Aku bertanya dengan gugup “ Jadi—, kau masih mengenaliku?”
Ia kembali menyeringai, membuatku semakin tertekan. Rasanya ingin ku tendang dia dan berlari secepatnya. Namun apa dayaku, kedua kaki ku saja sudah lemas saking paniknya, lengkap dengan peluh yang mengucur di tubuhku. Untung saja, masker masih menempel di wajahku sehingga dia tak mampu melihat wajah gugupku.
“ Hei, kau pikir dengan penyamaran bodohmu ini, kau mampu menipu mataku?” Katanya sambil tertawa menyebalkan. Aku tak menyahut, sama sekali tak bersuara dan hanya membisu menatapnya takut-takut.
“ Aku tak mungkin melupakan junior aneh dan berani seperti mu!” Ucapnya kembali sambil melepaskan genggamannya lalu menoyor kepalaku pelan.
Ia berbalik, berjalan mengambil tasnya, sementara aku masih terdiam lama sembari mengusap kepalaku dengan kesal. Seenaknya saja ia memukul kepalaku!!
“ Wajahmu saja yang tampak polos tapi sifatmu sangat menyebalkan. Awas saja, akan ku katakan pada setiap orang sifat aslimu itu!!” Ancamku jengkel.
Pria itu menoleh dan hanya tersenyum tipis. “ Heh, kau pikir mereka akan percaya?”
“ Sial, aku kalah!” Umpatku pada diri sendiri.
Dalam hati aku membenarkan. Mana ada orang yang akan percaya padaku, jika wajahnya saja dilihat dari manapun masih menggemaskan seperti itu!
Ku angkat kepalaku tegak sambil melemparkan tatapan tajamku.
“ Huh! Terserahlah, aku tak peduli!!” Kataku pada akhirnya. Tanpa aba-aba lagi segera kubalikkan tubuhkan dan berjalan cepat dengan perasaan kesal plus jengkel yang masih bergelut di benak ku. Aigoo!!Babo!!mengapa ia selalu bertemu denganku?? sesalku tak berujung.
***
Anak-anak berlari dengan semangat begitu bel pulang terdengar. Mereka berseru, meneriakkan kegembiraan yang tak terkira. Terkadang, ruang kelas yang sempit dan pengap menjadi sebuah penjara yang mengurung mereka. Berbagai tekanan sering kali menjerat, membuat susah bernafas, membuat sulit terbebas.
Aku tidak begitu.
Orang tuaku tak pernah menuntut apapun, dan aku bukan tidak terlalu ambisius seperti kebanyakan orang. Sebisa mungkin aku ingin mengendorkan jeratan yang mencekikku. Aku tak akan sudi seseorang mengatur hidupku, menggerakkan tubuhku dengan jari-jarinya seperti boneka kayu yang mati.
Namun, akhir-akhir ini, ketenanganku terusik. Bukan masalah besar sebenarnya. Hanya saja kegusaran itu sering hinggap di benakku, membuatku kesal dan terganggu.
“ Kajja!”
Sebuah suara membuatku terdongak. Kutatap Sin Ah yang sudah berdiri di depanku. Lagi-lagi mengajak ku ke klub musik itu meski selama tiga hari ini aku terus menghindar untuk mangkir dari paksaannya.
“ Aku tak ingin alasan konyol lagi, arra?”
Ku hentikan gerakan tanganku, kemudian menggaruk rambutku dengan bingung, memikirkan berbagai cara untuk keluar dari klub tersebut. Aku benar-benar tidak mau lagi berurusan dengan pria menyebalkan bernama Kim Myungsoo itu.
“ Ehmm, Begini…” Kataku pada akhirnya. “ Aku benar-benar tidak ingin masuk ke klub itu. Jadi biarkan aku pulang sekarang.”
Sin Ah mengerutkan keningnya, sedikit kesal dengan keputusanku.
“ Waeyo?” Tanyanya kecewa.
Aku hanya mengangkat bahu ku tanpa menjawabnya lagi, dia pun hanya terdiam, menyerah untuk membujukku. Mungkin dia sudah lelah, atau dia memang tidak ingin membuatku terbebani. Dibalik sifatnya yang keras kepala, Sin Ah memang sosok yang peduli, dan aku sangat tahu itu.
Aku berdiri dari duduk ku, bersiap untuk pulang.
“ Aku pulang dulu. Kau jangan pulang terlalu malam, arra?” Kataku memperingatkan lalu berjalan keluar kelas.
***
Sin Ah duduk dengan gusar di halte. Ia tampak tidak sabar menunggu tibanya bus di tengah hujan itu.
“aish!!kapan bus itu datang!!” gerutunya kesal. Ia berdiri dan berjalan mondar mandir. Di halte tampak lenggang karena hujan. Semua orang lebih memilih duduk di rumah atau menikmati kopi panas di kafe-kafe yang lebih hangat daripada berteduh di halte yang dingin dan membosankan.
Seseorang menepuk pundaknya dari belakang. Sin Ah langsung menoleh kearahnya. “Kau sedang apa?” tanya Woo Hyun sambil menutup payungnya.
“ N-nuguseyo?” tanya Sin Ah. Untuk beberapa saat ia mencoba mengingat pria di depannya. Namun, setelah semenit berselang, Sin Ah langsung menjentikkan jarinya. “ Kau Nam Woohyun sunbae, kan?” Tebaknya tepat.
Pria itu hanya mengangguk. “Ne (ya). Aku memang tak sepopuler Myungsoo...” Ucapnya bercanda.
Spontan, Sin Ah merasa bersalah dengan ucapannya itu walau ia tak tahu apakah benar ucapannya menyinggung perasaan Woohyun sumbae atau tidak.
“Ah, mian...” Ucapnya meminta maaf.
Woo Hyun tersenyum memperlihatkan giginya yang gingsul sambil menatap Sin Ah yang merasa bersalah. Ia hanya menggelengkan kepalanya.
“ Gwenchana ( Tak apa). Aku hanya bercanda…”
Sin Ah hanya tertawa kecil lantas kembali menoleh kedepan, menanti bus yang entah sampai kapan akan datang menjemput. Begitu juga Woohyun. Mereka tampak menikmati rintik hujan yang jatuh dan pecah di permukaan bumi.
***
Esoknya…
“ M-mworago!?”
Aku langsung menghentikan langkahku begitu mendengar kata-kata Sin Ah yang meneleponku saat ini. Kini, aku telah berada di gerbang sekolah siap untuk melangkahkan kakiku, pulang. Namun, tiba-tiba saja Sin Ah menyuruhku kembali ke klub dan meminta tolong padaku untuk absen dan mengambilkan barangnya yang tertinggal disana.
Oh, dan itu artinya, aku harus bertemu lagi dengan pria bernama Kim Myungsoo itu.
“ C-chakaman. Bukankah kau bisa menyuruh temanmu yang lain? Eng., aku—“
“ Seo Rim-ah…” Potongnya. “ Seharusnya aku tak perlu mengatakannya lagi. Kau tahu dirimu adalah satu-satunya temanku…” Katanya memelas.
Aku hanya menepuk kepalaku frustasi.
Ah, benar juga, Sin Ah tidak memiliki banyak teman, dan mungkin saja temannya hanya diriku seorang!!
“ Jebal! Aku mohon padamu. Buku itu sangat penting untukku atau aku akan mendapatkan nilai nol karena melupakan tugas itu.”
“ Ck,” Desisku. Aku hanya mengangguk. “ Arra! Baiklah, aku akan mengambilnya!”
***
Ku langkahkan kakiku menuju ruang klub. Entah mengapa, aku merasa salah tingkah dan panik sendiri meski sudah berkali-kali ku coba untuk lebih tenang. Aku memasuki ruangan dengan tak yakin. Sambil terus berjalan pelan, ku edarkan pandanganku ke seluruh sudut-sudutnya. Tampak sepi dan hanya ada Myungsoo yang berada disana sambil memainkan gitar dan menulis lagu lagi.
Aku berjalan mendekatinya. Sekilas, ia melirikku. Namun, tak sampai semenit dia kembali sibuk dengan dunianya lagi.
“ An-anyeong..” sapaku salah tingkah.
Ia mendongakkan kepalanya menatapku. “ Kau hanya sendiri? Mana temanmu?”
“S-sin Ah absen. Apa tak ada orang lain yang masuk, biasanya sangat ramai?”
“ Entahlah.” Jawabnya pendek.
Aku hanya menganggukkan kepalaku. Sekejap aku berpikir, Pria ini tak menyebalkan seperti yang kukira, kini dia seperti pria biasa tanpa menggodaku seperti sebelumnya. Dan aku lega akan hal itu.
Aku duduk di lantai tepat depannya. “Kau sering menyendiri disini?” tanyaku sabil melihat sekeliling.
Ia hanya mengangguk. Selama beberapa menit, suasana menjadi aneh. Aku mencoba mengawali pembicaraan dengan keras tapi ia hanya menjawab sekenanya.
Aku melihat ke kertas berisi partitur di depannya aku menghampirinya dan mengambilnya. “ Kau sangat berbakat menulis lagu. Apa ini semua judul lagu??”
“ Kau pikir itu judul artikel??” ucapnya membuatku jengkel.
Aku meletakannya dengan kasar. “Aku kan Cuma Tanya!!” protesku. Ia hanya tertawa. Aku kembali memungutnya lagi. “ Apa kau bisa menyanyikannya?? Aku ingin dengar!!!” ucapku semangat.
Ia menatapku sekilas dan langsung mengambil salah satu partitur itu.
Pria itu mulai memainkannya! Aku hanya menatap kagum dengan suara dan petikan gitarnya yang indah. Semua itu seketika menghipnotisku, membuatku terdiam membisu.
Haejilnyeok bitnaneun neoeui
Keudeu neun soge nal damattdeon geolkka
Nareul seolleke han neoeui keuhayan soni
Ddo naege jabhilkka
Kamkamhan gileun naege bitneul balkhin neoninde
Naega deo noryeokhaebolke naega deo jalhae bolkke
Niga geoneun heuimang jeoldaero nohji aneulke
Hamkke keureottdeon haneul gatchi geoleokkal saesang
Naega chalga olke Jeogeumman
Jikyeojulre
This Song For you…
Ia menyelesaikannya lagu tersebut dengan indah lalu meletakan gitar kesayangannya disampingnya. Untuk beberapa saat dia menatapku.
“ Kau puas?” Tanyanya tersenyum tipis. Sangat tipis tapi mampu membuatku salah tingkah dibuatnya. Matanya tak beralih, dia masih memperhatikanku untuk beberapa lama, seolah aku ini sesuatu yang aneh baginya. Yah, dia memang sering sekali memanggilku dengan sebutan ‘ gadis aneh’.
Ia diam untuk beberapa saat, namun tak lama kemudian dia tertawa.
“ Aigo…” Katanya menatapku sambil terus tertawa. Membuatku hanya mengerutkan dahi tanpa tahu apa yang sedang dipikirkannya itu.
“ Kau kenapa?”
Dia menghentikan tawanya lantas menatapku kian lekat.
“ YA! Kau ini kenapa!?” Tanyaku lagi dengan salah tingkah.
“ Choa (kau suka)?”
“ M-mworago?”
“ Apa kau menyukaiku?”
Deg!
Seketika jantungku mau copot dibuatnya. Aku langsung mengalihkan pandanganku untuk menenangkan hatiku sejenak. Ini terasa lelah, aku duduk namun jantungku berdegup sangat cepat hingga membuat kedua telapak tanganku basah oleh keringat.
Memang apa yang sedang dipikirkan orang ini hingga dia mengatakan hal yang konyol begini!!? Suka? Apa dia sudah gila!!?
“ J-jika kau ingin bercanda, bu-bukankah itu sudah keterlaluan, hah!?” Aku menyahut gugup.
Ia kembali tertawa. Tawa yang menyebalkan seolah mengolokku.
“ Apa kau sangat gugup? Wajahmu memerah seperti apel.”
Aku menoleh. Dengan kesal kulempari dia dengan kertas gumpalan kertas.
“ Micheosseo (apa kau gila)!!?” Tanyaku kesal. “ Apa itu lucu untukmu? Dasar pria menyebalkan!!”
Dia tak membalas dan hanya menghalaunya. Kemudian, dia kembali serius memainkan gitarnya sambil sesekali mencoreti lirik lagu didepannya yang dirasa kurang pas dengan seleranya. Sesaat, suasana menjadi hening. Aku tak terganggu dan malah kembali melihat ke sekeliling, mencari apa yang menarik dimataku.
Kudapati sebuah kamera disampingnya. Aku langsung memungut benda itu dan melihat berbagai foto didalamnya.
“ Ini milikmu?” Tanyaku sambil memperlihatkan kamera tersebut.
Ia mendongak. “ Ne.”
“ Hobimu aneh!”
“ Wae? Apa kau bisa menggunakannya?” Tanyanya kesal lalu merebut kamera dari tanganku. “ Kau itu tidak tahu, tapi seenaknya bicara…”
“ Mian. Moodku selalu buruk saat berhadapan dengamu…”
Dia menyeringai. “ Kau itu sangat jujur, ya!?”
“ Itulah aku!” Kataku penuh kepercayaan diri.
“ Mau kufoto?” Myungsoo kembali bertanya sambil mengangkat kameranya.
Spontan aku menggeleng, menolak. Bukan apa-apa, aku memang tidak suka di foto “ Shiro!” Jawabku tegas.
Kemudian, kurebut gitar dari pangguannya. “aku ingin memainkannya.”
Dengan santai aku memetik gitar itu sambil menyanyikan sebuah lagu original soundtrack kesukaanku, ‘ Love Song’ dari Yook Sungjae BTOB. Dengan sepenuh hati kunyanyikan lagu tersebut dengan tenang dan kalem, mencoba menyampaikan isi lagu dengan makna yang sangat menggetarkan hati.
Tanpa kusadari, Myungsoo memandangku dengan tatapan yang tak bisa dikatakan dengan kata-kata. Tatapannya lembut dan lekat memperhatikanku. Perlahan, ia mengangkat kemeranya, menjepretku yang sedang bernyanyi sambil memainkan gitar.
Ia hanya tersenyum puas melihatku.
***
Aku menutup pintu kamarku dan langsung menguncinya, kemudian beranjak menuju kursi meja belajarku. Aku mengeluarkan sebuah buku, mulai membaca. Entah mengapa aku menjadi sama sekali tak fokus ketika membaca catatan ku ini. Wajah pria itu saat memainkan gitar berkelebat di kepalaku.Tanpa sadar, kugerakkan pensil yang ku pegang membuat garis demi garis membentuk wajah pria bernama Kim Myungsoo itu.
Namun, setelah sadar aku hanya menepuk kepalaku berkali-kali YAA!!! Ada apa denganmu Seo Rim!!! Gumamku salah tingkah sambil memasukan kertas tersebut kedalam buku dengan asal. Tak lama kemudian, Ponsel ku berdering. Dengan cepat, segera ku raih ponsel merah itu.
“Yoboseyo (Halo)?”
Suara diseberang terdengar berat dan terbatuk-batuk. Kukenali itu suara Sin Ah
“ Ini Sin Ah. Seo Rim-ah, Mian. Besok aku tak bisa ke sekolah. Aku tak enak badan. Jadi, kau bisa kembali ke klub dan katakan bahwa aku harus absen lagi. Jebal! Kau harus datang dan mengawasi Lily apabila ia dekat-dekat dengan Myungsoo ku. Aku tak rela penyihir itu menempel seperti perangko pada Myungsoo”. Ucap Sin Ah.
Aku membulatkan mataku.
“C-chakaman—”
Namun, Belum sempat aku protes, Ia malah sudah lebih dulu menutup teleponnya.
Aishhh!! umpatku kesal membanting ponsel itu di kasur.
***
Lily menikmati milkshake nya sambil menatap udara dingin Seoul dari balik kaca toko. Tampak rintik hujan yang masih turun sejak siang tadi. Ia meneguk milkshakenya lagi dan kembali menatap kosong kedepan toko.
Drttt..drtt..drettttt…
Nada e-mail masuk ke ponselnya. Ia merogoh tasnya dan berhasil menemukan ponsel berwarna putihnya. Ia melihat nama pengirim e-mail tersebut dan segera membukannya.
From : Myung Soo
Lili-yah, Bagaimana dengan urusanmu? Kalau kau memintaku untuk mengurus klub besok, aku bisa membantumu. Fokus saja pada beasiswamu…
Untuk masalahmu dengan orang tuamu, kuharap kau mau bercerita.
Aku temanmu, jadi jangan sungkan padaku…
Setelah membaca e-mail tersebut, diletakkan dengan kasar ponsel miliknya itu. Ia menatap nanar foto wallpaper Myungsoo bersamanya. Ia menjadi ingat dengan kebersamaanya semasa kanak-kanak dulu.
Heh! Teman?
Lily menelungkupkan kepalanya di meja. Meletakkan semua kekesalan dan beban di pundakknya. Berbagai tekanan dan ketidak pastian datang silih berganti. Membuatnya sangat tidak nyaman.
“ Mengapa kau tetap tidak bisa merasakan perasaanku, Myungsoo-yah!!?” Ucapnya getir.
***To Be Continue***
*Lagu yang dinyanyikan Myungsoo adalah Lagu dari L (Kim Myungsoo) Infinite. Judulnya, 'This Song is For You'