home_icon
SIGN IN
SIGN UP
Portal Berita - Radio Streaming - Komunitas Anak Muda
Portal Berita - Radio Streaming - Komunitas Anak Muda
LOUNGE
HOW IT WORKS
HOW TO BE DFF OF THE WEEK
TERMS OF USE
CONTACT US
  • Latest
  • Most Viewed
  • Most Loved
  • A-Z
  • My Fanfiction
  • My Subscriptions
  • My Subscribers
  • Create New Fanfiction
Fan Fiction > Into The Void

Into The Void

Share:
Author : HeoMicha
Published : 06 Jun 2017, Updated : 09 Nov 2017
Cast : Produce 101 season 1 & 2
Tags :
Status : Ongoing
5 Subscribes |19030 Views |5 Loves
Into The Void
CHAPTER 4 : CHAPTER 3

Previous Night

** Flashback A Day before Baejin was found **

Boarding House, 11.58 PM

Seorang diri Shiyeon terduduk diam di dalam dapur Boarding House. Masih jelas dalam ingatannya, bagaimana Jinyoung menyusulnya dan memintanya untuk pulang. Perasaan bersalah juga rasa khawatir berlebih memenuhi pikiran Shiyeon saat ini.

“Pergilah tidur” Suara seorang namja membuyarkan lamunan Shiyeon. Guanlin muncul dari ambang pintu dapur. Namja itu menarik kursi di samping Shiyeon. “Kau harus tidur dan beristirahat”, ujar Guanlin. “Semakin malam larut, maka pikiranmu akan bertambah rumit. Tidur lah sebelum perasaan mu semakin memburuk…Hyungdeul dan Hyungseob akan membawa pulang Baejin sebentar lagi…percayalah padaku”

Bukan beranjak mematuhi ucapan Guanlin. Shiyeon justru membeku di tempatnya. Ia meremas gelas plastik di tangannya. Setetes air mata terjatuh di pipi kiri Shiyeon. Mulutnya terkunci oleh penyesalan yang tentu selalu datang terlambat. Guanlin meletakkan telapak tangannya di atas kepala Shiyeon. Guanlin yang berusia lebih muda beberapa hari saja dari Shiyeon sejujurnya juga merasakan perasaan bersalah yang sama. Jika bukan karena keputusan yang ia ambil tanpa berfikir panjang, mungkin ia bisa menghindari hal semacam ini terjadi. Ia hanya merasa harus menekan hatinya untuk menenangkan Shiyeon, ia adalah seorang laki-laki, begitu pikirnya.

“Guanlin-ah”

“Hm?”

“Apa kau akan membantu ku untuk meminta maaf pada Baejin jika ia pulang nanti?” Tanya Shiyeon. “Aku tidak tahu bagaimana harus menatapnya setelah ini hhh.. hiks.. Ia mengalami hal buruk karena keegoisan ku. Semua ini… kesalahan ku. Hh.. Ia datang karena khawatir padaku, tapi aku justru memperlakukannya begitu buruk…hiks..”

“Aku mengerti” Jawab Guanlin. “Tapi sejauh yang kutahu…Baejin bukan seorang pendendam, ia akan memaafkan mu bahkan sebelum kau meminta maaf kepadanya”

“Gurae?”, Tanya Shiyeon mencoba meyakini ucapan Guanlin.

“Ne…nal mideo”, ujar Guanlin.

Shiyeon mengangguk pelan. Ia mengusap air mata di pipinya. Berulang kali ia menarik dan menghembuskan nafas untuk sekedar menenangkan diri. Namun tetap saja gagal. Risau di hatinya tak jua berlalu. Semakin ia mencoba memikirkan, semakin ia ingin menangis “Yeogineun na..” Siyeon menunjuk dadanya “Wae Ireokhae apha.. hiks.. Guanlin-a nal.. anaju isseulka? Naneun..”

Guanlin membantu Shiyeon untuk berdiri, diberikannya sebuah pelukan hangat untuk Shiyeon. Guanlin sendiri menutup mulutnya rapat-rapat. Ia hanya memeluk Shiyeon dan menepuk nepuk pelan pundak Shiyeon. Membiarkan gadis itu menangis tertahan dalam pelukannya. Dalam diam dan senyap Guanlin terus berharap di dalam hatinya agar Seongwoo, Jonghyun, Daniel dan Hyungseob segera kembali membawa pulang Jinyoung dalam keadaan baik-baik saja. Bagaimana pun 4-5 bulan terakhir Jinyoung adalah roommate nya. Keduanya sedikit banyak bicara meski mereka sama-sama tertutup.

***

Boarding House, 00.30 AM

Sejeong memperhatikan Jieqiong yang sejak tadi terus mondar mandir memperhatikan pintu. Jieqiong sangat sulit menenangkan diri saat ia panik. Ia sedikit berbeda dengan Sejeong yang pandai menyembunyikan perasaan khawatirnya. Sejeong mematikan televisi karena sudah ribuan kali ia mengganti channel namun tidak juga memiliki mood untuk menonton apapun. “Tunggu saja disini, kalau mereka pulang pasti suara mobil akan terdengar Jieqiong-ah” Ucap Sejeong akhirnya menegur Jieqiong.

Jieqiong duduk di pada karpet ruang tengah tepat di samping Sejeong. Ia menggigiti kukunya di sana. Beberapa saat lalu Guanlin terlihat mengantar Siyeon ke lantai atas. Mereka belum kembali turun, mungkin keduanya sudah tertidur. Sesekali Sejeong melempar pandangan pada sosok orang asing yang masih tak sadarkan diri di sofa ruang tengah yang sama dengan tempat Sejeong dan Jieqiong berada saat ini. “Menurut mu siapa namja ini?” Jieqiong belum menjawab, pikirannya masih berkeliaran ke sana kemari. “Ya...Zhou Jieqiong"

“Ne?” Sahut Jieqiong bingung.

“Ani lupakan saja” Jawab Sejeong. Sejeong mengecek ponselnya, tidak satupun pesan atau panggilan telpon masuk. “Mereka tidak menghubungi sama sekali, kemana mereka”

“Apa mungkin mereka berkelahi dengan Dongho dan teman-temannya?” Tanya Jieqiong khawatir. “Ottokhe.. Mereka berempat tidak pernah berkelahi sama sekali.. hufh” Ujarnya semakin panik membayangkan Jonghyun, Daniel dan Sungwoo berkelahi dengan Dongho yang jelas jauh berbeda dengan ketiga anak tersebut.

Bruummm ~~ Suara mobil terdengar melintas pelan kemudian berhenti. Sejeong dan Jieqiong serempak bangkit dari posisi mereka, kemudian berlari ke arah pintu untuk melihat keadaan teman-temannya. Mereka keluar dari rumah. Mobil Jonghyun terlihat memasuki pekarangan rumah menuju garasi. Sejeong dan Jieqiong menunggu di depan pintu. Seongwoo terlihat pertama, Jonghyun dan Hyungseob menyusul dan sosok terakhir yang terlihat adalah Daniel. Mereka sama sekali tidak terluka, tapi ekspresi wajah mereka menunjukkan sesuatu yang buruk telah terjadi.

“Baejin..?” Sebut Sejeong. “Baejin eodieya?”

Para namja hanya saling menatap satu sama lain, sebelum akhirnya Daniel menjawab “Kami tidak bertemu dengannya. Tidak juga dengan Dongho dan teman-temannya, kami sudah mencari ke setiap sudut taman kota, tapi mereka benar-benar tidak ada di sana”

“Jweisonghamnida”, Ujar Hyungseob

 “Seharusnya aku tidak panik dan menghubungi hyungdeul lebih dahulu daripada pulang ke rumah untuk meminta bantuan, aku begitu bodoh”, Hyungseob memukuli kepalanya sendiri.

Jonghyun menahan tangan anak itu kemudian “Geumanhae” perintahnya

Tak lama kemudian, Guanlin juga berlari menemui teman-temannya. “Baejinnie?” Tanya Guanlin terengah-engah. “Eodiya?” Hanya sebuah gelengan datar yang dilakukan oleh Hyung line disana. “Hufhh.. ottokhe jigeum?”

*** 

The Next Day

Boarding House, 03.00 PM

Tidak seorangpun anak dari Boarding house masuk sekolah hari ini. Mereka sudah mendiskusikan bahwa hari ini mereka akan memfokuskan diri untuk mencari Jinyoung. Sejak pagi Daniel menemani Guanlin, Hyungseob dan Shiyeon mencari Jinyoung ke beberapa tempat yang sering dikunjungi oleh Jinyoung menggunakan mobil milik Jonghyun. Sementara Jonghyun, Seongwoo, Jieqiong dan Sejeong yang seharusnya menjaga rumah memilih untuk menunggu seseorang di dekat sekolah mereka.

Seongwoo dan Jonghyun awalnya kurang setuju dengan rencana Sejeong, namun karena mereka tidak ingin Sejeong berada dalam bahaya, merekapun akhirnya mengikuti keinginan Sejeong. Beberapa siswa berpakaian seragam sekolah mereka terlihat melewati mereka. Sore itu mereka sengaja menggunakan seragam walau mereka tidak masuk sekolah, agar tidak terlalu menarik perhatian siswa lain.

Seseorang yang mereka tunggu akhirnya terlihat setelah 30 menit lamanya mereka menunggu. Sejeong sudah menggulung lengan seragamnya seolah-olah akan berkelahi. Seongwoo disampingnya tentu bereaksi “Ya.. sekalipun kau petinju, kau akan kalah dengan lawan mu satu itu, jangan memancingnya marah dengan kuda-kuda seperti itu, aku tidak akan membantu mu nanti”

“Geunyang joyonghihae~", sungut Sejeong menepis tangan Seongwoo. Sejeong berjalan lebih dulu menghampiri seseorang yang ternyata tak lain adalah Kang Dongho. Jonghyun dan Jieqiong segera menyusulnya, begitupula dengan Seongwoo.

Dongho sedang berjalan bersama Chaeyeon. Keduanya terpaksa berhenti karena Sejeong menghalangi mereka. Situasi tak nyaman mulai terasa di sana. Bukan hanya Sejeong dan Dongho, tapi juga tatapan aneh Chaeyeon yang segera membuang muka begitu melihat Jonghyun yang notabene adalah namjachingunya. “Psh.. siswa siswi teladan ternyata dapat membolos juga” Ejek Dongho yang kebetulan satu kelas dengan beberapa dari mereka. “Bikyeora…” Usir Dongho.

“Apa yang kau lakukan terhadap Baejin?” Tanya Sejeong to the point. "Kau pasti melakukan sesuatu padanya matchi?!", bentak Sejeong.

Smirk dilancarkan Dongho. “Ia mengadu? Psh.. katakan padanya, lain kali kelinci kecil sepertinya tak perlu berurusan dengan srigala jika ia tidak ingin diterkam” Dongho maju beberapa langkah mendekati Sejeong. "Begitu juga denganmu", gumam Dongho.

"Apa kau pikir karena aku yeoja dan badanmu dua kali lebih besar dari badanku, aku akan takut padamu? Apa yang kau lakukan pada Baejin?", balas Sejeong tetap pada pendiriannya.

Dongho yang mulai kesal dengan sikap Sejeong, mengangkat tangannya hendak memukul Sejeong. Tap! sebuah tangan lain menahannya. "Ya Ong Seongwoo bikyeo!", seru Dongho ketika Seongwoo menahan tangannya.

Sejeong yang sempat refleks menutup matanya, terkejut ketika ia membuka matanya dan mendapati Seongwoo berada di depannya, melindunginya dari Dongho.

 "Manchijima", tegur Seongwoo agar Dongho tak menyentuh Sejeong.

"Bikyeora", gumam Dongho gusar.

"Kau sebut dirimu itu namja? Namja macam apa yang berani memukul yeoja?", balas Seongwoo.

"Tch...gurae? Jika aku tak bisa memukul yeoja...maka...", DUAK!! Tanpa ragu Dongho meninju Seongwoo hingga namja itu tersungkur.

"Omo!! Seongwoo-ya!!", seru Sejeong dan yang lainnya terkejut. Yeoja itu lekas menghampiri Seongwoo yang masih tersungkur di tanah.

“Geumanhae!” Jonghyun menahan tangan Dongho. Kini Dongho meliriknya..Dongho bergerak mendekati Jonghyun. Ia balik memegang tangan Jonghyun yg tadi menghalanginya. Dipelintirnya kencang hingga rintih kecil terdengar dari bibir Jonghyun “Arkh” Tatapan Dongho begitu tajam tehadapnya “Urusan ku dengan mu juga belum selesai.. Jadi jangan macam-macam”

Kali ini Jieqiong mulai kehabisan kesabarannya. Nampak Dongho bisa mematahkan tangan Jonghyun jika Dongho terus mencengkram dan memelintir tangan Jonghyun seperti itu. Melihat Jonghyun menahan sakit. Tanpa berpikir panjang, Jieqiong mendekat, kemudian krekk..

 “YASHH!!!” Erang Dongho..  BRUKKKKKKKKK

“Jieqiong-a!!” Pekik Sejeong. “Ya Neo Jincha Kang Dongho!!!” Amarah Sejeong tersulut begitu di hadapan kedua matanya, Jieqiong yang tadi dengan sengaja menggigit tangan Dongho terhempas tubuhnya begitu kencang karena kibasan tangan Dongho menghantam wajahnya. Seongwoo sekali lagi sigap menahan tubuh Sejeong agar tidak memperpanjang masalah sebelum semakin banyak yang terluka. “Ya Hajima!” Larang Seongwoo, sementara Jonghyun berjongkok membantu dan memeriksa keadaan Jieqiong.

“Cih.. kalian semua sungguh membuang waktu ku. Chaeyeon-a kaja” Ajak Dongho. Angkuh langkahnya dan juga Chayeon melewati Seongwoo dan Sejeong.

“Ya mengapa kau menghalangi ku!?” Pekik Sejeong kesal.

"Argh...aish", rintih Seongwoo mengusap sudut bibirnya yang berdarah akibat pukulan Dongho.

Melihat hal tersebut, Sejeong menjadi tak tega pada namja itu.  "N-Neo gwenchana?"

"Mwol gwenchana?! Sudah kubilang jangan menantang Kang Dongho!", sungut Seongwoo.

"Ya aku tak pernah memintamu untuk melindungiku! Aku tahu apa yang kulakukan dan aku tak peduli jika ia memukulku!",balas Sejeong.

"Ya Neo-Aish...", Seongwoo menghela nafas karena sikap Sejeong yang keras kepala. "Lakukan sesukamu", ujar Seongwoo dengan nada kecewa.

Menyadari nada bicara namja itu serta melihat apa yang terjadi pada Jonghyun dan juga Jieqiong, Sejeong menyadari kesalahannya. "Mianhae...", gumamnya tertunduk. "Jal mothaesseo...aku hanya ingin tahu dimana Baejin berada", gumam Sejeong tertunduk lesu.

"Dwaesseo...semua sudah terjadi", ujar Seongwoo. Ia hendak berdiri dan Sejeong lekas membantunya berdiri. "Mwoya ige? Kau membantuku karena merasa bersalah?"

"Ah geumanhae! Aku sudah minta maaf dan mengakui kesalahanku! Apa kau akan terus menyalahkanku? Gurae, aku akan membantu Jieqiong saja!", sungut Sejeong bergegas menghampiri Jonghyun dan Jieqiong.

"Whoah...geu yeojaga jincha daedanhada", sindir Seongwoo.

Jonghyun mengeluarkan sapu tangan dari saku nya untuk menghilangkan darah yang keluar dari beberapa bagian bibir Jieqiong. “Gwenchana?” Tanya Jonghyun cemas. Ia merangkul tubuh Jieqiong dengan tangan kanannya. “Neon.. mwohaneun geoya.. jangan pernah bertindak bodoh seperti tadi, kau harus tahu siapa yang kau hadapi, bagaimana kalau sampai ia melukai mu lebih dari ini.. kau seharusnya..” Jonghyun menghenikan ucapannya, ia terlalu cemas hingga berbicara panjang lebar hanya untuk menghilangkan kecemasannya, Ia segera menyadari hal tersebut dan berhenti bicara “Kau ingin aku menggendong mu?”

Jieqiong menggeleng. Ia tidak bisa banyak bicara karena bibir Jieqiong terluka akibat terpaan lengan Dongho tadi.

"Sebaiknya kita pulang sekarang sebelum kita menarik perhatian yang lainnya...lagipula Jieqiong dan Seongwoo harus diobati..kaja", ujar Jonghyun.

***

Boarding House, 07.00 PM

Daniel menuruni tangga menuju ruang makan. Perutnya keroncongan setelah seharian menemani Guanlin, Hyungseob dan Shiyeon mencari Jinyoung. Ditambah lagi malam ini ia juga masih harus ikut andil dalam pencarian bersama Hyung line dan Noona line. Mata Daniel memicing, dilihatnya Shiyeon terduduk di tengah-tengah anak tangga seorang diri. Shiyeon sesekali membenturkan kepala ke arah tembok meski pelan. Daniel dapat mengerti mungkin Shiyeon sedang dilanda kesedihan akibat hilangnya Jinyoung. Ia menghampiri Shiyeon di sana, duduk di samping Shiyeon. “Uri dongsaengi mwohae?” Sapa Daniel ramah dengan senyum tenang yang menghilangkan mata setiap kali tersenyum. Ia menyentu pucuk kepala yeoja itu.

“Baejinnie eodieyo, oppa?” Tanya Shiyeon datar tak bersemangat. “Ia mungkin tak ingin kembali karena ia sedang marah pada ku”

“Eiii…aniya! Beri ia waktu….Ia mungkin juga sedang terluka sehingga ia tidak ingin muncul dengan kondisi seperti itu dan membuat kita lebih khawatir” Hibur Daniel.

“Jika ia memang terluka, mengapa ia juga tidak kembali ke rumahnya dan mengabarkan kedua orang tuanya..?” gumam Shiyeon kehilangan semangat untuk melakukan semua hal. “Apa Baejin benar-benar baik-baik saja?” tatapan Shiyeon memelas menatap Daniel, berharap mendapat kepastian meski hal tersebut mustahil, karena Daniel sendiri juga tidak mengetahui pasti keadaan Jinyoung saat ini. “Aku rela jika ia hanya bersembunyi karena ia merajuk pada ku, selama ia tidak terluka seorang diri…”

Hanya sebuah senyum kosong yang bisa diberikan oleh Daniel. Ia berusaha bersikap se-positif mungkin. “Kita hanya bisa berdoa yang terbaik untuk Baejin .. kau harus bersemangat! Bagaimana kalau saat Baejin kembali nanti, kau meminta bantuan pada Jieqiong dan Sejeong untuk membuatkan makanan enak sebagai permintaan maaf kepada Baejin? Call?”

“Ne oppa” Jawab Shiyeon patuh, sungguh berbeda dengan Shiyeon biasanya.

Daniel merangkul pundak Shiyeon “Ya, setiap hari saja kau menurut seperti ini, kepala ku tidak akan sakit lagi hehe” Goda Daniel dengan aksen Busannya yang khas.

*** 

Boarding House, 07.15 PM

Tok Tok Tok.. Pintu kamar Jieqiong terbuka, sosok Jonghyun muncul dari balik pintu “Boleh aku masuk?” Tanya Jonghyun sebelum masuk. Setelah mendapat anggukan dari Jieqiong ia masuk ke dalam. Di tangannya ia membawa sebotol kecil obat beserta beberapa lembar kapas. “Kau sudah merasa lebih baik?” Tanya Jonghyun berdiri di samping tempat tidur Jieqiong.

“Aku baik-baik saja, tidak ada luka serius sejak awal, kau saja yang terlalu khawatir” Jawab Jieqiong membumbui ucapannya dengan senyum manis yang selalu ia berikan kepada orang-orang disekitarnya. Selesai bicara keduanya terdiam.. nampak mereka begitu mahir menciptakan suasana canggung setiap kali selesai bicara berdua. Mereka tidak seperti itu di awal-awal kedatangan mereka, mereka bahkan cukup dekat satu sama lain sebelummya, baru 8 bulan terakhir mereka menjadi canggung satu sama lain. Kecanggungan tersebut dimulai sejak Jonghyun tiba-tiba saja menjalin hubungan dengan Chaeyeon.

“Eum.. Sejeong pergi ke apotek tadi. Ia membeli obat dan meminta ku memberikannya untuk mu” Ucap Jonghyun seraya menyerahkan obat dan kapas di tangannya. “Perlu ku bantu?” Ujarnya menawarkan.

Jieqiong menolak cepat “Ah.. aniya, gwenchana, aku bisa menggunakan cermin” Jawabnya.

“Gurae” Jawab Jonghyun tersenyap. Senyum yang tadi sempat terlihat di wajahnya berubah seketika. Ia bukan tidak merasakan, hanya saja ia sendiri tidak bisa memaksa Jieqiong untuk menghindarinya. “Ku pikir semua akan membaik setelah ini.. tapi sepertinya cukup sulit” gumam Jonghyun pelan.

“Ne?” Tanya Jieqiong kurang mengerti maksud dari ucapan Jonghyun.

Jonghyun kembali tersenyum “Aniya.. beristirahatlah, aku akan kembali ke kamar ku, maaf telah mengganggu” Jonghyun meninggalkan kamar Jieqiong, ia menutup kembali pintu kamar Jieqiong.

Jieqiong sendiri masih memperhatiakan pintu kamarnya, walau sosok Jonghyun sudah menghilang dari sana “Ahhh~~~ apa aku sudah keterlaluan, ottokhae?” eluh Jieqiong merasa bersalah dengan prilakunya terhadap Jonghyun.

***

Boarding House, 07.20 PM

Sudut bibir kiri bawah Seongwoo memar dan sedikit berdarah serta tangannya mengalami luka kecil karena sempat tersungkur akibat di dorong oleh Dongho sebelumnya.

"Ya...neo gwenchanya?", tanya Daniel yang menemani namja itu sejak ia tiba di rumah.

"Mwol gwenchana? igo bwa igo!", sungut Seongwoo sambil menunjuk luka memar di sudut bibirnya dan tangannya.

"Arasseo...tak perlu marah marah begitu...aku hanya bertanya...heol", ujar Daniel.

Sejeong kembali tak lama kemudian dengan membawa semangkok air hangat dan handuk kecil. Ia duduk di samping Seongwoo. "Ya jogi bwabwa", ujar Sejeong meminta Seongwoo untuk menoleh ke arahnya. Ia menghela nafas pelan melihat luka memar di wajah namja itu. "Ya Kang Daniel, apa kau bisa tolong ambilkan sebotol Alkohol, kapas, dan plester?", ujar Sejeong pada Daniel.

"Arasseo", ujar Daniel pergi sejenak untuk mengambil benda benda yang diminta Sejeong.

"Ya na gwench-"

"Shikkeuro", ujar Sejeong memotong ucapan Seongwoo sambil memeras handuk dari dalam mangkuk air hangat yang dibawanya. Ia kemudian membersihkan sisa darah dan mengompres luka memar di wajah Seongwoo dengan handuk tersebut. "Gomapta", gumam Sejeong pelan sambil terus membersihkan luka di wajah Seongwoo.

Seongwoo terdiam sejenak menatap Sejeong yang wajahnya kini hanya berjarak beberapa senti saja darinya. "Dwaesseo...aku hanya tak suka melihat namja yang berlaku kasar pada yeoja", ujar Seongwoo.

Sejeong tersenyum tipis. Ia teringat seberapa sering mereka bertengkar, namja itu tak pernah memukulnya sedikitpun sekalipun hanya sebuah pukulan ringan. Ia jadi merasa bersalah karena selama ini, dia lah yang lebih sering memukuli namja itu. "Mianhae...aku akan mencoba untuk mengurangi memukulimu mulai dari sekarang", ujar Sejeong.

"Hanya mengurangi?", tanya Seongwoo.

"Eo...tergantung dari bagaimana kau bersikap padaku...jika kau tak meledekku aku tak akan memukulmu", ujar Sejeong.

"Aigoo....sepertinya aku tak bisa berjanji soal itu", ledek Seongwoo. PLAK! Sejeong memukul dada namja itu. "Eo? Ah..apha...aish..jincha...neomu apha akh!", ujar Seongwoo berakting seolah olah ia terluka parah.

"Geuman", ujar Sejeong tenang menanggapi candaan namja itu.

"Ia memang cari perhatian sejak tadi", sambar Daniel yang baru kembali dengan membawa apa yang diminta Sejeong sebelumnya. "Kurasa ini juga tak sakit", ujar Daniel menyentuh luka memar di sudut bibir Seongwoo.

"ARGH! YA! KANG EUIGEON! NEO ISH- Aish...", sungut Seongwoo menutupi luka memarnya tersebut.

"Ah ia memanggil nama asliku jadi kurasa ia benar benar kesakitan", ujar Daniel.

"Psh...mitchinomdeul", ledek Sejeong. Ia menyentuh tangan Seongwoo yang sebelumnya menutupi luka memarnya, membersihkannya sekali lagi dengan alkohol dan menutupnya dengan plester. "Kkeut", ujar Sejeong merapikan peralatannya.

"Kkeutnasseo?", tanya Seongwoo.

"Eo? wae? jika kau ingin perawatan lebih lanjut, kau bisa memeriksakan dirimu ke rumah sakit", ujar Sejeong lalu pergi dari hadapan Seongwoo dan Daniel.

"Pffth...yeokshi...ia memang bukan yeoja yang mudah", ledek Daniel.

"Shikkeuro neo...ish", sungut Seongwoo bergegas bangkit dari sofa, berbalik dan melangkah masuk ke dalam kamar. Ia menyentuh plester yang menempel di sudut bibir kirinya dan seulas senyum tipis tergambar di wajahnya.

** End of Flashback **

Back To Current Time

09.15 PM

Sejeong dan Jieqiong menunggu didepan mobil, mereka sampai lebih dahulu setelah mengabarkan anak lainnya untuk menghentikan pencarian karena langit sudah semakin gelap. 15 menit menunggu, belum juga satupun dari para namja datang. “Mereka belum juga kembali, apa mereka baik-baik saja?” Tanya Jieqiong.

“Nado mollayo, aku juga jadi tidak tenang” Jawab Sejeong.

Jonghyun adalah namja pertama yang menampakkan batang hidungnya. Ia yang terlihat sedikit kurang sehat, mungkin karena kelelahan itu berjalan lemas mendekat ke arah Jieqiong dan Sejeong, hasil negatif juga sepertinya dialami oleh Jonghyun, terlihat jelas dari ekspresi wajahnya. “Dimana yang lainnya?” Tanya Jonghyun.

“Mereka belum kembali” Jawab Sejeong.

Jonghyun mengeluarkan poselnya, ia berniat menelpon Daniel untuk meminta Daniel kembali, juga berniat menelpon Seongwoo setelahnya. Ia baru saja melihat jam pada ponsel yang kini menunjukkan pukul 21.30, belum sempat ia menekan tombol call pada kontak Daniel, Daniel justru menelponnya lebih dahulu “Daniel” Ucapnya heran. “Yoboseyo”

Deru nafas Daniel yang berat terdengar dari sambungan telpon. Sesuatu telah terjadi “A.. Aku.. Hhh.. berada di tepi danau.. Illowabwa, jigeum” Ucap Daniel kemudian memutus sambungan telpon.

Sejeong dan Jieqiong menangkap ekspresi kaget dan bingung dri air muka Jonghyun, mereka menunggu Jonghyun mengayakan sesuatu “Daniel sepertinya menemukan sesuatu, suaranya terdengar aneh.. Kita harus ke sana, ia berada di tepi danau”

“Khaja” Ujar Sejeong menggenggam tangan Jieqiong. Keduanya berlari mengikuti Jonghyun, menuju tempat Daniel berada. Daerah sekitar danau dipenuhi alang-alang tinggi. Ketiganya melihat seseorang yang sepertinya Seongwoo juga berlari beberapa meter di depan mereka. Mungkin Daniel juga menghubunginya untuk menyusul ke tepi danau.

Seongwoo sampai ke tempat Daniel berada. Dalam pangkuan Daniel sosok yang mereka cari tanpa henti selama  satu hari penuh terbaring. Seongwoo hanya berjarak 3 langkah lagi dari saja, tapi langkah kakinya sudah 300% melambat. Hal pertama yang ia lakukan adalah menelpon ambulance selagi kesafarannya masih disana.

Hanya selang 1 menit Jonghyun sampai, disusul oleh Sejeong dan Joeqiong. Jonghyun mendekat ke arah Daniel. Ia mendoktrin diri untuk tersenyum seolah menyambut Jinyoung kembali. Ia jelas terlihat frustas, senyum diwajahnya beriring berdampingan dengan air mata yang emnetes dari kedua matanya “Baejin-a.. Hyung wasseo.. Jonghyun hyungieda Hhhhh..” “Baejin-a Ireona... Kau tidak pernha membantah perinta ku... Bae Jin-a”

Disaping Seongwoo, Sejeong dan Jieqiong terduduk pada rerumputan sambil menangis. Jieqiong yang memang lebih sensitif terlihat begitu terpukul. Isak tangisnya begitu dalam. Sejeong dan  Jieqiong berusaha untuk sedikit lebih tegar, meski wajahnya juga begitu puca.

“Baejin-a.. Daniel hyungida.. Kahja.. Game hagoshippeo, machi? Jibe khaja eoh..? Kau mendengar hyung, kau pasti mendegar hyung” Pinta Daniel yang mulai frustasi layaknya Jonghyun.

"YA BAE JINYOUNG!!” Bentak Jonghyun memarahi Jinyoung yang tak jua merespon ucapannya “Hhhhhh aaaarggh~” Lenguhnya lemas setelahnya.

***

Boarding House, 10.30 PM

Guanlin menjadi satu-satunya penghuni yang masih membuka mata dan menunggu Hyun line dan noona line kembali. Hyungseob dan Shiyeon tertidur di dekatnya, pada ruang tengah lantai 1 boarding house. Tak henti Guanlin melempar pandangan ke arah jam dinding. Kegelisahan semakin menguasai dirinya.

Guanlin menaiki satu demi satu anak tangga menuju lantai atas dimana kamarnya dan Jinyoung juga kamar para anak wanita berada. Ia terdiam di depan pintu kamarnya. Nama Guanlin dan jinyoung terpampang di depan pintu kamar tersebut. Shiyeon membuat papan nama gantung tersebut belum lama ini. Jinyoung begitu menyukai papan itu, meski Guanlin merasa memasang papan nama gantung di depan pintu membuat kamar mereka terlihat seperti kamar anak wanita. Tapi ia mengalah membiarkan papan itu terpasang untuk Jinyoung.

Dibukanya pintu kamar. Hal pertama yang ia lakukan saat masuk ke dalam kamar adalah melirik tempat tidurnya juga tempat tidur Jinyoung. Kebetulan keduanya tidur di satu tempat tidur besar. Setiap malam, setiap kali Guanlin masuk ke dalam kamar, Jinyoung sudah berada di dalam lebih dahulu, Jinyoung selalu memanggil Guanlin setiap kali ia memasuki kamar. Tapi malam itu, suasana hening didapati Guanlin.

Guanlin mendekat ke arah laci kecil dekat tempat tidur mereka. Ia menarik laci bagian teratas. Sebuah botol obat tergeletak didalamnya. Datar tatapan Guanlin kepada sebuah benda yang sudah hampir 3 bulan belakangan tidak lagi disentuhnya. Guanlin membuka tutup botol obat, kemudian mengambil 3 butir obat dari botol tadi.

Tap.. “Andwe!!” Guanlin melihat tangan seseorang menepis tangannya, ketiga butir obat ditangan Guanlin berjatuhan di lantai. Dalam senyap ruangan terebut Guanlin mengangkat pandangannya… ia melihat.. Jinyoung berdiri disana. Jinyoung yang sering dituduh ketus saat ia sedang tidak tersenyum itu terlihat tidak suka dengan apa yang hampir dilakukan oleh Guanlin. Sorot mtanya tajam munjukkan penolakan.

 

Guanlin terdiam seribu bahasa. Sedetik ia menutup mata lalu kembali membukanya kembali, seketika Sosok Jinyoung menghilang dari pandangan Guanlin. Guanlin menyadari bahwa apa yang dilihatnya hanyalah sebuah bentuk gambaran dari apa yang pikirannya inginkan.

Dreetttt… Dreeettttttt.. Getaran pada ponsel Guanlin membuatnya tersadar. Nama Sejeong terpampang pada layar ponsel. Guanlin menatap layar ponselnya cukup lama sebelum akhirnya mengangkat sambungan telpon. “Yoboseyo” Ucap Guanlin.

***

Hospital,

11.55 PM

Jinyoung telah pergi. Ia telah pergi untuk selamanya. Daniel menemukan tubuh Jinyoung dalam keadaan sudah tak lagi bernyawa. Pahit memang, namun kenyataan itu harus mereka semua terima. Isak tangis terdengar dari dalam ruang jenazah dimana jasad Jinyoung berada. Isak tangis itu berasal dari kedua orangtua Jinyoung yang sama terpukulnya dengan para penghuni boarding house yang sudah menghabiskan waktu mereka untuk mencari Jinyoung. Mereka segera menghubungi orangtua Jinyoung perihal berita memilukan ini karena mereka yang pertama kali menemukan Jinyoung.

Jieqiong memperhatikan teman temannya yang kini hanya bisa terduduk lesu di kursi tunggu di lorong rumah sakit. Tak ada ekspresi tergambar di wajah para namja. Bahkan pada namja semacam Seongwoo yang selalu berulah dan membuat keributan. Ketiga namja itu diam tak bersuara sedikitpun karena masih terpukul dengan apa yang terjadi. Dibandingkan para yeoja, para namja jauh lebih terpukul karena Jinyoung yang memiliki sifat tertutup, cenderung lebih terbuka kepada para namja dibandingkan dengan dirinya dan Sejeong.

"Ottokhae...jigeum?", gumam Sejeong membuyarkan lamunan Jieqiong. Yeoja itu juga menyadari apa yang dilihat Jieqiong. "Ditambah lagi masih ada asing lainnya yang tertahan di rumah kita...", gumam Sejeong muram. "Ah...mori apha", keluh Sejeong menahan keningnya dengan kedua tangannya.

"Nado molla...", gumam Jieqiong. "Geundae...geu namjaga ottae?"

"Tadi Guanlin mengabariku bahwa belum ada perubahan dari kondisi namja itu...ia masih belum sadarkan diri... sudah lebih dari 24 jam semenjak ia datang", ujar Sejeong.

Ceklek~ pintu kamar jenazah terbuka dan kedua orangtua Jinyoung muncul dari dalam ruangan. Tuan Bae terlihat tengah memapah sang istri yang masih terlihat begitu terpukul.

Anak anak lekas terbangun dari posisi mereka dan membungkuk hormat pada Tuan dan Nyonya Bae. "Jweisonghamnida.... kami… tak bisa menjaga Jinyoung dengan baik", ujar Jonghyun masih sambil tetap membungkuk.

 "Yaedeura...", ucap Tuan Bae. "Geumanhae...", sambung pria setengah baya tersebut. Anak anak itu pun kembali menegakkan badan mereka meski sesekali kepala mereka masih tertunduk. "Aku seharusnya berterima kasih pada kalian yang sudah mau bersusah payah mencari Jinyoung...meskipun....pada akhirnya....hhh..."

"Jweisonghamnida", gumam Jonghyun.

"Kami akan mengambil barang barang milik Jinyoung yang masih berada di boarding house... secepatnya...", ujar Tuan Bae.

"Ne.... ", ujar Jonghyun. Tuan dan Nyonya Bae berpamitan untuk mengurus hal hal lainnya.

Jonghyun menghela nafas berat selepas kepergian Tuan Bae. "Bagaimana kita memberi tahu Shiyeon, Hyungseob dan Guanlin mengenai masalah ini, mereka begitu dekat dengan Jinyoung", ujar Jonghyun.

Sejeong menghela nafas pelan “Aku hanya mengatakan bahwa kita sudah bertemu dengan Jinyoung kepada Guanlin tadi. Hufh~ ia baru saja memiliki seorang teman”

***

Srekk srek srek~! terdengar langkah kaki bergerak cepat melintasi tanah lapang berumput. "YAAAA!! Hhh~hh~", terdengar teriakan tak lama setelahnya. Dua orang pria berlari berkejaran. Pria yang berlari di belakang, mempercepat langkahnya mengejar pria di depannya. Ia lekas menyusul pria yang dikejarnya, mengaitkan lengannya pada leher pria yang dikejarnya tersebut dan BRUKK! menjatuhkannya ke tanah lapang beralaskan rumput kering tersebut. "Arggh!", rintih pria yang dikejar tersebut. Ia berusaha melepaskan jeratan pria yang mengejarnya tersebut namun sia sia. Pria yang mengejarnya tersebut membalik tubuhnya yang semula telungkup kini menjadi telentang dan keduanya saling menatap tajam. "Hkkh~!", pria yang mengejar tersebut mencengkeram leher pria yang dikejarnya tersebut. Kemarahan terlihat jelas di wajahnya. "APA YANG KAU LAKUKAN PADANYA!!", seru pria tersebut. 

"Tch...sudah ku katakan bukan aku yang melakukannya!!", balas pria yang dikejar tersebut. "Hkkh~!!", pria yang mengejarnya itu mengencangkan cengkraman di lehernya. 

"Tutup mulutmu itu!", seru pria itu meninggi. "Aku tak akan membiarkanmu hidup setelah apa yang kau lakukan padanya!!", seru pria yang mengejar tadi dengan penuh amarah. Ia mencekik pria yang berhasil dikejarnya tersebut hingga...prang!! Sebuah botol kaca menghantam kepalanya dari belakang. Sruk~ bruk!! pria itu pun terkulai tak berdaya di samping pria yang dikejarnya tadi. Darah terlihat mengalir dari dahinya. 

"Hah...hah....", pria yang sempat tercekik tadi kini menatap pria yang  mencekiknya tadi, yang kini terkulai di sampingnya. Ia menyadari bahwa ada seorang lainnya di hadapannya. Ia adalah orang ketiga yang memukul telak pria yang mencekiknya tadi. "N-Neo?", gumamnya tak percaya. 

Pria yang memukul tersebut membantu sang teman berdiri. "Kaja! Biarkan dia di sini!", ujarnya terburu buru dan mereka berlari meninggalkan pria yang mencekik tadi terkulai tak berdaya di tanah lapang itu seorang diri. 

"Hh...hh...", rintih pria yang kini terkulai lemah tak berdaya tersebut. Ia perlahan membuka matanya dan melihat langit malam yang terbentang luas di pandanganya. Entah ini hanya ilusinya saja, tapi ia melihat sebuah bintang berekor melintas dalam pandangannya. "Aku.... hhh....Hwang Minhyun... aku berjanji.... akan menangkap mereka.....Aku...akan...menangkap mereka...untukmu...Chungha-ya", rintihnya pelan sebelum menutup matanya seutuhnya.

***

The Next Day

Boarding House, 8 AM

Minhyun membuka matanya perlahan. Langit langit terpampang tepat di hadapan matanya. Ia terdiam selama beberapa saat. Sebuah perasaan asing menelusup dalam batinnya. Ia ingat hal terakhir yang dilihatnya adalah bentangan langit malam bertabur bintang dan sebuah bintang berekor yang melintas. Tapi bukan langit malam yang kini dilihatnya, melainkan langit langit kamar. “Argh…”, rintihnya mencoba terbangun sembari memegangi kepalanya yang masih terasa berat. Ia merasakan sesuatu ketika menyentuh kepalanya. Sesuatu terasa membalut kepalanya. “Mwoya ige? Perban?”, gumamnya bingung. Ia pun mencoba bangun dari kasur meskipun tubuhnya masih terasa lemas. Ia melangkah pelan mendekati sebuah kaca besar yang berada di kamar tersebut. “Siapa yang memerban kepalaku?”, gumamnya.

Minhyun menatap dirinya selama beberapa saat melalui pantulan kaca. “Sejak kapan aku memiliki kaca sebesar ini di kamarku?”, gumamnya. Ia kembali memperhatikan pantulan dirinya melalui kaca tersebut hingga ia menyadari sesuatu. Ia refleks menoleh ke belakang dan menyadari sesuatu. “Mwoya? Nan eodiya? Ini bukan rumahku!”, gumamnya panic. Ia lekas keluar dari kamar dan terpaku ketika menyadari bahwa area di sekitarnya terlihat dua kali lebih besar dari rumahnya. Tak jauh di depannya, terdapat sebuah balkon yang memperlihatkan ruangan di lantai bawah. “M-Mwoya ige?”, gumamnya bingung. “Argh…”, ia memegangi kepalanya yang kembali terasa berat. Ia masuk kembali ke dalam kamar dan tak sengaja melihat sesuatu tergantung di dinding kamar. Ia melangkah mendekati benda itu yang ternyata adalah sebuah kalender. Tubuhnya serasa membeku dan kakinya terasa lemas ketika melihat empat digit angka besar yang tertera pada kalender. “M-Mwo? M..maldoandwe? Solma aku…aniya! Ini pasti mimpi!”, gumamnya tak percaya hingga sebuah suara terdengar.

“Drrt~ drrt~”, suara seperti sesuatu yang bergetar terdengar. Minhyun mencari sumber suara dan mendapati sebuah benda berbentuk persegi panjang berukuran sedang dengan layar bercahaya terlihat di sana. “I-Ige mwoya?”, gumamnya mengambil benda tersebut dan memperhatikannya dengan seksama. Sebuah tulisan, “Video Call” dan sebuah lingkaran berwarna hijau muncul di tengah bawah layar tersebut. Minhyun tak sengaja menekan tombol hijau tersebut dan….”AAAAAAAAAAAAAAAAAAA!!!”, bluk! Benda itu terjatuh ke atas kasur bersamaan dengan Minhyun yang kembali tak sadarkan diri.

***

School's Auditorium

7.30 AM

"Dengan ini, kami selaku pihak sekolah menyampaikan turut berduka cita sedalam dalamnya kepada keluarga dari salah satu murid kami tercinta, Bae Jinyoung. Kami juga berjanji akan mengusut lebih lanjut perihal masalah ini dan memberi hukuman yang setimpal kepada para siswa yang mungkin saja terlibat dalam kasus ini", ujar Kepala Sekolah ketika memberikan sambutannya perihal kasus kematian Jinyoung. Ayah Jinyoung merupakan salah satu pemilik saham terbesar di sekolah tersebut, karena itu kematian Jinyoung membuat gempar seisi sekolah. Ditambah lagi, kematiannya juga disebut-sebut melibatkan siswa lain di dalam sekolah.

Para siswa dikumpulkan di aula sekolah hari itu untuk melakukan doa bersama bagi mendiang Jinyoung.

Shiyeon terisak pelan kala mendengar setiap ucapan dari kepala sekolah perihal kematian Jinyoung. Masih melekat kuat di ingatannya bagaimana namja itu memaksanya untuk pulang kemarin malam dan ia begitu marah akan aksi Jinyoung tersebut tanpa mengetahui alasan mengapa Jinyoung melakukan hal itu. Dan segala alasan itu kini sudah hilang begitu saja sama halnya dengan Jinyoung yang kini pergi untuk selamanya.

***

Class 11-3

8 AM

Hyungseob tengah berbincang di lorong kelas bersama salah seorang siswa dari kelas 10-2 yang berhadapan dengan kelasnya setelah para siswa kembali dari aula, sembari menunggu jam belajar dimulai. Ketika ia menyadari sesuatu. Ia merogoh saku seragam dan celananya tapi ia tak menemukan apa yang dicarinya. “Ah…manghaetda”, gumam Hyungseob memijat dahinya.

“Waeyo hyung?”, Tanya siswa yang tengah berbincang dengan Hyungseob, yaitu Justin.

“Smartphoneku tertinggal di rumah”, gumam Hyungseob. “Ah…ottokhaji?”, gumamnya khawatir. “Ya Justin-ya, aku harus ke kelas 12-1 dulu, menemui hyungdeul”, pamit Hyungseob.

“Eo…gurae…ittabwayo”, ujar Justin lekas memasuki kelasnya sendiri sementara Hyungseob berjalan menuju kelas 12-1 yang terletak di ujung lorong. Ia berdiri di ambang pintu dan matanya berpendar mencari cari seseorang.

“Eo? Hyungseob?”, sebuah suara familiar membuyarkan konsentrasinya. “Yoow~ Hyungseob ma boy!”, seru seseorang. Ia merangkul Hyungseob seketika. “Ini adalah sebuah keajaiban kau mengunjungi kelas kami”, sambut pria itu ramah, pria itu adalah Kang Daniel yang baru saja kembali dari toilet.

“Ah…hyung…aku butuh bantuanmu”, gumam Hyungseob.

“Wae gurae?”, Tanya Daniel.

“Smartphoneku tertinggal di rumah…bisakah kau menghubunginya? Aku hanya ingin memastikan orang asing itu tak mengutak atiknya”, gumam Hyungseob khawatir.

“Ah…tentu saja! Bagaimana jika kita melakukan video call? Jadi kita bisa melihat kondisi orang itu apakah ia sudah sadar atau belum”, usul Daniel dan Hyungseob mengangguk pelan, menyetujui ide dari Daniel. Daniel lekas mengeluarkan smartphone miliknya dan melakukan video call pada nomor milik Hyungseob. Beberapa detik berlalu hingga…Seseorang menjawab panggilannya dan wajah seseorang dalam balutan perban muncul di layar smartphonenya. “Eo? Ia sudah sadar?”, gumam Daniel. “Anny~”

”AAAAAAAAAAAAAAAAAAA!!!”, terdengar suara teriakan nyaring dan sebuah suara berdebum. Wajah namja itu hilang seketika dari pandangan dan yang bisa mereka lihat hanyalah langit langit kamar Guanlin.

Daniel dan Hyungseob tercengang melihat hal tersebut dan keduanya saling berpandangan bingung. “Solma…apa kita baru saja membuatnya pingsan lagi?”, Tanya Daniel bingung.

“Sepertinya begitu hyung”, balas Hyungseob tak kalah bingung.

*** 

 

12 PM

Class 12-1

Boarding House Group Chat:

Daniel: "Ya Yaedeura, berkumpul di kantin! Ada sesuatu yang ingin kubicarakan"

Sejeong: "Wae?"

Jieqiong: "Okay"

Jonghyun: "Arasseo"

Seongwoo: "Aku di sampingmu pabo-ya"

Shiyeon: *read only*

 

"Sekian dulu kelas hari ini dan jangan lupa presentasi kalian dimulai minggu depan", ujar sonsaengnim mengakhiri kelas hari itu.

"Ne sonsaengnim", ujar para siswa kompak.

Selepas kepergian sonsaengnim, Jonghyun, Jieqiong, dan Sejeong yang duduk cukup jauh di depan Daniel, serempak menoleh ke arah namja itu. Ekspresi wajah mereka seolah bertanya apa yang akan dibicarakan Daniel, namun namja itu memberi kode agar mereka lekas ke kantin. Jonghyun berjalan lebih dahulu, Jieqiong juga bergegas menuju kantin setelah membereskan tasnya  dan disusul Sejeong tak lama kemudian, namun..."Kim Sejeong!", seseorang memanggil Sejeong, membuat yeoja itu menghentikan langkahnya sejenak.

"Eo? Donghannie? wae?", tanya Sejeong pada Kim Donghan, salah satu teman sekelasnya. Mereka berbincang di ambang pintu kelas.

"Aniya...aku hanya ingin mengucapkan duka cita atas kepergian Jinyoung...kau tinggal serumah dengannya matchi?", tanya Donghan.

"Ne....gomapta", ujar Sejeong tersenyum tipis.

"Meskipun aku tak terlalu mengenalnya tapi berita kematiannya cukup mengejutkan...aku tak bisa membayangkan apa yang kau dan yang lainnya rasakan ketika mendengar hal tersebut", ujar Donghan. Namja itu meletakkan tangannya di pundak kanan Sejeong. "Himnaera", gumamnya tersenyum sambil menepuk pelan pundak yeoja itu hanya untuk sekedar memberi semangat. Hingga...syungg~ seseorang berjalan begitu saja menerobos Sejeong dan Donghan sehingga tak sengaja menepis tangan Donghan dari pundak Sejeong.

"Oops! mian!", seru orang itu.

"Ya Ong Seongwoo!", tegur Donghan. "Apa kau tidak bisa bilang permisi?"

"Aku terburu buru karena teman temanku sudah menungguku... lagipula... kenapa kalian harus bicara di depan pintu seperti ini? menghalangi jalan saja", sungut Seongwoo. Ia melirik Sejeong yang tengah memejamkan matanya sejenak mencoba untuk menahan emosinya. "Neo angallae? yang lain sudah menunggu", ujar Seongwoo datar lalu bergegas pergi dari hadapan Sejeong dan Donghan, dengan disusul Daniel setelahnya.

"Kenapa ia sepertinya tak suka jika aku bicara denganmu?", gumam Donghan. "Solma...ia tak menyukaiku matchi?", tanya Donghan. "Jangan jangan ia cemburu melihatku bicara denganmu, Ah tapi itu tidak mungkin juga"

"Mworago?", tanya Sejeong bingung. “Wae?”

"Ah neo moreugesseo?", tanya Donghan bingung. "Mereka.. Seongwoo dan Daniel.. ku dengar mereka digosipkan seperti sepasang kekasih karena mereka selalu bersama kemanapun mereka pergi... kupikir kau tahu karena kau tinggal bersama mereka", ujar Donghan.

"M-Mwo?", tanya Sejeong menatap Donghan tak percaya.

***

12.10 PM

Class 11-4

Pada jam makan siang, sering sekali ditemukan banyak kelas sudah kosong, ditinggalkan para siswa yang harus mengisi amunisi setelah menghadapi terpaan pelajaran sekolah yang melelahkan kepala mereka. Siang itu, Yoo Seonho seorang murid kelas 10 memasuki kelas Guanlin. Ia datang ke sana memang khusus untuk ‘Panutan’ nya itu. Seonho menjadikan Guanlin sebagai role modelnya. Menurutnya Guanlin adalah superstar, ia selalu mengintil kemanapun Guanlin pergi. Ia mengikuti cara Guanlin berpakaian, gaya rambut juga hal lainnya. Tak jarang mereka dikira sebagai anak kembar. Siswa-siswi di sekolah sering menyebut Seonho dengan sebutan byongari (anak ayam) little byongari, dan menyebut Guanlin sebagai Keun Byongari.

Seonho selalu menyogok Guanlin dengan banyak makanan agar Guanlin bersedia selalu berdampingan dengannya di sekolah. Kemampuan makan mereka diatas rata-rata. Satu pan pizza berukuran jumbo dibawa Seonho untuk dimakannya bersama dengan Guanlin. Senyum imut Seonho terkembang saat dilihatnya Guanlin masih berada di dalam kelas. “Hyung-a Pizzaaa Pizzaa” Teriak si kecil Seonho segera mengambil posisi di samping Guanlin. Kala itu Guanlin terlihat tertidur “Hyung-a jangan pura-pura tidur begitu, nanti ku habiskan seluruh pizza ini hehehe”

Guanlin tidak bergeming. Ia menggelamkan wajah di atas meja. Senho sengaja mendekatkan 1 potong pizza kearah wajah Guanlin untuk menganggunya. Namun Guankin tak juga bereaksi “Aku akan benar-benar memakannya hyung” Goda Seonho. Ia melahap 1 potong pizza dengan sangat cepat “Eummm massiseo” Pamernya sementara sebelah tangannya sudah memegang potongan pizza lainnya.

Sudah 4 potong pizza dilahap oleh Seonho. Ia mulai heran karena Guanlin tidak juga bangun. Biasanya Guanlin mudah lapar dan tidak akan tahan jika digoda dengan bau-bau makanan. Seonho mengambil tissue untuk membersihkan tangannya. Ia memerhatikan Guanlin tak henti “Hyung-a. Apa kau sakit?” Tanya Seonho polos. Masih belum juga merespon, Seonho mencoba menggerakkan tubuh Guanlin “Hyung~”Panggilnya sembari menambah sedikit tenaga untuk membangunkan Guanlin.

Tanpa sengaja, Seonho mendorong sedikit keras, dan tiba-tiba saja.. BRUKKKKK.. “HYUNG!!” Pekik Seoho terkejut melihat tubuh Guanoin terjatuh langsung ke lantai. Tubuhnya seperti tak lagi memiliki kekuatan, terjatuh seperti benda mati. Seonho segera berjongkok, ditepuk nya berkali-kali pipi Guanlin. “Hyungg!! HYUNGG!!” Panggil Seonho semakin panik. Tubuh Guanlin sangat dingin dan keringat dingin juga membasahi wajah serta sebagian keringat membuat seragam Guanlin basah.

***

School’s Corridor

12.15 PM

Hyunbin tidak berhenti bolak-balik panik di hadapan Dongho yang sedang sibuk bermain dengan ponselny. Ia duduk bersila menaikkan kedua kakinya ke atas kursi panjang pada koridor sekolah. Karena ulah Hyunbin, Dongho merasa terganggu sehingga beberapa kali ia kalah dalam bermain game. “Ya! Diam sebelum ku patahkan kedua kaki mu itu, Kwon Hyunbin”

“Bagaimana kau bisa setenang itu? Apa kau tidak dengar apa yang kepala sekolah kata kan tadi? Ia akan membantu penyelidikan atas kematian Jinyoung” Pekik Hyunbin sedikit meninggi saking paniknya ia dengan keadaan ini.

Dongho bersandar tenang di atas kursi “Lantas?” Tanya Dongho layaknya tak berdosa.

Hyunbin mengacak-acak rambutnya frustasi “Hoa~ Kau tidak hilang ingatan kan Kang Dongho? Kita yang terakhir ada bersama anak itu.. kita bahkan sudah… ahhhhhh ish”

“Psh.. Aku hanya memukulnya pelan, mustahil ia mati karena pukulan ku” Jawab Dongho enteng.

Hyunbin sungguh kehabisan akal bicara pada Dongho yang menanggapi santai masalah kematian Jinyoung “Pelan bagi mu bisa berdampak buruk pada seorang anak seperti Bae Jinyoung.. Tubuh nya kurus dan terlihat ringkih seperti itu”

“Ya! Kau lupa kau juga ikut serta memukuli anak bodoh itu? Kau bicara seolah ia mati karena pukulan ku” Dongho tidak sedikitpun menaikkan volume suaranya, ia bicara seolah-olah pembicaraan mereka tidak berat dan hanya sebuah candaan tidak penting.

Hyunbin duduk di samping Dongho. Ia memelankan suara agar tidak banyak yang memperhatikan mereka, kebetulan koridor saat itu sedang sepi karena sebagian besar siswa sudah pergi ke kantin untuk makan siang. “Aku hanya mengikuti perintah mu saja .. Aku sungguh tidak ada masalah dengan anak itu”

“Aku juga tidak ada masalah dengan anak itu, Aku juga memukulinya hanya karena Jihoon, seseorang yang harus disalahkan adalah ia.. Untuk apa jadi kau yang panik begitu, dasar bodoh” Tanggap Dongho tetap dengan pendiriannya.

Di ujung koridor, Hyunbin melihat Daehwi berjalan pada awalnya nampak akan melewati mereka. Tetapi karena alasan yang kurang jelas, tiba-tiba saja Daehwi berbalik kembali mengurungkan niat untuk melewati koridor tempat Dongho dan Hyungbin berada “Ada apa dengan anak itu?”

“Ayo kita kejar” Ajak Dongho memasang sebuah senyuman licik setelah membaca ada yang tak beres dari sikap Daehwi.

** TO BE CONTINUED **

 

 

 

POPULAR FANFICTION

BERITA PILIHAN

COPYRIGHT 2024 DREAMERS.ID PUBLISHED BY DREAMERS NETWORK