Lily memakan kentang gorengnya sekali lagi kemudian kembali menatap nanar pemandangan diluar sana dari balik kaca besar pada suatu café. Akhir-akhir ini, café ini memang menjadi tujuan anak-anak muda Seoul untuk menikmati kesibukan di daerah Gangnam. Banyak sekali anak berseragam sekolah ke tempat ini hanya untuk mengobrol dengan teman se-geng-nya.
Kini, gadis itu menunduk, mencari sesuatu dari tasnya. Sebuah ponsel ia keluarkan lalu melirik sekilas layarnya, memastikan waktu yang tertera disana. Rasanya ia tampak tak sabar. Seperti menanti seseorang. Ya, dia memang sedang menunggu seseorang. Seseorang yang selalu membuat jantungnya berdegup kencang setiap kali detik berlalu. Seseorang yang membuatnya seolah tak sabar ingin selalu bertemu.
Seseorang yang selalu dinantikan kehadirannya.
“Jam 18.30…” gumamnya lirih.
Ia tertegun,kedua matanya menatap lekat foto yang terpasang disana. Sosok Myungsoo kecil dengan Lily kecil terpampang menghiasi layar kaca ponselnya. Senyuman mereka tampak sumringah difoto itu. Menggambarkan keakraban sekaligus kebahagiaan dan kenyamaanan saat bersama.
Lily menarik seulas senyum di bibirnya. Seketika, ia ingat akan memori lama itu.
FLASHBACK
" Huhu…huhuhu…”. Seorang gadis kecil berkuncir kuda menangis sesenggukan menanti sang ibu di taman sekolah. Semua temannya sudah diemput pulang oleh orang tua masing-masing. Kini hanya dirinya seoranglah yang harus tinggal dan menanti di tengah kesepian yang terus hinggap di batinnya.
Dia tak henti menangis, Ayunan yang dimainkannya pun tak dapat menghibur hatinya. Dia tak butuh mainan! Ia hanya kesal merasa sendiri! Hanya itu saja!
Seorang anak laki-laki yang tak jauh darinya menoleh. Tangannya berhenti bermain pasir dan memperhatikan gadis kecil yang tertunduk sedih sambil menangis di ayunan sana. Spontan, ia berdiri, menghampirinya dan berdiri didepannya.
“Gwanchana-yo, agasshi?” tanyanya khawatir.
Gadis itu mendongak kemudian segera menghapus air matanya.
“N-ne..,”
Laki-laki kecil itu maju lalu rambutnya lembut, mencoba menenangkannya.
“ Gwanchana. Sekarang kau tidak sendirian. Aku akan menemanimu.”
Lama gadis kecil itu menatapnya. Dahinya berkerut, seolah heran dengan laki-laki di depannya. Namun, pada akhirnya dia mengangguk pelan. Usapannya yang lembut, membuatnya nyaman, seperti melindungi.
Sekali lagi, ia mencoba percaya. Percaya bahwa dia tak akan pergi meninggalkannya.
“ Apa kau benar-benar tak akan meninggalkanku?” Tayannya polos. Laki-laki itu mengangguk sambil tersenyum.
Ia menjadi lega. Sesaat kemudian, gadis itu kembali bertanya, “S-siapa namamu?”
“Myung Soo. Kim Myung Soo..” Jawabnya. “Kau?”
“ Aku Shun Lily.”
FLASHBACK END
***
“ Maaf, aku terlambat.”
Lily menoleh. Ia tersenyum senang melihat Myungsoo yang sudah ada di depannya.
Laki-laki itu pun segera menaik kursi dan duduk didepannya. Sesaat, dia memperhatikan makanan di depan Lily, lantas beralih menatap gadis didepannya.
“ Kau ini keras kepala, ya? Kau kan belum sembuh betul. Mengapa malah memesan kentang goreng!?” Omelnya menasehati.
Lily terkekeh. “ Mian. Aku benar benar tak bisa menahannya…”
Myungsoo hanya tersenyum. Tak kembali memperdebatkannya. Dia melambai, memanggil salah satu pelayan di café tersebut. Sama seperti Lily, dia memesan kentang goreng dan juga strawberry float. Dari dulu, mereka memang memiliki selera yang sama.
Lily kembali fokus menatap Myungsoo. Meski pria itu tampak ceria seperti biasa, namun, rasanya Lily menangkap sesuatu yang tengah mengganggunya. Dia seperti menyembunyikan sesuatu darinya, sesuatu yang tak bisa ia katakan dengan jujur sebagaimana biasanya.
“ Myungsoo-yah, Neo gwenchana?” Tanyanya khawatir.
Dia mendongak. Menatap Lily dengan alis terangkat. “ Ne. Wae?”
Lily tampak ragu, namun ia hanya menggeleng, tak ingin membahasnya lagi.
Tak lama kemudian, pesanan Myungsoo datang di meja mereka. Laki-laki itu hanya mengangguk, berterima kasih pada si pelayan. Sementara Lily merogoh tasnya, lalu dengan ceria ditunjukannya sebuah kertas pada Myungsoo.
“ Tada!! Aku mendapatkan beasiswanya!”
Myungsoo membaca sekilas tulisan disana kemudian mengacak-acak rambut Lily dengan gemas. Sambil tersenyum senang, ia mengatakan, “ Kerja bagus, Lily-ah!!” Ucapnya bangga.
Lily terkekeh.
“ Myungsoo-yah, kau mau ikut dengan ku, kan?” Tanya Lily sembari merapikan rambutnya. Ia kembali melanjutkan, “ Ada beasiswa masuk ke universitas seni. Kau tak mungkin melewatkannya, kan?”
Sekejap, senyum Myungsoo yang terkembang lenyap seketika berganti keraguan yang tampak jelas diwajahnya.
Sejujurnya, ia masih belum dapat memutuskan semuanya…
***
Sin Ah melemparkan tasnya begitu saja di tempat tidur. Ia menjatuhkan tubuhnya, terlentang berbaring menatap langit-langit. Berkali-kali dihentakkan kakinya dengan jengkel. Wajahnya masih terlihat kesal. Lebih tepatnya kecewa, amat kecewa.
Masih teringat betul di kepalanya pertengkaran Seo Rim dan Myungsoo sore tadi.
Benarkah Seo Rim menyukai Myungsoo?
Mengapa dia tidak pernah mengatakannya padanya?
Jadi, Seo Rim anggap apa dirinya selama ini? Teman kah? Orang asing kah?
Merasa tidak tahu apa-apa, membuatnya seperti orang bodoh saja!
Esok, yang pasti ia harus mendapatkan semua jawabannya!!
***
“ Seo Rim-ah!”
Aku menoleh saat Sin Ah berseru memanggilku. Dia langsung berjalan menghampiriku dan duduk tepat di depanku.
Kunaikan alisku, menatapnya heran. “ Wae? Kenapa harus berteriak, sih?” Tanyaku.
“ Ah, mian.” Ucapnya. “ Keundae—“
“ Wae?”
Sin Ah kembali diam, namun beberapa detik kemudian, ia kembali bicara, “ Jawablah dengan jujur, okey?” Katanya tiba-tiba serius. Aku hanya mengangguk setuju meski sama sekali tak tahu apa yang akan Sin Ah katakana sebenarnya.
" Kau—, apa kau menyukai Myungsoo.”
" MWO!?”
Sontak aku berseru saking terkejutnya dengan pertanyaan Sin Ah yang tiba-tiba itu.
“ YA! Kenapa kau bertanya begitu!!?”
“ Ah, aku hanya ingin tahu saja.” Jawabnya. “ Ehm, sebenarnya kemarin aku tak sengaja mendengar percakapanmu dengan Myungsoo di ruang klub.”
Aku langsung berdiri, menatap Sin Ah tak senang. “ Mworago!?” Seruku geram menahan amarah. Aku marah karena dia seenaknya mendengar dan menguping percakapan kami tempo hari. Aku benar-benar merasa sangat terganggu jika seseorang mengawasiku dan bahkan ingin tahu soal privasiku.
Dia tidak berhak! Sama sekali tak punya hak untuk tahu sedikitpun!
“ Kau mendengar semuanya katamu!!?”
Sin Ah yang tampak sangat terkejut hanya mengangguk tanpa bicara.
“ Ya! Kau ini—, apa kau tak bisa tidak mencampuri urusan orang lain dan berhenti untuk bicara omong kosong!?”
“Omong kosong katamu!? Ya, Sung Seo Rim! Aku hanya bertanya, apa begitu saja tidak boleh!? Bukankah kita teman!?”
“ Ne, Kau temanku! Tapi kau tidak berhak menguping pembicaraanku!!”
“ Aku tak sengaja!”
“ Tapi kau menguping semuanya, kan!? Apa itu benar-benar tidak sengaja!?”
“ Gure. Jika itu membuatmu terganggu, aku minta maaf. Tapi, apa aku salah jika mengetahui semuanya!?”
“ Benar! Aku merasa sangat terganggu olehmu!!” Tandasku tajam. “ Aku sibuk! Jangan ganggu aku!!”
Tanpa menatap Sin Ah lagi, aku segera membereskan semua buku-buku ku. Segera kulangkahkan kakiku berjalan keluar dari kelas. Meninggalkannya yang masih terpaku menatapku tak terima dengan perkataanku.
“ Seo Rim-ah!!” Panggilnya berseru.
Namun, aku sama sekali tak ingin berbalik menghampirinya.
***
Aku menyedot jus jerukku saat bosan menunggu datangnya bus di halte. Jari-jari kaki ku mualai kesemutan, kecapaian berdiri. Ku sandarkan punggungku di tiang sambil terus menunduk memikirkan pertengkaran ku dengan Sin Ah siang tadi.
Apakah aku terlalu kasar padanya?
Aku bertanya dalam hati. Namun, sekejap kemudian, aku menggeleng.
Huh! Siapa suruh dia mengawasiku!
Bukankah dia sudah tahu jika aku tak menyukai seseorang mencampuri urusanku!!
Aku mendongak. Tiba-tiba diriku tersadar dari lamunan begitu ku lihat Myung Soo berjalan kearah halte ini. Aku segera berbalik arah siap menggerakan kakiku untuk maju selangkah ke depan. Tapi sungguh sial menimpa diriku. Tanpa kusadari aku tersendung oleh batu kecil yang membuatku hampir terjerembab menyium tanah!!
Dukk, Srotttt…
Tidak sengaja, ku remas kemasan jus jeruk yang ku genggam di tanganku yang menyebabkan sisa minumanku tersebut muncrat dengan mulus di jas seorang yang juga sedang menunggu bus disana. Ia tampak membersihkan jas hitam mahalnya dengan jengkel dan kesal.
Ia menatapku garang.
Aku langsung membungkuk. “ Jwisohamnida. Jwisohamnida a-aku tak sengaja..” Ucapku meminta maaf berulang kali.
Namun dia sama sekali tak luluh dengan permintaan maafku. Terlihat jelas dari mimik mukanya yang masih memandangku dengan penuh amarah.
Oh, Tidak! Apa yang akan terjadi dengaku!!?
“Hei!!! Apa kau tahu berapa harga jas ini, heh??” cercanya.
Aku menunduk malu karena setiap orang menatap kami tak terkecuali Myung Soo juga.
Aku masih menunduk sambil mencoba meliriknya takut-takut.
“Jwisohamnida, ahjussie..”
Kemudian, ku coba untuk mendongakkan kepalaku pelan.
“Apa perlu kuganti untuk laundry?”
Ia tersenyum sinis. “ Mworago? Laudry? Jas ini bisa rusak bila dicuci dengan mesin murahan! Kau tahu berapa harga jas ini? 1 juta won!!! Kau mana bisa membayangkan, mungkin seumur hidup kau tak akan bisa membelinya…” Ucapnya panjang lebar. Kulihat Myung Soo menghampiriku dengan tampang kesalnya.
Aigoo., jangan sampai ini memburuk… ucapku penuh harap.
“ YA!! Ahjussie!! Apa kau tak punya sopan santun!? Cuci dulu mulutmu sebelum kau memarahinya!!” Umpatnya nya sambil menyunggingkan senyum evilnya. Ku coba menenangkan Myung Soo namun ia selalu keras kepala.
“YAA!!! Kau anak kecil tahu apa??” maki Ajussie itu kasar.
Tanpa pikir panjang, dengan berani Myungsoo langsung menumpahkan jus kemasannya di sepatu mengkilat ahjussie galak tersebut kemudian meletakkan uang sepuluh ribu won di tangannya. Spontan aku terkejut dan semakin panik. Aku hanya bisa menepuk kepala dan menggaruk rambutku bingung.
“ Sepuluh ribu won cukup untuk melaudry sepatu dan jas jelekmu itu!!” Ucapnya sambil membuang kemasan jus yang sudah kosong. Dia menarik pergelangan tanganku lalu mengajakku segera pergi dari tempat itu.
Dari jauh, masih bisa kulihat Ahjussie itu terus mengomel dengan kesal pada setiap orang yang menatapnya.
***
Aku menghentikan langkahku tiba-tiba. Begitu juga Myungsoo yang kini malah menoleh dan menatapku dengan heran.
“ Ada apa?” Tanyanya.
Ku lepaskan dengan kasar genggaman tangannya.
“YA! Apa kau tak tahu? Kau membuatku bingung sekarang!!” Ucapku kesal.
“Berterima kasihlah padaku sedikit!!” sambarnya.
Aku kembali menatap matanya yang terlihat polos. “ Terima kasih? Aigo, kau bahkan memperkeruh keadaan, Myungsoo!!” aku menggaruk kasar rambutku hingga tak berbentuk. “ Kadang kau marah, lalu baik, lalu marah lagi! Aku tak bisa menebak mana sifat aslimu!!”
Ia menoleh menghadapku lalu merapikan kembali rambutku yang sudah tidak karuan bentuknya.
Spontan, aku gelagapan. Perlakuannya padaku membuatku tak tenang.
“ Kau itu perempuan tapi sifatmu itu..” Ucapnya menggantungkan kalimatnya.
Segera kutepis dengan kasar tangannya.
“ Lepaskan tanganmu!! Aku bisa merapikannya sendiri!!!” bentakku salah tingkah.
Ia hanya tersenyum dan kembali berjalan. Aku langsung mengikutinya, mencoba menjajarkan langkahku.
“ Aku tak ingin kau bersikap baik padaku.” Sahutku lirih.
“ Lalu, apa aku harus menyiksamu?”
“ Bukan begitu. Tapi—, kau pasti sudah mengerti maksudku, kan!?” Kataku pada akhirnya. “ Setiap kali Lily menatapku, dia seperti memusuhiku. Aku tak ingin membuatnya salah paham!”
Myungsoo hanya tertawa renyah.
“Wae?” Tanyaku menatapnya semakin heran. “ Jangan tertawa!! Sekali lagi tertawa akan kubunuh kau!!” Ancamku kesal.
Namun, Pria itu masih tetap tertawa. “ Kau terlalu terbawa suasana.”
“ Hah?”
“ Kau masih tidak mengerti? Mengapa kau berpikir lambat sekali?”
“ Aish!!” Kataku kesal memukul bahunya. “ Aku tidak sebodoh itu!”
Ia tersenyum. “ Artinya, kau tidak perlu menganggapnya serius.” Katanya sambil mengucek rambutku.
Seketika, aku terpaku menatapnya.
Sejenak, dapat kulupakan kekesalanku padanya akhir-akhir ini. Aku merasa dia memang orang yang hangat walau wajahnya sedingin es. Kurasa itu daya tariknya. Tapi, benarkah aku memang menyukainya? Mungkin benar. Namun, sebelum aku melangkah lebih jauh, dengan segera ku coba untuk menepisnya walau sulit.
Segera kulepaskan tangannya.
***
Beberapa kali Sin Ah mengusap-usapkan tangannya sambil meniupnya perlahan mencari kehangatan. Berbagai masalah yang menerpanya akhir-akhir ini sudah membuat kepalanya membeku. Sekali lagi ia membetulkan posisi duduknya. Di sebuah coffee Shop dengan aroma kopi yang harum itu, dia menghabiskan waktu sorenya.
Tepat saat itu, Woohyun berjalan mendekatinya sambil membawa 2 cangkir kopi yang baru di pesannya.
“ Americano telah datang..,” Serunya ceria.
Sin Ah menerimanya dengan senang.
“ Gomawo.” Ucapnya sambil tersenyum.
Woo Hyun membalas senyum manis Sin Ah yang membuatnya seringkali berdebar.
“Bukankah musim dingin cocok untuk secangkir kopi?”
Sin Ah hanya mengangguk pelan dan mengalihkan pandangannya di luar jendela. Langit senja masih mengeluarkan butiran salju halus dan dengan irama jatuh di jalan-jalan Seoul yang terang oleh lampu.
Woohyun memandangnya nanar. Menatapnya lekat dengan perasaan yang tak mampu diungkapkannya. Ia tahu, masih membutuhkan waktu lama untuk menghapus Myungsoo dari hatinya dan beralih memandangnya. Hanya memandangnya dan tahu bahwa dia menyukainya.
Sin Ah beralih menatapnya.
“ Hei, apa aku begitu menjengkelkan?”
Woohyun menggeleng. “ Tidak. Hanya saja—“
“ Hanya apa?”
“ Hanya saja kau terlalu aneh!” Sahutnya bercanda sambil tertawa.
Sin Ah langsung mencubitnya gemas, membuatnya mengaduh.
“ Aku tidak sedang bercanda!!” Omelnya.
“ Lalu apa yang membuatmu berpikiran seperti itu?”
Sin Ah hanya menghela nafasnya berat. Sesaat kemudian, ia menunduk.
“ Aku bertengkar dengan Seo Rim. Dia marah padaku.”
“ Bagaimana bisa?”
“ Aku tak sengaja menguping pembicaraannya.”
Woohyun menyedot Americano dingin miliknya lantas mendongak menatap gadis di depannya. “ Kalau aku malah akan membunuhmu! Siapa yang tidak kesal mengetahui seseorang menguping privasinya!”
“ Sudah kukatakan aku tak sengaja!!” Sin Ah kembali sewot. “ Dia menyalahkanku dengan perkataan yang menusuk! Aku benar-benar membencinya!”
“ Dia hanya tersinggung. Yang pasti, kau hanya perlu meminta maaf padanya. Kalian teman, kan?”
Sin Ah langsung terdiam mendengar ucapan Woohyun.
Ia memikirkan suatu hal yang sudah dilupakannya.
Mereka masih berteman, dan akan tetap terus berteman!
***
Myung Soo dan aku berdiri menunggu bus di sebuah halte yang lumayan jauh dari sekolah. Aku bersandar di sebuah tiang sambil memijat lututku yang mulai capai dan pegal.
“Aish. Ini gara-gara kau yang kabur dari halte tadi!! Aku jadi harus berjalan dan kembali menunggu bus disini!!mana bisa aku pulang tepat waktu!!!” cerocosku galak ia memandangku tajam. Aku menunduk kembali pada lututku yang ku pijat-pijat uantuk menghindari tatapannya.
“Mworago? Ini kan kau yang mulai karena menumpahkan jus di bajunya..” Sewotnya.
Aku hanya menggerutu tak jelas dengan kesal plus jengkel. Aku kan mau menghindarimu dari sana. suruh siapa kau berada disana!! Ucapku dalam hati.
“ Ne. ne. aku yang salah!!! Salahkan saja terus!!” Gerutuku.
Kini seluruh tubuhku mulai kedinginan dengan salju yang turun sejak sore tadi. Ku rapatkan jas seragamku agar lebih hangat sambil beberapa kali ku coba untuk mengusap kedua tanganku.
Ku lihat Myung Soo yang memandangku sekilas dan melepaskan syal hitamnya yang tadi dililitkan di lehernya. Ia berjalan mendekatiku sambil mengalungkan Syal hitamnya di leherku. Aku tertegun sejenak. Ku tundukan wajahku untuk mengalihkan pandanganku dari tatapan matanya.
“ Ini sudah musim dingin, mengapa tidak membawa Syal? Dasar ceroboh!!” ucapnya menghardik.
Aku hanya diam, tidak menjawab. Aku sibuk menenangkan hatiku yang bergejolak. Kini perasaanku terasa campur aduk. Dadaku sesak seiring dengan degupan jantungku yang semakin cepat.
Ckittttt….
Kami menoleh. Sekarang, sudah tiba saatnya aku harus menaiki bus yang akan mengantarkanku pulang.
“ Busnya sudah datang. Cepatlah pulang.” Myungsoo berkata lembut.
Aku segera berjalan dan perlahan naik ke bus. Sesaat sebelum kendaraan itu melaju, aku menatapnya dari balik kaca yang memisahkan kami. Begitu juga dirinya yang memandangku dengan ungkapan yang tak dapat kuartikan.
Entah apa yang membuatku lama terpaku padanya.
Kedua matanya yang tajam namun hangat, selalu menghipnotisku.
Membuat perasaanku tak menentu…