home_icon
SIGN IN
SIGN UP
Portal Berita - Radio Streaming - Komunitas Anak Muda
Portal Berita - Radio Streaming - Komunitas Anak Muda
LOUNGE
HOW IT WORKS
HOW TO BE DFF OF THE WEEK
TERMS OF USE
CONTACT US
  • Latest
  • Most Viewed
  • Most Loved
  • A-Z
  • My Fanfiction
  • My Subscriptions
  • My Subscribers
  • Create New Fanfiction
Fan Fiction > Regret

Regret

Share:
Author : Anisyaga
Published : 21 Dec 2016, Updated : 28 Jan 2017
Cast : Sung Seo Rim (OC), L aka Kim Myungsoo of Infinite, Shin Sin Ah (OC), Shun Lily (OC), Nam Woohyun of
Tags :
Status : Ongoing
0 Subscribes |2120 Views |1 Loves
Regret
CHAPTER 9 : Separation : Won't To Say Goodbye

Zrasss…

Suara kran mengucur membasahi ke dua telapak tanganku. Aku mendongak. Menatap diriku dari pantulan kaca besar di depanku. Wajahku sangat pucat dan lingkaran hitam di kedua mataku semakin membesar. Parahnya lagi, kepalaku semakin terasa pusing. Memang benar beberapa hari ini tubuhku sedang dalam kondisi tidak baik. Aku terlalu memforsir tenagaku dalam menghadapi ujian akhir semester ini serta benyak sekali masalah yang membebani pikiranku. Membuatku semakin stress dan lemah.

Aku menoleh kekiri dan kanan. Mendapati toilet sekolah yang sepi. Mungkin hanya diriku saja disini. Tetu saja, saat ini kan pelajaran masih berlangsung.

Dengan tertatih, aku berjalan kembali ke kelas.

“ Ah!” Aku merintih spontan memegangi kepalaku.

Sakit bukan kepalang kia menyiksaku.Perlahan, kupegang dengan kuat pintu toilet mencegah agar tubuhku tidak jatuh.

Namun, Mataku kian kabur. Aku tak bisa menahannya lagi, kedua kaki ini lemas tak mampu menopang tubuhku.

Tubuhku ambruk dengan keringat yang mengucur deras. Sayup-sayup terdengar suara langkah kaki yang mendekat. Langkah kaki yang terburu meski suaranya tak begitu jelas di telingaku. Kudengar suara itu memanggilku.

Tak sanggup lagi diriku menahan mataku untuk tetap terjaga.

Aku pingsan saat itu juga.

***

“ Seo Rim!”

Suara Sin Ah seketika membangunkanku. Tepat setelah aku membuka kedua mataku, kulihat dia menatapku dengan wajah khawatir dan hampir menangis.

“ Seo Rim, kau sudah sadar? Ah, minumlah ini dulu…”

Ia mengulurkan segelas air untuk ku. Aku menurutinya dan meminumnya sedikit demi sedikit. Kurasakan kesegarannya membuat tubuhku lebih baik.

Kupandangi seluruh ruangan yang asing bagiku. Segera kuraih arlojiku yang terletak di meja dekat tempat tidurku. Begitu kulihat waktu yang tertera disana, mataku membulat. Membuatku panik bukan kepalang.

“ Dimana aku?” tanyaku pada Sin Ah.

Sambil mengusap ke dua matanya yang berair, dia mengatkan. “ Rumah sakit. Kau kecapaian.” jawabnya. “ Ya! Jangan pikirkan hal yang lain dulu! Pikirkan tubuhmu juga. Bagaimana kalau kau semakin sakit!”

“ Keundae—“

“ Seo Rim-ah! Jebal! Jangan sembunyikan masalahmu dari ku! Aku mungkin akan gila jika terjadi apa-apa dengan mu lagi! Aku temanmu, aku hanya ingin kau mengatakan beban pikiranmu saja. Aku ingin perasaanmu lebih baik daripada memendamnya sendirian saja…” ucap Sin Ah terisak.

Aku hanya menatapnya diam. Melihatnya seperti itu, aku semakin merasa bersalah. Tak kusangka, seseorang lebih memperhatikan ku dan mengkhawatirkan ku lebih dari diriku sendiri.

Air mataku perlahan ikut mengalir. Segera ku peluk Sin Ah dengan erat.

“ Mianhae. Mian, Shin Sin Ah. Aku sama sekali tidak mengerti perasaanmu…” ucapku lirih dengan isak tangis yang mengiringi kata-kataku.

“ Seo Rim-ah, aku temanmu. Aku sangat menyayangimu…”

Aku tersenyum haru dalam tangis lalu kuanggukkan kepalaku.

“ Nado ( Aku juga ).” jawabku senang.

Tanpa kami sadari, Woohyun yang entah sejak kapan berdiri di ambang pintu kembali menarik dirinya dan berjalan keluar dengan langkah tanpa suara. Sekali lagi ia menoleh, menatap kami yang sedang berpelukan sambil menangis terharu.

 “ Yah, Aku baru tahu hubungan antar wanita lebih rumit dari yang kubayangkan.” katanya menarik senyum tipis.

***

Kami berjalan keluar dari pintu kaca rumah sakit. Jae Ha Songsaengnim masih mengurus semua administrasi dan beberapa urusan lainnya, sementara aku dan Sin Ah dia tinggalkan dan menyuruh kami untuk segera pulang sebelum malam. Istirahat hampir seharian, cukup untuk mengembalikan stamina dan tenagaku sehingga dokter pun mengizinkanku untuk pulang.

Aku menoleh menghadap Sin Ah yang sedari tadi sibuk dengan ponselnya. Ku tatapnya dengan heran saat wajahnya tiba-tiba panik ketika menelepon seseorang.

“ Waeyo?” tanyaku padanya.

Dia menutup teleponnya lantas berpaling kearahku. “ Nam Woohyun!” jawabnya dengan nada jengkel. “Huh! Mengapa tiba-tiba dia menghilang seperti ini!”

Aku tersenyum nakal dan menyenggolnya sengaja. “ Aha! Kau mengkhawatirkannya, ya?” kataku menggodanya.

Spontan, ia menggeleng. “ Ani!” Sin Ah mengingkari. “ Mana mungkin seperti itu!”

“ Aish! Katakan saja kau mengkhawatirkannya!” Aku segera berlari, kabur darinya.

Sin Ah langsung mengejarku dan berseru, “ Ya! Kau ini…”

Aku tertawa lepas melihatnya mengejarku dengan wajah kesal dan pipi memerah. Tiba-tiba saja semangatku kembali seratus persen entah dari mana. Membuatku sejenak melupakan keluh kesah dan masalah yang menimpaku akhir-akhir ini. Aku terus berjalan mundur tanpa melihat di belakangku. Pandangan ku sepenuhnya terarah pada Sin Ah yang berlari ingin menangkapku.  

Tepat saat itu juga, tak kusadari seseorang berjalan dibelakangku. Hingga pertemuan kembali itu pun tak bisa dihindari.

Duakk!

Aku terjatuh terduduk. “ Auch!” erangku kesakitan.

Sin Ah menghentikan langkahnya dan terdiam menatap sosok yang kini di belakangku. Tatapannya seperti terkejut. Aku pun menoleh, ingin tahu siapa yang sudah menabrak ku hingga terjatuh seperti ini.

Namun, tak sepatah katapun keluar dari mulutku begitu menyadari siapa sosok yang berdiri di depanku kini. Dialah orang yang paling tak ingin kutemui. Pria bernama Kim Myungsoo!

" Ah!! Aku lupa! Aku harus pulang sekarang juga.” Sin Ah bicara dengan lantang. Ia segera melambai kearah kami berdua dan berlari menuju gerbang keluar rumah sakit. “ Maaf, aku pergi dulu!!” serunya sambil berlari.

“ Sin Ah!” Aku berseru memanggilnya. Mencoba untuk menyuruhnya kembali dan tidak meninggalkan ku bersama Myungsoo. Namun, apa yang bisa ku lakukan begitu dia sudah jauh dari sana.

Huh! Aku juga tidak bisa dibohongi! Dari tingkahnya saja bisa dilihat ia sengaja kabur dan meninggalkan kami agar dapat bicara berdua!

Myungsoo mengulurkan tangannya. “ Bangunlah.”

Aku tak membalas ulurannya dan memilih untuk berdiri sendiri.

“ Kau tahu aku disini?” tanyaku menunduk, sibuk membersihkan rok ku yang kotor. Tapi, sebenarnya lebih untuk menghindari tatapannya itu. Ia hanya mengangguk. Sesaat kemudian, aku kembali bertanya, “ Apa ada yang ingin kau katakan?”

“ Ada. Ikutlah denganku.” Perintahnya.

Aku mendongak, segera mengikuti langkahnya.

Kami berjalan menuju halte yang letaknya tak jauh dari rumah sakit. Mungkin hanya berjarak sekitar 100 meter saja. Selama beberapa saat kami saling diam, hanya suara deruman mesin kendaraan yang terdengar. Selebihnya hanya keheningan menyelimuti.

 “ Seo Rim-ah,” Ia memanggil. Spontan, kutolehkan kepalaku menghadapnya. Dengan masih menatap jalan di depan kami, ia kembali mengatakan, “ Aku ingin bertanya padamu.”

“ Apa itu?”

Tep!

Dia mengehntikan langkahnya tiba-tiba. Begitu juga diriku yang mengikutinya.

“ Apa kau menyukaiku?”

Seketika, aku terdiam, tergugu. Detak jantung ku seolah berhenti untuk beberapa detik mendengar pertanyaannya yang tiba-tiba mengejutkanku itu. Kedua mataku sepenuhnya memandangnya. Memandangnya namun tak menjawab sepatah kata pun.

Ku tatap wajahnya yang serius. Melihatnya menatapku lekat, segera kualihkan wajahku kearah lain. Entahlah, aku tak bisa menjawab apapun saat ini. Sesungguhnya perasaanku masih campur aduk memusingkanku.

Mengapa ia menanyakan hal itu lagi?

Apa maksudnya? Bukankah dia sudah bersama Lily?

Aku takut sekali. Aku bisa gila jika dia meninggalkanku.

Kembali kuteringat ucapan Lily padaku kemarin.

Benar! Kurasa aku menyukainya, namun aku tak bisa melakukan apapun jika dia memang menyukai Lily dan Lily pun sangat takut kehilangannya.

“ Tidak.” Aku menjawab dengan suara lirih, tanpa menatapnya.

Dia terdiam untuk sesaat lalu kembali bertanya, “ Kau menyukai orang lain?”

“ Ya! Apa kau orang tuaku? Mengapa kau ingin tahu semuanya! Aku tak akan mengatakannya padamu! Tak akan pernah!” jawabku ketus. Tanpa kupedulikan dirinya lagi, segera kulangkahkan kaki ku meninggalkannya.

Tapi, baru beberapa langkah aku berjalan. Dia segera berlari dan dengan cepat menarik ku menghadapnya. Membuatku semakin kesal dan meronta untuk melepaskannya.

“ Ya! Apa yang kau lakukan, hah!?” seru ku terus menggoyangkan tanganku kasar.

Namun ia tetap tak bergeming. Cengkramannya semakin kuat menahanku. Membuatku berhenti untuk melakukan hal yang sia-sia. Sisa tenaga ku tentu saja tak cukup untuk melawannya.

“ Apa!? Apa yang ingin kau katakan lagi!!” tanyaku pada akhirnya.

“ Aku menyukaimu.” ucapnya menatapku lekat.

Perlahan aku mendongak. Menatapnya tak percaya, penuh keraguan.

Ditariknya nafas dalam-dalam lalu menghembuskannya. Sesaat kemudian, ia kembali berkata, kata-kata yang seketika membuat tungkaiku lemas dengan degup jantung yang semakin tak beraturan.

 “ Kali ini aku serius.” katanya lirih. “ Kau tak perlu menjawabnya, Aku hanya tak ingin menyesalinya.”

***

Waktu berjalan teramat cepat.

Saat ini juga aku tengah disibukan dengan kepindahan ku ke Indonesia esok hari. Bersama kakak ku dan ibu, kami mengepak barang demi barang pribadi kami ke dalam kardus berukuran besar untuk di kirimkan ke rumah kami yang baru di Negara tropis itu.

Semarang. Kota itulah yang menjadi tujuan kami untuk tingga entah untuk berapa lama. Mungkin ibu memutuskan untuk tinggal disana seumur hidupnya. Kota di salah satu pulau itu  merupakan kota asli dimana buyut ku berasal, membuat kami ingin lebih dekat dengan saudara ibu disana.

Aku menoleh kearah kakak ku yang tampak diam dengan tangan yang terus bekerja.

“ Eonny ( Kakak),” panggil ku. Ia menoleh memandangku. “ Apa kau kesepian?”

“ Tentu saja.” jawabnya pendek dan kemudian kembali meneruskan pekerjaannya. “ Aku paling tidak menginginkan perceraian ini.”

Aku diam, tak lagi bertanya. Urusan perpisahan orang tua ku memang sudah usai seminggu yang lalu, namun kami masih belum dapat mempercayainya. Mungkin bagi Ibu dan Ayah, ini yang terbaik, tapi bukan bagi kami. Perceraian mereka adalah kemungkinan yang paling terburuk yang tak dapat kami terima begitu saja. Mana ada anak yang ingin orang tuanya bercerai!

“ Mwoya ige ( Apa ini) ?”

Aku menoleh mendengar kakak ku bicara. Betapa terejutnya diriku melihat kertas yang tengah dipegangnya. Kertas bergambar wajah Kim Myungsoo! Ah! Bodohnya aku tak dapat menyimpannya dengan baik!! Dengan secepat kilat, aku segera menyahutnya.

“ Ya! Jangan menyentuh sembarangan barang-barang ku!” omel ku langsung melipat kertas itu lalu kumasukkan kedalam saku celana ku.

Kakak ku tertawa, membuatku tiba-tiba salah tingkah. Ia memandangku nakal.

“ Kau—, kau menyukainya, kan?” katanya sambil tersenyum menggoda ku.

“ M-mworago?” jawabku pura-pura tak mengerti.

Kumasukan kembali barang-barang di depanku pada kardus. Kakak ku semakin terpingkal ketika melihatku salah tingkah dan gugup setengah mati hingga membuat beberapa benda jatuh bergelontangan, mengejutkanku.

“ Ya! Jujurlah pada dirimu sendiri!!” katanya kembali menasehatiku.

Sementara diriku masih tetap diam, tak berkomentar. Berpura-pura sibuk dengan pekerjaan mengepak berbagai barang yang harus terbungkus dengan rapi hari ini juga.

***

Aku memandang langit dengan awan yang menghitam dari jendela yang memisahkan ku dengan dunia luar. Mendung mmenyelimuti pagi menjelang siang ini. Masih kupeluk erat ponselku di dada, menanti telepon yang tak kunjung kudapatkan. Membuatku semakin putus asa. Memang sia-sia saja menanti jika bukan diriku yang mulai untuk menghubunginya, namun apa yang harus kukatakan?

Mencegahnya untuk pergi dan memintanya untuk tetap tinggal?

Memang siapa diriku hingga berani meminta seperti itu!

Dia akan berangkat hari ini juga…

Begitu kata-kata Sin Ah beberapa waktu lalu. Dia? dia adalah sosok pria yang membuatku selalu tak tenang jika memikirkannya. Seseorang yang membuat hatiku memendam rindu yang tak akan bisa kukatakan meski sangat ingin sekali. Seseorang yang tak dapat kuraih meski perasaan kami sangat jelas tergambar seperti bintang dilangit.

Kim Myungsoo, nama itulah yang selalu memenuhi otak ku setelah satu bulan lalu kami bertemu untuk terakhir kalinya.

Saat dimana ia mengutarakan perasaannya.

Aku menyukaimu…

Kau tak perlu menjawabnya, aku hanya tak ingin menyesalinya…

Sungguh, kata-kata itu masih ku ingat jelas.

Rintik hujan mulai jatuh membasahi bumi. Tetesan air perlahan mengalir pada kaca jendela, bersamaan dengan bulir air mataku yang merembes membasahi pipi. Aku tak sanggup lagi menahannya, membuatku hilang keseimbangan untuk tetap berdiri tegak.

Ini sia-sia saja. Aku terus menyesalinya.

Ponselku merosot, jatuh menyentuh lantai.

Aku terduduk dengan lemas dan semakin terisak. Bisa kurasakan, dadaku begitu sakit dan teramat sesak merasakannya. Tangis ini, perasaan ini, diriku tak mampu membendungnya lagi. Kali ini, hanya untuk hari ini, kubiarkan air mata ini terus menetes. Menetes membasahi lantai di ruangan yang kosong ini.

Aku tertunduk, mengucapkan kalimat itu berkali-kali dengan getir.

“ Myungsoo-yah—, Bogoshipeo ( aku ingin melihatmu). Aku juga menyukaimu.”

*** TO BE CONTINUE***

POPULAR FANFICTION

BERITA PILIHAN

COPYRIGHT 2024 DREAMERS.ID PUBLISHED BY DREAMERS NETWORK