Sambil berbaring di atas ranjang, aku menatap langit-langit kamar, menerawang sesuatu. Butuh beberapa saat bagiku untuk sadar jika tadi pagi, di pemakaman Eomma, aku melihat Taehyung memakai baju terakhir Jeongmin, dia menjelma menjadi sosok Jeongmin, benar-benar menjelma menjadi sosok Jeongmin.
Aku melirik ke arah laptopku yang menyala, yang kuletakkan di atas meja belajar. Aku bangkit dan membuka e-mail dari Sojin. Setelah meneirma kabar bahwa Eomma meninggal, aku langsung memberitahunya dan dia pasti terkejut.
APA?! EOMMA MENINGGAL?!
Kan, benar, dia terkejut. Entah kenapa aku bisa mendengar teriakannya yang menggema seluruh ruangan hanya lewat tulisan tersebut:
Astaga, ini sangat mengejutkan, Eunhwa! Eomma selama ini tidak pernah bilang apapun ke kita semua, kan? Aduuuh… Aku sungguh menyesal tidak bisa pulang ke Korea untuk menghadiri pemakaman Eomma, pulang setidaknya hanya satu sampai dua hari. Aku juga baru membuka e-mail kirimanmu hari ini, aku sangat sibuk beberapa hari ini dan jarang membuka laptop. Aku minta maaf tidak bisa datang...
Aku membalas:
Tidak apa-apa, Eomma bilang juga merindukanmu, dia sangat-sangat merindukanmu. Dia selalu memikirkanmu dan mengkhawatirkanmu. Tenang, ini bukan kemauanmu untuk meninggalkan kami, terutama Eomma. Aku hanya meminta kamu mendoakan untuk ketenangan Eomma.
Aku mengirimkannya dan menunggu balasannya sambil terdiam, masih mengingat kejadian Taehyung menjelma menjadi Jeongmin kemarin. Untuk pertama kalinya, Sojin membalas e-mailku cepa. Aku membuka e-mail darinya:
Bagaimana dengan laki-laki itu?
Aku mengernyit dan menjawab:
Maksudmu Taehyung? Kim Taehyung?
Iya, Kim Taehyung. Dia orang yang seperti apa?
Dia baik, dia bekerja dengan sangat baik dan menggantikanmu sebagai kasir. Semua karyawan sangat menyukainya.
Sojin belum juga membalas selama beberapa menit.
Apakah dia mirip dengan Jeongmin? Atau dia punya sifat yang sebaliknya?
Kalau seperti ini, rasanya aku ingin Sojin ada di sini, duduk di sampingku dan siap mendengarkan seluruh ceritaku tentang Taehyung secara langsung, bukan secara virtual. Aku ingin melihat ekspresinya, mendengar suaranya yang entah terkejut atau senang ketika aku menceritakan Taehyung padanya.
Aku membalas sambil menghela nafas:
Dia memiliki semua yang ada pada Jeongmin…
Aku menggigit bibir dan melanjutkan:
….kurasa.
Sojin membalas:
Biar kutebak, kalian berdua sangat dekat satu sama lain.
Aku tersenyum dan membalas:
Ya begitulah, dia bilang akulah karyawan yang paling mengerti dia.
Sojin lagi-lagi tidak langsung membalas. Aku beranggapan jika dia sedang memikirkan jawaban yang sedikit ‘menggurui’ alias memberiku nasihat sebelum dia mengirimnya. Iya, karena Sojin adalah gadis yang berpikiran dewasa dibandingkan aku, aku sering meminta saran darinya sebelum aku memilih atau akan melakukan sesuatu. Bisa dibilang aku bergantung pada Sojin, dan merelakan kepindahan Sojin ke Jepang adalah hal yang lumayan berat. Bukan hanya karena aku bergantung padanya, Sojin adalah satu-satunya gadis yang mau membantuku dalam situasi apapun, dia kuanggap sebagai kakak perempuanku sendiri. Dengan kepergiannya, tidak ada yang bisa kujadikan tempat bersandar dan panutan.
Namun kurasa semenjak kepindahan Sojin aku mulai menjadi gadis yang mandiri.
Aku langsung memusatkan perhatian pada layar laptop begitu Sojin mengirimku e-mail:
Aku berharap kamu mau berteman dengan Taehyung karena kamu mau menerima dia apa adanya, kamu menerima dia sebagai Kim Taehyung dan bukan sebagai Jeongmin. Bagaimana pun juga, mereka dua orang yang berbeda. Jangan kau jadikan Taehyung sebagai ‘pelampiasan’ semata karena kamu masih ingin tetap bersama Jeongmin karena terkadang aku takut kamu kembali merindukan Jeongmin setelah kehadiran Taehyung. Aku tidak harus menulis banyak karena aku yakin kamu bisa memutuskan sesuatu yang terbaik untukmu.
Astaga, Sojin menebak masalah kecilku selama ini.
Apakah memang iya aku menerima Taehyung sebagai pelampiasan rasa rinduku pada Jeongmin? Apakah itu benar? Kenapa Sojin dengan tepat menebak masalah hati kecilku selama ini?
Aku melirik layar laptop dan aku membaca kiriman lain dari Sojin:
Maaf, aku tidak bermaksud menggurui. Hanya saja aku sangat hafal dan tahu tentangmu. Aku mengenalmu sangat baik, terlalu baik malah.
Aku menghela nafas lagi dan membalas:
Iya. Kau benar.