“Huwwwaaahhh~ anginnya segar sekali....!!” Aku membentangkan tanganku lebar-lebar sambil membaringkan tubuhku diatas pasir putih yang hangat. Aku menghirup udara sedalam-dalamnya. Tidak ada yang bisa mengalahkan udara segar di pantai Mokpo walaupun banyak tempat-tempat lainnya yang lebih indah.
“Berapa tahun kau tidak bertemu dengan pantai? Sepertinya kau sangat merindukannya.”
“Terakhir kali aku kesini sebelum ibuku meninggal 2 tahun lalu. Dan terakhir kali aku kesini, aku dan ibuku saling mengukir nama kami di pasir ini.” Aku mengelus-elus pasir putih ini sambil membuat ukiran-ukiran tidak karuan mengingat kenangan-kenangan terakhirku bersama ibuku disini.
“Hyu Ra... Kau tidak apa-apa??” Hye Jin bergeser mendekat kearahku. Sepertinya dia tau sebentar lagi aku akan meruntuhkan bendungan besar di mataku ini. Aku berusaha keras menahannya.
“Tidak.. Aku tidak apa-apa.” Aku mengusap mataku yang dibanjiri air mata yang tidak kunjung mengalir.
“Ibumu pasti senang melihatmu sedang melangkah lebih maju saat ini. Kau tidak perlu menangis.” Hye Jin menenangkanku dengan simpatik.
“Kau benar. Bodoh sekali aku mengangis disaat seperti ini. Harusnya aku datang kemari untuk bersenang-senang, bukan untuk menangis. Oh ya, Hye Jin.”
“Ya?”
“Tahun baru nanti aku ingin mengunjungi makam ibuku. Sudah lama aku tidak menjenguknya. Aku ingin membersihkan makam ibuku.”
“Ah, aku juga ingin mengunjunginya. Kurasa ibuku juga berencana kesana.”
Aku merasa Hye Jin dan ibunya sudah seperti keluargaku sendiri. Aku merasa sangat nyaman ketika bersama mereka disaat seperti ini. Setidaknya mereka telah mengobati rasa rinduku kepada ibuku yang sudah meninggal dan ayahku yang sibuk dengan bisnisnya di luar negri.
“Aku mau jalan-jalan sebentar. Kau mau ikut??” aku beranjak berdiri sambil membersihkan pasir-pasir yang menempel di celana jeans ku.
“Tidak. Aku mau istirahat saja. Aku sangat lelah menyetir tadi. Jaga dirimu baik-baik.”
***
Aku sangat suka berkeliling di pasar di Mokpo ini. Bersih, rapih, barang-barang dagangan yang di jual pun cukup murah bagiku. Aku ingat pertama kali berkeliling disini bersama Hye Jin, aku tersesat karena tidak tau seluk-beluk pasar ini. Tapi, sekarang jangan ragukan kejelianku mengetahui bagian-bagain pasar ini. Bahkan aku hafal di setiap sudutnya menjual apa saja.
“Dia seperti yang ada di tv waktu itu, ya.” Aku mendengar ada beberapa ibu-ibu yang saling berbisik dan menunjuk-nunjuk kearahku. Apa mereka membicarakanku?
“Iya, sepertinya dia Kim Hyu Ra yang akan segera diorbitkan menjadi artis. Dia sangat cantik ternyata.” Ah, tidak salah lagi. Mereka sedang membicarakanku. Aku salah tingkah saat melewati gerombolan ibu-ibu yang membicarakanku, akupun menundukkan kepalaku. Aku sangat tidak enak ketika ada orang lain yang membicarakanku.
“Hei! Kau Kim Hyu Ra kan??” Tiba-tiba sekelompok anak remaja perempuan muncul di hadapanku. Salah satu dari mereka yang bicara denganku langsung berkacak pinggang menunjukkan wajah tidak senangnya.
“I.. Iya.. ada apa?” Tanyaku dengan perasaan takut.
“Awas kau ya kalau berani macam-macam dengan Donghae oppa kami selama kalian syuting film! Kami Elfish tidak akan tinggal diam!”
“Ka.. Kalian Elfish??” Walaupun aku tau mereka hanya sekumpulan remaja, tapi aku sadar betul kalau ada beberapa fans dari artis bisa lebih ganas daripada ibu tiri. Jadi, aku berusaha untuk hati-hati dihadapan mereka. Oh Tuhan, kenapa secepat ini mereka mengetahui identitasku??
“Iya. Kami memperingatkanmu, Kim Hyu Ra eonni.”
“Ehm, baiklah..” Tanggapku supaya perbincangan menyeramkan ini cepat usai dan orang-orang disekelilingku tidak menontonku ditindas anak-anak remaja ini. Akupun pergi meninggalkan mereka dengan langkah cepat.
“Hei!” tiba-tiba anak remaja tadi memanggilku lagi. Akupun menghentikan langkahku dan menoleh kebelakang. Aku berjalan perlahan kearah mereka.
“Ada apa lagi?” Tanyaku sambil mengangkat alisku.
“Kau cantik. Pantas mereka memilihmu. Tapi, awas kau ya kalau menggoda Donghae oppa kami.”
“Baiklah. Aku mengerti.” Akupun kali ini benar-benar pergi dari mereka. Aku tidak mau terlibat pembicaraan lebih jauh dengan mereka. Ternyata menghadapi mereka jauh lebih menegangkan dibandingkan ujian akhir saat kuliah dulu.
***