Police's office
"Na aniyeyo!!", suara Dongho terdengar nyaring di dalam kantor polisi. Saat ini Dongho, Hyunbin, Daehwi, dan Jihoon tengah diinterogasi perihal kasus Bae Jinyoung yang juga menyeret nama mereka.
"Shikkeuro ish!", balas salah satu petugas polisi hendak memukul Dongho. "Ya...kami punya alasan mengapa kami membawamu dan teman temanmu kemari! Dokter forensik baru saja memberitahu kami bahwa dna kalian terdapat pada tubuh anak itu! dan hal itu sesuai dengan testimoni teman teman sekolah kalian sebelumnya!", jelas petugas tersebut.
Dongho mendengus kesal. Ia tak bisa membalas faka tersebut. "Majayo! Aku dan teman temanku memang memukulinya! Tapi ia belum mati setelah itu! dan kami tak memukulinya sebrutal apa yang kalian bayangkan!", seru Dongho.
"Tetap saja ia mati pada akhirnya..karena kalian!", sambar petugas kepolisian.
"Aniyeyo!! Ia masih sempat membalas pukulan kami! Lagipula lokasi kami mengeroyok Bae Jinyoung cukup jauh dari area danau...bagaimana bisa pada akhirnya anak itu di temukan di area danau dekat taman?", ujar Dongho.
"Banyak kemungkinan lainnya yang mungkin saja kalian tutupi dari kami", ujar polisi tak mudah mempercayai ucapan Dongho begitu saja.
"Na jincha aniyeyo", ujar Dongho frustasi. Ia tertunduk sejenak namun tiba tiba sebuah ide melintas di kepalanya. "Lagipula kami punya alasan mengapa kami mengeroyoknya saat itu", ujar Dongho yakin.
***
Prison Cell
Jihoon, Daehwi, dan Hyunbin duduk terdiam di dalam sel tahanan sementara. Mereka tengah menunggu Dongho yang tengah menjalani pemeriksaan one on one dengan petugas kepolisian. Sudah hampir satu jam setengah Dongho di interogasi oleh petugas hingga tak lama kemudian, pintu sel terbuka. "Lee Daehwi illowa", ujar petugas tersebut membawa Daehwi. Di tengah jalan, ia berpapasan dengan Dongho yang baru saja menyelesaikan interogasinya. Keduanya saling bertukar pandang dan Dongho menggumamkan sesuatu seolah memberi sinyal pada Daehwi.
Daehwi memasuki ruang interogasi dimana dua petugas sudah menunggunya di sana. "Kami tak akan bertanya panjang lebar karena temanmu sebelumnya sudah mengakui perbuatan kalian. "Yang ingin kutanyakan adalah...apa benar alasan kalian mengeroyok Bae Jinyoung adalah karena permintaan teman kalian, Park Jihoon?"
"Ne?", tanya Daehwi sedikit terkejut dengan pertanyaan petugas. Ia terdiam sejenak dan kemudian teringat ketika ia berpapasan dengan Dongho sebelumnya. Anak itu menggumamkan nama Jihoon.
"Ya Lee Daehwi-ssi", tegur petugas.
"N-Ne?.....ne......majayo", gumam Daehwi tertunduk. Dalam lubuk hatinya, ia tak tega melakukan hal ini. Tapi jika ia tidak melakukannya maka ia pasti akan terseret lebih jauh ditambah lagi Dongho dan Hyunbin pasti akan menjadikannya bulan bulanan jika ia tak melakukan apa yang mereka minta.
"Ne...kamsahamnida, kau boleh kembali ke sel", ujar petugas. Daehwi segera dibawa kembali menuju sel tahanan. "Tolong panggilkan Park Jihoon", pinta petugas interogasi pada petugas yang akan membawa Daehwi.
"Ne algesseumnida", ujar petugas lekas membawa Daehwi kembali. Daehwi dimasukkan kembali ke dalam sel tahanan dan petugas itu memanggil Jihoon. Pandangannya sempat bertemu dengan Jihoon yang menatapnya penuh tanya seolah ingin tahu apa saja yang ditanyakan oleh petugas. Namun Daehwi lekas mengalihkan pandangannya dari namja itu karena ia tak tega dan merasa bersalah atas apa yang baru saja dilakukannya.
***
Jihoon memasuki ruang interogasi. Petugas memperhatikannya dengan seksama. "Kau tak terlihat seperti anak yang mudah menaruh dendam", ujar petugas.
"Ne?", tanya Jihoon tak mengerti.
"Mengapa kau menyuruh teman temanmu mengeroyok Bae Jinyoung?", tanya petugas to the point.
"M-Mworagoyo? A-Aniyo! Aku tak pernah meminta mereka untuk mengeroyok Jinyoungie!", seru Jihoon membela diri.
"Jincha? Apa kau tahu bahwa kedua temanmu sebelumnya mengatakan bahwa mereka melakukannya karena dirimu?", ujar Petugas. "Bae Jinyoung menyukai yeoja yang kini menjadi kekasihmu...itu info yang kami dapat dari temanmu sebelumnya...kurasa kau punya alasan yang cukup kuat untuk menghabisi temanmu tersebut", sambung petugas.
"M-Mworagoyo?", ujar Jihoon tak percaya. Apa yang didengarnya terasa seperti anak panah yang melesat menghujam dadanya. Ia tak pernah sekalipun meminta Dongho dan yang lainnya untuk muncul di sana dan mengacaukan semuanya. Hubungannya dengan Jinyoung memang sedang tidak terlalu baik saat itu, tapi ia tak pernah sedikitpun membenci Jinyoung sehingga ia merasa ia tak punya alasan untuk menghabisi Jinyoung. Tapi saat ini dengan testimoni teman temannya yang begitu memojokkannya, Jihoon sungguh tak tahu harus berbuat apa karena ini semua terjadi di luar dugaannya.
***
Boarding House
Teeet~ "Ne jogeuman gidaryeo!", seru Minhyun berlari pelan menuju pintu. Ia membuka pintu tersebut dan seorang wanita setengah baya berpenampilan cukup wah muncul di hadapannya. "Nugu...seyo?", tanya Minhyun.
"Annyeonghaseyo....aku adalah ibu dari Bae Jinyoung", ujar wanita itu tersenyum.
"Bae Jinyoung? Ah! Anak itu! Ah..deurowaseyo" ujar Minhyun mempersilakan wanita itu masuk dan duduk di sofa.
"Apa...anda mau kubuatkan minum?", tanya Minhyun sopan.
"Aniyo gwenchanayo...anjuseyo", ujar wanita itu meminta Minhyun untuk duduk. Minhyun pun mematuhi ucapan ibu dari Jinyoung tersebut. "Aku tak pernah melihatmu sebelumnya....apa kau penghuni baru di sini?"
"Ne? Ah ne! majayo! Kebetulan...aku yang tertua di sini...anak anak lainnya masih berada di sekolah...jadi aku bertugas menjaga rumah", ujar Minhyun.
"Ah...geurohguna...", gumam ibu dari Jinyoung. "Aku kemari...hanya ingin memberitahu bahwa Jinyoung sudah dikremasi dan kami akan mengadakan upacaranya lusa...tolong beritahu mereka untuk datang", ujar Nyonya Bae. "Aku juga ingin mengambil beberapa barang milik Jinyoung yang masih tertinggal di sini".
"Ah ne! chakkamanyo!", ujar Minhyun. Ia lekas naik ke lantai dua menuju kamarnya. Ia ingat sebuah kotak besar berisi barang barang dengan tulisan: "Milik Bae Jinyoung" tertempel di depan kardus tersebut. Beruntung anak anak itu sudah membereskan barang barang itu tak lama setelah mereka mendengar berita perginya Jinyoung. Minhyun mengambil kardus tersebut dan turun kembali ke bawah lalu menyerahkannya pada Nyonya Bae.
"Igo...majayo?", tanya Minhyun.
Nyonya Bae mengecek isi kardus tersebut. "Ne majayo....", ujarnya tersenyum. Ia memperhatikan Minhyun sejenak. "Awalnya kupikir kau adalah anak dari pemilik boarding house ini...wajah kaliam begitu mirip", ujar Nyonya Bae.
"Ne? Jeoyo?", tanya Minhyun menunjuk dirinya sendiri.
"Ne...tapi aku ingat bahwa Jinyoung pernah memberitahuku bahwa Tuan Hwang tak menikah dan tak mempunyai keturunan...", sambung Nyonya Bae.
"Chakkamanyo? Nuguseyo? Tuan...Hwang?", tanya Minhyun bingung.
"Ne...Tuan Hwang Minhyun...aku pernah bertemu dengannya sekali ketika aku mengantarkan Jinyoung kemari untuk pertama kalinya", ujar Nyonya Bae.
"Hwang....Minhyun....adalah pemilik tempat ini?", tanya Minhyun bingung.
"Ne...waeyo? kau tak tahu?", tanya Nyonya Bae.
"Ah...N-Ne..a-aku belum pernah bertemu dengannya...", gumam Minhyun.
"Ah...kudengar ia tengah dirawat di rumah sakit...ia mengalami kecelakaan sebelum kasus anakku terjadi...kasihan sekali anak anak di rumah ini....pasti berat sekali bagi mereka harus menghadapi dua hal buruk secara berturut turut", ujar Nyonya Bae merasa bersalah.
Minhyun mematung di tempatnya. Berbagai macam perasaan bercampur aduk dalam benaknya saat ini. Namun tak lama kemudian, Nyonya Bae bangkit dari sofanya dan berpamitan pada Minhyun. "Jeongmal kamsahamnida....sampaikan salamku pada yang lain", ujar Nyonya Bae sebelum beranjak pergi.
Minhyun membungkuk pelan. Ia lekas menutup pintu dan merebahkan dirinya di sofa. Ia teringat malam di mana anak anak itu menginterogasinya:
"Neo ireumi mwoyeyo?", tanya Jieqiong.
"Hwang...Minhyunieyeyo", ujar Minhyun.
"Omo!", anak anak itu terkejut ketika mendengar Minhyun menyebutkan nama lengkapnya. Mereka saling berbisik satu sama lain, membicarakan Minhyun.
"Waeyo? Apa kalian juga tak percaya nama asliku?", sindir Minhyun.
"Aniyeyo...geunyang...", gumam Jonghyun. "Ada satu kebetulan yang sungguh tak kami duga akan terjadi", sambung Jonghyun.
"Mereka begitu terkejut ketika mendengar namaku...wae? Solma...apa karena namaku sama dengan pemilik tempat ini?", gumam Minhyun dalam hati. Dalam pikirannya, ia mengkalkulasi segala kemungkinan yang terjadi sejak 'kedatangan' nya kemari. "Aku harus bertanya lebih jauh soal Hwang Minhyun lainnya pada anak anak itu", gumam Minhyun.
***
Police's office
19.00 PM
Dongho, Hyunbin, Daehwi dan Jihoon berada dalam sel tahan sementara di kantor polisi setelah proses interogasi selesai. Mereka tertahan di sana setelah semua kesaksian memberatkan mereka, terutama Jihoon dan proses penyidikan akan berlangsung dalam waktu yang cukup lama. Entah sampai kapan keempatnya harus mendekam disana. Hyunbin dan Dongho terlihat sudah memejamkan mata mereka, mereka tertidur dalam posisi duduk bersandar pada dinginnya dinding sel.
Daehwi dan Jihoon masih sama-sama membuka mata. Keduanya duduk bersebrangan. Daehwi terus menghindari kontak mata dengan Jihoon. Jihoon sendiri juga merasakan luka yang teramat dalam menusuk hatinya atas perlakuan ketiga orang yang selama ini selalu berada disekelilingnya itu. Sesaat pikirannya meluang. Bayangan akan Jinyoung terlintas dalam pikirannya.
***
Flashback (Random Time)
School’s Class
Jinyoung duduk di samping Jihoon sejak pertama kali ia masuk sekolah. Tapi sekalipun mereka tak pernah bertegur sapa selain sekedar basa basi dan membungkuk demi menjaga sopan santun. Jihoon dapat mengerti sikap Jinyoung. Meskipun ia anak baru di sekolah, ia tinggal di boarding house dimana para hyungdeul, noonadeul, juga mereka yang seusia dengannya sedikit banyak sudah bercerita tentang siapa Jihoon dan kawan-kawannya. Beberapa kali Jihoon pernah memergoki Jinyoung bermain dengan Daehwi di luar sekolah. Daehwi juga bagian dari kelompok mereka. Ia juga menyadari ada hal lain selain karena ia adalah bagian dari kelompok Dongho yang membuat Jinyoung enggan berteman denganya.
Hari itu mereka mendapat tugas kelompok, dimana ia dan Jinyoung yang kebetulan duduk satu meja otomatis menjadi teman satu kelompok. Seperti biasanya, Jinyoung bergegas meninggalkan tempat setelah bel berbunyi. “Jinyoung-ah!” Tahan Jihoon.
Jinyoung hanya melirik ke arah Jihoon. Ia tidak bertanya ataupun berbalik menghadap Jihoon. Bagai sudah mengetahui arti dibalik sikap Jihoon, Jinyoung segera menjawab “Aku akan mengerjakan bagian ku. Malam ini ku tugas akan kirimkan melalui email”
“Tidak kah sebaiknya kita kerjakan bersama? Sepertinya akan sulit jika dikerjakan terpisah-pisah” Ujar Jihoon memberi saran. “Kau bisa tentukan tempat dekat boarding house mu.. aku siap pergi ke sana”
Jinyoung berfikir cukup lama. Ia hanya diam dan berdiri membelakangi Jihoon.
“Hyungdeul melarang mu bertemu dengan ku?” Tanya Jihoon to the point.
Jinyoung tidak menanggapi pertanyaan Jihoon. Ia cukup tahu dalam bicara dan bersikap. Cara ia menghindar pun terlalu mudah terlihat. “Pukul 7 malam ini. Flower cafe” Ujarnya memutuskan tempat bertemu. Selain kalimat tersebut tak ada lagi yang diucapkan oleh Jinyoung. Ia pergi bergitu saja.
Ponsel Jihoon bergetar, sebuah pesan dari Shiyeon masuk. Jihoon tersenyum tenang membaca pesan dari Shiyeon.
From : <3 Baby Park Girl
Kau berhasil mengajak Baejin keluar?
Ku harap kau berhasil. Hwaiting <3
Reply : Me (Jihoon)
Berhasilll ♡♡/
Malam ini aku akan date dengan Baejin, jangan cemburu ^^ kkk
Reply : Baby Park Girl
Aku cemburu .. eottokhee T.T
***
Jinyoung datang sesuai dengan janji yang telah ia buat. Jinyoung dan Jihoon hanya bertemu untuk kepentingan mengerjakan pekerjaan sekolah saja. Jinyoung bukanlah anak yang terlalu rajin, ia sering kali malas belajar dan mengerjakan tugas. Beberapa kali setiap pertemuan ia dan Jihoon, Jihoon bicara lebih banyak dari Jinyoung. Setelah beberapa hari bertemu, tugas sekolah mereka berhasil selesai dengan cepat. Malam itu Jinyoung dan Jihoon tidak banyak beraktifitas. Mereka hanya duduk menikmati milkshake yang selalu mereka pesan di cafe tersebut. Beberapa buku tertumpuk di atas meja. Hening situasi tercipta antara keduanya.
Jihoon membuka pembicaraan, selalu seperti itu “Narang.. Shiyeonnie-”
“Ara” Potong Jinyoung cepat.
Jihoon sedikit gugup. Benar jika dikatakan ia memiliki tujuan lain mengajak Jinyoung keluar selain mengerjakan tugas. Ia dan Shiyeon sedang berusaha mendapatkan persetuan dari orang-orang di sekitar Shiyeon tentang kedekatan mereka. Sejauh ini hanya Guanlin seorang yang tidak terlalu membatasi gerak mereka. Tapi penghuni boarding house lainnya masih mengawasi ketat gerak Shiyeon dan Jihoon.
“Tapi bukan kah hal ini tidak adil? Mengapa mereka semua membenci ku juga karena orang-orang disekitar ku. Aku juga akan berusaha menjadi seorang namja yang dapat melindungi Shiyeon dari siapa pun yang akan menyakitinya.” Ungkap Jihoon meluapkan isi hatinya. “Gerigo neon.. Kau bersahabat dengan Daehwi. Tidak bisa kah kau juga menjadi sahabat ku? Apa kau juga membenci ku?”
Jinyoung menyeruput Milkshake nya. Ia mengulur-ngulur waktu agar pembicaraan diantara ia dan Jihoon tidak melebar, tapi Jihoon di hadapannya menatapnya dengan penuh harap menunggu Jinyoung menjawab pertanyaannya “Tidak bisa” Jawab Jinyoung akhirnya. “Aku tidak membenci mu. Tapi juga tidak bisa menjadi sahabat mu. Situasi antara kau dan aku jauh lebih rumit dari pada situasi ku dengan Daehwi”
“Chaeyeonnie taemune?” Sela Jihoon mengutarakan apa yang ia ketahui.
Jinyoung lagi-lagi menatap enggan Jihoon “Kau tahu banyak, Karena itu berhenti memaksa ku.” Pinta Jinyoung. “Jonghyun hyung begitu baik kepada ku. Aku tidak mau membuat masalah dengannya”
“Kau tidak harus berteman dengan Chaeyeon untuk menjadi sahabat ku!" ,Seru Jihoon tetap ngotot bahwa apa yang ia pikirkan adalah benar adanya. “Aku juga tidak suka sikapnya yang terus mengejar mu sementara ia sudah menjadi kekasih Jonghyun hyung” Jihoon merasa benar-benar kecewa. Ia merasa mereka semua telah tak adil padanya “Nan.. Wihomhan saram aninde” Ucap Jihoon meyakinkan Jinyoung bahwa ia tidaklah seburuk apa yang dibayangkan Jinyoung.
Jinyoung menghela nafas menghadapi kerasnya keinginan Jihoon untuk berteman dengannya “Nado Ara..” jawabnya singkat.
Jihoon memohon kepada Jinyoung melalui tatapannya. “Jebal...beri aku satu kesempatan saja. Setidaknya jangan menghindar untuk menjadi sahabat ku. Aku tahu kau juga anak yang baik sama seperti Guanlin. Aku berjanji Chaeyeon tidak akan pernah terlibat dalam persahabatan kita. Aku tidak akan membiarkannya memanfaatkan persahabatan kita untuk dapat dekat dengan mu. Kita dapat bertemu tanpa di ketahui Chaeyeon. Kau, Aku, Guanlin, Hyungseob, Shiyeon.. juga Daehwi”
“Andwe..” Tolak Jinyoung cepat. Jawaban tersebut membuat Jihoon menghela nafasnya. Tapi kemudian Jinyoung melanjutkan kalimat yang hendak ia ucapkan secara utuh. “Shiyeon .. Guanlin.. Hyungseob, neodo.. gwenchana.. tapi saat kita bermain bersama.. Daehwi tidak boleh berada di sana, terlalu berbahaya. Ia tidak bisa menjaga ucapan nya. Ia akan membocorkan semua hal kepada Chayeon juga Hyunbin Hyung dan Dongho hyung. Lagi pula ia juga tidak pernah mengakui ku sebagai temannya.”
Perubahan drastis terlukis di wajah Jihoon “Chamkaman. Apa kau baru saja mengatakan kau mau berteman dengan ku? dan tak masalah bagi mu jika aku ikut bermain bersama dirimu, Shiyeon, Hyungseob dan Guanlin?”
“Mau bagaimana lagi....Semua demi Shiyeon” Jawab Jinyoung mengalah.
“O.. ya!.. Whoaaa.. Bae Jinyoung..”, Jihoon yang terlalu bahagia memberikan pelukan persahabatan untuk Jinyoung. Ia memeluk Jinyoung sumringah.
“Ya ya! Lepaskan ..” Jinyoung menjauh karena merasa canggung akan pelukan Jihoon. “Jangan senang dulu, kau harus berjanji satu hal sebelum itu” Ujar Jinyoung.
“Katakan saja” Seru Jihoon bersemangat.
Jinyoung menjulurkan jari kelingkingnya pada Jihoon. “Kau harus berjanji, Kau dan Shiyeon tidak akan menjadi sepasang kekasih sebelum kita berhasil mencari jalan untuk mendamaikan Hyungdeul dan noonadeul dengan Dongho hyung dan kawan-kawannya. Aku dan Guanlin akan membantu mencari cara untuk itu. Jadi jangan berbuat sesuka mu”
Jihoon mengaitkan jari kelingkingnya dengan Jinyoung “Yakseok!”
***
(The Day of Baejin's Incident)
Jihoon dan Shiyeon melangkah beriringan. Dinginnya angin yang bertiup kehilangan kekuatannya karena kehangatan genggaman tangan Jihoon pada tangan Shiyeon, setidaknya begitulah yang mereka rasakan.
Kebahagiaan mereka tidaklah bertahan beberapa lama. Seseorang yang sudah sejak tadi mengikuti Shiyeon rupanya sudah tidak lagi bisa bersembunyi. “Chamkaman!”
Shiyeon dan Jihoon begitu terkejut dengan kemunculan sosok Bae Jinyoung disana. “Mwohaneun geoya yeogi?” Seru Shiyeon kaget. Shiyeon dan Jihoon sontak melepaskan pegangan tangan mereka.
Jinyoung menyambar tangan Shiyeon, menarik tangan Shiyeon hingga mendekat ke arahnya. “Jibe khaja” Ajak Jinyoung setengah memaksa.
“Shireo!” Tolak Shiyeon.
“Shiyeon-ah..” Jinyoung berbicara pelan berusaha memberi nasehat pada Shiyeon, tapi Shiyeon dengan cepat menepis tangannya. Jihoon membaca situasi dengan cepat. Ia tidak ingin masalah ini berbuah panjang. Ia mengalah demi kebaikan mereka berdua “Shiyeon-a.. gwenchana, sebaiknya kau segera pulang” Pinta Jihoon.
“Kau dengar, ia bahkan meminta mu pulang.. khaja..” Bujuk Jinyoung halus. Ia tidak lagi memaksa Shiyeon.
Shiyeon melempar pandang ke arah Jihoon. Jihoon tersenyum ke arahnya. Berharap dapat sedikit memperbaiki perasaan Shiyeon. Mata Shiyeon memerah pertanda ia menahan amarah dan tangis. Shiyeon berbalik badan “Jangan mengikuti ku.. aku bisa pulang sendiri!!” Seru Shiyeon meninggi.
Jihoon menahan Jinyoung sebelum Jinyoung mengejar Shiyeon. Tatapan tajam Jinyoung ditujukannya untuk Jihoon “Bikyeora!”
“Kau tuli?! Ia bilang ia akan pulang sendiri!” Jawab Jihoon.
DUKK!! Jinyoung mendorong keras pundak Jihoon. “Kau melanggar Janji mu!!” Jinyoung untuk pertama kalianya berani melakukan hal semacam itu. “Aku bukan seorang namja yang dengan sengaja membuat Shiyeon harus mengambil sebuah tindakan bodoh yang kelak akan melibatkannya ke dalam masalah besar. Karena keegoisanmu kau mengabaikan perasaanya! Aku bukan dirimu Park Jihoon!. Aku hanya berusaha menghindarkan Shiyeon dari....”
BRAKKKKKKKK!!! Sebuah kotak sampah berukuran cukup besar terpelanting menimbukan bising yang membuat Jinyoung menghentikan ucapannya. “Menghindarkan Shiyeon dari apa Bae Jinyoung-ssi?”, seru tiga orang yang tak lain adalah: Dongho, Hyunbin dan Daehwi yang berjalan santai mendekati Jihoon dan Jinyoung. Sreet.. Donghoo menarik kerah baju Jinyoung kencang “Dari kami? Begitu maksud mu bocah tengik” BUUKKKK!!! Sebuah pukulan keras diarahkan oleh Dongho tepat di perut Jinyoung. Lutut Jinyoung keras bersentukan dengan aspal jalan malam itu.
Jihoon begitu panik, Ia tak tahu mengapa Dongho, Hyunbin juga Daehwi bisa berada disana. Jihoon berusaha menghentian penganiayaan yang dilakukan oleh Dongho. “Hyung Jebal hajima!!” Pekik Jihoon.
Hyunbin menghalanginya agar tidak mendekat “Daehwi-a.. bawa ia pergi dari sini” Perintah Hyunbin, biar aku dan Dongho yang akan membereskan Jinyoung.
Daehwi menarik tangan Jihoon pergid ari sana, Jihoon terus memberontak. Dari kejauhan ia melihat Jinyoung sedang dipukuli oleh Dongho dan Hyunbin. Ia sangat kesal karena tidak bisa melakukan apapun “YA LEE DAEHWI!! Neodo Baejin chinguji? Wae ireokhehae!!”
“Ya!” Selak Daehwi “Jongshijaryeo! Kau hanya memiliki 2 pilihan. Membiarkan Mereka memberi pelajaran pada Baejin atau menggantikan Baejin diberi pelajaran oleh Dongho hyung dan Hyunbin hyung”
Jihoon sama sekali tidak peduli. Sikap Daehwi begitu pengecut dimatanya. Hanya karena takut menghadapi Dongho dan Hyungbin ia membiarkan orang lain menjadi korban mereka. Sedikit dorongan dilakukan Jihoon, tapi Daehwi bersikeras untuk menahan Jihoon. “Ya!! Ish .. Bikyeora!”
“SHIREO!” Bentak Daehwi meninggi “Apa kau ini bodoh? Kami hanya mencoba melindungi mu!” Seru Daehwi menaikkan volume suaranya “Apa kau pikir Baejin benar-benar berniat mau membantu hubungan mu dengan Shiyeon? Apa kau tahu kalau Baejin juga menyukai Shiyeon!!”
DEG.. Ucapan Daehwi barusan berhasil membuat Jihoon berhenti memberontak “M..mu.. musun mariya?” Tanya Jihoon terbata.
Daehwi bertolak pinggang “Ia sendiri mengakui hal itu kepada ku. Ia menyukai Shiyeon sama seperti diri mu. Berfikirlah sedikit.. ia hanya mengulur-ngulur waktu agar kau dan Shiyeon tidak pernah bisa bersama dengan berbagai alasan. Ia sama saja dengan semua anak di dalam boarding house itu. Mereka semua tidak ada bedanya. Mereka membenci kita”
Senyap menyapa Jihoon seketika. Ia hanya memperhatikan Dongho dan Hyunbin memukuli Jinyoung dari kejauhan. Sedikit banyak penjelasan Daehwi mempengaruhi keteguhan hatinya. “Mereka juga masih memiliki hati, tak perlu terlalu khawatir, sebaiknya kita pulang sekarang” Daehwi menarik tangan Jihoon. Jihoon yang sedang gundah pada akhirnya hanya mengikuti langkah Daehwi pergi meninggalkan tempat.
End Flashback
Boarding House
07.30 PM
Hari ini menjadi hari yang panjang untuk para penghuni boarding house. Proses pemeriksaan dan interogasi polisi, juga banyak nya tugas kelompok yang tidak bisa mereka hindari sebagai seorang siswa membuat mereka baru kembali saat matahari sudah bersembunyi dibalik awan. Para namja berkumpul di ruang tengah lantai bawah menonton anime sementara para anak Sejeong dan Jieqiong sibuk mempersiapkan makan malam.
Shiyeon belum juga keluar dari kamar, ia menutup seluruh tubuh dengan selimut saat Jieqiong dan Sejeong mencoba membanguninya untuk makan malam. Jieqiong dan Sejeong yang sudah menyerah pada akhirnya hanya mempersiapkan makan malam berdua saja.
Minhyun memasuki area dapur. Ia melihat-lihat sekitarnya seolah heran dengan beberapa hal yang berada disana. Ia yang merasa kasihan melihat Sejeong dan Jieqiong menawarkan bantuan untuk mempercepat pekerjaan mereka “Ada yang bisa ku bantu?” Tanya Minhyun menyapa ramah Jieqiong dan Sejeong.
Jieqiong dan Sejeong jelas menerima penawaran bantuan Minhyun. Mereka memang terlalu sibuk dan cukup lelah malam itu. Mereka meminta Minhyun untuk memasak nasi. Awalnya Minhyun masih melakukan dengan benar pekerjaan tersebut. Ia mencuci beras sebanyak 2-3 kali sebelum akhirnya ia berdiri didepan rice cooker sembari menggaruk kepala kebingungan. “Bagaimana cara menggunakan benda ini?” Tanya Minhyun pada Jieqiong dan Sejeong.
Pertanyaan Minhyun membuat Jieqiong dan Sejeong saling bertatapan satu sama lain. Sejeong membantu Minhyun menggunakan rice cooker dengan benar. “Kau cukup memencet tombol ini, lalu penutupnya terbuka. Masukkan wadahnya ke dalam sini. Tutup. Cook” Jelas Sejeong.
Minhyun membentuk mulutnya menjadi O “Daebak.. Ini berbeda sekali dengan rice cooker yang pernah ku lihat…” Sekali lagi Sejeong dan Jieqiong saling menatap heran. Mereka tidak ingin mempercayain pengakuin Minhyun mengenai dirinya sebenarnya adalah alien. Tapi melihat sikap anehnya mereka jadi semakin merasa bahwa pengakuan Minhyun benar adanya.
Sejeong kemudian mencuci beberapa piring yang belum sempat mereka cuci tadi pagi. Sementara Minhyun celingak celinguk memperhatikan Jieqiong membuat Kimchi pajeon. Ia memperhatikan dengan seksama. Pertanyaan aneh terlontar lagi dari bibirnya “Apa kau bisa memasak disana? Mengapa kompor itu tidak mengeluarkan api?” Tanya Minhyun.
Jieqiong balik memperhatikan Minhyun. Imajinasinya berkeliaran liar. “Apa di planet mu tidak ada kompor seperti ini?”
Minhyun teringat akan peran yang harus ia mainkan didalam rumah itu. Ia menanggapi pikiran Jieqiong dengan sempurna “N.. Ne.. Semua kompor mengeluarkan api. Mereka menggunakan bahan bakar minyak atau.. gas bumi” Bola mata Minhyun bergerak ke sana kemari, menunjukkan cir-ciri seseorang sedang berdusta.
“Heol.. ~~” Lenguh Sejeong “Minhyun-ssi, berapa tahun kau sudah hidup di dunia ini? Apa kau juga hidup dari jaman Joseon?” Sejeong rupanya mulai larut dalam permainan.
“Omonaa.. Apa kau juga sudah berumur ratusan tahun? Apa kau abadi dan tidak bisa mati juga?” Tambah Jieqiong selalu bersemangat setiap kali membicarakan hal tak masuk akal. “Seperti apa jaman kerajaan itu? Apa kah menakutkan? Omonaaa.. aku kau pasti terlihat keren dengan pakaian ala bangsawan kerajaan..”
“Eum.. G.. geugae” Minhyun tersenyum bodoh. Ia tidak menyangka imajinasi Jieqiong dan Sejeong seliar ini. “Eum.. Ah! Aku tidak terlempar sejauh itu. Hanya .. eumm.. beberapa jaman sebelum saat ini” Jawabnya tak yakin sendiri dengan apa yang ia ucapkan.
“Ahhhh~~~” Seru Sejeong dan Jieqiong bersamaan.
“Ah Keundae” Sahut Jieqiong lagi “Aku sedikit ide.. Kau terlihat masih amat sangat muda. Meski usia mu mungkin sudah 100 tahun. Atau 90.. 80 tahun.. Bagaimana kalau mengakui saja kepada semua orang bahwa kau seusia dengan kami. Jadi kau bisa datang ke sekolah bersama kami”
“Eii., Aku tidak setuju” Tolak Sejeong.
“Wae?” Tanya Jieqiong.
Sejeong berjalan mengitari Minhyun perlahan, memperhatikan Minhyun dari ujung kaki sampai ujung rambut “Ia terlalu tampan untuk dinikmati bersama-sama dengan yeoja-yeoja ganas di sekolah kita. Lebih baik kita simpan untuk kita saja”
Dahi Minhyun berkerut “Di.. nikmati ? =_=” Ulang Minhyun.
“Ahhh! Maja Maja” Seru Jieqiong heboh menyetujui ucapan Sejeong untuk tidak membagi Minhyun dengan anak-anak di sekolah mereka. “Kundae Kundae.. Boleh kan kami berbicara non formal dan memanggil mu Minhyun-a?” Tanya Jieqiong.
Minhyun mengangguk tenang “Tentu saja, itu tak masalah bagi ku”
“Assa!!” Seru Sejeong melakukan high five dengan Jieqiong.
***
07.50 PM
Seperti menunggu orang melahirkan. Seongwoo bolak balik dari ruang tengah berjalan ke arah dapur, kembali lagi ke ruang tengah dan terus berulang seperti itu. Matanya memicing tak tenang melihat ke dua yeoja di dapur penuh kebahagiaan bersama orang asing yang baru saja menjadi bagian dari mereka.
Daniel pusing melihat tingkah Seongwoo sejak tadi. Berbeda dengan Daniel. Jonghyun terlihat lebih serius menonton anime pada televisi bersama Guanlin yang susah setengah mengantuk, namun dilarang naik oleh para hyungdeul.
Hyungseob sang anak domba hilang memperhatikan Seongwoo tanpa sedikit pun melepas pandangannya. Sesekali ia mengikuti Seongwoo berjalan ke dapur dan kembali ke ruang tengah.
Seongwoo datang ke ruang tengah dengan wajah semakin serius. Ia duduk di depan meja. “Yedeul-a. Aku ingin bertanya sesuatu. Jawab aku dengan jujur” Pinta Seongwoo benar-benar serius. Semua mata tertuju padanya, kecuali mata Jonghyun. “Ya Kim Jonghyun” Panggil Seongwoo meminta perhatian.
“Bicara saja, aku dengar” Jawab Jonghyun enggan melepas mata dari tayangan anime yang menyita perhatiannya sejak tadi.
“Eissh” Usil, Seongwoo mengambil remote TV, lalu mematikan salurannya.
“Ayyshh..” Desis Jonghyun, ia ingin bersumpah serapah. Tapi Ia selalu berakhir dengan mengalah. Ia pun mengarahkan mata kepada Seongwoo agar anak itu puas. Dan benar saja, Seongwoo tersenyum puas atas perhatian penuh yang ia incar sejak tadi. Saat Seongwoo mulai bicara Jonghyun kembali membanting perhatian pada ponselnya, ia bermain game untuk membuang bosan.
“Apa yang kau ingin bicarakan sebenarnya?” Tanya Daniel.
Seongwoo bertelak pinggang “Ini masalah serius yedeul-a..” Ujarnya “Jawab aku.. Apa Hwang Minhyun anak planet luar itu luar biasa tampan? Na ottae?” Tanya Seongwoo sampai matanya melebar “Ini tidak masuk akal. Kalian tahu seberapa tampan aku ini bukan? Setiap kali aku berjalan melewati koridor sekolah, semua siswi melihat ke arah ku.. semua itu karena ketampanan ku” Aku Seongwoo bangga.
“Apa itu pernah terjadi hyung? Aku tidak pernah melihat ada yang memperhatikan hyung saat berjalan” Sahut Hyungseob polos penuh dengan kejujuran. Sesaat setelahnya ia menutup mulut dengan tangan karena Seongwoo melihat ke arahnya. “O..? Jweisonghamnida", jawab Hyungseob patuh.
“Hyung tampan” Jawab Guanlin menghibur Seongwoo.
“Yoo~~ Brother.. Tak salah kau menjadi adikku”, ujar Seongwoo mengedipkan sebelah matanya pada Guanlin. Ia dengan cepat duduk di samping Guanlin dan merangkul pundak Guanlin. “Banyak yang mengatakan kalau kau adalah adik kandung ku Guanlin-a. Kita ini duo tampan pencuri hati siswi-siswi sekolah”
“Hahah.. Dimana kau membeli rasa percaya diri mu, beli kan satu untuk ku hahaah” Tanggap Daniel santai, ia sudah khatam dengan sikap dan tingkah laku Seongwoo.
Seongwoo berdecak tak tenang “Kenapa para yeoja akrab sekali dengannya? Mereka bahkan mengatakan wajah kita biasa biasa saja. Pasti ada yang salah dengan mata kedua anak itu” Ujarnya menujukan kata-kata tersebut untuk Sejeong dan Jieqiong.
“Katakan saja kau cemburu, tak perlu berbelit-belit”, sindir Jonghyun.
“Cemburu? Na? Eiii Enak saja” Bantah Seongwoo. "Lagipula aku harus cemburu pada siapa? Jieqiongie?"
"YA JIEQIONGIE ANIYA!", seru Jonghyun. Tatapan para namja tertuju padanya. "A-Aniya! m-maksudku...kupikir Seongwoo tak pernah tertarik pada Jieqiong", ujar Jonghyun salah tingkah.
"Ah Jieqiongie memang sangat cantik...tapi ia bukan tipeku", ujar Seongwoo.
"Kalau begitu Sejeongie noona", sambar Hyungseob. "Yang kau cemburui?", sambung Hyungseob polos.
"YA NEO ISH!! JANGAN MENYEBUT NAMA ITU!", seru Seongwoo.
Tak lama kemudian, Minhyun, Jieqiong, dan Sejeong keluar dari arah dapur. "Lusa, setelah pulang dari pemakaman ara?", seru Sejeong pada Minhyun yang hendak berjalan ke arah kamarnya.
"Ne!", jawab Minhyun bersemangat lalu bergegas pergi.
"Yaedeura makanan sudah siap!", seru Jieqiong.
Para namja lekas berkumpul di meja makan. "Minhyunnie hyungie...anmeokgoyo?", tanya Hyungseob.
"Ia bilang akan mandi dulu...nanti ia juga akan bergabung", ujar Jieqiong.
"Ah...matta! jangan lupa lusa kita harus menghadiri upacara kremasi Baejin dan aku akan menjenguk Hwang Ahjussie bersama Minhyun setelahnya", ujar Sejeong.
"UHUK! UHUK!", Seongwoo tersedak mendengar ucapan Sejeong. "Hanya berdua?", sambungnya.
"Eo...Minhyunnie tiba tiba menanyakan perihal Tuan Hwang dan ia ingin sekali menjenguknya", ujar Sejeong.
"Tidakkah kalian terlalu akrab dengannya sampai harus memanggilnya dengan namanya seperti itu?", sambung Jonghyun.
"Kami sudah membicarakan ini dengannya dan ia tak masalah dengan hal itu", jawab Jieqiong tanpa menatap Jonghyun sedikitpun.
Jonghyun melirik Jieqiong. "Ah gurae? Arasseo...", jawab Jonghyun pasrah.
"Kita akan tetap mengawasinya...kkokjong hajima", ujar Sejeong.
Daniel, Hyungseob, Guanlin, Seongwoo dan Sejeong lebih dulu bersama-sama menuju meja makan untuk menikmati makan malam mereka. Sementara Jieqiong berjalan pelan menaiki anak tangga berniat untuk memanggil Shiyeon. Melihat hal itu, Jonghyun menawarkan diri untuk menemani atau menggantikan Jieqiong memanggil Shiyeon “Biar aku saja yang saja yang memanggil Shiyeon” Jieqiong menunjukkan sebuah senyum basa basi sebagai tanda penolakan. Ia tetap melanjutkan langkah menaiki anak tangga “Kau ingin ku temani? Mungkin Shiyeon akan sulit dibujuk”
“Gwenchana, kau makan saja duluan bersama yang lain, aku bisa melakukannya sendiri” Jawab Jieqiong menolak secara halus tanpa menghentikan langkahnya.
Jonghyun merasa semakin tak nyaman dengan sikap Jieqiong terhadapnya.
***
08.10 PM
Mereka semua sudah kembali sudah berkumpul di meja makan termasuk Minhyun. Saat Jieqiong datang ke dapur bersama dengan Shiyeon yang terlihat lesu. Ia seperti seseorang yang sudha tak lagi semangat menjalani hidupnya. Satu kursi di samping Jonghyun kosong. Dan satu kursi kosong lagi terletak di samping Guanlin.
Shiyeon menarik kursi di samping Gualin, tapi Jieqiong menyentuh pundak Shiyeon. Ia tersenyum “Makanan kesukaan mu diletakkan disana, duduklah disana” Ucapnya mengantar Shiyeon sampai duduk di kursi samping Jonghyun. Jieqiong duduk di sebelah Guanlin setelah itu. Jonghyun melirik ke arah Jieqiong sesaat, kemudian membuang pandangannya.
Mereka menikmati makan malam dalam hening. Sibuk mengunyah makanan mereka teringat mereka juga sudah terlambat untuk makan malam karena kesibukan mereka. Meski begitu mereka semua makan dengan lahap. Hanya ada 2 orang disana yang terlihat enggan menyentuh makanan dihadapan mereka. Shiyeon dan namja Jonghyun disampingnya.
“Shiyeon-a. Manhi mokgo, eonie tidak mau kau sakit nanti” Bujuk Sejeong yang duduk berhadapan dengan Shiyeon.
Minhyun yang kebetulan duduk di samping kanan Shiyeon merasa kasihan padanya. “Nasi ini nanti menangis jika mau mengabaikannya. Mokgo” Ucap Minhyun mengambil Sendok Shiyeon. Ia menyendok sedikit nasi dan meletakkan bulgogi diatas nasi, kemudian menyodorkannya kepada Shiyeon dengan secerca senyum hangat. “A~” Bujuk Minhyun. Shiyeon memperhatikan Minhyun sesaat, lalu ia membuka mulutnya menerima sebuah suapan dari Minhyun. “Aigoo anak pintar” Puji Minhyun sembari menyelus pucuk kepala Shiyeon.
“Arh.. Puropta hahaha hff” Seru Sejeong bernada canda. Belum kering bibir Sejeong bicara. Tiba-tiba sebuah telur dadar masuk melesat tanpa ijin ke dalam mulutnya. “Uhuk..” Sejeong tersedak karenanya. Rupanya Seongwoo di samping Sejeong yang baru saja menyuapi tanpa izin Sejeong dengan telur dadar tersebut. “Ya! Uhuk uhuk!!", seru Sejeong terbatuk batuk menepuk dadanya. "Ya ish neo! uhuk!", sungut Sejeong sambil memukuli Seongwoo.
"Y-Ya! mian mian!", seru Seongwoo mencoba melindungi diri dari serangan Sejeong. "Tadi katanya kau iri!"
"Tapi aku tak pernah memintamu untuk menyuapiku!", balas Sejeong terbatuk batuk karena tersedak.
"Ah jincha...", sungut Seongwoo. Ia menyodorkan segelas air untuk meredakan batuk akibat tersedak makanan. Sejeong lekas menyambar air tersebut.
“Ckckck Tto” Gumam Daniel tertawa kecil melihat adegan yang sudah menjadi makanan sehari-hari di dalam boarding house mereka. Minhyun juga tertawa melihat tingkah posesif Seongwoo. Bahkan Guanlin yang sejak tadi banya diam, tersenyum kecil karenanya.
Srek!.. Kursi Jonghyun terdorong pelan ke belakang. Ia berdiri dari sana “Aku duluan” ucapnya pamit begitu saja meninggalkan meja makan. Kepergian Jonghyun membuat mereka semua terdiam serempak. Sikapnya begitu aneh. Mungkin hatinya sedang tidak baik.
“Ada apa dengan Jonghyun hyung? Apa ia sakit?” Tanya Hyungseob khawatir.
“Tinggalkan dulu dia seorang diri” Sahut Daniel menanggapi “Mungkin ia sedang patah hati” Sambung Daniel.
“Patah hati?” Tanya Sejeong heran.
“Eoh” Angguk Daniel “Setelah pemeriksaan tadi ku lihat ia bertengkar hebat dengan Chaeyeon. Mungkin mereka sedang ada masalah, karena itu mood Jonghyun sedang buruk” Cerita Daniel.
Seongwoo mengetahui apa yang sebenarnya terjadi, tapi mustahil baginya membeberkan secara keseluruhan apa yang ia ketahui. Ditambah lagi disana ada beberapa orang yang mungkin sebaiknya tidak harus mengetahui semua itu. Ia pun memilih untuk membahas hal-hal umum saja “Kau ketinggalan berita sekali Kang Daniel. Mereka sudah putus sekitar 1 minggu lalu”
Daniel terperangah mendengar berita tersebut “Mwo?!! Jinjaro? Wae? Mereka pasangan paling mesra dimata ku. Setiap saat mereka selalu terlihat kompak dan rukun. Mengala putus tiba-tiba begitu? Jonghyun juga tidak bercerita apapun pada ku”
“Kau pasti hanya menyebar gosip saja Ong Songwoo. Cheyeon dan Jonghyun selalu menempel kemana pun mereka pergi. Tidak mungkin mereka putus begitu saja” Ujar Sejeong mendukung pernyataan Daniel.
Seongwoo menggeleng-geleng malas “Kalian sungguh tidak peka” Sindir Seongwoo.
Guanlin melirik Jieqiong yang berhenti menyantap makanannya setelah mendengar pembicaraan disana. Guanlin menyentuh lengan Jieqiong. Menepuk punggung tangannya dua kali.
***
The Next 2 Days
Minhyun menunggu di luar ruangan kremasi karena tak ingin mengganggu upacara pemakaman. Yang lainnya masih berada di dalam tengah berdoa untuk Jinyoung. Tak lama kemudian muncullah seorang pria setengah baya dalam balutan jas mahal dan ia diikuti oleh seorang pria lainnya yang terlihat seperti asistennya. Lalu bersamaan dengan itu, sosok Nyonya Bae keluar dari ruang kremasi untuk bertemu dengan pria itu. Terlihat sirat ketegangan di antara keduanya.
"Apa apaan kau ini?! Mengapa kau tak memberitahuku perihal mengremasinya lebih dulu?!", seru pria itu pada Nyonya Bae.
"Aku berhak melakukan apapun pada anakku", ujar Nyonya Bae tak gentar lalu lekas pergi dari hadapan pria itu.
Minhyun terdiam memperhatikan dua namja setengah baya tersebut. Sebuah perasaan aneh menelusup dalam batinnya. "I neukkimi mwoya? mengapa aku merasa sepertinya aku pernah melihat mereka?", gumam Minhyun. Ia terdiam seorang diri disana.. aampai tak terasa lebih dari 15 menit berlalu.
“Minhyun-a” Lamunan Minhyun buyar karena seseorang memanggil namanya. Rupanya sejeong disana berjalan pelan menghampiri Minhyun. Mereka sepertinya sudah selesai berdoa. Satu persatu keluar dari ruangan duka bergantian dengan beberapa tamu lain yang menunggu untuk berdoa juga.
Minhyun menyembunyikan perasaannya dibalik sebuah senyum lebar. “Sudah selesai?” Tanya minhyun ramah menyapa anak-anak lainnya. Mata mereka semua terlihat bengkak karena sebagian dari mereka menangis. Guanlin dan Hyungseob bahkan memapah Shiyeon meski wajah mereka juga pucat setelah keluar dari ruangan tadi. “Aku juga turut berduka” Ujar Minhyun menghilangkan senyum yang tadi sempat mewarnai wajahnya. Ia tahu ini bukan saatnya untuk memasang sebuah senyuman, meski hanya untuk basa basi sekalipun.
Sejeong melihat jam tangannya “Minhyun-a sebaiknya kita berangkat sekarang agar tidak pulang terlalu malam nanti”
“Gurae” Jawab Minhyun.
Seongwoo merapat. Ia mengaitkan tangan di pundak Minhyun “Khaja” Ajaknya.
“Ya. Siapa yang bilang kau ikut? Aku akan pergi berdua dengan Minhyun saja” Selak Sejeong tak terima Seongwoo tiba-tiba saja memutuskan untuk ikut.
“Aku tak perlu izin mu untuk ikut. Betul Minhyun-a?” Seongwoo mengedip-ngedipkan genit matanya kepada Minhyun. Minhyun hanya menanggapi dengan senyuman ‘ngeri’ melihat tingkah Seongwoo “Ya kang Daniel jangan rindukan aku .. nanti kita bertemu lagi di rumah, kau jaga adik-adik manis, araeseo” Canda Seongwoo.
Sejeong memperhatikan Daniel dan Seongwoo bergantian dengan tatapan curiga.
Bukan Daniel kalau ia tidak tertawa karena tingkah Seongwoo. Matanya menghilang seperti mashimaroo setiap kali ia tertawa. “Araseo araseo”Jawabnya “Aku berencana akan mengajak mereka jalan-jalan. Mungkin kalian butuh refreshing yedeul-a”
Jieqiong berdiri sedikit menjauh dari anak lainnya, ia menerima sebuah telpon .. berbicara sebenatar. Kemudian kembali berkumpul “Yaedeul-a.. aku ada sedikit urusan. Aku pamit lebih dulu” Ucapnya terburu-buru pergi setelah meminta izin pada anak lainnya. Lagi-lagi Jonghyun memperhatikannya dengan tatapan penuh arti.
** TO BE CONTINUED **