseyooo???”
“O?... Hwang Minhyun imnida” Jawab Minhyun. Ia bingung menghadapi reaksi Seonho yang seolah-olah melihat malaikat turun dari surga terhadapnya. Minhyun menggaruk kepala heran dengan tingkah Seonho. “Neon.. nuguya?” Tanya Minhyun.
“Yoo Seonhooo.. Yoo Seonho” Jawab Seonho, ia menjabat tangan Minhyun dengan semangat 45 “Hyung. Apa hyung tinggal disini juga?” Tanya Seonho.
“N-Ne..” Jawab Minhyun
“DAEBAKK!!” Seru Seonho semakin heboh.
***
Boarding House
11.00 PM
Malam ini, Jieqiong lagi-lagi duduk pada teras kecil di halaman belakang Boarding House. Ia sering melihat Jonghyun melamun seorang diri disana. Ia berfikir tentang banyak hal. Pikirannya tidak bisa terfokus pada sebuah argumen yang mudah disimpulkan. Berbagai scene mengenai dirinya, penghuni boarding house, Donghyun juga hal lainnya seketika memenuhi pikiran yeoja itu.
Daniel melihat Jieqiong disana. Ia sejujurnya lelah dengan sikap Jieqiong yang pada akhirnya terus menimbulkan suasana canggung diantara para penghuni lainnya. Daniel menghampiri Jieqiong disana. Ia mengosongkan pikiran agar ia bisa bicara dengan benar mengingat Jieqiong mungkin sedang dalam kondisi sensitif saat ini. “Mwohae..” Tanya Daniel sembari mengambil posisi duduk di samping Jieqiong.
Senyum basa basi diberikan oleh Jieqiong “Geunyang mwo...” Jawab Jieqiong seadanya.
“Geurae?” Ujar Daniel menggaruk kepala “Hemm..” gumamnya “Jieqiong-a. Aku ingin bertanya sesuatu...tapi ku harap kau tidak tersinggung dengan pertanyaan ku”, ujar Daniel berniat meluruskan semua ini. Jieqiong menatap ke arah nya seolah memberi signal pada Daniel untuk melanjutkan kata-katanya. “Neon.. Jonghyunnie johahae?”
Mendengar pertanyaan Daniel, Jieqiong langsung melempar pandangannya ke arah lain. Ia menatap lurus ke depan. Sesekali mengarahkan pandangan ke atas langit yang luas. Jelas ia tidak menjawab pertanyaan Daniel.
Daniel tidak menyesali pertanyaannya. Ia juga tahu Jieqiong tidak tersinggung dan dari reaksi Jieqiong, jelas menggambarkan bahwa ia memang memiliki perasaan pada Jonghyun, hanya sulit bagi gadis itu untuk menguratakannya secara langsung. “Ini pasti berat untuk mu, sekarang aku mengerti mengapa kau menjadi seperti ini” Ucap Daniel menepuk pelan pundak Jieqiong. “Tapi setidaknya kau harus bersyukur semua ini terungkap lebih cepat, bukan? Aku tidak bisa membayangkan seberapa hancur perasaan mu jika kau mengetahui Jonghyun adalah namja seperti ini setelah kau bersama nya”
Senyum miris ditunjukkan oleh Jieqiong. Ia mengembalikan pandangannya kepada Daniel “Gurae..” Jawabnya “Puropta..”
“Mwonga puropta?” Tanya Daniel heran dengan ucapan Jieqiong.
“Ani.. Gunyang.. Ku harap suatu hari nanti aku bisa berfikir sepertimu” Jelas Jieqiong. “Mungkin aku akan lebih bahagia..” Lanjut Jieqiong terdiam sesaat setelahnya “Mungkin juga tidak..” Bantahnya kemudian.
Daniel tertawa kecil “Ahh.. Ini rumit” Ujar Daniel enteng “Bahkan sulit untuk mengartikan ucapan mu. Hahaha.. Aku hanya mengatakan apa yang ingin ku katakan, memikirkan apa yang ingin ku pikirkan. Kalau pada akhirnya keputusan yang akan kau ambil akan sama saja, untuk apa memikirkan sesuatu berlarut-larut. Toh jika sesuatu memang sudah ditakdirkan terjadi, hal tersebut akan tetap terjadi, bukan kah begitu?”
“Karena itu ku harap aku bisa menjadi seperti mu” Sela Jieqiong cepat. “Kundae Daniel..” Jieqiong lagi-lagi terdiam. “Aniya lupakan saja..”
“Psh.. Himnaera” Ucap Daniel “Kau cantik, kau juga gadis yang baik.. masih banyak namja di luar sana yang akan menjaga hati mu lebih baik dari Jonghyun”
***
THE NEXT DAY
02.12 AM
"Aku berhenti di sini ahjussi", ujar seorang namja berbaju hitam dengan padu padan topi berwarna senada. Ia menyerahkan selembar uang pada supir taksi tersebut. "Ambil saja kembaliannya...kamsahamnida", ujarnya lalu lekas keluar dari dalam taksi.
Ia berjalan menyusuri area tempat tinggal yang sudah terlihat begitu sepi malam itu. Di punggungnya, ia membawa tas ransel berukuran cukup besar. Setelah beberapa menit berjalan, langkahnya terhenti di depan sebuah rumah. Ia lalu menoleh ke sisi kanannya dimana terdapat sebuah rumah lainnya yang berukuran lebih besar dibanding rumah di hadapannya saat ini. Ia menghela nafas pelan lalu kembali fokus pada rumah di hadapannya. Ia melangkah menuju pagar rumah tersebut. "Eo? tidak dikunci? Dahaengine", gumamnya. Ia dengan hati hati membuka pagar rumah tersebut dan menutupnya dengan pelan. Ia lekas melangkah menuju pintu masuk rumah tersebut yang ternyata juga tidak dikunci. "Ah mwoya? Apa tak ada satupun yang mengecek rumah ini?", gumamnya. Ia lekas masuk ke dalam dan menyalakan lampu meja. Ia sengaja tidak menyalakan lampu seutuhnya karena ia tak ingin menarik perhatian dari luar.
Ia meletakkan tasnya dan menarik sedikit ujung topinya agar ia bisa melihat jelas apa yang ada di sekitarnya. "Joheunde", gumamnya mulai berkeliling rumah yang baru pertama kali dimasukinya tersebut. Langkahnya kemudian membawanya ke kamar tidur utama. Kamar itu cukup besar dengan sebuah rak buku berukuran besar berada di sisi kanan tempat tidur. Tepat di samping rak buku tersebut, terdapat dua buah tombol. Anak itu menekan salah satu tombol dan lampu di ruangan itu menyala terang. "Ige tto mwoya?", gumam anak itu memperhatikan tombol lainnya. Ia menekan tombol tersebut karena penasaran. SRUG~Ceklek! Terdengar sebuah suara yang berasal dari rak buku di hadapannya. "Mwoya?", gumamnya terkejut. Ia menyentuh tak buku tersebut dan menariknya perlahan. SREKK~ Rak buku itu bergeser dan menampilkan sebuah ruangan yang tak terlalu besar lainnya. Ia terkejut melihat ruangan rahasia yang berisi dua buah layar datar, sebuah keyboard, beberapa foto serta artikel tertempel di dinding ruangan tersebut. "Mwoya...ige?", gumam anak itu terkejut melihat apa yang berada di hadapannya saat ini.
Ia mendekati kumpulan artikel yang tertempel dan terhubung dengan beberapa foto yang disambungkan dengan benang merah. "Sebuah kecelakaan tabrak lari terjadi tepat di depan salah satu taman wahana di kota Seoul", gumam anak itu membaca artikel tersebut. "Ibu dari korban tabrak lari, kerap kali mendatangi kantor polisi untuk meminta keadilan", gumamnya membaca artikel lainnya. "Polisi menutup kasus tabrak lari taman wahana bermain", begitu artikel artikel yang tertulis di headline artikel lusuh tersebut. "Artikel artikel ini berasal dari tahun 93?", gumamnya. Matanya lalu tertuju pada foto tiga orang yang berada tepat di tengah kumpulan artikel tersebut. Foto dua orang namja dan seorang yeoja. Anak itu melepas foto yeoja itu pertama kali. Ia membalik foto tersebut dan terdapat tulisan di sana. "Aku akan menangkap mereka...Kim Chungha", gumam anak itu membaca tulisan tangan di balik foto tersebut.
Ia lalu melepas foto kedua yang merupakan foto seorang namja. Tak ada apapun tertulis di foto tersebut. Ia lalu menempelkan lagi foto tersebut kembali ke tempatnya. Matanya lalu tertuju pada foto ketiga. Ia melepasnya dan membalik foto tersebut. Sebuah tulisan lainnya, terdapat di sana. "Sampai matipun, aku akan mencarimu dan membuatmu membayar semua perbuatanmu...Ha Minho...", gumam anak itu. "Ha Minho?!", seru anak itu tak percaya. Ia memperhatikan ruangan itu sekali lagi. "Apa yang kau cari selama ini....Hwang Ahjussi?", gumam anak itu.
***
Police Office
10.00 AM
Seorang Yeoja mendatangi kantor polisi berniat untuk menemui Jonghyun. Seorang sipir yang selama beberapa hari belakangan memperhatikan Jonghyun, yaitu Jisung kebetulan sedang berjaga disana, ia mengingatkan gadi situ bahwa usahanya akan sia-sia saja, karena Jonghyun pasti menolak untuk bertemu dengannya. “Jawaban anak itu akan sama saja. Aku tahu kau seorang murid sekolah. Sebaiknya kau kembali ke sekolah, kau bisa mendapat masalah nanti”
“Jebal dowajuseyo...” Ucap yeoja tersebut “Katakan padanya bahwa Jung Chaeyeon ingin bertemu”
Jisung membaca name tag pada pakaian yeoja itu menuliskan nama lain. Ia menghela nafas dalam. Ia tidak tahu apa dengan membantu yeoja ini adalah hal yang benar. Ia juga tidak pernah mengenal Jonghyun dengan baik. Tapi ia merasa iba setiap kali melihat tingkah namja itu. “Araseo. Tapi berjanji pada ku. Kau tidak akan membuat keributan apapun”
“Ne.. Yakseokhae” Jawab Yeoja itu. Jisung mengantar yeoja itu ke ruang khusus seperti biasanya, sementara ia memanggil Jonghyun.
***
Jisung mendatangi sel dimana Jonghyun berada. Seperti biasa, setiap kali pengawasan lengah atau sipir yang sedang berjaga terlihat tidak peduli. Ketiga tahanan yang berada di dalam sana mulai menganggu Jonghyun. Mereka semua berhenti saat Jisung datang. “Kim Jonghyun-ssi” panggil Jisung.
“Ne” Jawab Jonghyun dengan suara lemah.
Jisung berjongkok di luar sel, ia ingin memastikan Jonghyun bersedia menemui tamu nya sebelum membuka pintu sel. Karena percuma saja membuka pintu jika Jonghyun tak berniat keluar dari dalam sel. Ia menghela nafas sebelum bicara “Jung Chaeyeon-ssi ingin bertemu dengan mu, apa kau akan menemuinya?”
Jonghyun terlihat tak yakin dengan keputusannya. Butuh waktu beberapa menit untuknya untuk memutuskan. Jisung menunggu disana dengan sabar. “Aku akan menemuinya”Jawab Jonghyun pada akhirnya.
Jisung merasa sedikit lega, ia berharap Jonghyun tidak akan berubah pikiran saat sampai di ruangan nanti setelah melihat siapa yang sesungguhnya datang untuk menemui nya. Entah mengapa Jisung jadi ikut gugup karenanya. “Baiklah kalau begitu” Jawab Jisung. Ia berdiri, membuka pintu sel. Ia membantu Jonghyun keluar dari dalam sana. Jonghyun sedikit terpincang saat berjalan. Membuat Jisung semakin miris melihat anak itu. Terkadang Jisung terpikir bagaimana kalau anak itu sampai mati di dalam tahanan. Ia tida berdaya menghadapi siapaun disana. Kasusnya bahkan belum masuk ke dalam persidangan namun kondisi Jonghyun sudah seperti itu.
Ia membantu Jonghyun berjalan menuju ruangan dimana tamu Jonghyun sudah menunggu. “Aku berharap hari yang baik akan datang pada mu”Ucap Jisung tulus. “Ku harap kau segera bangun dari mimpi buruk ini, Hakseng” ucapnya tepat di depan pintu ruangan.
Clek.. pintu terbuka. Keduanya memasuki ruangan tersebut. Seorang yeoja duduk di sana. Yeoja itu langsung menoleh begitu Jonghyun dan Jisung memasuki ruangan. Pelupuk mata Jonghyun melebar melihat gadis yang berada bukanlah Chaeyeon seperti apa yang disampaikan Jisung. Jonghyun membuang muka. Bukan karena ia membenci gadis itu… hanya saja.. ia tak tahu seberapa perih hati gadis itu harus melihat kondisi nya saat ini.
Langkah Jonghyun terhenti di depan pintu ruangan. Jieqiong berada disana. Menunggu dirinya. Jieqiong adalah sosok yang paling tidak ingin ia temui saat ini. Ia tidak tahu apa yang harus ia lakukan sekarang. Ia sadar, menemui ataupun berbalik dan pergi dari sana akan sama-sama menyakiti Jieqiong. Ia percaya bahwa Jieqiong datang untuk mempertanyakan apa yang sebenarnya terjadi. Ia juga sudah siap apabila Jieqiong merasa kecewa terhadapnya seperti kedua orang tuanya yang lebih dulu memilih untuk lepas tangan akan kasusnya. Ia harus siap akan hal itu. Ia hanya harus teguh pad apendiriannya untuk tidak melibatkan siapapun meski konsekuensi dari tindakan itu akan menghancurkan hidupnya sendiri.
Jisung menarik tangan Jonghyun, meminta Jonghyun untuk duduk di kursi yang telah disediakan disana. Jisung kemudian menjauh dan hanya menunggu di depan pintu seperti setiap kali ia bertugas.
Sebuah meja kotak dan dua buah kursi ditemani dengan sebuah lampu di bagian atas ruangan tersebut membisu tak ubahnya seperti Jieqiong dan Jonghyun. Jangankan untuk saling menyapa, saling menatap pun begitu sulit. Jieqiong menggigit bibir menahan air mata turun membasahi kedua pipinya. Namun ketegaran itu tidaklah bertahan lama. Tiga detik setelahnya pipi Jieqiong sudah ternodai oleh air matanya. “Chaeyeonnie? Hhhh.. Kau hanya bersedia menemui nya?”
Apa yang Jieqiong katakan sesuai dengan dugaan Jonghyun. Ingin rasanya Jonghyun membantah hal tersebut dan memberi penjelasan. Namun itu mustahil baginya “Hal marhi eobta .. urin. Geunyang ka” Ujar Jonghyun tanpa menatap Jieqiong. Ia memintanya untuk pergi karena tak ada hal yang bisa dijelaskannya pada yeoja itu.
“Hhh~” Hela Jieqiong. Sulit baginya menyembunyikan sesak yang kini menekan relung hatinya. “Hh.. ngh.. nae nuneul bwa...", Jieqiong mendesak Jonghyun untuk menatapnya.
Tentu Jonghyun tidak mengindahkan permintaan tersebut “Ka” Pinta Jonghyun tetap pada pendiriannya untuk meminta Jieqiong pergi dari hadapannya.
“Nae nuneul bwa” Ulang Jieqiong sekali lagi, namun nada bicaranya kali ini terdengar lirih. “Geuraesso nan.. dan haru deo.. salhalssu isseo hh.. ghh ~” Jieqiong menahan tangis sekali lagi agar ia dapat mengatakan apa yang harus ia katakan kepada Jonghyun. “Jal.. Salda na.. Ni mal chorom”. Jieqiong menyampaikan apa yang dirasakannya pada namja itu selama ini.
DEG.. Jonghyun terkejut dengan ucapan Jieqiong. Kata-kata yang baru saja Jieqiong ucapkan asalah apa yang ia ucapkan kepada Jieqiong saat Jieqiong tertidur dalam pelukannya satu hari sebelum ia masuk ke dalam penjara. Saat dimana ia mengatakan semua hal yang selama ini ia sembunyikan di dalam hatinya, karena ia berfikir Jieqiong sedang benar-benar tertidur. Kedua bola mata Jieqiong detik itu menjadi magnet bagi Jonghyun. Pandangan Jonghyun terpaku pada Jieqieong.. “Neo..” Hangat dan lembut tangan Jieqiong menyapa wajah Jonghyun. Jonghyun kehilangan kata-kata. Dilihatnya air mata Jieqiong mulai turun dengan deras.
“Mianhae.. Hiks.. hh.. gh.. hhhh~ Mianhae” Ucap Jieqiong “Donghyunnie maja. Jika saja.. aku sedikit lebih menunjukkan apa yang ada di hati ku. Mungkin kau tidak harus berurusan dengan Chaeyeon.. mianhae.. Hiks.. Jonghyun-a” Jieqiong tak lagi mampu menatap Jonghyun lebih lama lagi. Kini ia tertunduk dan menangis sesak memegangi dadanya “Ngggh.. Hh.. hiks.. Eunghh.. hhh hikss”
Jonghyun merasa hancur akan tangis Jieqiong di hadapannya. Ia dapat merasakan Jieqiong begitu frustasi menghadapi situasi saat ini. Jonghyun merasa mendadak seluruh jalan pikirannya membeku. Ia tidak bisa memikirkan apapun selain kondisi Jieqiong dihadapannya. “Jieqiong-a…” Sebut Jonghyun amat sangat pelan.
“Jweisonghamnida” Sela Jisung “Tapi waktu berkunjung akan segera habis” Ucapnya memperingati bahwa sebentar lagi Jonghyun harus segera kembali ke sel tahanan.
Jieqiong menghapus air matanya, mencoba menguatkan diri agar waktu singkat yang ia dapatkan tidak terbuang sia-sia hanya untuk menangis. Ia memaksakan diri untuk tersenyum ditengah kesedihan mendalam yang ia rasakan “Gwenchana.. “Ucapnya lirih “Kkokjong hajima. Aku datang bukan untuk merubah keputusan mu. Aku tahu kau sudah berfikir dalam dan panjang untuk mengambil keputusan ini” Jieqiong mengeluarkan sebuah botol obat dari dalam tas miliknya. Botol obat yang sesungguhnya kosong, ia hanya menunjukkan kepada Jonghyun untuk sebuah alasan “Aku menyita obat ini dari Guanlin agar ia tidak mengkonsumsinya lagi….. kundae.. kurasa obat ini berguna sekarang”
“M.. m.. musun mariya?” Tanya Jonghyun terlihat sedikit panik.
“Ige majimakgiya..” Ujar Jieqiong. “Pogihae.. na..” lanjut Jieqiong memutus-mutus ucapannya dengan helaan demi helaan nafas yang semakin memberat “Geuronikka.. katchi.. jugeotda", sambungnya. Ia memberitahu Jonghyun bahwa ia sudah menyerah dengan semuanya dan memutuskan untuk mengakhiri semuanya.
Jonghyun membelalak mendengar ucapan Jieqiong. Ia dapat menangkap niat Jieqiong untuk mengakhiri hidupnya dengan obat milik Guanlin di tangannya. Ia panik setengah mati, sedikitpun tak pernah terpikirkan olehnya bahwa Jieqiong akan berfikir sejauh itu. Dilihatnya Jieiqong berdiri, bersiap meninggalkan ruangan. “Andwe !.. MICHEOSEO NEON!” Pekik Jonghyun menahan tangan Jieqiong.
Jieqiong menatapnya nanar. Ia tidak mengeluarkan sepatah katapun dari bibirnya.
“Jweisonghaeyo.. jam berkunjung telah habis” Seru Jisung menahan tangan Jonghyun. Membuat Jonghyun dan Jieqiong terpisah. Jieqiong berjalan meninggalkan ruangan tersebut tanpa menatap ke belakang lagi.
Jonghyun melakukan perlawanan untuk pertama kalinya selama ia berada disana. “Lepaskan aku! YA JIEQIONG-A!! ZHOU JIEQIONG!!” panggil Jonghyun tak lagi memikirkan appaun. Ia ingin mengejar gadis itu saat ini juga.
“Jongshinjaryeot! Kau bisa mendapat masalah!”, Seru Jisung. “Hubungi kuasa hukum mu jika kau ingin keluar dari tempat ini.. aku sudah mengingatkan mu berulang kali anak muda, jika kau memberontak sekarang, kau bisa mendekam di tempat ini semakin laman” Mendengar ucapan Jisung, Jonghyun berhenti melakukan perlawanan seketika, ia tidak boleh melakukan tindakan bodoh saat ini.
***
The Next Day
Boarding House
07.00 PM
“Jieqiong-a.. ireona..” Ujar Sejeong mencoba membangunkan Jieqiong yang masih saja berbaring dengan selimut menutupi seluruh tubuhnya, sementara jam masuk sekolah sudah semakin dekat. Sejeong yang juga satu kelas dengan Jieqiong juga mendapati kemarin Jieqiong meninggalkan sekolah begitu saja setelah jam pelajaran pertama selesai, dan juga pulang cukup larut tanpa penjelasan sama sekali karena sepanjang sore hingga malam, Jieqong sudah tertidur.
Sejeong sangat kesal dengan tingkah Jieqiong belakangan ini, tapi ia tidak ingin memperpanjang masalah ataupun membuat situasi tegang di antara mereka. Ia lebih memilih untuk mengalah. “Gurae.. kami berangkat duluan”, Ucap Sejeong percaya bahwa Jieqiong tidak lah tertidur, ia hanya sengaja seperti itu.
Sejeong meninggalkan kamar. Sesuai dugaan Sejeong, Jieqiong tidaklah tertidur. Ia bangkit dari tempat tidurnya setelah Sejeong keluar. Mata Jieqiong sedikit sembab dan terdapat lingkaran hitam tipis diskitarnya. Ia mungkin menghabiskan malam dengan mata terbuka. Jieqiong tidak melakukan apapun sampai jam jam menunjukkan pukul 07.22 AM.
Tepat pukul 07.22 ponsel Jieqiong bergetar. Ia memang menggunakan mode silent sehingga ponselnya tidak berbunyi. Sebuah nomor tak dikenal tertera di layar ponsel. Jieqiong menyipitkan mata “Nugu?” Tanya Jieqiong heran. Ia tetap mengangkat telpon. “Yoboseyo”
“Yoboseyo.. Zhou Jieqiong-ssi?” Suara seorang namja yang asing di telinga Jieqiong terdengar “Jwesonghaeyo.. naneun.. Yoo Jisungiya”
“Ne.. Zhou Jieqiong imnida. Kundae Yoon.. Jisung? Nuguseyo?” pertama kali Jieqiong mendengar nama tersebut “Apa aku mengenal mu?”
“Jieqiong-ssi aku adalah sipir penjara yang kemarin membantu mu” Ucap Namja bernama Jisung tersebut. Jieqong tercekat, matanya membulat sempurna hingga ia tidak bisa menjawab apapun “Jonghyun-ssi menyampai kan sebuah pesan pada ku. Kebetulan aku sedang tidak bertugas hari ini. Kemarin ia mencoba menghubungi orang tuanya .. tapi sepertinya ayah Jonghyun-ssi tidak mau mengangkat telpon. Karena itu ia meminta ku untuk menghubingi mu. Ia tida mengingat nomor siappaun selain kau dan orang tuanya” Jelas Jisung oanjang lebar, karena ia tidak ingin ada kesalah pahaman antara dirinya dengan Jieqiong.
“N.. ne? Jonghyunnie?” Tanya Jieiqong meyakinkan dirinya. “Pesan?”
“Ne.. Ia menyampaikah sebuah pesan pada ku” jawab Jisung cepat. “Aku bertanya lebih detil mengenai pesan ini, tapi Jonghyun-ssi tidak mau menjelaskan apapun. Ia hanya meminta ku menyampaikan ini pada mu”
“Gwenchana .. Jisung-ssi. Geunyang malhae” Pinta Jieqiong. Jantungnya berdetak begitu kencang karena ia terlalu gugup. Ia merasa sedang berada dalam scene-scene penting yang dapat memnetukan ia akan hidup atau mati dalam scene berikutnya.
“Gurae.. Ia mengatakan..” Jisung mengehela ucapannya untuk menarik nafas “Im Youngmin.. chajada.. Ne Im Youngmin chajada”
“Young… min” Ulang Jieqiong pelan. Pikirannya menerawang jauh.
** To Be Continued **