home_icon
SIGN IN
SIGN UP
Portal Berita - Radio Streaming - Komunitas Anak Muda
Portal Berita - Radio Streaming - Komunitas Anak Muda
LOUNGE
HOW IT WORKS
HOW TO BE DFF OF THE WEEK
TERMS OF USE
CONTACT US
  • Latest
  • Most Viewed
  • Most Loved
  • A-Z
  • My Fanfiction
  • My Subscriptions
  • My Subscribers
  • Create New Fanfiction
Fan Fiction > Regret

Regret

Share:
Author : Anisyaga
Published : 21 Dec 2016, Updated : 28 Jan 2017
Cast : Sung Seo Rim (OC), L aka Kim Myungsoo of Infinite, Shin Sin Ah (OC), Shun Lily (OC), Nam Woohyun of
Tags :
Status : Ongoing
0 Subscribes |2120 Views |1 Loves
Regret
CHAPTER 4 : Don't Know What The Feeling Is

“ Lagi-lagi sepi. Apa mereka benar-benar serius masuk ke klub musik ini?” Kataku sembari berjalan memasukki pintu ruangan yang sudah sangat ku kenal sebagai ruang klub musik di SMU Hakyung ini.

Tanpa diminta, aku langsung duduk di lantai, tepat di samping Myungsoo. Aku tak heran lagi dengan kebiasaannya yang selalu menyendiri di tempat ini. Seolah ini sudah seperti rumah kedua baginya.  

“ Kau yang terlambat. Mereka sudah pulang semua.” Sahutnya.

Kutolehkan wajahku kearahnya. “ Lalu, kenapa kau tidak pulang?”

“ Setiap hari aku terbiasa di tempat ini. Justru, bagaimana dengan dirimu?” Ucapnya kembali bertanya. “ Bukankah kau ingin keluar dari sini? Kenapa masih kemari?”

Aku hanya mengangkat pundakku.

“ Entahlah. Kaki ku melangkah dengan sendirinya.”

“ Jika kau suka musik maka jangan berhenti hanya karena aku…”

Aku terdiam menatapnya. Kuperhatikan apa yang tengah dilakukannya kini, Dia masih dengan kesibukannya, berlatih gitar, dan itu yang membuatku lama memandangnya. Wajahnya yang serius dan bersungguh-sungguh telah menyita perhatianku, membuatku terpesona.

Ah! Entahlah, aku tak bisa menggambarkan perasaan apa itu.

***

Aku keluar dari ruang musik dan menyusuri koridor sekolah. Kini aku harus berkelana sendiri tanpa Sin Ah. Myungsoo pun sudah pulang terlebih dahulu setelah mendapat telepon dari Lily sunbae dan menyuruhnya untuk pergi terlebih dahulu. Yah, aku tahu, sejak awal Myungsoo memang sangat peduli terhadap Lily. Mereka saling menjaga dan melindungi satu sama lain. Teman masa kecil memang istimewa.

Aku tersenyum tipis.

Maaf, Sin Ah, aku tak bisa menjaga Myungsoo dari Lily seperti permintaanmu. Hubungan mereka sangat spesial, dan tak mungkin seorang Seo Rim dapat mengubah apapun…

 Kini, aku telah sampai di depan ruangan 3-2. Kulihat Sungkyu Sunbae masih berdiri, menunggu seseorang. Aku berjalan menghampirinya kemudian mengangguk menyapanya.

“ Annyeong (Halo).” Sapaku. “ Kau menunggu seseorang?”  

“ Ne. Kau baru keluar dari ruang musik, kan?”

Aku hanya mengangguk.

“ Kau melihat Myungsoo?”

 “sepertinya ia sudah pulang tadi.”

“ Dasar! Padahal aku sudah memintanya menunggu!” gerutunya kesal.

Aku hanya tersenyum.

 “Kau naik bus?”.

Aku kembali mengangguk. “ne.” Jawabku pendek.

Ia tampak berpikir sebentar, kemudian langsung mencangklong tasnya.

“Kajja. Aku akan mengantarmu pulang.”

Aku menatapnya tak yakin. “Eh, denganku?”

Pria itu hanya mengangguk sambil tertawa kecil. “Tenanglah. Kau pikir aku akan menculikmu?” ucapnya bercanda sambil berjalan mendahuluiku. Segera, Aku mengikutinya dan menjajarkan langkahku.

“ Tapi, kan—“ kataku terputus. “ Kita kan tidak dekat…”

“ Apa aku harus jadi temanmu dulu jika aku ingin mengantarkanmu?”

“ Ahh, Bukan begitu maksudku, tapi—“

“ Baiklah, baiklah…” Sungkyu Sunbae menyahut. Ia menoleh kearah ku dan berkata, “ Baiklah, Mulai sekarang kita berteman, kau puas?”

Aku hanya diam, tak menjawab. Yah, terserah perkataannya sajalah, aku tak ingin membahasnya lagi. Lagipula ini menguntungkan. Aku tak perlu berdesakkan di dalam bus yang biasanya penuh itu.

***

Aku memasuki kamarku. Ruangan paling nyaman menurutku. Aku segera merebahkan tubuhku setelah mandi dan berganti pakaian. Kulirik jam yang menunjukan pukul 18.00. Aku bangkit dan mencari buku yang ku sematkan gambar wajah Myung Soo. Aku akan menyimpannya di tempat yang lebih aman. Bukan apa-apa aku hanya tidak ingin itu diketahui oleh Sin Ah. Bisa marah besar kalau ia mengetahuinya. Aku merogoh tasku dan mengeluarkan semua bukuku. Tapi entah kenapa buku itu tidak ada di tasku. Aku mencoba mengingatnya.

Dan betapa bodohnya aku!!! Dengan sesal aku terus menepuk kepalaku. “ah!!! Aigo!!! Buku itu tertinggal di ruang Klub!!!!! Ah!!! Gawat kalau Myung Soo melihatnya.

“Mengapa aku ceroboh!! Eotthokhae!!!” seruku terus menyesalinya. “ Pabo! Pabo!!”

Seketika aku menjadi panik. Aku hanya pasrah dan menjahtuhkan tubuhku di kasur.

Kini aku teringat saat Myung Soo bernyanyi sambil memainkan gitarnya.

Aigoo!! Dia kerenn sekali!!  Gumamku.

Hah!!?? Segera aku menepuk jidatku setelah sadar dengan apa yang kupikirkan. Aish! Pikiran yang konyoll!! Aku tersenyum kecil.

Trittt..trittt…trittttttttt….

Suara deringan telepon membuatku tersadar. Aku segera mengambil ponselku di meja samping ranjang tidurku. Kulirik nama yang tertera dilayar. “ Sin Ah?”.

“Yoboseyo?” tanyanya dalam telepon. Suara Sin Ah masih terdengar berat tapi lebih baik dari kemarin malam.

“ Ne, Sin Ah? Wae?”. Aku berjalan kembali menuju ranjang dan duduk di tepian.

Ia terbatuk. “ Mian. Tadi aku tak bisa masuk, apa kau kesepian?” tanyanya.

 “Ani. Namja itu membuatku tidak bosan. Kau tahu kami selalu berdebat.” 

 “ Ne, Arra!” Katanya. “ Tapi, jangan sampai kau menyukainya.”

Aku hanya tertawa. “ Heh! Mana mungkin.”

 “ Good girl!! Kau memang sahabat terbaikku! Sudah ya!! Annyeong..”

Tut…Tut...Tut..

Setelah selesai mengobrol di telepon. Aku kembali merebahkan tubuhku. Aku berfikir tentang apa yang dikatakan Sin Ah. Menyukainya? Heh! Tak mungkin perasaan itu adalah rasa suka, dia kerap mengaguminya, namun ia tahu belum sedalam itu!

Lily, mungkin wanita itu sudah mendapatkan tempat special dihatinya.

***

Hari berganti malam. Udara seolah membekukan segala aktifitas di kota. Hanya sebagian orang saja yang dilanda kesibukan yang masih bergelut dengan  dinginnya malam. Dapat dilihat, Beberapa orang berjalan di trotoar jalan, dan ada juga yang tetap setia menunggu bus di halte, mengacuhkan rasa dingin yang membuat mereka sesekali merasa malas. Nyatanya bergelung dengan selimut di kamar lebih nyaman. Selebihnya banyak kafe-kafe yang penuh dengan pengunjung pada malam ini, menikmati secangkir kopi dengan sahabat maupun kekasih hati.

Sementara itu, di salah satu toko, atau lebih tepatnya di supermarket ujung jalan itu,  tampak dari kaca besar yang membatasinya, Myung Soo dan Lily tengah menikmati secangkir kopi panas di tengah udara dingin ini.

Pria itu membuang kaleng kopi pertamanya di bak sampah.

Lily hanya melirik Myung Soo yang membuka kaleng kopinya keduanya.

“ Maaf membuatmu kemari tiba-tiba.” Kata Lily

Myung Soo menoleh ke arahnya dan tersenyum tipis. “ Gwenchana…” ucapnya lalu meneguk kopi yang baru dibukannya. “ Kau selalu mampir kemari setelah pulang sekolah?” tanyanya basa-basi.

Lily hanya mengangguk.

“Kau mau pesan lagi? Ramen mungkin??”

Myungsoo menggeleng. “Ani.” Jawabnya menolak. Sesaat kemudian, ia kembali bicara, “ Bagaimana urusan beasiswamu?”

Wanita itu hanya menghembuskan nafasnya, berat. Wajahnya berubah sedih dan Ragu. Tanpa bertanyanya pun Myungsoo tahu jawabannya, Lily memang tidak ingin belajar ke Luar Negeri, ia hanya ingin di Korea, namun kedua orang tuanya lah yang memaksa. Membuatnya selalu tertekan dengan nilai-nila yang harus sempurna, peringkat yang harus sempurna…

“ Molla (Aku tidak tahu). Aku tidak mau kesana.” Ucapnya. “ Paling tidak aku ingin pergi denganmu…” Lanjutnya dengan suara lirih.

Myungsoo hanya bisa terdiam. Tak menjawab, selama ini dirinya selalu berperan sebagai kakak, mencegahnya untuk berbuat bodoh jika suatu saat semua tekanan itu tak dapat ditahannya lagi.

 Lily kembali menatap keluar kaca. Dirinya tak sengaja melirik Myung Soo yang membuka sebuah buku. Ia tampak heran ketika wajah pria itu tampak terkejut dengan apa yang ada dalam buku misterius tersebut.

“Apa itu?” tanyanya penasaran.

Myung Soo mengeleng dan langsung menutup buku tersebut.

“Bukan apa-apa.” Ucapnya sambil berdiri dari duduknya.

“Aku akan ke toilet sebentar.”

Lily mengangguk sambil terus menatap punggung pria tersebut hingga masuk ke dalam toilet. Ia mengalihkan pandangannya pada buku di dekatnya tersebut. Buka yang baru beberapa saat tadi membuat pria itu tampak sedikit terkejut

“ Memang apa ini?” Gumamya mengambil buku tersebut.

Tak ada yang special. Hanya sebuah buku catatan biasa. Namun, seketika, matanya terbuka lebar saat dirinya perlahan membuka sebuah kertas yang membatasinya. Sebuah kertas putih yang yang langsung membuatnya penasaran dan sangat terkejut ketika melihat isinya. Tangannya gemetar. Ia tak percaya bahwa disana tergambar jelas Sketsa wajah Myungsoo.

Kini matanya beralih kearah sudut kertas. Ditatapnya untuk waktu yang lama, nama yang tertera disana.

“  Sung Seo Rim, jadi dia Seo Rim??” Gumamnya bertanya-tanya.

***

“Seo Rim-ahh!!” seru Sin Ah dari belakangku.

Aku menoleh kesal. Seketika, diriku menjadi jengkel karena dia selalu membuatku terkejut saat sedang seru membaca novel misteri ditanganku.

“Aishh!! Kau tak perlu berteriak di telingaku, kan?” ucapku melepas earphone. Ia hanya tertawa renyah melihatku jengkel karenannya.

Ia merebut novel di tanganku. Aku tak bisa protes karena sikapnya. Itu sudah terlalu sering ia lakukan. “kajja!” sekarang ia menarik tanganku. Aku segera membawa tasku dan berjalan mengikuti kemana ia menarikku. Sudah pasti dia akan ke klub musik.

“Bisa kau lepaskan tanganku? Aku tidak ingin kesana…”

Sin Ah menoleh, menatapku dengan alis terangkat. “ Eh? Bukankah kau sudah baikan dengan Myungsoo sunbae?”

“ Lantas mengapa kalau aku sudah baikan, heh? Aku pergi dari klub itu bukan karenanya…”

 “ Jadi kenapa?”

“ Aku tidak ingin dipaksa…”

Sin Ah menghentakkan kakinya kesal. Dengan gemas ia mencubit kedua pipiku, sementara aku hanya mengaduh kesakitan.

“ Aishh!! Harga dirimu itu terlalu tinggi!!”

“ Hoi, lhehphuaskhan (Lepaskan)!!” Ucapku meronta-ronta dengan suara aneh. Dia masih mencubit pipiku.

“ Sudahlah! Aku tahu kau suka musik. Jadi, diam saja dan ayo ikut denganku!!” Paksanya sambil menarikku keluar kelas.

***

“Kajja!” ajak Sin Ah menarik tanganku. Aku hanya mengikutinya berjalan menuju Myung Soo. Aku sudah terbiasa dengan tingkahnya yang selalu mengejar pria itu.

Aku duduk di samping Sin Ah dan  di depan Myung Soo. Ia masih takjub dengan pria tersebut. Selalu saja dirinya mencari-cari celah untuk merebut perhatian Myung Soo. Aku tak merasa risih dengan sikapnya, tapi aku hanya iri dengannya karena ia sangat percaya diri. Sungguh berbanding terbalik denganku.

 “Myung Soo-yah, apa kau keberatan kalau aku membantumu? Biar Seo Rim aku yang pegang.” Ucap Lily memecah lamuanku. Ia berdiri tepat berada di belakangku.

Myungsoo menggeleng. “ Gwenchana. Kau istirahatlah dulu…” ucapnya ramah. Namun Lily tampak tidak senang dengan ucapannya itu. Entahlah, aku juga tak tahu mengapa ia seperti itu.

 “t-tapi..”

“Aku baik-baik saja.” Sela Myung Soo keukeuh. Lily menyerah, tak lagi memaksa. Dia hanya mengangguk dan kembali dengan pekerjaan awalnya. Dari tatapannya, entah mengapa aku merasa dia seperti tidak menyukaiku.

“Ada apa dengannya? Aku benar-benar tidak menyukainya…” bisik Sin Ah.

Aku hanya tersenyum tipis.

Tring….

Ponsel Sin Ah berdering. Ia segera membuka ponselnya. Seketika, ia menjadi tampak panik saat ia mulai membaca pesannya. Tanpa aba-aba lagi, dia segera menutupnya dan membereskan  tas nya.

“Seo Rim-ah, aku harus ke rumah sakit. Sepertinya penyakit adikku kambuh.” Katanya tak tenang.

“ Jjinja? Kau pulang dulu saja…” kataku ikut khawatir.

Namun, ia tak segera berdiri dan malah tetap duduk perasaan bingung dan semakin khawatir dengan kondisi adiknya.

“Pplali (Cepat)!!!” bujukku.

Ia mengangguk dan segera meminta ijin pada Myung Soo.

Aku hanya menatapnya prihatin dari belakang punggungnya begitu dia berlari keluar dari ruangan dengan tergopoh-gopoh.

***

Sin Ah berdiri dengan panik menunggu bis yang lewat. Sambil terus memandang arlojinya, Ia berjalan mondar-mandir.

“ Kau buru-buru?” Tanya seorang pria yang masih mengenakan helm di kepalannya. Sin Ah memandang heran kearahnya dan tetap diam. Pria misterius itu lantas membuka helmnya. “Kau buru-buru??”

 “Woo Hyun-ah!! Kau bisa membantuku?” ucapnya memohon. “ Aku harus segera kerumah sakit. Jeball!!” Woo Hyun mengangguk dan memberikan helm satunya untuk Sin Ah. Mereka segera menancap gas menuju Rumah Sakit.

***

Aku mencoba tenang saat berhadapan dengan Myung Soo tanpa Sin Ah. Berkali-kali kukatakan pada diriku sendiri bahwa ini sudah terbiasa. Bukankah aku sudah terlalu sering bertemu dengan pria ini? Bicara berdua dengannya?

Namun, yang membuatku panik, mengapa aku tetap saja gugup saat bersamanya, apalagi membayangkan saat dirinya memainkan gitar beberapa hari yang lalu. Sungguh, bayangan itu tak sanggup kuenyahkan dari otakku. Dan, entah mengapa hal ini selalu membuatku gugup tak karuan. Apa yang kau fikirkan Seo Rim!!! Ayo sadar!!!  Ucapku dalam hati.

“Kau Sakit? Wajahmu memerah.” ucap Myung Soo di sela lamuanku.

Sontak, Aku menjadi tergagap dengan ucapan tiba-tibanya itu.

 “A-ani.”. aku menggelengkan kepalaku. Apa benar wajahku merah? Aigoo!!

Aku kembali menunduk, meremas ujung kemejaku dengan perasaan tak tenang,  Gugup luar biasa. Tentu saja aku tahu mengapa wajahku memerah. Ini bukan karena aku sakit, melainkan sesuatu yang lain. Sesuatu yang membuatku tak sanggup menatap pria didepanku.

Ah, padahal dia masih mengajariku. Dia pasti menganggapku junior kurang ajar!

“ Kau sudah bagus bermain gitar..” Pujinya. Aku hanya mengangguk lemah.

Kini, Ku lirik arloji ditanganku lalu kemudian meletakan gitar yang baru kumainkan.

“Apa aku bisa pulang sekarang?”

Ia memandangku. “ne..”

Sesaat, aku bersiap berdiri, tapi tangan Myung Soo dengan cepat menangkap pergelanganku. Aku sempat terkejut tapi kuurungkan untuk bertingkah berlebihan dan bersikap sebiasa mungkin.

“W-wae?” Tanyaku gugup.

 Ia memandangku. Aku semakin tak nyaman dengan semua ini.

“Benarkah dirimu sama sekali tak tertarik padaku?”

“M-mwo??” tanyaku tergagap, tak mengerti. Aku berusaha untuk mencoba tenang walau perasaanku sungguh tak karuan.

“Bukankah kau menyukaiku?” Lanjutnya menatapku lekat.

Ucapnya Singkat. Namun ucapan singkat itulah yang membuat darahku terasa mengalir lebih cepat mendengar pernyataan yang tiba-tiba itu. Dadaku berdesir dan berdegup tak karuan. Entah mengapa, Aku semakin bingung dan tak tahu harus menjawab apa lagi. Aku tak percaya dengan ini. Aku ingin ini hanya mimpi dan bukan kenyataan. Sayang nya, ini adalah kenyataan..

POPULAR FANFICTION

BERITA PILIHAN

COPYRIGHT 2024 DREAMERS.ID PUBLISHED BY DREAMERS NETWORK