Café.
05.00 PM
Jieqiong memasuki sebuah Café. Disana seorang namja sudah menunggunya. Sekilas namja utu terlihat pendiam. Saat Jieqiong datang namja itu mengenakan sebuah kacamata tanpa lensa membaca menu dengan tenang, namun ketika melihat Jieqiong sumringah raut wajah namja itu terlihat. Ia berdiri melebarkan tangan bagai hendak menyambut Jieqiong dengah sebuah pelukan.. Ia sedikit pecicilan dibanding kelihatannya. Jieqiong tidak melayani sambutan namja itu. Ia langsung duduk di kursi pada meja yangs ama dengan namja tersebut. “Ya tuhan kau masih galak saja terhadap ku hahaha” Tawa namja itu santai.
“Jangan samakan aku dengan korban-korban mu” Sindir Jieiqong. Bukan sindiran kesal, merrka berdua cukup dekat. Jieqiong menyindir dengan nada canda karena ia menunjukkan senyuman kecil saat bicara. “Kim Donghyun”
Namja bernama Kim Donghyun itu tertawa lebar. “Korban yang mana maksud mu ahahah..” Ia kembali duduk di tempat semula. “Aku susah memesan Lychee Tea untuk mu”
“Yoskhi playboy kelas berat selalu mengingat kesukaan setiap wanita yang ditemuinya” Canda Jieqiomg sekali lagi menyindir Donghyun yang juga hanya tertawa menanggapi sindiran tersebut seperti sebelumnya.
“Jieqiong-a apa benar Bae Jinyoung…..” Tanya Donghyun. Jieqiong terdiam kemudian mengangguk. “Aku turut berduka. Tak kusangka anak itu akan pergi secepat ini. Ia masih sangat muda.” Seru nya berbelasungkawa “Jonghyun sempat memberitahu ku di malam dimana Jinyoung hilang. Aku sudah berada di bandara malam itu, aku mengambil penerbangan malam menuju Jerman” cerita Donghyun. Keduanya terdiam sesaat. Donghyun menyodorkan menu makanan pada Jieqiong. “Pesan apapun yang kau ingin, aku akan mentraktir”
Donghyun biasa mentraktir Jieqiong, namun nada bicara anak itu sedikit berbeda sore itu “Beberapa hari ini aku tidak melihat mu. Ku dengar PC bang milik mu juga sudah kau tutup 2 minggu lalu. Waeyo?” Selidik Jieqiong curiga.
Senyum Donghyun menjadi sedikit kaku “Mianhae.. Aku sudah bicara pada Jonghyun tapi belum mengatakannya pada mu” Ucap Donghyun sedikit pelan “Aku akan meneruskan pendidikan ke Jerman. Beberapa minggu terakhir, aku mengurus segala sesuatunya hehe. Dan sore ini aku akan berangkat lagi ke sana. Mungkin 1 tahun lagi kita baru bisa bertemu haha” Ia mengakhiri ucapannya dengan tawa meski baru saja menyampaikan berita menyedihkan.
Donghyun adalah orang yang membantu Jieqiong saat Jieqiong datang ke korea untuk pertama kali. Ia juga yang mengenalkan Jieqiong pada Jonghyun sehingga akhirnya Jieqiong dapat tinggal di Boarding House yang sama dengan Jonghyun. Donghyun sendiri selama ini mengurus PC bang milik almarhum sang ayah, dimana hampir setiap hari Jonghyun menyambangi PC bang miliknya, mengingat Jonghyun adalah seorang penggemar game. Jieqiong memasang ekspresi cemberut demi menutupi kesedihannya mendengar berita tersebut. “Aku pasti akan merindukan mu” ucap Jieqiong sedih.
Donghyun sendiri justru menanggapi tenang. Ia masih dapat tertawa seperti ia umumnya “Hahahah.. jika aku tidak betah disana, aku akan pulang”Jawab donghyun seenaknya “Lagipula aku pergi hanya karena menghindari mantan kekasih ku. Ia masih mengejar-ngejar ku sampai sekarang.. menyeramkan sekali anak wanita jika sudah terobsesi pada seronag pria Hahahaha”
Rasanya ingin sekali Jieqiong menarik kembali kesedihannya setelah mendengar alasan Donghyun akan pergi “Ya!” pekiknya “Eishh aku menyesal sudah bersedih”
“Hahahaahaah..” panjang tawa Donghyun puas “Kau dan Jonghyun sama saja” Ledeknya “Lalu bagaimana? Kalian sudah bersama sekarang? Hahahah Ia sudah putus dengan Chaeyeon”
“Musun soriya neon” Respon Jieqiong cepat.
Donghyun tidak habisnpikir dengan kedua mahluk yang ia sebut sahabat baiknya ini. Rasanya gemas melihat tingkat Jieqiong dan Jonghyun “Yyssh.. Hahaha., pantas saja Jonghyun frustasi dengan mu Hahaha.. Ya Zhou Jieqiong .. bagaimana mungkin kau pergi meninggalkannya saat ia sudah sumringah akan pulang bersama mu. Hahaha”
“Ne?”
“Ia menceritakan hal itu kepada ku, hahah wajah Jonghyun kusut sekali saat kami bertemu .. Ia sudah menunggu lebih dari 8 bulan untuk dapat memperbaiki semua seperti semula. Tapi kau justru pergi disaat penting hahaha” Donghyun yang sudah lelah dengan cara berfikir Jieqiong dan Jonghyun, keduanya sering kali membuat hal simple menjadi rumit. Dimata Donghyun.. baik Jieqiong dan Jonghyun terlihat jelas memiliki rasa ketertarikan satu sama lain bahkan sejak awal-awal pertemuan mereka. “Apa kalian tidak lelah bermain hide and seek seperti ini?” Tanya Donghyun “Soljikhi malhae.. bagi ku saat ini, kalian berdua sudah terlalu jauh tersesat. Berhenti bermain-main dengan perasaan kalian sebelum takdir enggan mempersatukan kalian pada akhirnya. Ini saran ku sebagai teman baik kalian berdua.” Nasehat Donghyun bicara dengan nada serius untuk pertama kalinya.
“Hufhh~~Ah~~ Bisa kah kau tidak membahas Jonghyun setiap saat?” Pinta Jieqiong.
“Psh.. Neon Jincha, Yokshi.. memang sulit bicara dengan mu juga dengan Jonghyun, kalian berdua keras kepala sekali ckckck” Eluh Donghyun kehabisan kesabaran. Ia mengalami hal yang sama seperti saat ini setiap kali bicara dengan Jonghyun.
***
5.15 PM
"Chakkaman!", seru Seongwoo tiba tiba ketika mereka baru saja berjalan sekitar lima belas menit.
"Ah wae?", sungut Sejeong.
Seongwoo mengangkat jari telunjuknya seolah ia akan bicara sesuatu yang penting. "Na baegopha", ujarnya polos. Minhyun tertawa mendengar celotehan namja itu. Sementara Sejeong menghela nafas sambil memijat mijat keningnya frustasi.
"Ah Kim Sejeong~~~ jincha baegophaa~", sungut Seongwoo mendesak Sejeong layaknya anak kecil yang merengek minta dibelikan mainan.
"Sebaiknya kita beli makanan dulu saja...na gwenchana", ujar Minhyun.
"Ah arasseo arasseo! kaja!", ujar Sejeong mengajak Seongwoo dan Minhyun ke supermarket terdekat. Mereka pun membeli dua cup ramyun dan tiga botol banana milk. Sembari menunggu ramyun miliknya jadi, Seongwoo membeli beberapa makanan kecil lainnya.
"Ya Ong Seongwoo, kita hanya ingin menengok Hwang ahjussi...bukan akan piknik", sungut Sejeong.
"Ara! Aku membelikan makanan ini untuk Jonghyunnie....ya..apa kau tahu? ia belum makan sesuap nasipun sejak kita akan berangkat ke tempat Baejin...aku kasihan padanya", ujar Seongwoo mengaduk aduk ramyun miliknya.
"Aww...ramyun sekarang jauh lebih lezat", ujar Minhyun menikmati ramyun miliknya. Ucapannya sontak membuat Seongwoo dan Sejeong menatap ke arahnya. "Ah di jamanku tak seenak ini haha"
"Woah ia sungguh datang dari jaman joseon?", tanya Seongwoo tak percaya.
"Aku sudah mengatakannya berulang kali", ujar Sejeong menyeruput Banana milknya.
"Ya neo anmeokgo?", tanya Seongwoo.
"Na anbaegopha...geunyang ppalli meokgo",ujar Sejeong.
Seongwoo mendinginkan ramyunnya dan menyodorkan sesumpit ramyun pada Sejeong. "Meokgo", ujarnya.
"Ya na anbaegopha jincha!", sungut Sejeong.
"Musun anbaegopha?! Kau juga belum makan sejak berangkat tadi! Sesuap saja jincharo", bujuk Seongwoo.
Minhyun memperhatikan interaksi Sejeong dan Seongwoo. "Meokgo Sejeong-ah...kau dan Jieqiong sibuk menyiapkan berbagai hal untuk kami...tapi kau jangan mengabaikan dirimu sendiri", bujuk Minhyun.
"Kau dengar itu? Ppalli meokgo", ujar Seongwoo.
Sejeong pun menuruti ucapan Seongwoo dan memakan ramyun yang disuapkan Seongwoo untuknya.
Minhyun memperhatikan Seongwoo dan Sejeong. Biarpun keduanya terlihat selalu bertengkar, tapi ia tak menyangka jika Seongwoo cukup perhatian pada Sejeong. Ia menyadarinya sejak kemarin malam. Sedikit banyak, ia merindukan Chungha setelah melihat kedekatan Seongwoo dan Sejeong.
***
Police's office
05.20 PM
Genap 3 hari sudah Dongho, Hyunbin, Daehwi dan Jihoon mendekam di dalam sel tahanan sementara kantor polisi. Sore itu seorang petugas menghampiri mereka, membuka sel tempat mereka berada “Kang Dongho-ssi, Lee Daehwi-ssi, Kwon Hyunbin-ssi kalian dibebaskan bersyarat. Sekarang ikutlah dengan ku, ada beberapa hal yang kami harus jelaskan”
“Psh.. Sudah kukatakan kami tidak bersalah! mengapa harus menunggu tiga hari hanya untuk hal seperti ini” Gumam Dongho belum bisa terima ia harus menghabiskan tiga hari dalam hidupnya di dalam sel tahanan.
Dongho dan Hyunbin bediri dengan cepat, mereka ingin segera keliar dari sana. Sementara Daehwi terlihat masih kebingungan karena petuga tadi tidak menyebutkan nama Jihoon. Ia menghawatirkan Jihoon namun tatapan Dongho dan Hyunbin mengintimidasi Daehwi. Memberi kode bagi Daehwi untuk segera keluar dari sana dan tak perlu mengurusi Jihoon. Mau tidak mau Daehwi mengikuti mereka berdua untuk keluar tanpa mengatakn sepatah katapun pada Jihoon.
Jihoon meringkuk seorang diri setelah ketiga temannya keluar dari sel tahanan. Seketika air mata Jihoon membasahi pipinya. Ia berharap semua ini hanya mimpi, Sakit di hatinya begitu dalam. Kepergian Jinyoung, juga tuduhan yangs ama sekali tidak berdasar terhadapnya membuat ia sudah tidak tahu lagi bagaimana harus menghadapi semua ini. Jihoon masih sangat muda, emosi dalam dirinya belum terkontrol penuh. Emosi yang pada akhirnya menimbulkan ketakutan luar biasa didalam dirinya saat ini. Ia merasa seorang diri, ia merasa tak seorangpun yang mempedulikannya. Tidak ada yang menjenguknya ataupun mau mendengarkan penjelasannya.
***
Boarding house
05. 35 PM
Jonghyun seorang diri di dalam boarding house. Ia memutuskan untuk pulang sendiri karena merasa kurang enak badan, sementara anak lainnya Daniel dan magnae line berjalan-jalan sekedar berkeliling mencari udara segar. Sejeong, Seongwoo dan Minhyun pergi ke rumah sakit untuk menjenguk Tuan Hwang.
Jonghyun berdiri ditengah-tengah halaman belakang Boarding House, menyaksikan matahari yang perlahan siap tenggelam. Sebuah kalimat terlintas di pikirannya kala melihat matahari tersebut.
Entah mengapa aku merasa takut setiap kali matahari terbenam. Padahal banyak orang yang menganggapnya indah. Apakah aku terdengar aneh hyung?
Suara Jinyoung terlintas dipikirannya. Benar, Jinyoung adalah seseorang yang mengucapkan kalimat tersebut. Jinyoung sesekali datang menemuinya setiap kali Jonghyun sedang berada di halaman belakang boarding house yang merupakan tempat favoritenya saat ia sedang berfikir.
Mengingat Jinyoung jelas membuat pikiran Jonghyun kembali bergelut dengan rumitnya hubungan diantara dirinya, Chaeyeon dan Jinyoung.
Aku tidak tahu apa yang ku lakukan ini benar. Tapi aku tidak ingin hyung mendengar hal ini dari orang lain. Jonghyun Hyung, Chaeyeon menyatakan ketertarikannya pada ku hari ini di sekolah. Hyung. Dia kekasih mu, mengapa ia menyimpan hati pada ku? Kau adalah orang yang sangat baik. Mengapa ia memperlakukan mu seperti ini.. Aku berani bersumpah kepada mu. Sedikitpun aku tidak memiliki perasaan terhadapnya. Ku harap hal ini tidak akan membuat hyung membenci ku. Jeongmal mianhae”Bae Jinyoung.
“Hufhh” Hela Jonghyun pelan. Ia mengacak-acak rambutnya. Kepalanya hampir pecah ia rasa. “Hyung orang bodoh Baejin-a. Semua ini bukan kesalahan mu. Nado Mianhada” Ucap Jonghyun untuk Jinyoung yang telah tenang di surga. Beberapa hari lalu setelah inverstigas dari kepolisian, Chayeon yang tidak terima dengan kesaksian Jonghyun dan teman-temannya menghampiri Jonghyun dengan penuh emosi. Sikap kasar dari Yeoja yang pernah mengaku mencintainya itu sangat mengganggu pikiran Jonghyun.
FLASH BACK
“Ya Kim Jonghyun!” Panggil Chayeon sama sekali tidak sopan. Ia tidak memanggil Jonghyun dengan sebutan Oppa meski ia lebih muda dari Jonghyun. Jonghyun yang saat itu sedang bersama Daniel juga diseret pergi oleh Chayeon yang tanpa alasan menarik tangannya. Daniel yang tak mau terlibat tidak bisa melakukan apapun. Ia juga cukuo shock karena baru kali ini ia melihat Chayeon berprilaku seperti itu kepada Jonghyun.
Chayeon menariknya ke tempat sepi, dimana hanya ada dirinya dan Jonghyun disana saat itu. 4 hari lalu keduanya baru saja memutuskan untuk berpisah. Chayeon lah yang meminta Jonghyun agar mereka berjalan sendiri-sendiri, dan memutuskan hubungan mereka sebagai sepasang kekasih.
PAKKK!!! Tanpa basa basi, Jonghyun mendapatkan sebuah tanparan keras dari Chaeyeon. Chaeyeon benar-benar dalam keadaan emosi, wajanya sedikit memerah menahan amarah, matanya sudah berkaca juga tubuhnya gemetar menadakan perasaannya sedang kacau. “MENGAPA KAU MELAKUKAN SEMUA INI KEPADA KU!!! APA KESALAHAN KU HINGGA KAU TEGA MENYAKITI KU SEPERTI INI” Chayeon lepas kendali, tidak hanya menampak Jonghyun, kedua tangannya juga tak henti memukuli dada Jonghyun meski tangan Jonghyun terus mencoba menahan tangannya.
Jonghyun sama sekali tidak mengerti mengapa Chaeyeon sampai marah besar seperti saat ini. Ia berusaa sabar agar masalah tidak semakin besar. Tapi Chayeon terus menyerangnya seperti orang yang mengalami gangguan jiwa. BRUKK!!! Jonghyun yang habis kesabaran, tak sengaja mendorong Chayeon hingga yeoja itu terjatuh. Ia yang segera sadar akan perbuatannya, berjongkok untuk melihat kodisi Chayeon “Mianhae., Gwenchana?” Tanya Jonghyun khawatir.
PLAK.. Chayeon menangkis tangan Jonghyun. Air mata kini sudah mengalir deras di pipi gadis berparas cantik itu. Tatapan tajam penuh kebencian terpancar dari pandangan Chaeyeon “Tidak cukup kah dengan membunuh Jinyoung?!!! SEKARANG KAU JUGA MENJEBLOSKAN SEMUA TEMAN KU KE DALAM PENJARA!!” Chaeyeon mengeluarkan sebuah pernyataan yang membuat Jonghyun terperangah. Tubuh gemetar Chayeon tetap kokoh menantang Jonghyun yang kehabisan kata karena tuduhannya “Semua akan terungkap. Aku akan memastikan kau menyesal dengan apa yang telah kau lakukan terhadap ku dan orang orang-orang di sekitar ku.!! Aku tidak akan pernah memaafkan mu. Kau lah yang seharusnya mendekam di penjara. Kau dan kecemburuan tak beralasan mu!!” Pekik Chaeyeon tak henti memojokkan Jonghyun dengan tuduhan-tuduhannya.
“Neon .. Jincha michigetda” Seru Jonghyun heran melihat reaksi berlebihan Chaeyeon. Jonghyun berdiri. Ia memiliki kesabaran, namun ia tidak mau terus menerus menjadi orang bodoh yang terus menerus mengikuti keinginan Chaeyeon. Mereka sudah tak lagi ada hubungan. Sebaiknya ia pergi dari sana.
Chayeon belum selesai.. ia kembali memekik “Seharusnya kau menyadari mengapa aku tida lagi bisa mencintai mu!! KAU.. SEORANG PSIKOPAT .. Wihomhan saran!! Aku akan membuka mata semua orang tentang diri mu.”
“Ni maeundaero hae” Seru Jonghyun kemudian bergegas pergi dari sana.
** END OF FLASHBACK **
Back to Current Time
Hanya dengan mengingat kejadian tersebut, kepala Jonghyun kembali terasa sakit. Sudah 2 hari belakangan ia kesulitan untuk tidur di malam hari. Ditatapnya langit yang semakin gelap. Mungkin segelap itu juga hatinya saat ini. “Gurae.. kecemburuan bodoh telah membawa ku dalam penderitaan panjang ini. Semua ini begitu menakutkan bahkan setelah semua berakhir. Na eottokhe jigeum?”
Jonghyun memasuki rumah. Mengunci pintu menuju halaman belakang. Di luar angin mulai kencang berhembus, udara semakin dingin, membuat kondisi tubuhnya yang sedang tidak fit menjadi semakin buruk.
Jieqiong baru saja pulang. Ia mendapatkan sebuah pesan dari Seongwoo pada ponselnya. Ia sempat terhenti didepan pintu untuk membaca pesan tersebut.
From : Ong
Jonghyun sedang berprilaku aneh hari ini. Daniel mengatakan pada ku, Jonghyun pulang sendiri ke rumah tadi. Ia tidak sarapan pagi ini. Jika kau pulang lebih dahulu, bujuk ia untuk makan sesuatu.
Jieqiong menghela nafasnya. Setelah bicara banyak dengan Donghyun ia mulai berfikir bahwa sikapnya yang terllau jelas menjauhi Jonghyun mungkin akan membebani Jonghyun terlalu dalam. Bagaimanapun mereka sahabat dan mereka tinggal satu rumah, mungkin kurang baik berprilaku seperti itu disaat mereka semua juga sedang banyak mendapat masalah. Jieqiong berjalan memasuki rumah. Ia berpapasan dengan Jonghyun di ruang tengah. Keduanya berdiri kaku saling menatap beberapa saat. Jieqiong memberanikan diri untuk menyapa Jonghyun “Babeul Mok…”
Belum selesai Jieqiong bicara. Jonghyun melewatinya. Namja itu berjalan dingin tanpa satupun kata terucap dari bibirnya. Jonghyun memasuki kamarnya yang terletak di lantai bawah tak jauh dari ruang tengah. Jieqiong masih berdiri terpaku, selama ia tinggal bersama Jonghyun, Jonghyun tidak pernah sekalipun mengabaikan dirinya seperti tadi.
“Hwaksilhae? Apa kau pernah bertanya langsung kepada nya mengapa ia menerima Chaeyeon? Apa ia pernah mengatakan langsung ia tidak pernah menyukai mu? Kalian berdua memiliki tingkat kebodohan serupa. Kau tidak pernah tau seberapa ia tertekan menjalani hubungan dengan yeoja seperti Chaeyeon.” Donghyun
“Ahhh molla mollaaa molla.. mori apha” Seru Jieqiong memukul pelan kepalanya sendiri. Jieqiong berlari menaiki tangga menuju kamarnya. Di dalam kamar. Jieqiong hanya bolak balik tak tenang. Di satu sisi ia merasa ia harus meminta maaf atau setidaknya meluruskan masalah dengah Jonghyun, namun disisi lain .. ia tidak dapat menjabarkan dengan jelas masalah apa yang sebenarnya harus ia luruskan dengan Jonghyun. Ia semakin pusing setelah membaca ulang pesan Seongwoo tetang Jonghyun yang sama sekali belum memakan apapun sejak kemarin.
Setelah berfikir cukup panjang. Lebihd ari 15 menit lamanya. Jieqiong memutuskan untuk turun menemui Jonghyun. Jonghyun belum keluar dari kamarnya. Jieqiong mengetuk pintu kamar beberapa kali namun tak ada jawaban. Ia mencoba membuka pintu kamar Jonghyun yang ternyata tak terkunci. Hati-hati ia melangkah masuk. Jonghyun ternyata tertidur di tempat tidurnya. Jieqiong sempat mendekat. Ia sedikit kaget karena sekujur tubuh Jonghyun basah oleh keringat. Jonghyun juga merintih meski ia sepenuhnya sedang terlelap. Jieqiong menyentuh kening Jonghyun, panas tinggi suhu tubuh Jonghyun dirasakan oleh Jieqiong “Omo..” Serunya refleks.
***
Hospital
6.00 PM
Sejeong, Minhyun, serta Seongwoo yang sempat memaksa ingin ikut ke rumah sakit berjalan menelusuri lorong rumah sakit. Mereka berpisah dengan yang lainnya dan lekas menuju rumah sakit untuk mengantarkan Minhyun menjenguk Tuan Hwang.
Sejeong yang berjalan lebih dulu, menghentikan langkahnya tepat di depan sebuah kamar rawat. Tangan yeoja itu menyentuh gagang pintu. Ia menoleh ke belakang sejenak dan melihat raut ketegangan di wajah Minhyun. "Neo gwenchana? Minhyun-ssi?"
"Ne? Ah~ n-ne! gwenchana", ujar Minhyun tersentak. Sesungguhnya jantungnya berdegup kencang dan ia tak yakin apa ia sanggup untuk melihat apa yang berada di balik pintu tersebut. Sejeong membuka pintu perlahan dan memperlihatkan seorang pasien yang tengah terbaring di sebuah bangsal rawat. Berbagai macam alat penopang hidup terpasang di tubuh pasien tersebut, yaitu Tuan Hwang.
Sejeong sudah melangkah masuk lebih dulu namun Minhyun masih mematung di tempatnya hingga Seongwoo harus menepuk pundaknya dan mendorongnya pelan. "Kaja", gumam Seongwoo mengajak Minhyun memasuki ruang rawat tersebut.
Minhyun melangkah mendekati ruang rawat tersebut dan hatinya terasa sesak ketika melihat apa yang di depannya saat ini. "I-Ige....naya?", gumamnya dalam hati. Ia tak bisa melihat dengan jelas wajah Hwang Ahjussi karena sebagian wajah pria itu tertutup perban. "Apa...yang terjadi padanya?", gumam Minhyun lirih. Ia sama sekali tak melepaskan pandangannya dari Tuan Hwang.
"Sebuah kecelakaan besar menimpanya... ", gumam Sejeong yang kini duduk tepat di samping kasur rawat Tuan Hwang. Ia menggenggam tangan Tuan Hwang. "Annyeonghaseyo ahjussi....bagaimana kabarmu hari ini? Jeongmal mianhaeyo...kami baru bisa menengokmu lagi sekarang....terlalu banyak hal terjadi belakangan ini...", gumam Sejeong mengajak bicara Tuan Hwang seolah ia bisa mendengarnya. "Salah satu dari kami pergi untuk selamanya....tapi di saat bersamaan, seorang lainnya muncul...dan ia sangat ingin bertemu denganmu...ia bahkan memiliki nama yang sama denganmu...Hwang Minhyun", ujar Sejeong tersenyum getir sembari menoleh ke arah Minhyun.
Minhyun membeku di tempatnya namun tak lama kemudian, ia tiba tiba keluar dari ruang rawat begitu saja. Hal itu cukup membuat Sejeong dan Seongwoo terkejut. Keduanya saling bertukar pandang seolah bertanya apa yang terjadi pada Minhyun. Seongwoo menyusul Minhyun tak lama kemudian. "Ada apa dengan Minhyun...omo!", gumam Sejeong terkejut ketika ia menyadari sesuatu. Tuan Hwang baru saja menggerakkan beberapa jari tangan kanannya.
***
Boarding house
06. 35 PM
Jonghyun terbangun dari tidurnya. Sakit dikepalanya terasa sangat hebat. Ia menyentuh kepalanya, dirasakannya sebuah kain kompres berada di atas keningnya. Ia terdiam sesaat memperhatikan kain berwarna putih tersebut. Setelah sepenuhnya terbangun. Jonghyun baru menyadari Jieqiong berada disana. Yeoja itu tertidur di lantai samping tempat tidurnya. Disamping Jieqiong terdapat sebuah baskom kecil berisi air, mungkin air untuk mengompresnya. Jieqiong tertidur dalam posisi duduk bersandar pada tempat tidur Jonghyun. “Mwohaneun geoya yeogi” Seru Jonghyun khawatir. Meski kepalanya masih begitu sakit. Ia sigap turun dari tempat tidur. Jonghyun mengangkat Jieqiong, membaringkan tubuh yeoja itu di atas tempat tidurnya.
Jonghyun awalnya duduk disamping Jieqiong yang terlelap begitu pulas, bahkan hingga tidak terbangun meski sudah berpindah tempat. Jonghyun tidak bisa menahan pandangannya untuk tidak menatap Jieqiong. Sakit dikepala Jonghyun pada akhirnya memaksa dirinya untuk berbaring disamping Jieqiong. Ia memiringkan posisi tidurnya. Ia sedikit kaget begitu Jieqiong bergerak juga merubah posisi tidur .. mereka saling berhadapan di atas tempat tidur yang sama. Degup jantung Jonghyun begitu kencang. Sebuah senyum miris terlukis di wajahnya. Disibaknya rambut yang sempat menutupi wajah Jieqiong. Jonghyun membiarkan sebelah tangannya berlabuh di wajah Jieqiong “Yeppeo” Pujinya.
Tatapan Jonghyun semakin lekat. Satu detik pun ia enggan melepaskan pandangan dari sosok Jieqiong. Tak ada yang ia katakan meski 10 menit telah berlalu. Ia membiarkan Jieqiong tertidur dengan tenang. Sebuah pertanyaan muncul dari mulut Jonghyun. “Neon.. naega shireo?” Tanya Jonghyun. Pertanyaan yang mungkin hanya berani ia ungkapkan disaat Jieqiong dalam kondisi tertidur seperti saat ini “Gurae.. namja bodoh seperti ku pantas untuk kau jauhi. Hhhufh.. Sosok ku pasti sudah begitu buruk di mata mu saat ini”
Sesekali Jonghyun terdiam, lalu kembali bicara. Ia bicara jauh lebih banyak dari ia pada normalnya “Jieqiong-a.. aku merasa sesuatu yang buruk akan terjadi kepada kita. Sesuatu yang mungkin lebih buruk dari semua hal yang telah terjadi saat ini. Kau benar.. lebih baik bagi mu untuk menjaga jarak dengan ku. Setidaknya .. jika hal buruk benar-benar menimpa ku.. kau tidak harus ikut terluka. Jal.. salda.. Jieqiongie”
Jonghyun memberanikan diri untuk menarik Jieqiong ke dalam pelukannya. Geraknya begitu pelan agar tidak membangunkan Jieqiong. “Aku ingin memeluk mu setidaknya sekali dalam hidup ku. Maafkan aku sedikit melewati batas ..” Ucapnya “Nan.. niga gerokhae joha.. Molla? Psh.. Paboya” Jonghyun tersenyum tenang. Ia merasakan kehangatan yang ia inginkan saat Jieqiong berada di dalam pelukannya. Berulang kali Jonghyun menarik nafas dan menghembuskannya kembali. Banyak hal yang ia ucapkan kepada Jieqiong siang itu. Ia mengungkapkan semua hal yang tak pernah ia ungkapkan selama ini. Semua hal yang mungkin akan sulit ia ucapkan saat Jieqiong dalam keadaan sadar dan menatapnya dengan kedua mata secara langsung.
Sebuah pesan masuk ke dalam ponsel Jonghyun. Menyadarkan Jonghyun bahwa waktunya untuk terbangun dari negeri dongeng telah tiba. Pesan tersebut berasal dari Seongwoo yang mengatakan bahwa mereka akan segera pulang. Seongwoo juga bertanya apakah Jonghyun ingin menitip sesuatu karena ia tahu bahwa Jonghyun belum memakan sesua nasi pun hari ini. “Hufh~” Desah Jonghyun. Terpaksa ia melepaskan pelukannya. Ditariknya selimut agar menutupi tubuh Jieqiong yang dilihatnya masih tertidur. Jonghyun bangkit dari tempat tidur. Melangkah meninggalkan kamarnya.
Sesaat setelah pintu kamar tertutup. Jieqiong membuka mata. Tidak.. ia bukan baru terbangun. Ia hanya baru membuka matanya. Ia sudah terbangun sejak Jonghyun memindahkan tubuhnya ke atas tempat tidur. Ia termenung memikirkan apa yang baru saja terjadi. Menyadari betapa bodohnya ia dan Jonghyun selama ini. Menyadari bahwa rasa gemas Donghyun akan sikapnya dan Jonghyun selama 2 tahun terakhir adalah cukup beralasan. Jonghyun sudah tidak berada disana, namun kehangatan akan pelukannya masih dapat Jieqiong rasakan. Ia memeluk erat selimut yang menutupi tubuhnya. Harum aroma perfume Jonghyun membekas disana. Do hadapan matanyabjuga ia melihat boneka yang ia berikan terpajang manis di samping banta Jonghyun. Rasa bersalah jelas menyeruak di setiap sudut hati Jieqiong. “Paboya.. Onibugi” Hanya sepatah kata itu yang terucap dari bibirnya
***
Boarding house
7.30 PM
Minhyun, Sejeong, dan Seongwoo tiba di boarding house sepulang dari rumah sakit. "Eo? wasseo?", tegur Daniel menyambut ketiganya. Hanya Sejeong dan Seongwoo yang merespon sapaan Daniel, sementara Minhyun hanya berjalan melewatinya begitu saja dan lekas berjalan menuju kamarnya. "Ada apa dengannya?", gumam Daniel bingung. "Tuan Hwang ottae?", tanya Daniel.
"Ada sedikit progress akan kondisinya hari ini...tadi ia menggerakkan sedikit tangan kanannya tapi....hal itu tak berpengaruh banyak...dokter mengatakan bahwa kondisinya masih belum stabil", ujar Sejeong.
"Ah gurae? Ah aswibne...", gumam Daniel prihatin. Ia lalu lekas merangkul Seongwoo dan membimbing namja itu berjalan menjauhi Sejeong.
Sejeong terdiam di tempatnya, menatap Seongwoo dan Daniel yang berjalan menjauhinya. Ucapan Donghan perihal OngNiel kembali terputar di otaknya. Ia lekas menggelengkan kepalanya mencoba menepis hal tersebut. "Jika memang benar, hal itu sungguh bukan urusanku", gumam Sejeong.
***
The Girls' room
Ceklek~~ pintu terbuka dan kepala Daniel muncul dari balik pintu. "Annyeong~", sapa Daniel. Sejeong tengah bersiap siap untuk membersihkan diri setelah puang dari rumah sakit tadi. Sementara Siyeon tengah berbaring membelakangi Daniel dan Sejeong.
"Eo? wae Daniel?", tanya Sejeong.
Daniel memberi kode agar Sejeong mendekat ke arahnya. "Siyeonnie mwohae?", bisik Daniel.
Sejeong menoleh ke belakang sejenak. "Kau bisa lihat sendiri", ujar Sejeong.
"Aku ingin mengajaknya makan ice cream bersama Guanlin dan juga Hyeongseob...aku sudah meninjam mobil milik Jonghyun jjan~!", ujar Daniel menunjukkan kunci mobil Jonghyun pada Sejeong.
"Bicaralah padanya", ujar Sejeong mempersilakan Daniel masuk. Keduanya menghampiri Siyeon. "Siyeon-ah...Daniel oppa ingin mengajakmu makan ice cream...kau mau ikut?", bujuk Sejeong.
"Shireoyo~", jawab Siyeon lesu.
"Aigoo Siyeon-ah...ireona ireona", bujuk Daniel membantu Siyeon terbangun dan duduk di sisi kasurnya. "Kau jangan bersedih terus seperti ini...Oppadeul dan Onniedeul sedih melihatmu seperti ini terus...", ujar Danie merangkul Siyeon. "Kau terlihat begitu stress dan Oppa hanya ingin mengajakmu refreshing sejenak...aku mentraktirmu Hyeongseob, dan Guanlin...ottae hm?", bujuk Daniel.
Siyeon terdiam sejenak dan menghela nafas sejenak. "Arasseo...aku akan bersiap siap dulu", gumam Siyeon lesu.
Daniel dan Sejeong saling bertukar pandang senang karena mereka berhasil membujuk Siyeon. "Assa! arasseo! kami akan menunggumu di bawah", ujar Daniel bersemangat lalu bergegas keluar dari kamar yeoja.
***
Jonghyun and Minhyun's room
Jonghyun memasuki kamar dan ia terhenti sejenak ketika melihat Minhyun duduk di atas kasurnya dengan selimut menutupi seluruh tubuhnya kecuali wajahnya. "Ya...neo gwenchannya?", tanya Jonghyun melangkah lesu menuju kasurnya yang berdampingan dengan kasur milik Minhyun. Ia menyandarkan kepalanya pada dinding dan menghela nafas pelan. Sikap Jieqiong yang seolah menjauhinya, cukup membebaninya.
"Angwenchana", jawab Minhyun sembari melamun.
"Wae?", respon Jonghyun sembari melamun juga.
"Ya....apa yang akan kau lakukan jika kau...melihat dirimu sendiri beberapa tahun ke depan?", tanya Minhyun. "Melihat dirimu.....celaka....atau bahkan mungkin....mati"
"Mwo? musun soriya?", tanya Jonghyun bingung.
"Dwaesseo", balas Minhyun lalu lekas berbaring di kasurnya dengan posisi memunggungi Jonghyun.
Jonghyun kembali menghela nafas pelan. "Geunyang...yolshimi sarahae", ujar Jonghyun.
Mendengar ucapan Jonghyun, Minhyun menoleh ke arah Jonghyun. "Ne?"
"Aku akan hidup sebaik baiknya seakan aku akan mati esok...karena celaka dan kematian adalah hal yang sudah ditakdirkan dan kita tak akan bisa menghindarinya", ujar Jonghyun.
Minhyun terdiam sejenak memikirkan ucapan Jonghyun. "Gurae? Arasseo...gomapta", gumam Minhyun. Ia melirik Jonghyun dan namja itu tengah melamun. "Neo do gwenchana? kau terlihat lesu", ujar Minhyun tak enak hati. Ia merasa bahwa Jonghyun sudah mendengarkan keluh kesahnya jadi ia merasa bahwa mungkin ia juga bisa 'meminjamkan' telinganya untuk mendengar keluh kesah Jonghyun.
Jonghyun tersenyum getir. "Gwenchana...kkokjongma", gumam Jonghyun.
"Eyy malhae~ wae? yeoja?", tanya Minhyun. Jonghyun refleks menoleh ke arahnya. "Ah matne! yeoja matchi?"
"Dwaesseo", jawab Jonghyun yang kini gantian berbaring di kasurnya, memunggungi Minhyun.
"Jieqiong-ssi...", gumam Minhyun. "Geu yeojaga....neo johahe matchi?", tanya Minhyun. Jonghyun kini balas menoleh ke arah Minhyun, menatapnya dengan tatapan: bagaimana-kau-tahu?. Minhyun memang penghuni baru yang tak sengaja masuk dalam lingkaran anak anak itu. Ia cukup baik dalam beradaptasi dan memperhatikan hal hal di sekitarnya. Maka dari itu, ia cukup jeli dalam mengetahui sedikit banyak permasalahan yang terjadi di rumah itu.
"Jangan terlalu terkejut....aku memperhatikan gerak gerik kalian semua...neo...Seongwoo-ssi deo....kalian berdua sungguh tak jauh berbeda", ujar Minhyun. "Sebagai sesama namja...na da ara....jika kau namja, tunjukkan perasaanmu padanya....jangan sampai kau menyesalinya jika suatu saat ia pergi dari sisimu dan kau belum sempat berbuat apapun...ah....johgetda yaedeura",gumam Minhyun menerawang lalu kembali berbaring memunggungi Jonghyun.
"Apa kau...mempunyai seseorang yang kau cintai?", tanya Jonghyun hati hati.
"Eo....tapi ia sudah pergi", gumam Minhyun getir.
Jonghyun terdiam sejenak. "Jweisonghaeyo...", gumam Jonghyun tak enak hati. "Jaljayo", sambungnya, mematikan lampu kamar sebelum tertidur.
***
Daniel mengajak Siyeon, Hyungseob, dan Guanlin berjalan jalan di area tak jauh dari boarding house. Karena sudah malam hari dan mereka harus kembali ke sekolah besok pagi, maka ia hanya mengajak maknae lines mampir ke cafe ice cream terdekat. Mereka bertiga turun dari mobil dan berjalan menuju cafe. Namun Daniel menghentikan langkahnya sejenak, ketika ia melihat Lee Woojin, anak dari salah satu tetangga mereka tengah dikerumuni oleh dua orang bertubuh tinggi besar. "Woojinnie?", gumam Daniel. "Ya yaedeura...kalian masuk dan pesan saja lebih dulu...aku akan menyusul", ujar Daniel.
"Hyung, eodie gayo?", tanya Hyungseob.
"Woojinnie", ujar Daniel menunjuk ke arah Woojin.
"Eo? Matta! igo Woojinnie! Wae gurae?", tanya Hyungseob.
"Molla...masuklah ke dalam, aku tak mau kalian terlibat", ujar Daniel. Maknae lines pun menuruti ucapan Daniel sementara namja itu berjalan menghampiri Woojin. Semakin dekat, ia semakin bisa melihat jelas bagian belakang sosok kedua namja tinggi besar tersebut.
"A-Aku tak punya~", ucap Woojin terbata bata. Namun ia terkejut ketika ia melihat sosok Daniel muncul tak lama kemudian. Ia lekas berlari dan bersembunyi di balik tubuh besar Daniel. "Hyung, sallyeojuseyo", gumam Woojin.
Kedua namja yang mengerumuni Woojin pun berbalik menghadap Daniel. Baik Daniel dan kedua namja itu terkejut ketika melihat satu sama lain. "Kang Dongho?! Kwon Hyunbin?!", seru Daniel tak percaya.
"Oo...lihatlah siapa yang baru saja kulihat...idola para yeoja...Kang Daniel", ujar Dongho tersenyum tipis.
"N-Neo~", gumam Daniel tak percaya.
"Wae? Kau terkejut melihatku di sini? Bukankah seharusnya Kang Dongho berada di dalam penjara?", sindir Dongho. Ia melangkah mendekati Daniel dan mencengkram kerah leher namja. "Aku keluar karena aku tak bersalah", ucap Dongho dingin. Srukk~ ia lalu melepaskan cengkramannya dengan kasar.
"Sayang sekali kami tak bisa membalas perbuatanmu dan teman temanmu saat ini...tapi hal itu tak akan berlangsung lama...gidaryeora~ ", sambung Hyunbin tersenyum licik sebelum mengajak Dongho pergi dari tempat itu.
"H-Hyung~ gwenchanayo?", tanya Woojin ketika menyadari ekspresi Daniel berubah pucat pasi. Daniel dan Seongwoo terkadang suka menjahili Woojin dengan meminta bekal makanannya untuk sekolah jika mereka bertemu. Tapi meskipun begitu, keduanya tetap bersikap baik dan memperlakukannya seperti adik kecil mereka. Maka dari itu Woojin begitu lega ketika melihat Daniel muncul untuk menolongnya.
"Ne...gwenchana...", ujar Daniel mencoba tersenyum. "Ya neo jibe ka! Apa yang kau lakukan malam malam seperti ini anak kecil?"
"Ice cream mokgosippoyo", ujar Woojin.
"Aigoo~ya...arasseo..masuklah aku akan mentraktirmu tapi kau harus memberikan jatah bekalmu padaku esok arasseo?", ledek Daniel.
"Ne hyung!", jawab Woojin bersemangat meskipun ia tahu jatah bekal makanannya akan berkurang esok hari.
***
Boarding House
10 PM
Sejeong menuruni tangga menuju ruang tamu. Ia belum tenang karena Siyeon dan yang lainnya belum juga kembali. Di ruang tamu, hanya ada Seongwoo seorang diri yang tengah asyik menonton TV sembari menikmati cemilan. "Ya...Daniel belum kembali?", tanya Sejeong menghampiri namja itu dan duduk di sofa besar, di samping namja itu.
"Kau bicara padaku?", tanya Seongwoo dengan ekspresi polos.
"Aniya, aku bicara pada orang di dalam Tv itu", ujar Sejeong sarkastik.
"Ah gurae", jawab Seongwoo santai dan kembali menikmati cemilamnya hingga...buk~! sebuah bantal sofa menghantam kepalanya. "YA AISH!", sungutnya tak lain tak bukan, pada Sejeong. "Jika kau bicara padaku, kau harus menyebut namaku! ireohke: 'Seongwoo-ya, Daniel belum kembali'", ujar Seongwoo memberi contoh.
"Dwaesseo...aku sudah tak berminat bertanya lagi", ujar Sejeong merebut cemilan Seongwoo dan fokus menonton TV.
Seongwoo menoleh memperhatikan Sejeong yang tengah menikmati cemilannya sembari fokus menonton TV. Ia memiringkan posisinya menatap Sejeong. "Ya Kim Sejeong, soljikhi malhae", ujar Seongwoo.
"Mwo?", jawab Sejeong dengan tatapan masih terfokus pada TV.
"Neo Minhyunnie johahae?", tanya Seongwoo to the point.
"Mwo?!", seru Sejeong refleks menoleh pada Seongwoo. "Kenapa kau bertanya begitu?"
"Wae? kalian para yeoja selalu mengelilinginya...kau juga sering kali iri jika ia berbuat baik pada Jieqiong atau Siyeon...bagaimana aku tidak curiga?", jawab Seongwoo.
"Aigoo....aku hanya mengagumi ketampanan dan kebaikan hatinya saja", ujar Sejeong.
"Ah..gurae? Kau...tak menyukainya matchi?", tanya Seongwoo tersenyum lega mendengar jawaban Sejeong.
"Neo wae gurae? Jincha...", sungut Sejeong kembali fokus menonton TV.
Seongwoo diam diam merentangkan tangannya tepat di belakang Sejeong seolah ingin merangkul yeoja itu. Namun di saat bersamaan, Daniel dan maknae lines tiba di dalam rumah dan ia refleks membatalkan aksinya.
"Eo wasseo?", tegur Sejeong.
"Eung...", jawab Daniel singkat. "Ya Seongwoo-ya, iriwabwa...ada sesuatu yang harus kubicarakan padamu", ujar Daniel serius.
"Ne!", jawab Seongwoo bersemangat. Ia melompati sofa dan lekas mengikuti Daniel ke dalam kamar dengan tatapan kecurigaan Sejeong mengikuti keduanya.
***
The Next 2 Days
Police's office
04.30 PM
“Park Jihoon-ssi” Panggil petugas menghampiri cell tempat Jihoon berada. Jihoon hanya memberikan reaksi kecil. Ia sudah sangat lelah dengan hidupnya sendiri. Petugas membuka pintu cell “Kau dibebaskan. Keluarga mu sudah telah memberi jaminan akan kebebasan mu. Kami akan mejelaskan lebih lanjut. Sekarang ikuti aku” Pinta sang petugas.
Jihoon tak bersemangat sekalipun ia mengetahui ia telah dibebaskan. Jihoon mengikuti kangkah sang petugas menuju sebuah ruangan. Ia melihat sosok Chaeyeon dan Dongho di ruangan tersebut. Matanya membulat sempurna. Sebuah firasat buruk menyeruak di pikiran Jihoon.
Petugas meminta Jihoon duduk di samping Dongho. Begitu Jihoon duduk secarik kertas disodorkan kepadanya. Terlihat seorang pengacara yang juga datang bersama Chaeyeon berada di samping petugas penyidik. Ia lah yang menyodorkan kertas tadi. “Bacalah dengan baik apa yang tertulis disana. Kau hafus menanda tanganinya setelah itu” Perintah sang pengacara.
Jihoon membaca denga seksama isi surat tersebut. Surat tersebut berisi tentang kesediaan Jihoon untuk menjadi saksi mata akan tuduhan yang ditujukan untuk seseorang yang namanya juga tertulis di dalam surat tersebut. Jihoon tersentak tak percaya dengan apa yang dibacanya. Tuntutan tersebut berhubungan dengan kematian Jinyoung juga satu tindak kriminal lainnya. Jihoon tidak bisa mempercayai apa yang dibacanya saat ini.
“Kau dibebaskan dengan jaminan Jihoon-ssi, karena itunkau juga harus kooperatif dalam penyidikan, atau posisi mu sendiri yang nantinya akan terpojok” Seru petugas kepolisian yang nampaknya sudah memiliki kesepakatan tertentu dengan Chaeyeon dan pengacaranya.
Jihoon merasa sakit luar biasa saat Dongho menginjak kakinya denga sengaja. Jari-jari kakinya terasa ingin patah. Ia menatap Dongho meminta velas kasihan, tapi justru tatapan tajam yang Dongho lancarkan untuknya “Lakukan dengan baik Park Jihoon..” Ujarnya bernada menekan.
Jihoon dilanda kebingungan di dalam hatinya.. ia tidak tahu apa yang harus ia perbuat saat ini. Dongho menyodorkan bolpoin agar Jihoon segera menanda tangani surat di tangannya. Tapi jauh didalam hati Jihoon ia sama sekali tidak ingin melakukan hal ini.. ia tahu pasti bagaimana rasanya dihianati dan ditinggalkan oleh semua orang. Ia tidak ingin orang lain merasakan apa yang ia rasakan… namun.. apa yang bisa ia perbuat dibawah tekanan seperti ini.. tangannya bergerak gemetar hendak mengambil bolpoint di tangan Dongho… tetapi..
= TO BE CONTINUE =