Haru-Haru
Part 10
Author : khaiicheen
*****
SEVENTEEN SHINING DIAMOND FANMEETING in Singapore
Masih ada waktu beberapa jam lagi sebelum gelaran fanmeeting hari terakhir dilaksanakan dan hal inilah yang membuat Wonwoo, Mingyu dan DK memutuskan untuk berjalan-jalan di kawasan Orchard Road. Sekedar berjalan-jalan, makan dan menyegarkan pikiran ditemani Jaekyung yang mau tidak mau merelakan waktu istirahatnya untuk menemani ketiga membernya itu.
“Kalian ini ingin kemana? Jinjja, waktu istirahatkan terbuang percuma untuk hal ini.” Keluh Jaekyung.
Matahari yang cukup terik menemani ketiganya yang memilih untuk berjalan kaki dikarenakan lokasi yang dituju keempatnya terletak tidak jauh dari hotel tempat mereka menginap.
“Nikmatilah noona, Seoul tidak akan memberikan udara menyegarkan seperti ini.” Ujar DK.
“Majja, tidak setiap hari kita bisa menikmati suasanya seperti ini. Sejuk dan menyegarkan.” Tambah Mingyu.
“Gunakan ini.” Wonwoo memberikan snapbacknya pada Jaekyung.
“Tidak perlu. Terima kasih.” Balas Jaekyung dingin seraya menarik hoodienya segera.
“Eiys, ada apa dengan kalian? Kenapa hanya kalian yang selalu bertengkar nona asisten manager dan Wonwoo hyung?” Decak DK.
“Anniyo, kami tidak bertengkar.” Balas Wonwoo.
“Geotjimal. Kalian ini memang aneh.” Seloroh Mingyu.
“Sudah cepat jalan. Ini sangat panas.” Seru Jaekyung.
Kejadian semalam membuat Jaekyung enggan untuk meladeni Wonwoo yang keras kepala. Semalam ia harus tidur hingga larut karena namja itu memaksanya untuk mendengarkan sesuatu. Hal yang sebenarnya bisa di lakukannya pagi tadi.
Flashback
Diantara lelah dan pikirannya sendiri, akhirnya gadis itu memilih untuk meninggalkan egonya dan mengikuti permintaan Wonwoo untuk mendengarkannya berbicara. Diikutinya langkah itu menuju keluar gedung, menuju tempat dimana keduanya sempat bertengkar sebelumnya.
“Apa yang ingin kau katakan Jeon?” Tanya Jaekyung.
“Anjaseyo.” Balas Wonwoo meminta Jaekyung duduk di salah satu kursi.
Ya, Singapura memang bukan Seoul walaupun gemerlap kotanya bisa disandingkan dalam posisi yang hampir sama. Negara ini beriklim tropis, berbeda dengan Seoul dan 4 musimnya. Namun walaupun begitu, udara malam tetaplah dingin. Entah dimanapun kau berada, malam pasti dingin.
“Sudah, katakan saja. Aku mengantuk dan lelah Jeon.” Ujar Jaekyung.
“Baiklah jika itu yang kau inginkan.” Balas Wonwoo.
“Nde. Cepat.” Titah Jaekyung.
Wonwoo bangkit dari kursinya dan menyamakan tinggi tuubuhnya dengan Jaekyung yang tetaap memilih untuk berdiri.
“Kenapa kau menghindariku sebulan belakangan ini?” tanyanya.
“Anniyo. Aku tidak menghindarimu.” Balas Jaekyung tenang.
Gadis itu bahkan terlalu tenang untuk menjawab pertanyaan yang dilontarkan dilontarkan Wonwoo padanya. Seakan ia sudah pernah membayangkkan hal ini akan terjadi padanya.
“Lalu kenapa kau tak datang ke ruang latihan atau sekedar menemani jadwal kami? Asisten manager lainnya secara bergiliran menemani kami, hanya kau saja yang tidak.”
“Apakah aku harus terus berada disana untuk memperhatikan kalian? Jeon, banyak kegiatan lain yang harus kulakukan diluar pekerjaanku saat ini.”
“Kenapa tidak mengatakannya padaku?”
“Kau bukan atasanku. Lagipula aku sudah mengatakannya pada Jinyong oppa.” Balas Jaekyung dengan lebih tenang. “Dan itu sudah cukup untuk meminta ijin.”
“Noona..” Wonwoo menahan kesalnya.
“Wae?” ujar Jaekyung.
“Kenapa kau bersikap seperti ini kepadaku?” tanyanya lagi.
“Aku tidak melakukan apapun padamu Jeon. Kau sendiri yang membuatku akhirnya bersikap seperti itu padamu.” Ujar Jaekyung.
“Kenapa kau menghindar noona? Kenapa?”
“Aku tidak menghindar sedikitpun darimu. Jika memang aku menghindarimu, aku tidak akan datang walaupun dalam penerbangan menyusul seperti ini. Dirimu sendiri yang membuat kau merasa seperti kuhindari. Nyatanya tidak. Kita berada disini bersama saat ini.”
“Jaekyung noona..”
“Sudah selesai?” Tanya Jaekyung. “Aku pamit lebih dulu kalau begitu. Dan jangan memilih melakukan hal gila yang tak masuk diotak. Kembali segera ke kamarmu.”
Kaki gadis itu baru saja hampir memasuki lift ketika ia mendengar suara benda berat yang tercebur kedalam kolam renang. Membuatnya spontan memutar kepalanya karena seingatnya hanya ia dan Wonwoo yang berada di area kolam renang itu.
Ditinggalkannya backpack berukuran sedang miliknya dilantai dan segera berlari menuju keluar gedung. Jeon Wonwoo, aish benar-benar. Batin Jaekyung.
Flashback end
Sepanjang menyusuri Orchard Road, ketiga member Seventeen itu jauh dari kata diam. Dan yang membuat Jaekyung kesal adalah Wonwoo yang tidak nampak bersalah sama sekali. Ia pengacau hari gadis itu, namja itu yang merenggut waktu istirahatnya hanya untuk mendengarkan ocehan tak masuk akalnya.
“Apa yang kau lakukan semalam Jeon Wonwoo sampai asisten managermu seperti itu?” ujar Mingyu saat ketiganya sedang menganti pada sebuah toko es yang menjual beragam jenis es buah menyerupai bingsoo.
“Nde hyung. Tidak biasanya noona seperti itu.” Lanjut DK.
“Molla. Ia sudah seperti itu sejak kami bertemu semalam.” Balas Wonwoo tenang.
“Pasti ada yang kau lakukan sehingga membuatnya kesal seperti itu. Majja?” sang visual kembali bertanya.
Namun tak dijawab. Wonwoo lebih memilih segera meninggalkan kedua membernya setelah semangkuk es pesanannya sudah siap disantap.
“Ini untukmu.” Wonwoo menyodorkan semangkuk es buah segar pada gadis yang lebih memilih menunggu ketiga membernya itu di salah satu kursi.
“Terima kasih. Tapi aku tidak menginginkannya.” Balas Jaekyung dingin.
“Yakin?”
“Aku sudah menjawabnya bukan?” ujar Jaekyung disusul dengan suara bersin dari gadis itu.
“Kau baik-baik saja?” Tanya Wonwoo khawatir.
Jaekyung menarik hoodienya kembali –yang sebelumnya sempat terlepas- sampai menutupi mata. Ia mengantuk. Benar-benar mengantuk dan kepalanya terasa sedikit pening karena flu yang di deritanya.
“Kau terlihat mengantuk.” Ujar Wonwoo di sela-sela waktu menikmati es buah miliknya. “Dan juga tidak baik.”
“Ya, Jeon Wonwoo.” Seru Jaekyung nyaris berteriak.
“Wae? Aku hanya bertanya noona.”
“Pertanyaanmu bahkan tidak membutuhkan jawaban.”
“Wae Jae noona?”
“Masih juga bertanya?”
“Nde, ada apa?”
“Jeon Wonwoo, kau gila?” Ujar Jaekyung bangkit dari kursinya seraya meninggalkan Wonwoo yang terpaku di kursinya.
*****
Gelaran fanmeeting di negri singa ini telah selesai, menyisakan lelah pada setiap member dan juga tim mereka. Besok pagi, seluruh rombongan sudah harus meninggalkan Singapura untuk segera mengambil penerbngan menuju Philipina, dimana gelaran fanmeeting 1st Asia SHINING DIAMOND juga akan diselenggarakan disana.
Jaekyung terlihat tidak baik, sebuah masker pun tak lepas menutupi wajahnya sejak sore tadi, sekembalinya ia dari Orchard Road. Ketiga namja, yakni Wonwoo, DK dan Mingyu sudah mulai memperhatikan keadaan gadis itu setibanya mereka di lobby hotel. Ketoganya merasa sangat khawatir.
“Noona, gwenchana?” Tanya DK menghampiri.
“Eoh, nde. Gwenchana. Kau tidak masuk ke kamarmu?” Tanya Jaekyung.
“Anniyo, aku akan tidur di kamar Wonwoo hyung dan Mingyu.” Balas DK.
“Ah, baiklah. Istirahatlah. Kita dapat penerbangan pagi dan setibanya di Manila nanti kalian akan segera melakukan rehersal dan tidak ada waktu untuk beristirahat di hotel.” Ujar Jaekyung.
“Arraso noona. Kau juga. Istirahatlah.” Ujar Mingyu seraya mengulurkan tangannya dan meletakannya di dahi Jaekyung.“Sepertinya kau demam.”
Namun sebuah panggilan telfon menurunkan tangan sang visual dari dahi asisten manager hyungnya itu.
“Hyung, ponselmu.” Ujar Mingyu.
“Chankaman.” Ujar Wonwoo kemudian menepi.
Namja itu menangkat panggilan yang tetuju padanya. Nama Im Nayoung tertera di layar, menunjukkan siapa yang menelfonya di tengah malam ini.
“Ah, nde noona. Kau belum tidur?” Tanya Wonwoo.
*****
Jaekyung Side
“Ah, nde noona. Kau belum tidur?” Tanya Wonwoo.
Awal obrolan itu terdengar jelas di telingaku walaupun Wonwoo berjarak beberapa langkah dariku. Siapa yang menelfonnya? Nayoung? Im Nayoung member IOI yang juga merupakan trainee Pledis dahulu?
“Ah, benarkah?” ujarnya lagi.
“Baiklah, aku akan menghubungimu lagi nanti.”
“Anniyo, kami sudah lama tidak bertemu.”
“Baiklah, kututup telfonnya. Beristirahatlah.”
Gelagatnya terlihat sangat senang dan senyumnya tak henti menghiasi wajahnya. Jaekyung benci melihat hal ini.
“Sepertinya ia mulai dekat lagi dengan Nayoung noona, Mingyu-ya.” ujar DK tiba-tiba.
Kulihat Mingyu menyikut lengan DK yang berdiri tepat disampingnya.
“Geurae, aku masuk dulu.” Aku berpamitan.
“Geundae noona. Jangan salah paham dengan apa yang DK katakana tadi. Dia hanya bercanda.” Ujar Mingyu.
“Eoh, tenang saja. Memang apa hubungannya denganku. Sudah, kembalilah ke kamar kalian, aku akan masuk.” Ujar Jaekyung.
Dibandingkan harus lama-lama melihatnya, lebih baik aku masuk kedalam dan segera beristirahat. Aku tidak suka berlama-lama disini. Namun baru saja aku akan menarik knop pintu kamarku, sebuat tangan lebih dulu menahanku. Tangan yang menggenggam erat pergelangan tanganku seakan tak ingin melepaskannya.
“Ikut aku.” Ujar Wonwoo, namja yang menahanku itu dengan dingin.
“Wae? Aku ingin beristirahat. Jangan ganggu waktu istirahatku lagi Jeon Wonwoo.” Ujarku kesal.
“Hyung, sudah. Kita istirahat sekarang.” Ujar DK mencoba menahan hyungnya itu.
“Beri aku waktu 5 menit.” Ujar Wonwoo.
“Wae? Apa kau mau mengganggu waktu tidurku seperti semalam lagi? Aku mengantuk. Jaebal. Masih ada waktu besok pagi.” Balasku.
“Benar hyung. Besok kalian masih bisa membicarakannya. Kajja kita masuk ke kamar sekarang.” Ujar Mingyu.
“Anniyo. Kajja, ikut aku.” Ujarnya.
Aku hanya bisa menghela nafas panjang. Anak ini, masih sama keras kepalanya seperti dulu.
“Noona, gwenchana?” Tanya DK.
“Nde. Kalian masuklah lebih dulu.” Ujarku.
“Baiklah, sampaikan saja pada kami kalau dia berbuat macam-macam.” Ujar Mingyu.
Keduanya meninggalkan kami berdua di lorong, tepat di depan pintu kamar kami yang saling berhadapan itu.
*****
Dalam diamnya, Wonwoo terus menggenggam erat tangan Jaekyung. Namja itu pun sempat memakaikan asisten managernya itu jaket yang digunakannya, namun terus ditolak oleh gadis itu. Saat ini, keduanya tengah berada di kamar Haemin guna meminta obat pereda flu dan sakit kepala serta pleseter penurun demam.
“Eonni, gomawo.” Ujar Jaekyung. “Maaf mengganggu malam-malam seperti ini.”
“Gwenchana nona Yoon. Sudah seharusnya bukan kita saling membantu.” Balas Haemin. “Beruntungnya anak asuhmu ini perhatian denganmu Jaekyung-ah.”
“Good job noona. Terima kasih banyak. Bukankah itu bentuk terima kasih juga?” Pamit Wonwoo.
“Nde, nde Jeon Wonwoo. Kenapa belakangan ini kau jadi lebih cerewet sih?” ujar Haemin.
“Kami kembali dulu kalau begitu.” Pamitnya.
“Geurae, segeralah beristirahat.” Pesan Haemin.
Wonwoo dan Jaekyung, keduanya meninggalkan kamar Haemin yang berada di sudut lorong yang berlawanan dengan kamar keduanya. Kembali dalam diam, keduanya tak berbicara satu sama lain hingga akhirnya Wonwoo kesal dengan situasi tersebut.
“Aish, sampai kapan kau terus mendiamkanku seperti ini noona? Kau pikir aku ini patung?” ujar Wonwoo kekanakan.
“Jaga sikapmu Jeon. Kau bukan lagi anak sekolah.” Balas Jaekyung. “Sudahlah, kembali ke kamarmu sekarang.”
“Akhirnya kau mau berbicara juga denganku.” Ujar Wonwoo.
Namun, sepi dan sunyi kembali menyelimuti keduanya. Jaekyung tak lagi mengeluarkan suaranya sampai keduanya berada di depan kamar masing-masing. Kembali dalam diamnya, Jaekyung membuka pintu kamarnya dan menutupnya tanpa bermapitan sedikitpun pada namja yang sudah menemaninya itu.
“Aish, noona.” Keluh namja itu kesal.
*****
“Jangan lakukan itu.” Teriaknya.
“Siapa kau nona. Berani melawan kami?” seru salah satu siswa pria yang bertubuh besar itu.
“Siapa aku? Kau tidak perlu tahu. Lepaskan namja itu atau kau tidak akan bisa sekolah dimanapun.” Ancam gadis itu.
“Wae? Kau berani dengan kami?” seru salah satunya lagi.
Gadis bermarga Yoon dengan sabuk hitam di bidang Taekwondo itu mengeluarkan ponselnya, menekan beberapa nomor untuk memanggil beberapa orang yang dibutuhkannya untuk membantunya. Ia sudah bersiap melawan beberapa siswa pria itu ketika juniornya berlari menghambur padanya.
“Noona, geuman. Jangan ikut masuk dalam masalah ini.” Ujarnya.
“Shut up Jeon Wonwoo. Tenang saja. Kau tidak perlu takut.” Balas gadis itu.
“Geundae noona.”
Tanpa menghiraukan larangan juniornya itu, Yoon Jaekyung, gadis itu mulai bersiap untuk menyerang para siswa pria itu.
“Jangan mencari masalah dengan kami nona.” Ujar salah satu dari 5 siswa laki-laki yang ada.
“Siapa yang mencari masalah? Bukankah kalian yang memulainya. Dasar pria otak kosong. Untuk apa otakmu itu kalau disekolah saja selalu menindas orang.” Seru Jaekyung.
“Ya, apa kau bilang?” seru siswa dengan badan gemuk itu.
“Kalau kau berani…”
Jaekyung belum selesai menantang para siswa laki-laki itu saat salah satu dari kelima siswa itu melepas ikat pinggangnya untuk menyerang Wonwoo dalam posisi yang tidak terjangkau oleh Jaekyung. Namun dengan cepat, Jaekyung berlari keaarah Wonwoo dan mencoba melindungi namja yang sudah terluka itu. Dan kepala dari ikat pinggang itu mendarat di bahu kanan Jaekyung yang tidak lama mengeluarkan noda merah gelap.
“Noonaaaaa…” seru Wonwoo.
Mimpi itu, mimpi itu datang lagi menghampiri Jaekyung di beberapa malam. Tentang luka pada bahunya akibat hantaman yang cukup keras dari kepala ikat pinggang dengan bahan bersi itu yang membuat gadis itu harus mendapatkan penanganan serius.
Dipegangnya bahu kanannya itu lagi, dirasakannya bekas luka yang membuat kulitnya tak lagi mulus. Luka yang tak pernah disesalinya hingga saat ini, karena di sekolah menengah atas dulu ia bisa membantu temannya dengan kenakalannya itu. Ya walaupun antara sikap dan prestasi yang berimbang.
“Kenapa harus mimpi itu lagi?” ujar Jaekyung.
Di waktu yang sama, tempat berbeda…
Wonwoo, namja itu sempat melihat sebuah luka yang membekas pada bahu Jaekyung saat Haemin akan menempelkan plester pereda sakit pada bahu gadis itu. Ia tahu darimana luka itu Jaekyung dapatkan, sehingga membuatnya merasa bersalah dan tak berani menatap luka itu lagi.
“Noona, maafkan aku untuk luka yang kau terima itu.” Ujar Wonwoo lirih.
Beruntungnya Mingyu dan DK sudah terlelap dalam mimpi masing-masing sehingga mereka tak mengetahui hal ini.
“Jika tidak ada kau waktu itu, kurasa aku sudah habis oleh mereka.”
“Namun sayangnya, aku tidak pernah mengucapkan terima kasih untuk itu secara langsung padamu.”
*****