home_icon
SIGN IN
SIGN UP
Portal Berita - Radio Streaming - Komunitas Anak Muda
Portal Berita - Radio Streaming - Komunitas Anak Muda
LOUNGE
HOW IT WORKS
HOW TO BE DFF OF THE WEEK
TERMS OF USE
CONTACT US
  • Latest
  • Most Viewed
  • Most Loved
  • A-Z
  • My Fanfiction
  • My Subscriptions
  • My Subscribers
  • Create New Fanfiction
Fan Fiction > Into The Void

Into The Void

Share:
Author : HeoMicha
Published : 06 Jun 2017, Updated : 09 Nov 2017
Cast : Produce 101 season 1 & 2
Tags :
Status : Ongoing
5 Subscribes |19074 Views |5 Loves
Into The Void
CHAPTER 5 : CHAPTER 4

School’s Canteen

12.18 PM

Para penghuni Boarding House sudah berkumpul di kantin, Hanya Shiyeon dan Guanlin yang belum ada disana "Jadi ia sudah sadarkan diri?!", tanya Jonghyun tak percaya setelah mendengar cerita Daniel dan Hyungseob.

"Eo! Ia pingsan setelah menjawab panggilan video call dariku dan Hyungseob tadi", ujar Daniel. Diikuti sebuah anggukan dari Hyungseob.

"Wae? Geu sarami jincha issanghada", ujar Seongwoo Ia kemudian merasa bahwa seseorang memperhatikannya sejak tadi. Ia melirik ke arah Sejeong dan benar saja yeoja itu tengah menatapnya dengan tatapan curiga namun lekas mengalihkan perhatiannya begitu Seongwoo melihatnya. "Mwoya? kenapa ia melihatku seperti itu?", gumam Seongwoo dalam hati.

"Maja...jincha issanghada...haruskah kita menginterogasinya?", tanya Jieqiong.

"Mau tak mau kita harus melakukannya", ujar Jonghyun. "Kita harus mencari tahu siapa dia dan mengapa tiba tiba ia datang ke rumah kita dan mengacau di sana", sambungnya.

"Ya... jika dipikir lagi... pria itu datang tepat sebelum Jinyoung menghilang ... tidakkah menurutmu itu aneh?", tanya Seongwoo.

"Maksudmu...ia mungkin saja berhubungan dengan kematian Jinyoung?", tanya Daniel.

"Mungkin saja...mengingat ia begitu mencurigakan...kita harus mencari tahu sembari menunggu hasil autopsi keluar", ujar Seongwoo.

Sedang ditengah pembicaraan. Daniel cs dikejutkan dengan kemunculan Seonho yang tiba-tiba saja berlari kencang dan berhenti di dekat mereka. Ia terengah-enggah tak karuan. Bahkan anak itu sampai meminum 1 gelas jus jeruk milik Daniel tanpa permisi, setelah itu baru perlahan mengatur nafas agar bisa bicara.

“Enak?” Tanya Daniel yang hanya tertawa melihat nasib jus jeruk yang belum sama sekali diseruputnya. “Hahah.. Byongari” Canda Daniel.

“Hhh.. huuffhhh.. hhhh.. huffhhh” Hela Seonho mengatur nafasnya lagi “Hyungdeul!!”

Mereka tidak menanggapi serius Seonho, tingkah Seonho yang terlihat lucu di mata mereka justru membuat mereka menyodorkan makan mereka kepada Seonho daripada penasaran dengan apa yang ia katakan “Manhi mokgo” Ujar Sejeong tertawa kecil.

“Gomawo nuna” Ucap Seonho mengambil biskuit coklat dari Sejeong. Ia sempat membuka bungkus biskuit tersebut dan memakan 1 buah sebelum akhirnya ia mengingat niat sesungguhnya ia menemui Sejeong dan yang lain “Aahhh Seonho-a paboyaaa” hardiknya kepada diri sendiri.

“Wae? Kau mau lagi? Tawar Jieqiong menyodorkan roti coklat.

Lagi-lagi Seonho mengambil makanan pemberian Jieqiong “Ahh~ Gomawoooo noona” Ujarnya senang. “Ahhh!! Matta. Andwe andwee” Seonho yang mudah tergoda akhirnya angkat bicara “Noonadeul! Hyungdeul!! Ahh kenapa kalian memberi ku makanan terus.. Aku ingin bicara hal penting” ucapnya.

“Haha apa ada yang lebih penting untuk mu dibandingkan makanan?” Goda Seongwoo.

“Tidak.. Ah tapi!!” Seonho memukul-mukul bibirnya agar ia berhenti makan dan juga berhenti bicara yang aneh-aneh. Seonho mengambil nafas panjang, kemudian bicara lantang “Hyungg.. Guanlin hyung pingsan di kelasnya. Tubuhnya dingin seperti mayat. Ku rasa ia mati!!”

“MWORAGO!!!” Seru Jonghyun, Seongwoo, Daniel, Sejeong, Jieqiong dan Hyungseob bersama. Tanpa banyak bicara mereka semua berlari kencang menuju kelas Guanlin. Banyak anak di kangin yang mendengar ucapan Seonho. Para siswa yang penasaran, mengikuti Daniel cs menuju kelas 11-4 dimana Guanlin berada.

*** 

School’s Corridor

12.20 PM

Daehwi berjalan sangat cepat demi menghindari Dongho dan Hyunbin. Ia dikekang oleh takut yang luar biasa setelah mendengar berita kematian Jinyoung. Malam itu, Daehwi lah yang mengadukan kepada Dongho dan Hyunbin bahwa Jinyoung dan Jihoon terlibat perkelahian. Semua jelas menjadi runyam saat Dongho dan Hyunbin sudah ikut terjun dalam masalah yang sebenarnya tidak harus berakhir separah ini.

Setelah tidak melihat tanda-tanda keberadaan Dongho dan Hyunbin didekatnya. Daehwi memperlambat langkah kakinya. Adalah sebuah kebohongan jika dikatakan bahwa Daehwi berhubungan buruk dengan Jinyoung. Tanpa banyak yang mengetahui, Daehwi dan Jinyoung berteman dekat meski Daehwi selalu enggan mengakui semua itu. Langkah Kaki Daehwi membimbingnya berjalan ke arah koridor lain dimana ia sering bertemu dengan Jinyoung.

Dibawah kesadarannya, Daehwi melihat sosok dirinya dan Jinyoung berdiri di sisi koridor tersebut. Memory tentangnya dan Jinyoung terputar bak scene dalam sebuah film yang ia tahu pasti akan berakhir tragis.

Daehwi yang membenci makanan kantin sekolah, selalu bersembunyi di koridor tersebut karena jika ia mengikuti Dongho dan Hyunbin, mereka akan memaksa Daehwi memakan makanan sisa mereka.  “Daehwi!!” dalam bayangan Daehwi, sosok Jinyoung berlari menghampir dirinya di sana.

Ia mengingat dengan baik, setiap kali Jinyoung datang, Daehwi selalu saja menolak berada didekat Jinyoung karena takut Hyunbin, Dongho, ataupun Chaeyeon akan memergokinya. Daehwi melihat sosoknya sendiri dengan ekspresi berlagak kesal memarahi Jinyoung “Ya Bae Jinyoung, Sudah berapa kali ku katakan pada mu, Kau dan Aku tidak bisa berteman”

“Malam ini aku butuh teman untuk membeli beberapa buku pelajaran, temani aku” Pinta Jinyoung tenang.

“Kau tuli?! Sudah ku bilang aku tidak mau berteman dengan mu” Bentak Daehwi membuang muka. Daehwi mengaksikangambaran dirinya  disana, Ia yang selalu menolak Jinyoung, tapi penolakan itu selalu berakhir dengan.. “Jam berapa kita akan pergi?”

Daehwi menggelengkan kepalanya. Ia mengcak-acak rambutnya seperti orang gila. “Aku tidak membunuhnya, aku tidak mungkin menjadi penyebab kematian teman ku sendiri.. aku.. a..” Daehwi tertegun dalam gundah hatinya. Memory-memory yang memenuhi pikirannya membuatnya semakin merasa bersalah “Polisi pasti mencari ku… Dongho dan Hyunbin pasti akan mengorbankan ku. Apa yang harus ku lakukan sekarang” Daehwi terjatuh duduk di koridor seorang diri.

“Jadi benar kalian penyebab semua ini”

DEG.. Kedua pelupuk mata Daehwi melebar menyadari seseorang berdiri di belakangnya. Daehwi bergegas berdiri. Seorang yeoja tepat berada di belakangnya. Daehwi mengangkat kepala bersikap seperti ia sehari-hari, ia tidak ingin harga dirinya terinjak-injak didepan anak wanita. “Ya park Shiyeon! Sedang apa kau disini”

“Apa yang kalian lakukan terhadap Baejin?!” Tanya Shiyeon menekankan setiap kata pada kalimat yang ia ucapkan. Shiyeon maju satu demi satu langkah, membuat Daehwi mengambil langkah mundur. “APA YANG KALIAN LAKUKAN TERHADAPNYA!!!” Bentak Shiyeon melampiaskan semua emosi yang menekan dadanya.

Rupanya bukan hanya mereka berdua yang berada di koridor tersebut saat itu. Chayeon yang tadi kebetulan lewat memilih untuk melibatkan diri dalam pembicaraan mereka. Ia melangkahkan kaki penuh angkuh mendekati Daehwi dan Shiyeon. Tanpa basa basi, tiba-tiba saja Chaeyeon menarik rambut Shiyeon dengan kasar “Ya!” Shiyeon terjerat hingga hampir terjatuh. Ia memegangi rambutnya agar tak tertarik terlalu kerasa oleh tangan Chayeon.

“Chayeon-a.. andwee” Larang Daehwi tidak ingin ada pertengkaran lainnya yang mungkin akan berakhir runyam seperti kasus Jinyoung.

Chaeyeon sama sekali tidak mau mendengar ucapan Daehwi, ia mendorong Daehwi hingga Daehwi terjatuh. “Ya! Kau lah yang paling pantas disebut sebagai pembunuh Jinyoung. Karena diri mu.. JINYOUNG HARUS MENGALAMI HAL INI!!!! KARENA DIRIMU PARK SHIYEON!!!”

“Jung Chayeon!!!”  Dari Ujung lorong terlihat Jihoon berlari kearah mereka. Daehwi yang tadi terjatuh segera berdiri mendekat ke arah Jihoon. Daehwi menahan tangan Jihoon sesaat. Ia begitu takut pertengkaran akan berbuntut panjang dan banyak orang yang akan datang serta terlibat. Daehwi menggeleng memberi signal agar Jihoon membantunya melerai mereka, bukan ikut terlibat lebih jauh. “Aku mengerti” Ucap Jihoon memahami maksud Daehwi meski Daehwi tidak mengucapkannya.

Keduanya kemudian mendekat dan memisahkan Shiyeon dan Chayeon. Daehwi membantu Shiyeon menyingkir sementara Jihoon menarik Chaeyeon dan merenggangkan cengkraman tangan tangan Chayeon di rambut Shiyeon. “Gumanhae Chaeyeon-a, jebal..Je..” PAKKKKKK !! Sebuah tamparan keras diterima Jihoon dari sepupunya sendiri itu.

“Sebesar itu kau menyukai gadis sial ini!! Kau lebih membelanya dari pada sepupu mu sendiri!!!” Pekik Chayeon meninggi “Aku tidak akan pernah memaafkan mu Jihoon-a.. Sampai kau bisa menghidupkan Jinyoung kembali. Jangan pernah menyebut ku sepupu mu lagi!!”  Chaeyeon sudah tidak tahan lagi berada di sekitar Shiyeon dan Jihoon. Chayeon berlari pergi dengan keadaan marah.

Jihoon menahan nafasnya. Kepalanya sudah hampir pecah dengan semua masalah yang datang. Ia mendekat pada Shiyeon dan Daehwi. “Shiyeon-a Gwenchana?” Tanya Jihoon khawatir.

Shiyeon menepis tangan Jihoon yang hendak menyentuh wajahnya. Shiyeon membuang muka. Rasa itu masih dalam tersimpan di hati Shiyeon, perasaan dalam akan diri Jihoon. Namun.. “Keutnasseo.. Uri” Ucap Shiyeon. “Hhhhh~”

“Shiyeon-a..” Jihoon menahan semua kata di ujung lidahnya. Ia sadar.. mungkin bukan saat yang tepat untuk bicara lebih banyak. Jihoon hanya bisa menelan ludah saat Shiyeon juga pergi meninggalkannya tanpa bicara sepatah katapun lagi. Ia pergi selayaknya seseorang yang tidak ingin lagi mengenal Jihoon. Kematian Jinyoung jelas sangat memukul batin Shiyeon.

***

Hospital

04.00 PM

Jonghyun dan Daniel keluar dari ruang dokter yang baru saja memeriksa Guanlin. Seongwoo, Sejeong dan Jieqiong berdiri menunggu mereka memberi tahu tentang apa yang dokter katakan mengenai Guanlin. Shiyeon dan Hyungseob diminta pulang lebih dahulu sehingga mereka tidak ada disana.

Air muka Jonghyun dan Daniel menunjukkan sesuatu yang serius mungkin telah terjadi. Seongwoo adalah yang pertama kali bertanya “Apa Guanlin baik-baik saja?”

Daniel duduk di kursi ruang tunggu. Ia memijit keningnya, mereka semua jelas lelah akan semua ini. Belum selesai mereka melalui kesedihan akan kepergian Jinyoung, juga resah mereka akan orang asing di dalam boarding House, sekarang mereka kembali dihadapkan dengan masalah kesehatan Guanlin.

“Ya jangan diam saja. Aku bisa mati karena khawatir dan penasaran” Seru Seongwoo.

Jonghyun menghela nafas. Jonghyun mengarahkan tatapan pada Jieqiong. “Kau mengetahui hal ini, bukan?” Tanya Jonghyun sejujurnya sedikit kecewa akan semua ini “Gurae semua orang memiliki rahasia, aku bisa mengerti semua itu. Tapi kita semua sudah tinggal bersama lebih dari 2 tahun lamanya. Bahkan kehilangan Baejin yang baru 5 bulan bersama kita sekalipun dapat sangat memukul. Apa kau pikir kami smua akan baik-baik saja jika harus kehilangan Guanlin? Jebal Jieqiong-a, apa yang kau sembunyikan dengan Guanlin kali ini terlalu berbahaya.” Ujar Jonghyun panjang lebar.

“Tapi apa maksud semua ini? Apa yang kalian sembunyikan?” Tanya Sejeong pada Jieqiong.

“G.. Geugae” Jieqiong menundukkan kepala.

Daniel angkat bicara tentang apa yang dikatakan dokter beberapa saat lalu. “Guanlin mengkonsumsi obat tidur dalam jumlah berlebih. Dan menurut dokter ini bukan pertama kalinya Guanlin melakukannya.”

 

Terjadi ketegangan disana. Semua menutup mulut rapat setelahnya. Pikiran mereka begitu kalut. Terlalu banyak hal yang terjadi di waktu yang bersamaan. Daniel kembali angkat bicara “Tapi Guanlin sudah sadarkan diri, Dokter juga mengatkan bahwa ia tidak harus di rawat, itu yang terpenting saat ini” ada sesuatu yang sebenarnya masih menganggu pikiran Daniel. Ia ingin bertanya namun tak ingin masalah semakin lebar, karena Jonghyun sepertinya sedang dalam keadaan emosi.

Satu pemikiran, Seongwoo justru bertanya hal yang Daniel ingin pertanyakan sebelum Daniel bicara “Ya Kundae.. Apa masalah Guanlin sebenarnya? Mengapa ia sampai sering mengkonsumsi obat tidur?” karena pertanyaan tersebut semua mata tertuju pada Jieqiong.

Jieqiong sendiri pada akhirnya menceritakan masalah yg terjadi “Mianhae. Aku tidak bisa menceritakan dengan detil. Hanya saja yang bisa ku katakan adalah.. Guanlin memiliki sedikit masalah dengan kedua orang tuanya yang menyebabkan ia memilih untuk pergi jauh dari rumah. Ia mengatakan pada ku bahwa setiap kali sesuatu yang buruk terjadi, ia kesulitan untuk berhenti memikirkannya. Pikiran itu berlarut sampai sering kali membuatnya gugup bahkan saat ia sudah berniat untuk tidur. Ia juga kurang nyaman untuk bicara dengan sembarang orang tentang pikirannya itu. Karena itu ia sering kali mengkonsumsi obat tidur agar ia bisa terlelap dan setidaknya berhenti berfikir untuk sesaat.” Ucap Jieqiong menghela nafas sesaat. “Aku sudah berusaha sebisa ku untuk selalu menjadi teman bicara nya. Baejin juga pernah memergoki Guanlin di hari pertama mereka bertemu. Baejin cukup banyak membantunya dan ia juga berjanji untuk tidak menceritakan semua ini kepada kalian pada Guanlin, agar tidak membebani Guanlin. Yang ku tahu dari Baejin, belakangan Guanlin sudah banyak terbuka kepadanya, setiap malam mereka main game atau belajar dan bercerita sampai tertidur, sehingga Guanlin sudah berhenti mengkonsumsi obat tidur itu. Maafkan aku karena tidak cukup tanggap untuk menjaga Guanlin setelah kepergian Baejin”

“Kami tidak menyalahkan mu untuk kejadian hari ini” Sela Jonghyun “Aku hanya menyayangkan kau diam mengenai masalah ini. Seandainya kau bicara mungkin kami semua juga bisa bergantian untuk mendampingi Guanlin.”

Seongwoo tak tahan dengan pedebatan ini. Masalah utamanya sebenarnya sudah jelas dan ia merasa tak ada yang perlu diperdebatkan, semakin panjang mungkin akan semakin menyakiti hati mereka satu sama lain. “Ya ya ya.. Jonghyun-a hajima” Ia merangkul pundak Jonghyun “Kau memarahi Jieqiong sampai berbusa pun tidak akan berguna. Jieqiong juga sudah meminta maaf. Aku mengerti saat ini kita semua sedang tidak dalam kondisi pikiran yang kurang baik. Jadi tidak baik juga bicara keras disaat seperti ini. Seperti yang Daniel katakan.. Yang terpenting Guanlin sudah sadarkan diri, matjyo? Gwenchana.. kita bisa bergantian menemani Guanlin mulai sekarang. Jangan biarkan ia sendiri menghadapi pikirannya yang rumit. Kau juga bilang kita ini sudah seperti keluarga bukan? Karena itu kita bantu ia juga layaknya sebuah keluarga, ottae?”

Sejeong mengerutkan dahi setelah mendengar kata-kata bijak Seongwoo. Ia mual mendengarnya. “Ya sasil.. Kata-kata bijak itu tidak cocok sekali di wajah mu itu Ong Seongwoo” Sejeong menahan tawa, namun membuka lebar mulutnya seolah mentertawai Seongwoo tanpa suara seraya memegangi perutnya.

“Ya .. Neon.. tto. Eishh” Seongwoo menggerakkan tangannya seolah ingin menghajar Sejeong.

Tingkah Sejeong dan Seongwoo berhasil membuat senyum tipis terkembang di wajah Daniel, Jonghyun juga Jieqiong. “Nideulri Jincha ..” Seru Daniel

***

Boarding House's Living Room

8 PM

Setelah membawa pulang Guanlin. Sejeong Seongwoo, Daniel, Jonghyun dan Jieqiong masih harus membereskan satu masalah lagi. Dinlantai atas Guanlin ditemani oleh Shiyeon untuk saling bicara sementara Hyungdeul Noonadeul dan Hyungseob sedang berdiskusi dengan orang asing yang harus mereka ketahui jati dirinya saat ini juga, sebelum masalah semakin lebar.

Minhyun duduk di sofa besar seorang diri dengan perban masih terpasang rapi di kepalanya. Ia menghela nafas pelan. "Na jyeotda bojimayo", ujar Minhyun pada ke enam anak yang duduk di hadapannya, menatapnya dengan tatapan penuh kecurigaan sejak lima menit yang lalu.

"Bagaimana kami tidak curiga padamu? Kau masuk ke rumah kami, mengamuk dan mengusir kami semua", ujar Seongwoo.

"Majayo! Jika saja kau mau mengaku bahwa kau ini mabuk, mungkin kami masih bisa mengerti sikapmu", sambung Daniel.

“Na aniya! Aku tak minum minuman beralkohol! Jincha...berapa kali aku harus mengatakan ini pada kalian?!", ujar Minhyun frustasi. Beberapa jam yang lalu, anak anak itu terus menuduhnya jika ia mabuk padahal ia tak sedikitpun menyentuh alkohol.

"Ildan...neon nuguseyo? dan kenapa kau bisa masuk ke rumah kami?", tanya Jonghyun tenang.

Minhyun memijat kepalanya pelan. Sakit kepala kembali menyerangnya. Ia sadar akan kondisinya saat ini, tapi ia merasa bahwa mustahil baginya untuk memberitahu anak anak ini perihal apa yang terjadi padanya. "Jika kuberitahu kalian tak akan mempercayaiku", gumamnya pelan.  Ia menghela nafas pelan. "Jadi begini...alasan aku bisa sampai ke rumah ini adalah karena kupikir tempat ini adalah rumahku...jalan yang biasa ku lalui menuju rumahku sama persis dengan jalan yang ku tempuh hingga aku tiba di sini....bahkan nomor rumah ini sama persis dengan nomor rumahku", ujar Minhyun.

"Berapa nomor rumah ini?", tanya Sejeong penuh keyakinan bahwa Minhyun pasti tak akan tahu karena kemarin ia tiba di rumah ini dalam keadaan setengah sadar. Jadi ia percaya bahwa namja itu tak sempat melihat nomor rumah mereka.

"Nomor 47", ujar Minhyun yakin.

"Whoah...", gumam Sejeong tercengang bahwa namja itu bisa menjawab pertanyaannya dengan tepat. "Bagaimana ia bisa tahu nomor rumah kita?", bisik Sejeong pada Daniel yang duduk di sampingnya.

"Neo ireumi mwoyeyo?", tanya Jieqiong.

"Hwang...Minhyunieyeyo", ujar Minhyun.

"Omo!", anak anak itu terkejut ketika mendengar Minhyun menyebutkan nama lengkapnya. Mereka saling berbisik satu sama lain, membicarakan Minhyun.

"Waeyo? Apa kalian juga tak percaya nama asliku?", sindir Minhyun.

"Aniyeyo...geunyang...", gumam Jonghyun. "Ada satu kebetulan yang sungguh tak kami duga akan terjadi", sambung Jonghyun.

"Mwo?", tanya Minhyun.

"Ah geundae! Ada satu hal yang lebih penting dari hal itu! Ada satu hal yang ku curigai darimu", ujar Seongwoo pada Minhyun.

"Berhentilah mencurigaiku...aku bukan orang jahat seperti apa yang kalian pikirkan", ujar Minhyun memelas

Seongwoo mengutak atik smartphonenya dan ia melirik ke arah Minhyun yang menatap penuh rasa penasaran pada smartphone yang dipegang Seongwoo. Tapi Seongwoo mencoba mengabaikannya. Ia kemudian menunjukkan sebuah foto pada Minhyun. "Apa kau mengenal anak ini?"

Minhyun memicing menatap gambar tersebut. Ia terlihat sedikit berfikir sebelum menjawab "Aniyo...waeyo?", tanya Minhyun polos. Reaksi anak anak di hadapannya kembali berubah. Mereka saling menatap tak percaya satu sama lain. "Waeyo? Memangnya anak ini kenapa?"

Anak anak itu kembali menatap Minhyun bingung. "Ia .... ia tewas dua hari yang lalu", ujar Jonghyun berat.

"M-Mworagoyo?!", tanya Minhyun tak percaya. Ia terdiam sejenak. "Ah ... jincha ... jweisonghamnida ... aku sungguh tak menyangka hal ini akan terjadi...geu aiga...ireumi mwoyeyo?", tanya Minhyun.

"Bae Jinyoung...atau kami biasa memanggilnya Baejin", ujar Jonghyun.

"Baejin?", tanya Minhyun. "Chakkaman..."

"Kau melihatnya matchyo?!", tanya Daniel penuh harap.

"Aniyeyo.... aku tak melihatnya.... tapi sepertinya aku sempat mendengar namanya", ujar Minhyun.

"Mworagoyo?!", seru anak anak itu bersamaan.

"Apa yang kau dengar?", tanya Seongwoo antusias.

Minhyun terdiam sejenak. "Sebelum aku memberitahu kalian...aku punya satu persyaratan", ujar Minhyun.

"Eyy~ jincha...", gumam anak anak itu kecewa. 

"Jangan jangan kau berbohong soal kau mendengar nama Baejin", tuduh Daniel.

"Aniyeyo! jincharo!", balas Minhyun.

"Apa persyaratanmu?", tanya Jonghyun tenang.

"Eum...sebenarnya..ah...bagaimana aku harus mengatakan ini? Aku...aku berada di tempat yang tak seharusnya...aku juga tak bisa kembali ke rumahku dan tempat asalku...jadi...bolehkah aku tinggal di sini untuk sementara? Sampai aku bisa menemukan cara agar aku bisa kembali ke tempat asalku?", tanya Minhyun menatap anak anak itu dengan tatapan memohon.

Anak anak itu menatap satu sama lain seolah saling bertanya: "Apa yang harus kita lakukan?". "Kenapa kau tak bisa kembali ke tempat asalmu?"

Minhyun menghela nafas dan mengacak acak rambutnya frustasi. "Nado moreugesseoyo! Aku berjanji aku akan memberitahu kalian jika aku sudah yakin dengan kondisiku...na yaksokhae!", ujar Minhyun.

"Chakkamanyo", ujar Seongwoo menarik Daniel dan Jonghyun lalu memberi kode pada para yeoja agar mengikutinya. Seongwoo dan yang lainnya bergerak sedikit menjauh dari sana untuk berunding.

Hyeongseob sebagai salah satu anggota termuda hanya bisa melihat hyungdeul dan noonadeul berunding dari kejauhan. Ia selalu saja lost seperti normalnya seorang Ahn Hyungseob. Ekspresi bodohnya mewarnai sepanjang pembicaraan, begitu juga saat ini.

"Kenapa kalian tinggal bersama seperti ini?", tanya Minhyun ada Hyungseob.

"Boarding house", jawab Hyungseob singkat.

"Ah...boarding house...ternyata masih ada boarding house di zaman seperti ini", gumam Minhyun pelan.

"Ne? musun soriyeyo?", sambar Hyungseob yang melihat Minhyun seperti tengah menggumamkan sesuatu.

"Ah..aniyeyo", jawab Minhyun. "Kau tak ikut berunding?"

"Aniyeyo...aku juga Guanlin dan Shiyeon... yang berada di kamar atas, masih berduka atas perginya Baejin...kami adalah member termuda di sini jadi kami tak tahu bagaimana harus menghadapi masalah...pemilik boarding house ini tengah dirawat di rumah sakit karena kecelakaan..", ujar Hyungseob. "Hyungdeulri...noonadeulri...yang mengurus semuanya semenjak ahjussi pemilik boarding house ini dirawat di rumah sakit", sambung Hyungseob.

"Aigoo..ya...aku turut prihatin...kalian masih muda sekali", ujar Minhyun prihatin.

Tak lama kemudian, Seongwoo, Jonghyun, Daniel, Sejeong, dan Jieqiong kembali. "Kami sudah merundingkan semuanya", ujar Jonghyun.

"Kau tahu bahwa kau tak bisa tinggal gratis di rumah ini?", tanya Seongwoo.

"Sasil...aku tak punya uang untuk saat ini...tapi aku bisa membantu tenaga...aku bisa menjaga rumah ketika kalian sekolah dan membantu membersihkannya", ujar Minhyun.

Anak anak itu melirik satu sama lain sekali lagi. "Arasseo...kau boleh tinggal di sini untuk sementara....sampai pemilik boarding house ini sadar dan kembali ke rumah ini", ujar Jonghyun. "Call?"

"C-Call? Call mwoya?", tanya Minhyun bingung. Ia tak pernah mendengar kata itu sebelumnya.

"Eyy...kau ini hidup di zaman kapan? masa call saja tidak tahu", ujar Daniel. "Itu artinya kau setuju atau tidak?", sambung Daniel.

"Ne? Ah! tentu saja!", ujar Minhyun seolah mendapat pencerahan.

Mata Jieqiong memicing. Tingkah laku Minhyun terlalu aneh untuk manusia normal. Mendadak Jieqiong berseru heboh setelah merangkum isi pikirannya secara jelas “OMO OMO OMOO!!!” Anak lain menatapnya seolah bertanya ‘wae?’ Jieqiong mendekatkan wajahnya melihat Minhyun dengan seksama “Omona.. solma.. neoneun.. Oegyeiniya (Alien) ? Aninde?"

“Ne? Alien katamu?” Pekik Minhyun kaget.

Fantasi Jieqiong berkeliaran liar membuat absurd pembicaraan malam itu “Do Minjun chorom.. Kau datang dari planet lain ke bumi, dan tak tahu jalan pulang.. Omona. Omonaa”

Sejeong sebagai sesama yeoja yang juga otaknya sudah dipenuhi oleh drama-drama korea sama seperti Jieqiong merespon heboh ucapan Jieqiong “Omomomo.. Maja.. Ia tidak mengerti bahasa mahluk bumi! Ya ya ya.. Ia juga tampan tidak seperti wajah wajah mahluk bumi normal terutama mahluk yang berada di boarding house ini yang wajahnya hanya  berada diambang batas so-so.. Omooooo..” Sejeong dan Jieqiong berpegangan tangan terlampau bahagia..

Ketiga namja disana, Daniel, Seongwoo dan Jonghyun melancarkan tatapan laser kepada para yeoja dan imajinasi gila mereka. “Ya! Harus sekali menyebut-nyebut wajah kami pas pasan?! aku tak kalah tampan dengannya” Protes Seongwoo tak terima.

Hyungseob menatap ke kanan dan ke kiri seperti anak domba hilang. Ia bingung menanggapi pembicaraan pada hyungdeul dan noonadeul. Ia tiba tiba mengangkat tangannya seolah ingin memberi intrupsi.

"Wae Hyungseob-ah?", tanya Jonghyun.

"Menurutku...Minhyunnie hyung...jincha jalssaengyeotda", ucap Hyungseob polos. *Goat backsound*

"Neo jugullae?", ancam Daniel.

"Jweisonghamnida!", balas Hyungseob menjawab ucapan Daniel ala tentara.

Minhyun berfikir lain, dalam hatinya bicara “Jika lebih mudah diterima oleh mereka bahwa aku adalah alien dibandingkan harus menjelaskan situasi ku yang sesungguhnya. Aku..” Minhyun berfikir panjang sebelum akhirnya mengatakan “Soljikhi malhae...sebenarnya aku adalah alien...”, dengan ekspresi polos kata-kata itu terlontar dari bibir Minhyun.

Mereka semua terdiam. Bahkan Jieqiong dan Sejeong yang tadi memulai imajinasi mereka pun sulit mempercayai apa yang baru dikatakan oleh Minhyun.

"M-Mworagoyo?", tanya Sejeong.

“Jogiyo....kami bukan bocah taman kanak-kanak yang harus mempercayai pernyataan gila mu”, ujar Seongwoo

“Keundae na… jincha Oegyeiniya!” Seru Minhyun tak mau kalah.

“Ne ne nee.. kita sudahi saja pembicaraan luar angkasa ini” Potong Daniel. "Ah jincha mori apha", keluh Daniel.

"Lalu...apa yang kau dengar malam itu?", tanya Jonghyun.

Minhyun terdiam sejenak seolah mencoba mengumpulkan kembali memorinya.

**Flashback **

*Minhyun's POV*

Minhyun membuka matanya perlahan. Bentangan langit malam terbentang tepat di depan matanya. "Aku...hh....aku masih hidup", gumamnya lemah.

"Srekk~ srekk...", tak lama kemudian, terdengar suara langkah kaki tak jauh dari tempat Minhyun berada. Tak lama kemudian, terdengar suara kegaduhan.

“Mwohaneun geoya yeogi?”, terdengar suara teriakan seorang yeoja.

“Jibe khaja”, lalu suara namja setelahnya.

“Shireo!",  jerit sang wanita.

“Shiyeon-a..”

 “Shiyeon-a.. gwenchana, sebaiknya kau segera pulang", kali ini terdengar suara namja lainnya.

“Kau dengar, ia bahkan meminta mu pulang.. khaja..”

“Jangan mengikuti ku.. aku bisa pulang sendiri!!”, seru sang yeoja.

"Bikyeora", ujar namja pertama dingin.

“Kau tuli? Ia bilang ia akan pulang sendiri” Jawab namja kedua.

DUKK!! terdengar suara dorongan tak lama setelahnya. “Aku bukan seorang namja yang dengan sengaja membuat Shiyeon harus mengambil sebuah tindakan bodoh yang kelak akan melibatkannya ke dalam masalah besar. Karena keegoisan mu, kau mengabaikan perasaannya. Aku bukan diri mu Park Jihoon. Aku hanya berusaha menghindarkan Shiyeon dari....”

BRAKKKKKKKK!!! tak lama setelahnya, suara gaduh lainnya menyusul. “Menghindarkan Shiyeon apa Bae Jinyoung-ssi?”, ujar suara lainnya.

"Hh..ergh...", kegaduhan tersebut memaksa Minhyun membalik tubuhnya yang semula tengah terlentang kini telungkup. Ia bersembunyi di antara rerumputan yang cukup lebat. Terlebih lagi, suasana di sana begitu gelap saat itu, jadi sosoknya tak terlihat oleh siapapun. Dari sudut pandangnya, ia melihat beberapa orang siswa seperti tengah mengeroyok seseorang. Tak mau ambil pusing, karena ia merasa bahwa kondisinya juga tak cukup baik dan kematian Chungha yang masih membebaninya, Minhyun memilih untuk pergi dari sana.

  *End of Minhyun's Flashback* 

***

"Mworagoyo?! Dikeroyok katamu?!", seru Seongwoo.

"Apa beberapa dari mereka bertubuh tinggi besar?", tanya Sejeong antusias.

"Ne....sejauh yang bisa kuingat", ujar Minhyun.

"Ah igo bwa! Aku benar matchi? Ini semua pasti ulah Dongho dan kawan kawannya!", seru Sejeong emosi.

"Tenanglah...", ujar Jieqiong menenangkan sahabatnya tersebut. Ia kembali menatap Minhyun. "Sebelum pengroyokan itu terjadi....selain Baejin, apa mungkin ada nama lain yang kau dengar?", tanya Jieqiong.

"Geulssae...chakkaman...", gumam Minhyun berpikir sejenak. "Ah! Aku ingat!", seru Minhyun membuat antisipasi kelima anak di hadapannya meningkat. "Park Jihoon...geurigo...ah..geu yeojaga nuguya? P...P.....Ah! Park shiyeon!", seru Minhyun.

"Mworagoyo?!", seru anak anak itu bersamaan.

***

The Next Day

School, 12.05 PM

Satu sekolah sedang heboh dengan kedatangan polisi ke sekolah mereka semenjak pagi tadi. Usut punya usut siang ini polisi akan membawa beberapa anak yang dianggap terlibat dengan kasus meninggalnya Jinyoung yang diduga keras adalah berawal dari kasus penganiayaan oleh siswa sekolah mereka.

Di setiap lorong tidak satupun dari siswa yang tidak membicarakan hal ini. Mereka sibuk meduga-duga siapa siswa yang dimaksud terlibat dalam kasus pembunuhan tersebut. Beberapa siswa yang juga satu kelas dengan Daniel, Sejeong, Jonghyun, Jieqiong dan Seongwoo juga mengatakan bahwa saat jam peljaran tadi, kelima nya dipanggil secara bergantian memasuki ruang kepala sekolah dimana polisi berada disana, mengingat mereka adalah saksi mata yang pertama kali menemukan jasad Jinyoung.

“Ya pagi tadi Daniel dipanggil kesana. Tapi ia sudah kembali ke kelas jam 10 tadi”

“Jieqiong dan Sejeong juga bergantian ke sana. Mereka juga sudah kembali sekitar pukul 11 tadi. Kasihan sekali mereka. Mereka pasti terpukul atas kematian Jinyoung. Mereka tinggal di satu rumah bukan?”

“Benar, mereka juga tidak masuk sekolah pada hari dimana jasad Jinyoung ditemukan, ku dengar mereka mencari dan menemukan jasad Bae Jinyoung lebih dulu”

Selentingan dan spekulasi-spekulasi terus bergulir. Sampai saat ini ketiga anak yang masih diperiksa di ruang kepala sekolah adalah Jonghyun dan Seongwoo dan siswa kelas 11 yang juga tinggal di boarding House, Hyungseob. Banyak anak yang menunggu di lorong dekat ruang kepala sekolah karena sangat penasaran. Tepat pukul 12.05 Jonghyun, Hyungseob dan Seongwoo keluar dari ruang kepala sekolah. Mereka tidak menunjukkan ekspresi berlebih selain murung seperti beberapa hari ini, mereka mungkin masih berduka.

Beberapa siswa menegur mereka, tapi keduanya hanya tersenyum kecil enggan menjelaskan apapun. Mereka berjalan cepat kembali ke dalam kelas mereka. Kondisi sempat tenang setelah hampir 15 menit tidak ada lagi anak yang dipanggil ke sana. Namun hal tersebut tidaklah berjalan lama, Beberapa penyidik secara mengejutkan mendampingi Kang Dongho, Kwon Hyunbin dan Lee Daehwi memasuki  ruangan kepala sekolah.

“Mereka memanggil Kang dongho, Kwon Hyunbin dan Lee Daehwi.. Omoo apa mereka yang menganiaya Jinyoung?”

“Ahh jangan-jangan mereka juga yang membunuhnya. Sebenernya keberadaan mereka memang membuat ku tak nyaman, mereka seperti preman bukan siswa high school. Ya Tuhan kasihan sekali Bae Jinyoung. Aku tidak bisa membayangkan anak pendiam sepertinya di kroyok oleh gerombolan Dongho”

“Tapi ada masalah apa mereka sampai Bae Jinyoung yang pendiam itu bisa terlibat engan gerombolan Dongho?”

“Ya, ku dengar ini ada hubungannya dengan Chayeon”

“Chaeyeon? Jung Chaeyeon?”

Beberapa siswa berdatangan setelah mendengar Dongho cs dibawa ke ruang kepala sekolah. Mereka semua bergerumul membicarakan rumor rumor seputar kasus ini. Sebagian dari mereka bahkan memilih untuk menunggu disana daripada mengisi perut ke kantin sekolah. Lapar akan informasi mengalahkan lapar akan makanan bagi mereka.

Mereka semua semakin heboh saat satu orang siswa lagi diseret oleh pihak kepolisian. Mata mereka semua melebar melihat sosok tersebut. Benar, Ia adalah Park Jihoon. Jihoon tertunduk malu menghadapi tatapan tatapan siswa lain yang terhadapnya. Ia sama sekali tidak pernah membayangkan bahwa ia harus mengalami semua ini dalam hidupnya. Sesak jelas dirasa Jihoon didadanya.

Jihoon masuk ke dalam ruangan kepala sekolah dimana Daehwi, Dongho dan Hyunbin sudah berada disana lebih dahulu. Semua petuga berdiri saat Jihoon tiba. Mereka tidaklah diintrogasi seperti layaknya Jieqiong, Sejeong, Seongwoo, Hyungseob, Jonghyun ataupun Daniel. Dua orang petugas masing-masing berada disamping Dongho, Daehwi, Hyunbin juga Jihoon. Mereka bersalaman dengan kepala sekolah atas kebijakannya membantu penyidikan. Mereka akan mengintrogasi lebih lanjur keempat anak itu di kantor polisi. Dan akan memanggil Daniel cs sesekali apabila kesasian mereka kembali dibutuhkan.

Pucat pasi wajah Daewhi, Jihoon dan Hyunbin berbanding terbalik dengan tingkah santai Dongho yang masih tenang meski dikelilingi penyidik kepolisian. Tanpa menunggu waktu lama, Petugas membawa keempat anak itu keluar dari ruangan kepala sekolah.

Bak selebriti riuh siswa-siswi terdengar saat mereka keluar, tak jarang kamera ponsel dikeluarkan oleh para siswa meski polisi melarang mereka.. Jihoon, Daehwi dan Hyunbin menutupi wajah mereka karena mereka terlalu malu menjadi bahan bulan-bulanan siswa mainnya yang kini menatap mereka penuh tuduhan.

“Jihoon?Park Jihoon”

“Jincha Park Jihoonida whoaa.. daebak”

“Omonaa. Jihonnie. Maldoandwe”

Terdengar jelas di telinga Jihoon para siswa menyebutkan namanya. Ia sangat terpukul dengan kondisi yang ia alami saat ini. Dihadapan matanya Dongho dan Hyunbin dimasukkan ke dalam satu mobil polisi yang berjalan lebih dahulu sebelum satu mobil lainnya siap membawa Daehwi dan dirinya. Sesak semakin menekan Jihoon saat ditengah kerumunan siswa dilihatnya Shiyeon berdiri, menatap penuh kebencian ke arahnya. Beberapa hari lalu mereka baru saja berada adalam puncak kebahagiaan di masa remaja mereka, saat benih-benih cinta yang belum sepenuhnya mereka mengerti menguasai relung hati mereka. Hanya dalam satu pukulan takdir.. kini mereka berdiri di tempat yang terasa berjarak sejauh langit dan bumi. “Shiyeon-a” Dalam hatinya Jihoon sempat menyebut nama Shiyeon.

** TO BE CONTINUED **

POPULAR FANFICTION

BERITA PILIHAN

COPYRIGHT 2025 DREAMERS.ID PUBLISHED BY DREAMERS NETWORK