*Jo Chika
Kami masuk dan naik melewati tangga darurat karena saat ini lift sudah tidak bekerja lagi. Aku membawa handgun dengan peredam suara di ujungnya serta beberapa amunisinya yang tergantung di pinggang kiriku.
Binnie, Sanha dan Mark oppa membawa handgun dan senjata besar yang memiliki peredam suara juga diujungnya. Senjata besar itu tergantung di belakang punggung mereka.
“Chika-ya, lebih baik aku yang memimpin jalan, kau beritahu saja kamar adikmu nomor berapa.” kata Binnie yang bernama panjang Moonbin menahan pundakku yang membuat langkahku berhenti.
“Memangnya kenapa?” tanyaku bingung.
“Haahh.. Kau ini terlalu polos atau bodoh? Kau kan perempuan, dan yang seharusnya didepan itu laki-laki.” kata Binnie yang membuatku jengkel karena mengataiku bodoh.
“Aku tidak bodoh tau!” kataku kesal.
“Kenapa noona dan hyung malah berkelahi disini sih??” kata Sanha sambil menggeleng-gelengkan kepalanya.
“Tapi apa yang dikatakan Moonbin memang benar seharusnya kami yang berada di depan, kau di belakang kami saja.” kata Mark oppa.
“Mark oppa kenapa malah mendukungnya??” kataku kesal menatap Mark oppa.
“Kau ingin menyelamatkan adikmu kan?” tanya Mark oppa.
Aku mengangguk.
“Kalau begitu dengarkan kami.” kata Mark oppa sambil tersenyum ramah.
“Haahh.. baiklah, kamar adikku.. Tapi jangan kaget ya.” kataku menatap mereka satu per satu.
“Katakan saja.” kata Binnie tidak sabaran.
“Nomor 1704.” kataku.
Seketika itu juga wajah ketiga namja di depanku berubah, mereka terlihat sangat shock.
“Sudah kubilangkan jangan kaget.” kataku.
“Kenapa adikmu bisa-bisanya memilih kamar di lantai 17??!” kata Binnie sambil memegang kepalanya.
“Itu kerena.. ah, sudahlah daripada aku menjelaslan hal tidak penting seperti itu lebih baik kita cepat ke atas saja ini masih di lantai 7 dan masih ada 10 lantai lagi.” kataku.
Kemudian Binnie berjalan lebih dulu diikuti dengan Sanha, aku dan Mark oppa di belakangku.
Setelah beberapa menit akhirnya kami sampai di lantai 17 dengan banyak keringat yang menetes dari kepala dan membasahi punggung kami.
“Haahh..haahh.. Hyung aku sangat capek, bisakah kita istirahat sebentar?” kata Sanha yang terduduk di depan pintu lantai 17.
“Istirahat nanti saja. Kita harus menyelamatkan adiknya dulu.” kata Binnie yang diikuti oleh anggukan dari Mark oppa.
Saat kami akan membuka pintu lantai 17 itu, samar-samar terdengar suara beberapa ajussi.
“Ssstttt!” kata Binnie yang sepertinya mendengar suara tersebut.
“Ya! Kita cari sesuatu yang lebih kuat untuk mendobrak pintu ini. Cepat!” terdengar suara seorang ajussi yang sepertinya sedang marah.
“Ne!” jawab dua orang ajussi bersamaan.
Binnie membuka pintu itu perlahan, lalu kami berempat mengintip lewat cela pintu yang sedikit dibuka Binnie.
“Ajussi itu sendirian dan aku punya ide.” bisikku.
Aku membuka pintu tersebut lalu mengeluarkan kepalaku.
“Psstt! Psstt! Ajussi disini!” bisikku saat melihat ajussi itu kebingungan mencari asal suaraku.
“Ya! Siapa kau? Dan apa yang kau lakukan disitu?” tanya ajussi itu dengan tatapan tidak ramah.
“Aku? Aku pemilik kamar yang mau kau dobrak itu ajussi.” kataku sambil tersenyum.
“Apa? Cepat kemari kau! Kau harus membuka pintu ini.” kata ajussi itu.
“Jika aku tidak mau, apa yang akan ajussi lakukan?” kataku dengan tatapan meledek.
“Aku akan membunuhmu.” kata ajussi itu sambil mengarahkan handgun nya ke arahku.
“Hmm.. tapi jika ajussi membunuhku, ajussi tidak akan bisa masuk ke dalam kamar itu karena hanya aku yang tau passcode nya.” kataku sambil tersenyum.
Ajussi itu terlihat sedang berpikir lalu menurunkan handgun nya.
“Kau yang kemari atau aku yang akan kesitu dan menyeretmu kesini dengan kasar?” tanya ajussi itu menatapku tajam.
“Ajussi jika kau menatapku seperti itu, aku tidak akan kesana. Tatapan ajussi menakutkan tau.” kataku meledek ajussi itu.
“KAU! Aku akan menyeretmu kesini!” kata ajussi itu terlihat marah kemudian melangkah ke arahku, saat ajussi itu semakin dekat aku langsung menutup pintu itu dan berdiri di dekat tangga turun.
Ajussi itu masuk dan langsung menuju ke arahku.
“Kau tak akan bisa kemana-mana.” kata ajussi itu dengan senyum yang terlihat menakutkan.
Saat itu juga Binnie yang bersembunyi di belakang pintu muncul di belakang ajussi itu lalu menendangnya dengan keras sehingga membuat ajussi itu terjatuh sambil terguling-guling di tangga.
Mark oppa muncul dari bawah sambil membawa handgun milik ajussi itu lalu menyimpannya di pinggang belakangnya.
“Ini mungkin akan sangat sakit.” kata Mark oppa mengarahkan handgun nya ke arah kaki ajussi itu, sedangkan Sanha membekap mulut ajussi itu dengan sapu tangan kemudian Mark oppa menembak kedua kaki ajussi itu.
Tak lama setelah itu ajussi itu pingsan karena tidak bisa menahan sakit dari kedua kakinya.
“Sekarang tinggal 2 orang lagi.” kataku.
Lalu kami berempat masuk ke dalam, aku berdiri di depan pintu apartemen Cella dengan Binnie, Sanha dan Mark oppa yang bersembunyi di beberapa kamar yang pintunya tidak terkunci.
Kedua ajussi itu muncul dari arah kiriku sambil membawa dua buah kapak yang entah mereka temukan dimana.
“Wow.. ajussi, dimana ajussi bisa mendapatkan kapak itu??” tanyaku.
Kedua ajussi itu menatapku bingung.
“Siapa kau? Dimana bos kami??” tanya salah satu ajussi yang sedikit gendut.
“Bos? Ohh~ ajussi yang sedikit botak itu.. Emm..keadaannya sedikit tidak baik.” kataku sambil melirik ke kanan.
“Kau! Berani sekali kau mengatai bos kami botak hah?!!” teriak ajussi kurus yang berdiri disebelah kanan ajussi gendut.
“Akan kami beri kau pelajaran!” kata ajussi gendut itu lalu berjalan cepat ke arahku.
Mark oppa muncul di belakang ajussi bertubuh kurus itu kemudian memukulnya tepat di belakang leher dengan pemukul baseball.
“Akhh!” pekik ajussi kurus itu sebelum ia pingsan.
Ajussi gendut yang mendengar suara temannya langsung menoleh ke belakang dan saat itu juga Binnie keluar dari kamar di depan apartemen Cella dan segera memukul belakang leher ajussi gendut itu dengan sebuah panci besi yang terlihat tebal.
Ajussi gendut itu langsung pingsan sebelum sempat menyerang Mark oppa.
“Mark oppa tongkat baseball itu darimana?” tanyaku bingung.
“Dari kamar itu. Orang yang tinggal disana pasti pemain baseball karena disana banyak sekali tongkat pemukul baseball.” kata Mark oppa.
“Baiklah, ayo kita masuk.” kataku lalu memencet passcode apartmenen Cella.
“Kau masuk saja duluan, kami bertiga mau memindahkan ajussi-ajussi ini dulu.” kata Binnie.
“Baiklah.” kataku lalu masuk kemudian menahan pintu apartemen itu dengan payung yang berada di dekat pintu agar mereka bertiga bisa langsung masuk.
Lalu aku langsung menuju salah satu pintu yang ku yakini itu pasti kamar Cella.
“BRAAAKK!!” “AAAAAA!!!” suara pintu terbuka dengan keras diikuti dengan suara teriakan Cella yang kaget.
Oke aku bukannya mau mengageti adikku, aku hanya tidak sengaja membanting pintu ini karena buru-buru ingin mengetahui keadaan adikku.
“Cella-ya, ini aku Chika. Eonnie mu.” kataku.
Tiba-tiba Cella muncul dari bawah tempat tidurnya dengan airmata yang membasahi pipinya.
“Eonnie!” kata Cella sambil berlari ke arahku lalu memelukku dengan erat, hanya saja ini terlalu erat.
“Ya! Aku tidak bisa bernafas.” kataku sambil memukul-mukul pelan punggung Cella.
“Ah mian. Oya tunggu sebentar eonnie.” kata Cella sambil melepaskan pelukannya lalu mengambil hpnya.
“Eonnie! Chika eonnie sudah datang!” kata Cella menaruh hpnya di samping telinganya.
“Apa Minhwa yang menelpon?” gumamku dalam hati.
Tiba-tiba Cella memberikan hpnya padaku.
“yeoboseyo?” kataku setelah mendekatkan hp itu ke telingaku.
“Ya! Hpmu mati ya?” tanya Minhwa.
Aku mengambil hpku dari saku celanaku dan memencet tombol power tapi layarnya tetap hitam.
“Eoh. Dimana kau sekarang?” tanyaku.
“Menuju Yonsei sarang hospital. Kau baik-baik saja kan?”
“Kami semua baik-baik saja. Plus Mark oppa” kataku.
“Mark oppa bersamamu? Kok bisa tiba-tiba ada Mark oppa?” tanya Minhwa terdengar bingung.
“Ya begitulah, nanti kuceritakan. Di sana gak papa, kan?” kataku.
“Eung, gak begitu bagus” tiba-tiba Minhwa terdengar sedikit sedih.
“Wae? wae?” Binnie tiba-tiba mendatangiku lalu merebut hp Cella dari tanganku.
“Yeoboseyo? Minhwa-ya” kata Binnie.
Aku menatap Binnie kesal.
“Di sana baik-baik saja, kan? Gak ada yang terluka?” kata Binnie.
“Wae? Katakan padaku ada apa? Ada yang terluka?” kata Binnie mulai terlihat khawatir.
“Mwo? Wae? Ya! Ngomong jangan sepotong-sepotong lah!” teriak Binnie yang membuatku dan Cella kaget.
“Ya! Hyung, kenapa kau menembak Jinjin hyung??! Wae?!” teriak Binnie lagi yang membuatku bingung.
Tak lama kemudian Binnie mengembalikan hp Cella padaku.
“Apa yang terjadi dengan Jinjin oppa?” tanyaku penasaran.
“Jinjin hyung tertembak oleh orang tidak dikenal dan kita disuruh untuk menuju ke rumah sakit saja.” kata Binnie yang terdengar lesu.
Aku mengembalikan hp Cella lalu menyuruh Cella agar mencharge hpku dan membuatkan makanan untuk kami semua.
Saat Cella keluar dari kamar, aku menatap Binnie yang sekarang sedang duduk di atas tempat tidur Cella, ia terlihat sangat sedih dan frustasi.
“Kenapa semuanya harus terjadi? Kenapa wabah ini..dan kenapa harus MJ hyung dan Jinjin hyung..” gumam Binnie yang terdengar kesal, marah dan sedih. Saat ini semua perasaannya tercampur-aduk.
Aku mendekat ke arahnya lalu menarik kursi belajar Cella kemudian duduk berhadapan dengan Binnie.
Aku menatapnya lalu meraih kedua tangannya. Binnie menatapku dengan tatapan sangat putus asa dan mata yang berkaca-kaca.
“Kalau begini terus lebih baik aku mati saja..” kata Binnie dengan airmata nya mulai jatuh.
"Ugh.. Binnie, jangan menangis.." gumamku sedih dalam hati.
“Aku tau kau pasti sudah menganggap mereka seperti keluargamu tapi kau tidak boleh mati, kau harus terus hidup demi mereka. Pasti kedua hyungmu sangat berharap agar kau, Sanha, Rocky dan Eunwoo hyung bisa terus hidup dan bisa selamat dari wabah ini.” kataku sambil tersenyum.
“D-dan lagi kau itu adalah bias kesayanganku tau! Aku takkan membiarkanmu mati begitu saja!” kataku lagi sambil memanyunkan bibirku, aku tidak manatapnya karena malu tapi sesekali aku meliriknya.
Binnie diam selama beberapa saat seolah ia sedang berpikir kemudian ia menatapku sambil tersenyum. Ahh~ aku sangat suka dengan senyumnya!!
“Gomawo, Chika-ya. Aku akan terus hidup dan akan ku bunuh semua zombie yang mencoba untuk memangsa kita.” kata Binnie sambil mengacak-acak rambutku dengan tangan kanannya.
Aku tersenyum sambil mengusap airmata dari kedua pipinya.
“Eoh. Lebih baik kita makan dulu, kurasa perutmu sudah tidak bisa menahan lapar lagi.” kataku setelah mendengar perut Binnie berbunyi.
Kemudian aku dan Binnie keluar dari kamar Cella lalu menuju ke meja makan.
Disana sudah terdapat cukup banyak hidangan.
“Ayo makan.” kata Cella lalu kami semuapun duduk untuk mengisi perut kami yang sudah kosong.
“Mark oppa, anggota Got7 yang lain dimana?” tanya Cella tiba-tiba.
“Aku tidak tau, aku terpisah dengan mereka semua.” kata Mark oppa.
Tiba-tiba Cella terlihat khawatir.
Mark oppa menatapku lalu berbisik “Kenapa tiba-tiba adikmu murung?”
“Itu karena dia sangat khawatir pada Jinyeong oppa dan Jinyeong oppa itu adalah ultimate biasnya.” bisikku.
Mark oppa menggangguk-angguk lalu mengeluarkan hpnya.
“Apa aku bisa pinjam charge? Hpku kehabisan batrei.” kata Mark oppa.
“Tentu saja. Lebih baik kita semua mencharge hp kita sebelum pergi.” kataku.
Binnie dan Sanha memberikan hpnya padaku lalu aku masuk ke kamar Cella untuk mengambil beberapa charge, untung saja Cella memiliki banyak chager. Kemudian aku membiarkan hp Mark oppa, Binnie dan Sanha tercharge di dalam kamar Cella.
Sambil menunggu hp kami semua full, aku dan Cella mengemas barang-barang yang akan dibawa selama perjalanan ke rumah sakit.
“Oh iya, hyung sudah dimana ya.. Aku mau menelpon hyung dulu.” kataku saat aku dan Cella sedang mengemas makanan didapur.
Aku mengambil hpku yang sudah tercharge full dari meja di dekat ruang nonton kemudian langsung menelpon nomor Dojoon hyung.
“Nomor yang anda tuju-”
“Haisss.. kenapa disaat begini malah suara operator yang muncul sih??” gumamku kesal.
Tiba-tiba saja ada nomor tak dikenal menelponku. Aku langsung saja mengangkat telpon itu.
“Chika-ya? T-tolong kami!” kata Minhwa terengah-engah.
“Kau kenapa? Kalian dimana?” tanyaku.
“Kami sedang bersembunyi di salah satu toko baju. Aku , Rocky dan Eunwoo oppa terpisah dengan Jimin dan Yoongi oppa saat melarikan diri dari kejaran zombie-zombie karena seseorang yang tidak kami kenal membuat keributan.” jelas Minwha.
“Kalau begitu sms lokasi kalian dimana, kami berlima akan segera kesana.” kataku.
“Baiklah.” kata Minhwa lalu memutuskan sambungan telpon.
Tak lama kemudian aku mendapat sms lokasi Minhwa saat ini.
Aku langsung memanggil Cella, Sanha, Mark oppa dan Binnie lalu memberitahukan tentang keadaan Minhwa saat ini juga Dojoon hyung yang tak bisa dihubungi.
“Kalau begitu kita pergi sekarang.” kata Sanha.
“Ini sudah tengah malam, lebih baik kita berangkat besok pagi saja.” usul Mark oppa.
“Kenapa tidak sekarang?” tanyaku bingung.
“Akan sangat berbahaya saat di malam hari Chika-ya.” kata Binnie.
Aku mengerutkan dahiku.
“Lalu Minhwa bagaimana?”
“Sinikan hpmu.” kata Binnie kemudian aku memberikan hpku padanya tanpa banyak protes.
Tak sampai 1 menit Binnie sudah mengembalikan hpku.
“Aku sudah meng-sms mereka, agar mereka mencari tempat persembunyian yang aman sampai besok pagi.” kata Binnie.
Kemudian kami pun beristirahat.
Keesokan paginya Cella membangunkanku, meskipun sebenarnya aku sangat malas untuk bangun tapi aku sadar bahwa kami sedang di tengah-tengah wabah zombie dan kami harus selamat dari wabah ini.
Akupun bangun dan langsung bersiap-siap, setelah kami semua sudah siap, kami berlima pun keluar dari apartemen Cella kemudian menuruni tangga darurat sampai ke lantai dasar.
Begitu sampai di depan gedung apartemen kami membunuh beberapa zombie yang menghalangi jalan kami kemudian kami masuk ke dalam mobil van hitam itu dan melaju dengan Mark oppa yang mengemudikannya.
Sekitar 40 menit kemudian kami pun sampai di lokasi yang disebut Minhwa.
“Kenapa disini sangat sepi?” tanya Sanha bingung.
“Benar juga, rasanya disini terlalu tenang..” kataku.
“Ayo masuk ke dalam.” kata Mark oppa.
Sebelum turun dari mobil kami menyiapkan semua senjata kami kemudian turun dari mobil.
Saat akan masuk ke dalam toko tiba-tiba saja ada sebuah peluru yang lewat tepat di depanku.
Seketika itu juga aku terjatuh karena shock.
“Eonnie! Gwenchana?” Cella menghampiriku kemudian membantuku berdiri.
“Cih meleset.” terdengar suara seorang yeoja yang berdiri tak jauh dari kami.
Ia bersama dengan beberapa namja dan ajussi.
Saat mereka semua mengarahkan senjata mereka ke arah kami, dengan cepat kami semua masuk ke dalam toko.
“Chika-ya? Ada apa?” tanya Minhwa dari balik kasir toko diikuti oleh Eunwoo hyung dan Rocky yang muncul disebelahnya.
“Kita semua harus lari dari sini dulu. Cepat!” teriak Mark oppa bertepatan dengan suara tembakan dari arah luar toko yang membuat pintu kaca toko tersebut pecah.
TBC