home_icon
SIGN IN
SIGN UP
Portal Berita - Radio Streaming - Komunitas Anak Muda
Portal Berita - Radio Streaming - Komunitas Anak Muda
LOUNGE
HOW IT WORKS
HOW TO BE DFF OF THE WEEK
TERMS OF USE
CONTACT US
  • Latest
  • Most Viewed
  • Most Loved
  • A-Z
  • My Fanfiction
  • My Subscriptions
  • My Subscribers
  • Create New Fanfiction
Fan Fiction > Reality

Reality

Share:
Author : adinary8
Published : 08 Aug 2016, Updated : 22 Aug 2016
Cast : Lee Jinki - Han Sunyeong - Kwon Jiyong - Jung Soojeong - Jonghyun - Taemin - Kibum - Minho
Tags :
Status : Ongoing
0 Subscribes |946 Views |0 Loves
Reality
CHAPTER 3 : Feelings That Are New

∞ 

“Sejak kapan aku tersenyum karenanya?”

 

Pasca kejadian mengenaskan kemarin, keluarga Han memutuskan untuk tinggal di rumah nenek dan kakek –orangtua Yoon In Ha, di Masan. Kemudian Il Baek memutuskan untuk membantu mertuanya berdagang ikan karena rumah mereka dekat dengan pantai. Kedua adik kembar Sunyeong pun akhirnya pindah sekolah ke Masan sedangkan Sunyeong kembali ke Seoul setelah memastikan keluarganya baik-baik saja.

“Sunyeong-ah!”

Sunyeong sedikit terhuyung ke belakang saat menerima pelukan Soojeong. Mereka sudah dua minggu tidak bertemu. Tapi bagaimana bisa ia tahu Sunyeong sudah tiba di Seoul?

“Aku sangat mengkhawatirkanmu, Sunyeong. Aku ingin menyusul tapi kau tidak memberitahu dimana kau tinggal setelah kebakaran itu.” Soojeong melepas pelukannya. “Apa keluargamu sekarang sudah baik-baik saja? Kalian tinggal dimana sekarang?”

Sunyeong terkekeh melihat tingkah sahabatnya. “Masuklah, ada banyak hal yang ingin aku ceritakan padamu.”

Mereka pun masuk kedalam dan duduk di depan sebuah televisi kecil yang terpajang di tengah ruangan. Setelah Sunyeong mengambil dua kaleng soda dari dalam kulkas kecilnya, ia pun mulai bercerita. Bahkan sunyeong sampai menangis ketika ia kembali teringat bagaimana kondisi keluarganya setelah kebakaran itu.

“Apa kau tahu perusahaan mobil apa yang membuatmu menderita seperti ini?”

Sunyeong menggeleng. “Aku tidak tahu jelas.”

Soojeong menghapus air matanya . “Kau… kau pasti sangat kesulitan sekarang, jika ada yang kau butuhkan kau harus bilang padaku, ya? Aku pasti akan membantumu, kau tidak perlu sungkan.”

Sunyeong mengangguk. “Gomawo, Soojeong. Aku merasa begitu beruntung memiliki sahabat sepertimu. Maaf seminggu ini aku tidak pernah membalas pesan atau mengangkat teleponmu. Aku minta maaf.”

“Ah, majja! Kau membuatku khawatir setengah mati! Kau bilang kau sudah disini sejak seminggu yang lalu tapi kenapa kau mengihlang, eo?!”

Sunyeong menunduk. “Aku mencari kerja.” Lirih Sunyeong.

Soojeong tertegun. “Mwo?”

Sunyeong memainkan jemarinya. “Butuh kerja keras untuk memulihkan kembali ekonomi kami. Setidaknya aku akan membayar biaya kuliahku sendiri dan biaya hidupku selama disini.”

“Aku akan membantumu. Sekarang, pekerjaan seperti apa yang kau cari?”

Sunyeong tersenyum. “Apapun.”

Kajja!”

Mereka mulai dengan membuka laptop dan berselancar di internet untuk mencari lowongan kerja part time. Sunyeong juga memutuskan untuk keluar dan membeli beberapa koran weekend. Dengan cekatan Soojeong menulis beberapa lowongan yang sekiranya cocok dengan Sunyeong.

***

Di ruangannya yang besar, Lee sajangnim sedang duduk berhadapan dengan putrinya dan Han Sunyeong. Lee Hyun Seo mengetuk-ngetukan jari-jari diatas pahanya mempertimbangkan apakah ia bisa membantu Sunyeong untuk mendapat pekerjaan atau tidak.  “Apa kau pernah bekerja sebelumnya?”

“Belum. Tapi aku bisa mengerjakan apapun. Bersih-bersih, membuat kopi, apapun, aku akan mengerjakan apapun, imo.” Jawab Sunyeong mantap.

“Hmm, tapi perusahaan ini sedang tidak membuka lowongan pekerjaan, Sunyeong-ah. Aku minta maaf.”

Eommajebalyoooo~” Bujuk Soojeong.

Hyun Seo menjentikkan jarinya. “Aku punya pekerjaan untukmu, tapi hanya untuk tiga bulan. Apa tidak apa-apa?”

Sunyeong langsung berubah semangat. “Gwenchanhayo, aku pasti akan mengerjakannya.”

“Tolong gantikan manajer Kang Hyung Shik.”

“Manajer?” Ulang Sunyeong.

Soojeong terperanjat. Ia pun mengajak ibunya untuk berdiri dan berbisik. “Eomma, menjadi manajer Jinki oppa? Apa tidak salah? Eomma tidak lihat wajah Sunyeong mirip dengan siapa?”

Hyun Seo tersenyum. “Jinki sangat membutuhkan manajer pengganti sekarang karena Hyung Shik sakit demam berdarah dan tifus, dia harus istirahat total selama 3 bulan.”

“Tapi…”

“Tidak akan terjadi apa-apa.”

Eomma yakin?”

Hyun Seo mengangguk. “Tentu. Sunyeong adalah gadis yang baik dan aku lihat dia gadis yang rajin dan tidak manja sepertimu. Bukankah kau ingin membantu Sunyeong? Gaji manajer itu besar kalau kau mau tahu.” Hyun Seo tersenyum. “Sunyeong akan senang mendapat gaji yang besar, ini bisa membantu keuangannya untuk tinggal di Seoul.”

“Baiklah aku percaya pada eomma.”

Melihat Soojeong dan ibunya berbisik tanpa dirinya, Sunyeong pun akhirnya membuka suara. “Imo, apa aku akan menjadi manajer seorang aktris atau aktor?”

Soojeong dan ibunya pun berbalik dan kembali ke tempat duduk mereka. “Aktor. Kau pasti tahu siapa dia karena dia sangat terkenal.”

“Song Jaerim?”

Hyun Seo menggeleng. “Lee Jinki.”

“Eh?!”

***

Sebuah apartement mewah di tengah kota Seoul hari ini terlihat sepi. Mungkin karena hari ini adalah hari kerja, jadi semua orang diam di kantor. Di lantai 10 terdapat apartement seorang aktor dengan nomor pintu 114. Didalamnya terdapat dua orang yang sedang duduk berhadapan di sebuah sofa dengan meja berukir diantara mereka. Entah kecanggungan macam apa yang dialami oleh Han Sunyeong, ia bahkan tidak bisa menelan salivanya sendiri. Ayolah, ini demi gaji yang besar, batin Sunyeong.

Yang membuat Sunyeong canggung adalah pria yang duduk di hadapannya. Sedari tadi ia hanya memperhatikan Sunyeong dengan tatapan yang sulit dimengerti. Apakah ia kesal? Sebal? Tidak terima? Sunyeong tidak bisa menebaknya sedikit pun.

Sunyeong tersentak saat Jinki berdeham. “Ada yang ingin kau katakan?” Tanya Jinki. Suaranya kini terdengar lebih bersahabat.

“Aku… kesini untuk menggantikan tugas Kang Hyung Shik manajer-nim.”

Arrayo, ada yang lain?”

“Emm, aku sudah menemui Kang Hyung Shik-ssi di rumah sakit. Aku sudah mencatat semua hal yang berhubungan denganmu.”

“Coba bacakan.”

Sunyeong mengeluarkan buku catatan kecil dari dalam saku jaketnya. “Lee Jinki, lahir 14 Desember 1987, kau harus sopan karena dia jauh lebih tua darimu, orang yang jauh lebih tua biasanya sensitif.”

Jinki menaikkan sebelah halisnya. “Mengejek usiaku, nona?”

“Eh? Aniyo!! Ini hanya mengingatkanku untuk lebih sopan padamu.”

“Lanjutkan!”

“Harus tepat waktu, kalau telat Jinki akan marah. Hanya pegang ponselnya, jangan membuka-buka. Semua jadwal harus tersusun rapi. Selalu membawa minum dan vitamin. Selalu sediakan topi dan jaket, Jinki tidak suka terkena terik matahari dalam waktu yang lama. Jinki suka makan ayam. Peringatkan Jinki jika sudah minum soju lebih dari enam botol. Auhh, kau peminum yang kuat, ya?”

“Teruskan saja!”

“Baiklah. Kemudian, jangan pernah bersikap kasar pada penggemar. Lalu, manajer tidak boleh lelet apalagi malas. Selalu sediakan rokok. Hati-hati dengan paparazzi.”

“Selesai?”

Sunyeong mengangguk. “Selesai.”

“Satu lagi tambahan untukmu, karena kau hanya sementara. Kau ku peringatkan untuk tidak banyak bertanya hal-hal selain masalah pekerjaan. Maksudku, jangan mengusik hal-hal yang bersifat pribadi padaku. Kau mengerti?”

Ne!” Jawab Sunyeong mantap.

“Pakai masker setiap kali kau bepergian denganku. Itu tambahan terakhir.”

Kening Sunyeong berkerut bingung tapi ia menyetujuinya juga. “Ne.”

***

Malam ini akan diadakan presscon untuk drama perdana Jinki setelah tiga tahun ia vakum karena wajib militer –dan kembali menyesuaikan diri setelah kepergian Minji. Drama perdananya ini adalah drama yang paling ditunggu-tunggu oleh para penggemar di Korea Selatan maupun di luar negeri. Pertama, karena Jinki yang menjadi pemeran utama serta sederetan aktor dan aktris papan atas lainnya yang juga ikut andil. Kedua, karena untuk pertama kalinya Korea Selatan membuat drama dengan kombinasi profesi karakter yang diluar dugaan. Interesting.

Sepulang kuliah jam tiga sore, Sunyeong harus merogoh kocek sedikit lebih dalam untuk naik taksi menuju SM C&C mengambil beberapa baju yang sudah disiapkan oleh tim wardrobe kemudian akhirnya pergi bersama seorang stylist dan driver –berhubung Sunyeong tidak bisa menyetir, dan menjemput Jinki di apartemennya. Jam empat sore Jinki harus sudah tiba di hall tempat presscon diadakan.

Setibanya di hall, sebelum keluar dari van Sunyeong segera memakai topinya –dengan cap berada di bagian belakang kepala seperti kebiasaannya, dan sebuah masker bahan bertuliskan Lee Taemin dalam hangul yang tercetak kecil tepat ditengah masker. Rambut sepundaknya ia ikat dengan sebuah karet jepang kecil tepat di tengkuknya. Sunyeong keluar sambil menggendong sebuah ransel putih berukuran sedang dan berjalan ke bagian bagasi van untuk mengambil baju, sepatu dan kebutuhan Jinki yang lain dibantu oleh stylist, Haeyoung eonni.

“Kau terlihat sudah biasa dengan pekerjaan seperti ini, Sunyeong-ssi.” Haeyoung tersenyum sambil mengangkat kotak make up dan membawa kotak sepatu Jinki.

Eyesmile Sunyeong membuat Haeyoung merasa gemas. “Aku memang terbiasa mengerjakan hal seperti ini di Daegu, eonni. Keluargaku memiliki kebun dan sedikit banyak aku selalu membantu ayah saat akan mengirim hasil kebun ke pasar dan swalayan.”

Haeyoung mengangguk kecil sambil menutup bagasi. “Waah, berkebun pasti sangat menyenangkan.”

Haeyoung berjalan lebih dulu dari Sunyeong karena ia harus menyiapkan sesuatu di ruang make up. Jinki yang baru turun dari mobil mengamati Sunyeong yang sedikit kesulitan membawa pakaian Jinki yang panjang –celananya, bahkan ia harus mengangkat tinggi-tinggi gantungan baju agar celana Jinki tidak menyentuh lantai. Ia berjalan sambil membenarkan letak tas jinjing di tangan kirinya yang berisi segala kebutuhan Jinki yang berat –menurutnya.

Jinki berjalan menghampiri Sunyeong yang berjalan lebih dulu darinya. Kemudian Jinki mengambil alih tas jinjing dari lengan Sunyeong. “Kenapa sih celanamu panjang sekali, Jinki-ssi.”

“Tsk, seharusnya aku tidak menerima manajer 160cm sepertimu.” Timpal Jinki sambil terus berjalan dengan langkah lebar. Ia kembali menoleh kebelakang menunggu Sunyeong yang berjalan dengan kakinya yang kurus seperti lidi. “Ppaliwa!”

“Aku sedang berusaha!”

Setelah mereka menemukan pintu bertulisakan Lee Jinki, mereka pun masuk dan mulai bersiap. Setelah melakukan treatment dasar pada wajah Jinki sebelum memakai make up, Haeyoung keluar ruangan untuk pergi ke toilet. Tidak lama, Sunyeong yang baru saja menemui crew acara pun masuk kedalam ruangan dengan masker dan topi yang sudah ia lepas begitu membuka pintu, ia berniat menemui Jinki untuk memberinya rundown acara malam ini.

“YA!!” Teriak Jinki. “Kenapa kau masuk tiba-tiba…. aduh! Susah sekali!” Omel Jinki terburu-buru.

Sunyeong terkejut karena Jinki sedang membuka kaosnya. Menampakkan tubuhnya yang putih seperti tahu susu. Tubuhnya berisi tapi tidak lembek karena sekilas saja Sunyeong bisa melihat otot-otot Jinki, perutnya kencang tapi absnya hanya satu kotak ditengah alias rata.

Sunyeong tidak tahu harus melakukan apa karena ia canggung, ia baru sadar sepersekian detik setelah masuk kalau mereka ternyata hanya berdua di ruangan yang cukup luas ini. “Aku- aku akan keluar.”

“Sunyeong-ssi,” Jinki menyerah dengan leher kaos yang tersangkut di kepalanya. Ia menegakkan tubuhnya setelah beberapa lama ia berada dalam posisi membungkuk 90 derajat, bertarung dengan kaosnya yang sekarang menggantung di leher. “Bantu aku.”

“Hm.. ne…”

Ini membuat Sunyeong canggung setengah mati, ia tidak pernah berdekatan dengan pria yang sedang bertelanjang dada seperti ini bahkan dengan mantan kekasihnya dulu. Sunyeong –berikut Jinki, menarik keatas kaos tersebut tapi tetap sulit.

“Tidak mungkin kepalaku membesar hanya dalam waktu dua jam.” Omel Jinki.

Sunyeong berdeham saat jarinya bersentuhan dengan kulit Jinki. “Sepertinya ada yang aneh,” Sunyeong memutar bagian belakang leher kaos ke depan. “Aish! Kau tidak membuka kancing belakangnya, Jinki-ssi. Model kaos macam apa ini?!”

Jinki memasang tampang bodoh, setelah kaos itu akhirnya lolos dari kepalanya. “Begitukah?”

Sunyeong menggeleng. Syukurlah, suasana mencair karena kebodohan Jinki. “Cepatlah, kau belum membaca rundown. 35 menit lagi kau harus sudah siap dan bahkan kau belum make up. Kemana Haeyoung eonni?”

“Toilet. Sepertinya perutnya bermasalah.” Jawab Jinki sambil memakai kemeja putihnya yang pas di badan dan memasukan ujung kemeja ke dalam celana bahan hitamnya. “Kau bisa memasang dasi?”

“Tentu, aku baru saja lulus SMA.”

“Jangan membawa-bawa umur.”

Sunyeong tertawa geli, eyesmilenya kembali muncul seperti bulan sabit terbalik. Sejak kapan ia tertawa karena Jinki? Bahkan jarak mereka sekarang cukup dekat –tanpa Sunyeong sadari. Walaupun mata Sunyeong terfokus pada dasi, tapi Jinki fokus pada Sunyeong yang tingginya hanya sebatas dagunya. Dulu, Minji juga sering memasangkan dasi untuknya.

“Selesai.” Sunyeong mengambil jas biru dongker dan membantu Jinki memakainya sambil menghadap cermin. Ia tidak mengerti kenapa pandangan Jinki berubah sendu, padahal tadi wajahnya tampak seperti orang bodoh.

Tiba-tiba pintu terbuka dengan Haeyoung yang berjalan lemas sambil memegang perutnya. “Oh? Kau sudah berpakaian? Maaf, perutku bermasalah lagi.” Haeyoung berjalan menghampiri meja rias. “Duduklah, Jinki-ya.” Kemudian Haeyoung mulai mendandani Jinki sedangkan Sunyeong menyerahkan rundown acara dan duduk di sofa belakang sambil minum air mineral.

Sunyeong tahu saat memasang dasi tadi Jinki memperhatikannya bahkan mungkin tanpa berkedip. Untung ada dasi yang bisa mengalihkan kecanggungannya tadi. Kini Sunyeong kembali mempertanyakan kenapa malam itu Jinki berubah pikiran dan mau menolongnya, kenapa wajah Jinki tampak begitu khawatir saat menolongnya yang tenggelam seolah-olah Sunyeong adalah orang yang berharga.

Saat itu, setelah pulih dari mabuk, Sunyeong samar-samar dapat mengingat beberapa hal yang terjadi saat ia berhasil selamat setelah tenggelam. Ia melihat raut wajah yang amat khawatir di wajah Jinki sesaat setelah Jinki berhasil memberinya napas buatan. Entahlah, mungkin itu semua hanya perasaannya saja.

Setelah Jinki selesai, ia pun keluar untuk berkumpul di waiting room sebelum memasuki tempat presscon. Acara berlangsung selama kurang lebih 90 menit dan selama itu Sunyeong tetap menunggu di ruang make up sedangkan Haeyoung pergi keluar untuk bertemu stylist yang lain. Sunyeong merebahkan dirinya diatas sofa dengan masker dan topi di dadanya sambil menonton acara presscon secara live di ponsel.

Aktor Lee Jinki begitu ramah, ia menebar banyak senyuman, Sunyeong pikir tidak heran semua orang bilang Jinki adalah salah satu aktor dengan image terbaik di negara ini. Tapi ia tidak mendapat kesan itu darinya sejak pertama kali bertemu. Sunyeong tertawa kecil. “Tentu saja, mana mungkin dia bersikap ramah padaku malam itu, aku benar-benar seperti gadis gila saat itu.”

Kemudian ia ingat saat pertama kali menjadi manajer satu minggu yang lalu, Jinki memarahinya karena ia datang terlambat. Itu kenapa ia memutuskan untuk memakai taksi mulai hari ini, agar tidak terlambat. Jinki yang ia tahu adalah pria yang baik tapi cukup dingin, tegas, dan mengerikan saat marah atau kesal. Ia tidak pernah melihat Jinki tersenyum selebar dan seramah ini bahkan dia melakukanaegyo persis seperti Soojeong.

***

Sesampainya di apartemen jam 10 malam, Sunyeong memutuskan untuk pergi keluar. Ia belum makan sejak pulang kuliah tadi karena langsung pergi mengurus jadwal Jinki. Ia masuk kedalam sebuah mini market yang tidak begitu jauh dari apartemenya, mengambil satu botol air mineral dan satu cup ramen kemudian menyeduhnya di tempat.

Tidak lama setelah Sunyeong selesai menyeduh ramennya, seorang pria berdiri disampingnya juga menyeduh ramen miliknya. Mereka berdiri bersebelahan dengan acuh sampai tiba-tiba pria itu memanggil nama Sunyeong.

“Han Sunyeong?”

Sunyeong menelan ramennya dan menoleh ke samping menatap balik pria disampingnya. “Kau memanggilku?”

“Kau Han Sunyeong?”

“Kau siapa?”

“Ah, kau pasti tidak mengingatku.”

Halis Sunyeong bertautan tanda tidak mengerti. “Kau mengenaliku?”

“Tentu saja!” Pria itu tersenyum. “Jiyong oppaya! Kau ingat?”

Sunyeong berusaha keras untuk mengingat-ingat. Sunyeong menepuk kedua tangganya. “Kwon Jiyong??? Cucu nenek Gong???”

Majja, kau mengingatku? Dulu aku selalu mengajakmu bermain setiap aku berkunjung ke rumah nenek.”

Neeee, aku ingat.” Sunyeong meneliti wajah pangerannya di masa kecil dengan mata berbinar. “Oppa kau sangat berbeda sekarang, kau jauh lebih tampan dibanding dulu.”

Jiyong tergelak. Setelah menghabiskan ramen, Jiyong mentraktirnya es krim dan mereka duduk di sebuah taman bermain anak yang tidak jauh dari mini market tadi. “Kau sudah besar sekarang, terakhir tinggimu bahkan tidak sampai sepundakku.”

“Tetap saja sekarang aku pendek.” Sunyeong cemberut karena Jiyong sedari dulu sering mengatainya pendek.

“Tapi kau lebih cantik sekarang.”

Sunyeong memegang sebelah pipinya sambil tersipu dengan senyum yang ditahan. “Benarkah?”

Jiyong menepuk-nepuk kepala Sunyeong seperti yang sering ia lakukan dulu. “Berapa usiamu sekarang?”

“Tahun ini aku 20 tahun.” Sunyeong sama sekali tidak merasa canggung karena ia sudah terbiasa. Saat masih duduk di bangku sekolah dasar, Jiyong adalah pangeran impianya karena ia tampan dan baik hati seperti karakter di dongeng-dongeng.

Hari-hari paling menyenangkan adalah ketika Jiyong datang ke Daegu saat musim liburan. Tapi, sejak 8 tahun yang lalu Jiyong tidak pernah lagi berkunjung ke Daegu semenjak nenek dan kakek Gong pindah ke Seoul. Padahal Sunyeong selalu menunggu kedatangannya.

“20 tahun?? Kau sudah dewasa rupanya. Kalau begitu kau sudah bisa menikah denganku.” Jiyong tertawa mengingat dulu Sunyeong selalu meminta Jiyong untuk menikahinya jika ia sudah dewasa.

Sunyeong tertawa keras sampai matanya tinggal segaris, ia malu dengan permintaannya dulu. “Kenapa oppa masih ingat dengan itu, benar-benar memalukan.”

Jiyong menatap Sunyeong berniat menggodanya. “Wae? Kau sudah tidak ingin menikah denganku, Sunyeongie?” Jiyong tersenyum lebar.

Sunyeong memukul bahu Jiyong. “Berhenti menggodaku seperti itu!”

“Aah~ kau pasti sudah menemukan banyak pangeran tampan selama masa remajamu, ya? Padahal aku sudah menunggumu selama 8 tahun ini.” Jiyong pura-pura kecewa.

“Menunggu? Aku yang menunggumu datang di musim dingin 8 tahun yang lalu, kupikir kau akan terbang dari Seoul ke Daegu untuk memberiku kado ulang tahun seperti biasanya.”

Jiyong terkekeh. “Benar juga, ternyata kita sudah lama tidak bertemu.”

“Kau kemana saja selama ini? Tidak ada kabar sama sekali, semua penggemarmu di Daegu merasa sedih karena ditinggal pangerannya.”

“Aku? Aku sibuk tumbuh dan berkembang menjadi pria dewasa.” Canda Jiyong.

Sunyeong menarik napas dalam-dalam. “Pasti sulit menjadi orang dewasa.”

Jiyong menoleh menatap Jiyong dari samping. “Kau baru saja memulai perjuanganmu, Sunyeong-ah. Jadi orang dewasa itu tidak mudah.”

Sunyeong mengangguk. “Apa oppa sekarang sudah menikah?”

Jiyong mengalihkan tatapannya dari Sunyeong. “Sudah kubilang aku menunggumu.”

“Ish, berhenti bercanda!”

Mereka pun tertawa bersama sampai tidak terasa waktu sudah menunjukan pukul 11 malam. Udara malam mulai tidak bersahabat dengan mereka. Jiyong pun memutuskan untuk mengantar Sunyeong pulang kemudian pulang ke rumahnya yang tidak jauh dari mini market tadi.

***

Ini sudah hampir satu bulan Sunyeong menjadi manajer Jinki dan Sunyeong bekerja dengan sangat baik ditengah-tengah kesibukan kuliahnya. Ia benar-benar pintar membagi waktu. Namun, selama sebulan ini ternyata Sunyeong menemukan diri Jinki yang baru ia lihat.

“Sunyeong-ah, bukakan ini untukku.”

”Sunyeong-ah, aku ingin ayam goreng.”

 “Sunyeong-ah, apa kau bawa rokokku?”

“Sunyeong-ah, aku tidak bisa memasang dasi.”

“Sunyeong-ah, bisakah kau memijit pundakku?”

“Sunyeong-ah, maskermu jelek sekali.”

“Sunyeong-ah, bersihkan make up wajahku.”

“Sunyeong-ah, aku ingin kopi.”

“Sunyeong-ah! Susun bajunya yang benar, jangan asal seperti itu!”

“Dimana sandalku?”

“Han Sunyeeeooonggg!”

Dan Sunyeong selalu menuruti apapun yang diperintahkan oleh Jinki padanya tanpa banyak mengeluh. Hal ini membuat Jinki menjadi keenakan karena Sunyeong selalu menuruti apapun yang dikatakannya pada gadis itu. Jinki tidak percaya bahwa kinerja Sunyeong benar-benar bagus.

Ia orang yang sopan dan memiliki attitude yang bagus. Bahkan ia turut andil dalam memfilter tawaran pekerjaan untuk Jinki, ia tidak sungkan untuk menyuarakan pendapatnya kalau Jinki butuh istirahat pada pihak SM ketika jadwal Jinki sudah terlalu padat hingga tumpang tindih.

“Saya rasa Jinki-ssi perlu istirahat, karena dia bukan robot. Bagaimana kalau kita menunda jadwalnya?”

***

“Sunyeong-ah!”

Waeyo?” Sahut Sunyeong tanpa mengalihkan fokus dari laptop miliknya.

“Sunyeong-ah!”

“Kau mau minum?” Sunyeong merogoh tasnya yang ia simpan di bawah kursi lalu memberikannya pada Jinki yang baru saja duduk di sampingnya. Siang ini mereka sedang break syuting iklan terbaru Jinki. “Apa kau juga lapar?” Dengan tatapan tetap pada laptop.

Jinki menerima minum dari Sunyeong dan meneguknya langsung. “Aku mau duadouble chicken wrap, kentang goreng ukuran medium, satu ice americano dan satu jus jeruk.” Jinki mengintip laptop Sunyeong. “Kau dengar pesananku tidak?”

“Hm, sebentar akan ku belikan.”

Tatapan Jinki mengikuti kemana Sunyeong beranjak. Sambil mengipas-ngipas tubuhnya dengan buku milik Sunyeong, Jinki mengintip laptop Sunyeong yang masih terbuka. “Apa yang dia kerjakan, sih?”

Tak berapa lama Sunyeong kembali sambil membawa pesanan Jinki. “Kau mau makan sebanyak ini?”

Anja.” Perintah Jinki. Ia memindahkan laptop dan beberapa buku keatas meja lalu mengeluarkan pesanannya dari dalam kantung. “Mokgo. Aku tidak melihatmu makan atau minum daritadi pagi.”

Sunyeong duduk dan menatap Jinki agak bingung. Jinki membuka satu chicken wrap dan menyerahkannya pada Sunyeong. “Lepas saja masker itu. Kau tidak perlu memakai masker selama tidak ada media disekitar kita.”

Sunyeong melepas maskernya dan memulai gigitan pertamanya. Benar, bahkan ia tidak sempat sarapan. “Gomawoyo.”

“Hm,” Jinki bergumam sambil mengunyah makanannya. “Kau sedang mengerjakan tugas?”

Sunyeong mengangguk dan mendesah putus asa. “Tugas itu harus selesai besok tapi aku belum menyelesaikannya. Otakku rasanya sudah buntu.”

“Essay?”

“Em, essay. Aku tidak pandai membuat essay.”

“Setelah ini selesai aku akan membantumu.”

Jeongmalyo???” Sunyeong berjengit senang sampai ayam dalam mulutnya sedikit terlempar keluar. “Ups, mianhae.” Sunyeong tersenyum malu dan membuang serpihan ayam yang ada di pahanya.

Jinki tertawa melihat tingkah Sunyeong sampai matanya tinggal segaris. Kemudian ia memberikan selembar tisu pada Sunyeong. “Habiskan makananmu.”

Sejak kapan ia tertawa karena Sunyeong?

***

Sebelum Jinki pergi mandi, ia bertanya apa tema essay yang sedang Sunyeong buat kemudian ia mengambil beberapa buku koleksinya dari rak buku yang terletak tidak jauh dari ruang tv. “Aku tidak membawa semua buku-buku milikku dari rumah, jadi hanya tiga buku ini yang bisa membantumu.”

Setelah menyerahkan buku miliknya, Jinki meninggalkan Sunyeong sendiri di ruang tv. Sekarang Sunyeong duduk di bawah –diatas karpet, dengan laptop dan buku-buku yang sudah berserakan diatas meja, di atas karpet dan diatas sofa dengan kondisi semua terbuka. Sunyeong hanya membuka semua buku-buku itu, mencari bab yang ia cari dan membiarkannya begitu saja karena tidak tahu apakah dia akan sanggup membaca semua bab itu. Waktu masih menunjukkan pukul enam petang tapi rasanya jam sembilan pagi besok sudah sangat di depan mata. Sungguh Sunyeong tidak mau berurusan dengan dosen mata kuliah ini karena ia melihat sendiri bagaimana Soojeong yang pemberani dan cerdas bisa ciut karena beliau.

Yang Sunyeong lakukan sekarang hanyalah membaca ulang apa yang sudah ia tulis di laptopnya. Baru dua paragraf. Rasanya ia ingin menangis. Apalagi yang harus ia bahas mengenai “Pengaruh Lingkungan Internal Terhadap Pertahanan Diri Manusia Dikaji Dari Teori Gunung Es Freud”. Kalian punya ide?

Tidak sampai 15 menit Jinki sudah keluar dari kamarnya dengan menggunakan baju santai, kaos putih polos kebesaran dan celana kaos abu-abu panjang. Ia menggosok rambut dark brownnya yang masih basah menggunakan handuk kecil yang ada di lehernya sambil berjalan menghampiri Sunyeong. Ia duduk diatas sofa setelah menggeser beberapa buku ke sisi yang lain. “Belum ada kemajuan?”

Wangi Jinki sempat tercium oleh hidung Sunyeong. Benar-benar wangi yang maskulin, batinnya. Tapi kemudian Sunyeong mendesah nyaris putus asa. “Aku tidak bisa berpikir secepat itu.”

Jinki terkekeh mendengar Sunyeong yang terlihat tidak punya tenaga bahkan untuk mengetik beberapa kata di essaynya. “Berikan padaku.” Jinki membawa laptop Sunyeong kepangkuannya sambil duduk santai di sofa dengan kedua kaki dilipat.

Sunyeong pun pindah keatas sofa dan duduk disebelah Jinki, ikut melihat essaynya yang hampir mati. “Apakah buruk?”

Ani, awalnya sudah cukup bagus. Kau juga mengangkat judul yang sederhana, itu memudahkan kita.”

Selama Jinki membuat essay, Sunyeonglah yang bertugas membuka buku dan mencari bab yang diperintahkan oleh Jinki. Sesekali mereka berdebat karena beda paham tentang apa yang sudah mereka baca dalam buku-buku tersebut, tapi Jinki selalu mempunyai jawaban yang sangat bagus untuk membuat Sunyeong mengerti dengan baik.

POPULAR FANFICTION

BERITA PILIHAN

COPYRIGHT 2024 DREAMERS.ID PUBLISHED BY DREAMERS NETWORK