home_icon
SIGN IN
SIGN UP
Portal Berita - Radio Streaming - Komunitas Anak Muda
Portal Berita - Radio Streaming - Komunitas Anak Muda
LOUNGE
HOW IT WORKS
HOW TO BE DFF OF THE WEEK
TERMS OF USE
CONTACT US
  • Latest
  • Most Viewed
  • Most Loved
  • A-Z
  • My Fanfiction
  • My Subscriptions
  • My Subscribers
  • Create New Fanfiction
Fan Fiction > Me As You

Me As You

Share:
Author : letsDOwl
Published : 02 Oct 2016, Updated : 11 Oct 2016
Cast : BTS Jin & Jimin, RV Irene & Seulgi, GFRIEND Sowon, GOT7 JB, TWICE Chaeyoung
Tags :
Status : Ongoing
0 Subscribes |813 Views |0 Loves
Me as You
CHAPTER 3 : Chapter 1 : The Other Person [PART 1]

Seoul

Emerald Penthouse

November, 30th 2012

10 PM

 

Aku mengerti….ini bukanlah sesuatu yang mudah bagimu…

Tapi…tak berhak kah jika ia meminta sebuah jawaban?!

Meskipun itu hanya satu kata…

Meskipun itu berarti tidak…

Ia tetap membutuhkannya!

Ia membutuhkan sebuah jawaban

Sebuah jawaban, yang akan memberitahunya apakah ia harus melanjutkan ini semua?

Atau harus berhenti sampai di sini…

Wae? Kenapa kau melakukan ini padanya? Hiks…

 

“Mian….Mianhae…”, lalu tak lama kurasakan sesuatu menepuk nepuk pipiku. Kubuka mataku perlahan dan kulihat wajah dua orang namja tepat berada di depanku. Salah seorang namja terlihat lebih muda dari usiaku dan namja yang satunya lagi terlihat lebih tua dariku.

“Hyung gwenchanayo?”, Tanya namja yang berusia lebih muda dariku tersebut.

“Tuan muda, apakah anda baik baik saja?”, Tanya namja yang lebih tua tersebut.

Aku memejamkan mataku sejenak dan menghela nafas pelan. Aku terbangun dari posisiku dan duduk di kasurku sembari mengusap usap wajahku. “Gwenchanayo…hanya sebuah mimpi”, gumamku pelan. Kedua namja itu saling menatap satu sama lain, lalu kembali menatapku dengan tatapan khawatir. “Eyy….nan jincha gwenchanayo”, ujarku meyakinkan keduanya. Aku beranjak dari kasurku dan berjalan menuju toilet yang berada di dalam kamarku hanya untuk sekedar membasuh wajahku.

“Kau selalu meminta maaf dalam tidurmu”, ujar namja yang lebih muda, yaitu sepupuku. Aku menghentikan aktivitasku sejenak ketika mendengar ucapan sepupu tunggalku tersebut. “Kau tahu? Hal ini bukan hanya terjadi sekali ini saja…bagaimana aku dan Paman Choi tidak khawatir?”, sungutnya khawatir.

“Haruskah kami membawakan dokter untuk memeriksa kondisimu?”, sambung Paman Choi.

Aku melanjutkan membasuh wajahku sekali lagi dan mengambil handuk, lalu melangkah keluar dari toilet. “Andwaeyo paman….nan jincha gwenchanayo!. Mimpi ini terjadi karena aku sedang banyak pikiran….aku hanya butuh waktu untuk refreshing sejenak”, ujarku sembari mengganti baju tidurku dengan kaus turtleneck hitam favoritku dan menyempurnakan tampilanku dengan sebuah jaket jas panjang berwarna senada yang akan tetap menghangatkanku di malam musim gugur yang dinginnya cukup menusuk.

“Kau akan keluar?”, Tanya sepupuku khawatir.

“Eo…aku hanya ingin mencari angin segar sejenak”, ujarku sembari mengambil kunci mobil yang kuletakkan di samping tempat tidurku.

“Tapi hyung! Ini sudah malam!”, seru sepupuku menentang keputusanku.

“Aku hanya berkeliling di seputar area sini saja Jimin-ah…kau tak perlu khawatir”, ujarku menyentuh pucuk kepala Jimin, sepupuku. “Dan Paman Choi….kau tak perlu mengikutiku…aku sedang ingin sendiri”, sambungku lalu bergegas pergi keluar dari kamarku.

Aku melangkah menuju basement dan menuju mobilku sendiri. Segera aku memposisikan tubuhku pada kursi supir dan mulai kunyalakan mesin mobil dan di menit berikutnya, kudapati diriku berkendara sendiri menelusuri jalanan malam hari yang tidaklah terlalu ramai. Kunyalakan radio yang terpasang pada dashboard mobilku demi membunuh rasa kesepian yang kini kurasakan. Mobilku berhenti pada sebuah perempatan jalan dimana kini lampu jalan menunjukkan warna merah. “Sebuah komet diperkirakan akan melintas malam ini tepat pukul 12 malam nanti. Komet yang muncul setiap dua puluh tahun sekali ini, dapat disaksikan dengan mata telanjang”, suara seorang penyiar radio menggema, membacakan sebuah berita. “Komet?”, kulihat langit di atas sana melalui kaca depan mobilku. Langit terlihat begitu terang dengan banyak sekali bertabur bintang malam itu. Di malam seterang ini, maka bisa dipastikan bahwa komet itu pasti akan terlihat. Kulihat jam tangan yang melingkar di pergelangan tangan kiriku. “Dua jam lagi”, gumamku. Tak lama kemudian, lampu jalan berubah menjadi hijau dan kembali ku tekan gas mobil.  Aku terus berkeliling tanpa arah selama kira kira hampir satu setengah jam, hingga akhirnya mobilku berhenti di sebuah taman yang mengelilingi sebuah danau.

 

11.55 PM

Aku menghentikan mobilku sejenak di sisi taman sembari menikmati segelas Frapuccino yang sempat kupesan sebelumnya ketika aku berhenti sejenak di sebuah café yang terletak tak jauh dari tempat di mana aku berada saat itu. Aku menyeruput segelas Frapuccino hangat tersebut sembari mendengarkan music akustik yang mengalun indah dari stasiun radio yang kudengarkan saat ini. Tak kurasa hal ini cukup membantuku meredam suara suara bising yang kini berkelebat di dalam pikiranku. Hal ini berlangsung selama beberapa menit hingga…… “Hffhh~!”, aku tersedak ketika aku melihat sesosok yeoja muncul tepat di depan mobilku. "Ah kkamjakgiya!", seruku. Untung saja yeoja itu tak mendengarku karena aku berada di dalam mobil. Yeoja itu menoleh ke arahku. Sejenak pandangan kami bertemu. Entah bagaimana bisa kudeskripsikan tatapan yeoja itu. Marah? Kecewa? Sedih?, kurasa salah satu dari ketiganya. Atau mungkin semuanya. Kami bertatapan selama beberapa detik. Yeoja itu kemudian pergi begitu saja melewati mobilku. Mataku terus mengikuti sosoknya, hingga kulihat ia kini berhenti di tepi danau. "Mwoya?", gumamku sambil terus memperhatikan yeoja itu. Dari kejauhan, aku bisa melihatnya tengah tertunduk. Lalu detik berikutnya, kulihat ia melangkah mundur sejenak dan berlari maju dan melompat ke dalam danau. OMO! Chakkaman! Yeoja itu baru saja melompat ke dalam danau!!. Refleks aku keluar dari dalam mobilku dan berlari menuju spot terakhir dimana aku melihat yeoja tersebut. Sembari berlari, aku melepas jas dan kedua sepatuku tanpa kusadari hingga....BYURRRR!! Aku turut melompat ke dalam danau. SPLASSSHHH!! aku sungguh tak tahu apa yang kulakukan. Saat itu, yang ada di pikiranku hanyalah menyelamatkan yeoja itu. Namun satu hal yang ku lupakan ketika aku berlari menuju danau tadi untuk menolong yeoja itu yaitu........aku tak bisa berenang. "Hhnnnggghh!! hnngghh!!!", aku mencoba terus bergerak agar tak tenggelam di dalam danau berkedalaman hampir lima meter tersebut. Namun kurasakan air semakin banyak masuk ke dalam tubuhku melalui lubang hidung dan mulutku, membuatku kesulitan bernafas. Aku merasakan tubuhku semakin lama semakin lemas. Pandanganku mulai kabur, tapi samar samar aku melihat sesuatu bergerak ke arahku. Namun semakin lama semua semakin terasa gelap. Aku mendongak menatap langit bertaburkan cahaya bintang yang begitu indah hanya demi bisa bernafas.

 

Entah ini hanya imajinasiku saja atau bukan, tapi aku melihat sebuah bintang berekor yang bergerak melintas cepat menyusuri langit malam. Menurut mitos, jika kau melihat bintang jatuh, kau harus mengucapkan sebuah permintaan. Maka secara alamiah, sebuah permintaan melintas di dalam benak dan pikiranku meskipun kutahu bahwa mungkin aku akan mati malam ini. Samar samar, kulihat bintang berekor tersebut bersinar terang selama beberapa detik, seolah memberi tanda bahwa permohonanku telah diterimanya hingga akhirnya, sosoknya benar benar menghilang dan langit malam kembali diisi kegelapan. Di saat bersamaan, kegelapan juga mulai menguasai diriku. Aku sungguh tak sanggup lagi. Aku benar benar sudah pasrah dengan apa yang akan terjadi padaku. Mataku sudah tak bisa lagi melihat, namun telingaku, di detik detik terakhirnya, masih mampu menangkap suara suara di sekitarku.

 

Dua hal terakhir yang bisa kudengar saat itu adalah suara sirene dan......"Andwaeyo!! blurrppphh~ Jangan...hhh...mati!!"

***

Seoul

Central Hospital

01.00 AM

Kubuka mataku perlahan. Sebuah cahaya terang menyilaukan pandanganku. Segala hal berwarna putih kini terlihat di pandanganku. Kupertegas pandanganku dan kini kusadari sepertinya aku berada di sebuah kamar rawat di rumah sakit. "Argh...", aku merintih pelan ketika aku mencoba untuk bangun dan duduk di kasur rawatku. Tak sengaja kulihat tanganku kini berada di dalam genggaman tangan seseorang. Ku arahkan pandanganku ke sisi kananku. Kulihat seorang yeoja berambut panjang lurus, kini tengah tertidur dengan kepala bersandar pada sisi kasur rawatku dan tangan kanannya menggenggam tanganku. Salah tingkah, aku melepaskan genggaman yeoja itu dengan hati hati agar aku tak membangunkannya.

"Eungh? kau sudah sadar?", rencanaku gagal. Yeoja itu terbangun. "Omo! Kau benar benar sudah sadar!", serunya terkejut.

Aku menatap yeoja itu dengan seksama. Apa ia yeoja yang sempat coba kutolong saat itu?. Yeoja itu balik menatapku bingung. Ani....bukan! Yeoja ini bukan yeoja itu!. Aku yakin sekali!. Lalu....kalau ia bukan yeoja itu, lalu siapa yeoja ini?. Aku terus mengembangkan hipotesis hipotesis aneh dalam kepalaku tentang yeoja di hadapanku ini.

"Neo gwenchanayo?", akhirnya yeoja itu membuka suara dan menanyakan keadaanku.

"N-Ne.....sudah berapa lama aku tak sadarkan diri?”, gumamku pelan.

“Hm…moreugesseoyo….24 jam semenjak kami membawamu kemari?”, balas yeoja itu.

“G-Geuraeyo?”, gumamku terdiam sejenak. “Lalu…neo...nuguseyo?", gumamku bertanya sopan.

"Ne?", yeoja itu menatapku dengan tatapan bingung dan tak percaya. "Kau bertanya apa barusan?"

"Neo...nuguseyo? kenapa kau ada di kamar rawatku?", yeoja itu melongo mendengar pertanyaanku.

"Solma neo...", gumam yeoja itu menatapku tak percaya. "Apa kau mengalami amnesia?", tanya yeoja itu tak percaya.

"Ne? apa maksudmu?"

"Ah...tapi itu tak mungkin...mengingat kau hanya tercebur ke dalam danau. Apa di dalam sana ada batu?", gumam yeoja itu bicara pada dirinya sendiri.

Aku hanya tercengang mendengar ucapan yeoja itu. Tak satupun dari ucapannya yang bisa kumengerti sedikitpun. Aku tertunduk lesu. "Jebal...tolong jelaskan apa yang terjadi padaku...aku hanya bisa mengingat dengan samar samar...jebal...", pintaku memelas.

Yeoja itu melirik ke arahku dan menghela nafas pelan. "Kau ingat apa yang terjadi?"

"Sedikit...yang kuingat saat itu aku melompat ke dalam danau karena aku ingin menolong seorang yeoja...tapi aku sadar aku tak bisa berenang dan-"

"Ah chakkaman!", sela yeoja itu. "Menolong seorang yeoja katamu? Kau...tak bisa berenang?", tanya yeoja itu terkejut.

Bukan sebuah penjelasan, namun lagi lagi hanya tatapan penuh pertanyaan yang kudapatkan. "Ini benar benar aneh!", gumam yeoja itu. Ia terlihat berpikir sejenak sambil memijat mijat dahinya.

"A-apa aku salah bicara?", gumamku.

"Aniya! Hanya saja...", yeoja itu terdiam sejenak menatapku tak percaya. "Kau satu satunya yeoja yang ada saat itu...menurut keterangan polisi yang menolongmu, kau justru menyelamatkan seorang namja yang tercebur ke dalam danau...namun kau hampir saja tenggelam dan kehabisan nafas setelah membantu namja itu keluar dari dalam danau", ujar yeoja itu. "Tapi beruntung, kau masih bisa diselamatkan".

"M-Mworagoyo?", gumamku tak percaya. Jadi...jadi aku hidup karena yeoja itu menolongku?!. "T-Tapi...", aku sungguh tak tahu harus berbuat apa. Kepalaku terasa semakin sakit ketika memikirkan ini semua.

Yeoja itu kembali menghela nafas pelan. "Tunggulah di sini sebentar....aku akan memanggilkan dokter untuk memeriksa kondisimu", ujar yeoja itu.

"Ah c-chakkaman!", aku berusaha memanggil yeoja itu namun ia tak mempedulikanku dan tetap bergegas pergi keluar dari kamar rawatku. Aku terpaku di tempatku. Ige mwoya?. Apa aku bermimpi lagi?. Aku menampar nampar wajahku sendiri. Sakit...aku mencoba menampar wajahku sendiri sekali lagi hingga...."J-Jogiyo", sebuah suara membuyarkan konsentrasiku. Kulihat dokter wanita, suster, dan yeoja asing sebelumnya sudah berada di ambang pintu kamar rawatku. "Gwenchansseumnikka?", tanya dokter hati hati.

Aku refleks menyembunyikan tanganku di balik punggungku. "N-Ne...jweisonghamnida", gumamku menahan malu.

Dokter itu tersenyum tipis ketika mengingat aksiku tadi. Ia lalu berjalan ke arahku dan bersiap untuk memeriksa kondisiku. "Ah c-cchakkamanyo!", aku berseru refleks. Sebagai seorang namja, aku merasa cukup risih jika tubuhku di periksa oleh seorang yeoja. Dokter, suster, dan yeoja itu terkejut melihat reaksiku. "A-Apa ini tidak apa apa? M-Maksudku...menyentuh tubuh orang lain seperti ini?", gumamku sembari melindungi tubuhku sendiri.

Dokter, suster, dan yeoja asing itu saling menatap bingung satu sama lain. "Itu sudah pekerjaanku sebagai dokter...lagipula kita semua sama sama yeoja jadi-"

"Ah c-c-chakkamanyo! chakkaman!!", Aku berseru terkejut dengan apa yang baru saja diucapkan dokter. "T-Tadi...kau bilang apa?"

"Yeoja....kita semua yeoja", ujar sang dokter.

"Y-Yeojayeyo?", gumamku masih mencoba mencerna apa yang terjadi. Cerita yeoja itu tentang yeoja itu yang menolongku dari danau......sesuatu tiba tiba terlintas di pikiranku. "S-Solma...", gumamku tak percaya.

"Apa sesuatu membentur kepalamu begitu keras sampai sampai kau sungguh tak ingat apapun?", sambar yeoja asing yang kulihat pertama kalinya tadi. Aku hanya bisa menatap bingung. Kulihat yeoja itu menghela nafas berat sebagai pelampiasan rasa frustasi yang dialaminya sejak ia bicara padaku tadi. "Ia sepertinya mengalami amnesia akut", ujar yeoja itu pada sang dokter. "Ia tak mengingatku sebagai adiknya dan kini ia bahkan tak ingat bahwa ia adalah seorang yeoja", sambungnya.

Sesuatu seperti menamparku ketika aku mendengar ucapan yeoja itu. Aku melihat kedua tanganku sendiri, yang kini baru kusadari, ukurannya lebih kecil dari tanganku sesungguhnya. "I-ini...", gumamku tak percaya. Sesuatu kembali 'menamparku' ketika aku mendengar suaraku sendiri yang kini terdengar lebih lembut dari biasanya. "A...a...check check...", gumamku sambil menyentuh leherku sendiri dan.....lagi lagi baru kusadari...aku tak memiliki jakun!. Lalu dengan hati hati kusentuh pucuk kepalaku dan kutelusuri setiap helai rambutku yang menjuntai hingga dadaku. Lalu...aku menunduk dan melihat ke arah dadaku dan........"Y-Yeoja?", gumamku pucat pasi seketika. "Yeoja? Yeo...", untuk kedua kalinya kurasakan duniaku berputar kembali dan kegelapan kembali menguasaiku.

"Juhyun-ssi!!"

"Juhyun onnie!!"

***

Hospital

01.00 AM

"Engh...", aku membuka mataku perlahan. Aku masih berada di ruangan yang sama. Yeoja yang mengaku sebagai adikku tersebut juga masih ada di dalam kamar rawatku. Kulihat ia tengah tertidur pulas di salah satu kursi yang memang berada di kamar pasien. Aku bangkit dari posisiku dan kembali teringat apa yang terjadi sebelumnya. "Semoga itu hanya mimpi...jebal...jebal...", gumamku memejamkan mataku seraya berdoa. Kubuka mataku perlahan dan kulihat lagi kedua tanganku...tak ada yang berubah sejak terakhir kali aku melihatnya. Ini sungguh bukan mimpi....kini aku benar benar menjadi seorang yeoja. Aku diam diam beranjak dari bangsal rawatku. Melangkah dengan hati hati menuju toilet, agar aku tak membangunkan 'Adik' ku tersebut. Kututup perlahan pintu toilet dan kulihat ada sebuah cermin terpasang di dinding toilet. Sejenak aku ragu untuk melihat diriku di dalam cermin tersebut. Untuk pertama kalinya dalam hidupku, aku merasa begitu takut dengan sebuah cermin. Entah mana yang lebih menakutkan: Tak melihat pantulan bayangan dirimu sendiri di dalam cermin atau melihat pantulan bayangan dirimu sebagai orang lain.

Kucoba kumpulkan segenap keberanianku dan melangkah menuju cermin dengan kedua mata tertutup. Aku menghela nafas pelan dan perlahan kubuka kedua mataku. Samar samar kulihat sosok lain terpantul di cermin. Seorang yeoja. Aku mencoba melihat setiap sisi dari wajah baruku tersebut. Segala sesuatunya masih terasa aneh bagiku. Kutatap intens pantulan wajah baruku di cermin tersebut dan tatapan itu terasa familiar bagiku. DEG!!, Jantungku berdegup cepat. Yeoja ini.....yeoja yang melompat ke danau malam itu....a-aku...kini aku hidup sebagai dirinya?!.

***

 

Seoul

Emerald Penthouse

01.00 AM

Aku membuka mataku perlahan. Ruangan di sekitarku terlihat redup. "Errgghhh~", aku meregangkan punggungku yang terasa tegang. "Hngh...", aku berhenti sejenak ketika menyadari sesuatu bergerak di sampingku. Perlahan, aku menoleh ke sisi kiriku dan..."AAAAAAAAAAKKKKKKKKKKK!!!!!", Aku refleks menjerit dan berguling hingga aku terjatuh dari kasur ketika aku mendapati seorang namja tertidur di sampingku.

Namja yang tengah tertidur pulas tersebut refleks terbangun ketika mendengar jeritanku. "Mwoya?! mwoya mwoya?!", respon namja itu panik meskipun ia masih setengah sadar. Ia lalu terdiam ketika mendapati diriku terduduk di lantai, menatapnya dengan tatapan penuh pertanyaan. "Mwohaeyo? Aish...aku masih ngantuk!", gerutunya sambil kembali merebahkan tubuhnya di kasur.

"Neo!", aku menunjuk ke arah namja itu. "N-Neo nuguya?"

"Ne?", namja itu kembali membuka matanya yang masih setengah mengantuk. "Ah...watda....ia benar benar tak mengingat apapun", keluh namja itu frustasi. Apa yang dibicarakannya? Aku tak ingat apapun? Apa maksudnya? Apa ia mengenalku?.  Ia pun terbangun dari posisinya dan duduk di kasur, sementara aku masih terduduk di lantai. “Arasseo…aku akan memperkenalkan diriku….Namaku adalah Park Jimin, aku berusia 22 tahun dan aku sudah mengenalmu sejak lahir”, ujar namja bernama Jimin tersebut.

Aku melongo mendengar ucapan namja itu. “S-Sejak lahir? Ottokhae?”

“Kau dan aku bersaudara!”, sungutnya frustasi. “Kita ini saudara sepupu!”, sambungnya.

“Guraeyo? Tapi….kurasa sepupuku tinggal di…Gyeonggi-do….bukan di Seoul”, ucapku hati hati.

“Nee?!”, Jimin terkejut mendengar ucapanku. Ia menatapku dengan tatapan aneh. “Apa sesuatu merasukimu ketika kau melompat ke dalam danau?”.

“M-Mworago? Aniyaaa! Aku- “, aku terdiam sejenak mendengar apa yang dikatakan Jimin. “Kau…tahu aku melompat ke danau?”

“Ah geureomyo! Polisi mengabariku melalui ponsel yang mereka temukan di tepi danau!. Apa yang kau lakukan malam itu? Kau bahkan tak bisa berenang!. Kau berniat mengakhiri hidupmu?”, sungut Jimin frustasi.

“A-Ani…b-bukan itu maksudku hanya saja….”, entah mengapa pikiranku kala itu mendadak blank. “A-Aku tak bisa berenang?”, aku menunjuk diriku sendiri.

“Kau tak ingat? Ah…jeongmal michitgetda”, gerutu Jimin pada dirinya sendiri. “Kau melompat ke danau kemarin malam dan lima menit kemudian polisi yang sedang berpatroli di area itu menemukanmu di tepian danau. Beruntung kau masih bisa diselamatkan”, ujar Jimin menjelaskan apa yang terjadi malam itu.

"O-ottae?"

"Seorang yeoja menyelamatkanmu dan mendorongmu hingga kau sampai di tepian danau...tapi....kudengar ia sempat kehabisan nafas setelah menolongmu. Polisi yang berada di lokasi saat itu bergegas menolongnya...namun aku tak tahu apa yang terjadi padanya setelahnya...kami bergegas membawamu ke rumah sakit", ujar Jimin.

Aku terdiam sejenak memikirkan setiap kata demi kata yang diucapkan Jimin. Apa ia membicarakan diriku?. Aku ingat apa yang terjadi malam itu.

***

FLASHBACK

The Night Before

 

Aku berlari menuju ke arah taman, tempat terdekat denganku saat itu. "Hh...hh....hhh...", aku berhenti sejenak tepat di depan sebuah mobil. Aku menoleh ke sisi kiriku, melihat tepat ke dalam mobil tersebut. Seorang namja menatapku terkejut. Suasana hatiku sedang begitu buruk saat itu. Bahkan ketika melihat namja itu menatapku dengan terkejut tersebut, membuatku kesal. Aku bahkan tak mengenalnya.

Aku kembali berlari menuju danau. Kosong....johtda....aku bisa memanfaatkan situasi ini untuk meluapkan perasaanku. "AAAAAAAHHHHHH!!!!", Aku berteriak sekeras mungkin untuk bisa mengeluarkan penat yang begitu menyesakkan dadaku. Aku benci hidupku, aku benci diriku sendiri yang tak bisa memberontak demi kebahagiaan diriku sendiri. Aku benci diriku sendiri yang hanya selalu bisa menerima dan menelan mentah mentah apa yang orang lain lakukan padaku, bahkan jika itu menginjak injak harga diriku sekalipun. Aku terdiam sejenak demi sekedar mengambil nafas setelah mengeluarkan segala penat ini hingga....."Sallyeojuseyoooo!!", aku mendengar teriakan minta tolong. Seorang anak kecil berlari menghampiriku. "Noona!! noona sallyeo juseyo jebalyo!!", seru anak itu panik.

Melihatnya panik, aku pun turut merasa panik. "Wae wae?!"

"Igo! Kucingku tenggelam di danau noona! hiks...aku mencarinya sejak tadi dan ia sudah berada di dalam danau...sallyeo juseyo noona...jebalyo..hikss....hikkss", seru amak itu panik dan ia mulai menangis. Aku melihat ke arah yang ditunjuk anak itu. Benar kulihat sesuatu seperti bergerak di tengah danau. "Haa....tapi...danau ini cukup dalam ottohkae?", gumamku dalam hati. Aku melirik anak itu dan ia menangis semakin kencang. "Aish...c....", gumamku hendak mengeluarkan kata kata yang tak pantas karena diriku kerap memaksaku untuk menolong anak ini. "Ah arasseo! minggirlah...aku akan menolongnya", ujarku lesu.

"Jinchayo?!", tanya anak itu sembari menatapku penuh harap. Ia pun bergegas minggir dan di detik berikutnya, aku mendapati diriku melompat ke dalam danau dan mulai berenang ke tengah danau untuk menolong kucing tersebut. "Neo jabbasseo....hhh...", gumamku terengah engah. Aku mengambil kucing tersebut dan kembali berenang menuju tepian danau. Namun, sebelum aku tiba di tepian danau.....BYUUURRRR!!! Sesuatu kembali masuk ke dalam danau. "Aish ige tto mwoya?!", sungutku kesal. SPLAAASSSHHH!! Kulihat sosok seorang namja muncul dari dalam air.  "Hhnnnggghh!! hnngghh!!!", namja itu menggerak gerakkan tubuhnya. "Solma....apa ia tak bisa berenang?"

"Sallyeo..blurrrpphhh...hwaaahhh!! Sallyeo juseyooo!! bluurrphhh~", namja itu mencoba berteriak meminta tolong. Apa ia sudah gila?! Sudah tahu tak bisa berenang tapi memaksakan diri melompat ke danau?!. Aku sungguh benar benar tak tahu dosa apa yang kubuat hingga aku begitu sial hari ini. Aku berenang ke arah namja itu dengan memeluk kucing milik anak itu di tangan kiriku. Sementara tangan kananku berusaha meraih namja itu yang sepertinya sudah mulai kehilangan kesadarannya. Secara perlahan kulihat tubuhnya mulai tenggelam. "Andwaeyo!! blurrppphh~ Jangan...hhh...mati!!", seruku panik. Kuraih jaket namja itu dan kutarik tubuhnya menuju sisi danau. Beruntung di saat bersamaan, seorang polisi yang sedang berpatroli melintas. "Sallyeo...blurrph...sallyeojuseyo!", aku berseru dengan sisa sisa tenaga yang kumiliki. Namun sepertinya polisi tersebut tak mendengarku.

Aku menyerahkan kucing itu pada sang pemilik. "Momo-yaaa", anak itu menyambutku bahagia ketika melihat kucing kesayangannya kembali. "Tolong aku...hhh...", gumamku pada anak itu. "Tolong....hhh...beritahu polisi...di sana...aku.....hhh... aku membutuhkan bantuan...jebal...", gumamku terengah engah. Anak itu mengangguk cepat dan berlari menuju polisi yang kumaksud tersebut. Sembari menunggu, aku mencoba mengangkat tubuh namja itu ke tepi danau. "Ugh...berat sekali tubuhnya...ergghh", dengan sekuat tenaga aku mendorongnya ke tepi danau dan....berhasil. Kini aku mencoba mengangkat diriku sendiri, yang kupikir akan mudah, namun tidak seperti apa yang kuharapkan. Air danau begitu dingin malam itu dan tubuhku mulai terasa kaku. Ujung ujung jariku mulai berkerut. Aku berusaha mengangkat diriku sendiri ke tepi danau namun....."Argh!", kurasakan kaki ku kaku. Sepertinya kram menghinggapi diriku. "Ottokhaji hh...hhh....", gumamku panik. "Errgghh~", aku terus mencoba namun tubuhku sudah mencapai batasnya. Entah sudah berapa lama aku berada di dalam danau sebelumnya. Kurasakan secara perlahan tubuhku tenggelam ke dalam air. Kesadaranku sudah mulai goyah hingga....TAP!! sesuatu menggenggam tanganku dari tepi danau, membuatku tersentak. Aku refleks membuka mataku. Namja yang kutolong tadi menggenggam tanganku erat meskipun kondisinya juga tidaklah sebaik diriku. Seolah menahanku agar aku tidak tenggelam.

BLURRPPHH~ SPLASSSHH!! Aku mengumpulkan segenap tenagaku untuk kembali menarik diriku keluar dari dalam air. Di saat bersamaan kulihat sosok anak kecil yang kutolong tadi dan polisi berlari ke arahku. "Sallyeo...hhh...juseyo....", gumamku pelan dan kegelapan menguasai diriku.

END OF FLASHBACK

***

"Hyung! Hyung!!", aku tersentak ketika mendengar suara Jimin.

"N-Ne?", jawabku refleks.

"Hyung Gwenchanayo?", tanya Jimin mengangkat sebelah alisnya.

"Ne...aku hanya-", aku terdiam ketika menyadari ada sesuatu yang salah di sini. "T-Tadi kau memanggilku apa?"

"Hyung?", jawab Jimin bingung.

Aku menatap Jimin tak percaya. Kuangkat sebelah tanganku dan kulihat ukurannya menjadi dua kali lebih besar dari tanganku sebenarnya. "I-Ige mwoya?", gumamku tak percaya. Ku sentuh kepalaku dan bisa kurasakan rambutku kini terasa jauh lebih pendek dari sebelumnya. Panik, aku bergegas berdiri. Tak jauh dariku sebuah kaca besar terpajang di dinding kamar. Bisa kulihat jelas postur tubuhku kini. "N....N....Namja...?", gumamku tak percaya. Aku menoleh menatap Jimin dengan tatapan tak percaya.

"Hyung....wae guraeyo?", tanya Jimin yang masih memperhatikanku dengan seksama.

"Beritahu aku ini semua hanya mimpi!", aku berseru tak percaya dengan apa yang terjadi saat ini.

"Ne?! A-Apa maksudmu hyung?!", Seru Jimin tak kalah bingung.

"Ani....tak mungkin...ini semua pasti hanya mimpi...ini...ini...hh...", lagi lagi pandanganku mendadak blur. Yang bisa kudengar saat itu, hanya suara panik Jimin yang memanggil sebuah nama berkali kali.

"Hyung!!"

"Seokjin hyung!!"

***

POPULAR FANFICTION

BERITA PILIHAN

COPYRIGHT 2024 DREAMERS.ID PUBLISHED BY DREAMERS NETWORK