Aku mendengus keras, merasa bahwa usahaku malam hari ini benar-benar sia-sia. Aku sudah membatalkan janji untuk skype dengan Sojin untuk menemani salah satu temanku berbelanja di Myeongdeong. Aku sengaja memakai baggy shirt-ku yang baru dan tiba-tiba dia membatalkannya dengan alasan pacarnya saja yang akan menemaninya.
“Isssh!” aku menggerutu. “Sekarang aku harus apa?” aku bergumam.
Aku pun berjalan menuju rumah Taehyung.
“Oh, hai!” Taehyung menyapa setelah dia membukakan pintu untukku.
Aku tersenyum ke arahnya. “Hai, Taehyung.”
Taehyung lalu mempersilahkanku masuk. Rumahnya tidak jauh berbeda dengan rumahku, tidak begitu banyak barang tapi bersih dan lumayan besar.
“Kau terlihat segar malam ini,” ujar Taehyung sambil duduk di sampingku setelah meletakkan dua susu segar di meja. “Kau habis pergi atau hendak pergi?”
“Tadinya aku akan pergi dengan temanku tapi dia membatalkannya tiba-tiba. Padahal aku sudah memakai baju baruku untuk bisa pergi dengannya,” aku berkata. Aku menatapnya. “Kurasa usahaku sia-sia.”
Taehyung terkekeh dan tawanya membuatku sedikit terpesona.
“Tidak sia-sia, kok,” ujarnya.
Aku mengangkat salah satu alis seolah bertanya, apa maksudmu?
Benar saja, baggy shirt hitamku yang baru, jeans dan sneaker yang kukenakan malam ini memang tidak sia-sia. Kini Taehyung mengajakku pergi ke China Town!
Taehyung berjalan di sampingku sambil membawa es krim vanilla sementara aku membawa es krim vanilla cookies. Kami menikmati banyak hal, es krim dan pemandangan China Town yang ramai akan banyak orang dan nuansa warna merah yang lumayan membuatku senang sekaligus lapar. Kami bergumam, bersenandung menikmati es krim yang ada di tangan masing-masing.
“Eunwha?” Taehyung memanggilku.
Aku mendongak ke arahnya. “Hmmm?”
Taehyung terdiam namun ada senyuman di bibirnya.
“Tae?” aku memanggilnya.
“Kau cantik malam ini.”
Ucapannya membuat sekujur tubuhku hampir goyah, jantungku berhenti berdetak selama sepersekian detik dan kini irama jantungku berdegup lebih kencang. Suara-suara yang ada di sekelilingku mendadak menghilang, tidak ada suara apapun selain detak jantungku sendiri. Senyum mematikan itu kembali lagi, kenapa Taehyung harus memiliki senyuman yang mematikan seperti sekarang ini?
“Pipimu memerah,” Taehyung menunjuk pipiku… yang memang memerah.
Aku memegang salah satu pipiku dan berusaha menutupinya. “Ah, tidak.”
“Iya, pipimu memerah.”
Aku mendengus. “Jika memerah memang kenapa?” tanyaku kesal dan Taehyung tertawa.
“Aku hanya bercanda,” Taehyung memainkan rambutku.
Aku kesal mendengarnya, namun di sisi lain aku senang menerima pujian darinya. Ini pertama kalinya aku dipuji oleh seorang laki-laki. Benarkah aku cantik?
“Kau lapar?” tanyaku padanya dan tepat setelah itu aku mendengar suara perut Taehyung ‘bergumul’ dan mendandakan bahwa dia lapar. Aku menatapnya sementara dia sudah terkekeh, nyengir bego lebih tepatnya dan aku tertawa dibuatnya. “Kajja! (Ayo!)” aku menarik lengannya.
Kami duduk di salah satu meja sambil menunggu pesananan kami diantar.
“Permisi,” Taehyung berucap sambil mengeluarkan ponselnya.
“Wae?” tanyaku.
“Ummm.. temanku, dia menanyakan suatu hal yang penting,” jawabnya kemudian terkekeh. “Sebentar, ya, aku tidak biasa memainkan ponsel ketika sedang bersama orang lain. Tapi, ini penting, jadi aku harus membalasnya.”
Dia sopan sekali, aku berujar takjub.
Aku tersenyum ke arahnya. “Tidak masalah, lanjutkan saja urusanmu.”
Taehyung mengedipkan matanya dan kembali sibuk dengan ponselnya sementara aku sekarang sibuk menatapnya. Untuk selama beberapa saat aku menatapnya, ‘mempelajari’ semua yang ada pada Taehyung. Rambut cokelatnya, hidung dan rahangnya yang sempurna, senyumnya yang kelewat manis dan terkadang kelewat mematikan, tawa singkatnya yang khas ketika dia membaca pesan dari temannya dan ekspresi seriusnya yang membuat dia terlihat lebih tampan.
Aku jadi memikirkan ucapan Sojung kemarin.
Apa benar aku mau bersama Taehyung karena dia mirip dengan Jeongmin? Apakah benar selama ini aku belum bisa melupakan sosok Jeongmin? Apakah benar jika aku…
… mulai menyukai Taehyung?
Apakah Taehyung mengobrol dengan perempuan lain? Apa yang mereka bicarakan sampai Taehyung menganggapnya hal penting? Eh? Untuk apa aku mempertanyakannya? Aku, kan, hanya teman Taehyung.
“Eunhwa?” Taehyung menjentikkan jemarinya tepat di hadapanku, merobek lamunanku.
Aku mengedipkan kedua mata beberapa kali. “Ya?”
“Kenapa melamun?” Taehyung bertanya.
“Ah, masa?”
Taehyung mengangguk. “Apakah itu kebiasaanmu jika sedang menunggu makanan datang? Melamun sampai makananmu datang di meja?”
Aku tertawa dibuatnya. “Melamun itu menyenangkan.”
Beberapa menit kemudian, makanan kami datang dan kami langsung memakannya. Di sela-sela makan, Taehyung tiba-tiba memberikanku satu potongan chicken curry miliknya juga sedikit salad miliknya. Aku menatapnya bingung seolah bertanya, Kenapa memberikannya padaku?
“Aku ingin kamu sehat, aku ingin melihat pipimu bertambah chubby karena cewek yang punya chubby itu menggemaskan,” jawab Taehyung.
Aku tersenyum tipis. “Seperti kata nenekmu, kan?”
Taehyung tersenyum lebar. “Benar sekali.”
Aku terkekeh singkat. “Gomawo.”
Secara tidak sengaja aku melihat sisa nasi di bibir Taehyung. Entah hanya aku atau orang lain juga, aku paling tidak tahan melihat sisa nasi atau makanan yang menempel di bibir seseorang, ingin sekali aku membersihkannya. “Uhm, Taehyung?”
Dia menatapku. “Ya?”
“Ada sisa nasi di bibirmu,” ujarku. “Biar aku saja.”
Aku pun mengulurkan lengan dan membersihkan nasi di bibirnya. Tiba-tiba dia menoleh dan hendak menggigit jariku. “AAAAH!” aku memekik dan langsung menampar lengannya sementara dia tertawa terbahak-bahak.
“Aduh, teriakanmu lucu sekali,” ujar Taehyung.
Aku merengek kesal di sela tawaku. “Jangan lakukan lagi.”
Taehyung masih terkekeh. “Oke, maaf.”
Saat kembali makan, Taehyung menatapku dengan heran. “Eunhwa?”
Aku menatapnya. “Ya?”
“Ada… ada yang ingin kukatakan.”
Oke, nadanya mendadak serius dan aku bisa pastikan dia akan menyampaikan hal yang tidak kalah seriusnya. Aku meletakkan sendok dan garpu kemudian menatapnya dengan jantung mulai berdebar. “Katakan apa?”
“Jadi, sebenarnya… Hei!” tiba-tiba dia tersenyum dan melambai ke arah seseorang. Belum sempat aku menoleh untuk melihat orang yang Taehyung maksud, orang itu sudah berjalan melewatiku dan tersenyum ke arah Taehyung.
“Apa kabar?” Taehyung berdiri dan memeluk laki-laki itu.
“Baik! Kau?”
“Aku jauh lebih baik!”
Mereka sepertinya sahabat dekat, mereka tersenyum dan tertawa satu sama lain. Kurasa mereka sudah lama tidak berjumpa. Ketika laki-laki itu berbalik badan, nafasku tercekat ketika melihat siapa dia sebenarnya, begitu pun dia. Kami sama-sama terkejut satu sama lain.
“Ummm… Kamu, yang hampir menabrakku waktu itu, kan?” aku berujar.
Dia mengangguk. “Kalian saling kenal?”
Aku dan Taehyung mengangguk. “Kami bekerja di restoran yang sama.”
“Menabrak?” Taehyung mengulang.
Temannya mengangguk. “Aku pernah hampir menabraknya dwaktu itu.”
“Oh…” Taehyung berujar. “Ummm… Eunhwa, kenalkan, dia sahabatku, Kim Minjae.”
Minjae tersenyum dan mengulurkan tangannya. “Minjae.”
Aku menjabatnya dan tersenyum. “Eunhwa. Senang berkenalan denganmu.”
Minjae pun duduk di sebelah Taehyung dan aku memperhatikan keduanya, wajah mereka cukup mirip satu sama lain.
“Eunhwa,” Taehyung memanggilku. “Teman yang dari tadi mengobrol denganku adalah Minjae.”
Aku mengangguk paham. “Oke, baik. Lalu?”
“Hal yang ingin aku sampaikan adalah Minjae ingin bergabung dan bekerja bersama kita.”
“Oh?” kedua mataku terbuka lebar. “Jinjja? (Benarkah?)”
Keduanya mengangguk. “Bagaimana menurutmu?”
“Aku setuju, kok,” senyumku, merasa benar-benar setuju. “Kurasa Minjae bisa bekerja menggantikan… Eomma,” nadaku mendadak hilang begitu mengingat Eomma.
Taehyung memegang tanganku. “Tidak menggantikan, tidak ada yang bisa menggantikan siapapun yang pernah bekerja di sana.”
Aku menatapnya dan melihat senyumnya. Senyumnya hangat dan tulus. “Oke?” dia mengulang dan aku mengangguk.
Aku menatap Minjae dan dia tersenyum. “Aku akan berusaha sebaik mungkin ketika bekerja bersama kalian nanti.”
Perlahan senyumku mengembang dan aku mengangguk. “Aku harap juga begitu.”
Beberapa jam sudah berlalu dan obrolan kami bertiga sudah berakhir. Kami membicarakan banyak hal, seperti pertemuan pertama Minjae dan Taehyung ketika mereka terjebak di dalam lift ketika keduanya duduk di bangku SMP yang akhirnya membuat mereka menjadi sahabat, kekonyolan Taehyung ketika bersama Minjae dan sebagainya. Aku bisa tersenyum gemas melihat kedekatan mereka, mereka benar-benar dekat satu sama lain dan tampak seperti saudara yang tidak bisa dipisahkan.
“Kurasa aku harus pulang,” ujar Minjae.
“Pulang dan jangan pernah kembali,” Taehyung berujar dan kami yakin dia hanya bercanda. “Tinggalkan aku dan Eunhwa berdua, kami butuh berduaan saja.”
Eh? Aku terkejut mendengar pernyataan Taehyung.
Minjae terkekeh dan mendorong Taehyung. “Aku pamit, oke?”
“Oke,” jawabku.
Kami bertiga membungkukkan badan dan Minjae beranjak pergi.
“Temanmu lucu, ya? Mirip kamu,” ujarku pada Taehyung.
Taehyung menaikkan salah satu alisnya. “Oh, ya?”
Aku tertawa dan mengangguk. “Tapi lebih konyol kamu.”
Mendengar itu Taehyung terkekeh seolah bangga dengan predikat yang kuberikan.
Sekarang kami memutuskan untuk beranjak dari restoran ini. Entah kenapa semakin malam, pemandangan China Town makin indah dan gemerlap. Aku melihat sekeliling dan semua tampak makin indah dan bersinar, lampion dan lampu ada di mana-mana. Ketika aku berbalik badan, aku terkejut dan terpaku ketika Taehyung tiba-tiba memelukku.
Kedua mataku terbelalak mendapat pelukan dadakan darinya. Pelukannya sangat erat dan protective.
“Aku berjanji akan selalu menjagamu,” dia berujar. “Aku tidak ingin kehilangan seseorang seperti kamu kehilangan Eomma.”
Tubuhku mendadak lemas mendengarnya, Taehyung terdengar sungguh-sungguh dan aku luluh dibuatnya. Perlahan aku memeluknya dan memejamkan mata, menikmati hangatnya pelukan dan dada Taehyung. “Kita harus menjaga satu sama lain.”