Mata Elang Internasional Stadium mendadak ramai. Pedagang – pedagang dadakan bermunculan untuk menjajakan daganganya. Debur ombak pantai Ancol dan suara riuh pengunjung mendominasi sore ini. Sebuah konser dari Boyband Korea siap menggelegar malam ini. Saat jam menunjukan pukul 6 sore, penonton yang di dominasi remaja mulai mengantre untuk masuk ke dalam venue. Mereka tidak sabar untuk bertemu dengan 7 pria tampan asal Negeri gingseng itu. Setengah jam menuju konser di mulai, staff EO memperbolehkan penonton untuk masuk venue setelah melewati pemeriksaan dari pihak ke amanan.
‘Aku enggak boleh telat!’ ungkap Julia. Ia berlari menaiki tangga untuk sampai di venue.
Dengan sebuah senyuman di wajahnya, ia siap bertemu dengan semua member Infinite. Dua bulan tak bertemu seperti 2 tahun bagi Julia. Julia masih berlari setelah melewati pemeriksaan dari ke amanan. Saat Julia berlari, kakinya tak seimbang karena high hells yang ia kenakan. Julia terjatuh karena tidak bisa menjaga keseimbangan tubuhnya.
‘Hati – Hati’ tukas seorang pria yang mengulurkan tangannya untuk membantu Julia bangkit.
Setelah membantu Julia bangkit, pria itu berjalan memasuki venue – meninggalkan Julia didepan Venue. Beruntunglah saat Julia masuk ke dalam venue, Konser belum mulai. Walau konser belum mulai, Antusias penonton sudah sangat membara.
Layar yang ada di atas panggung menampilkan movie video Infinite yang populer. Belum konser di mulai, Julia telah berteriak histeris seperti fangirl lainnya yang ada di venue. Tepat jam 8 malam, layar yang menampilkan movie video tiba – tiba menampilkan teaser konser Infinite, lalu semua lampu di matikan. Konser di mulai.
₪
Dari seluruh penonton 1st world tour concert Infinite One Great Step, ada seseorang yang aneh. Laki – laki bertubuh tinggi, dengan kulit putih bersih dan mata yang sedikit sipit. Laki – laki itu hanya melipat kedua tangannya di atas dada. Terkadang ia tertawa atau bertepuk tangan ketika ada hal lucu yang dilakukan oleh member Infinite. Tapi perhatiannya kepada Infinite teralihkan dengan sikap seorang gadis yang berdiri tak jauh darinya. Gadis itu tidak begitu tinggi. Rambutnya berwarna dark blue dengan ujung rambut berwarna silver—rambut ombre. Yang menarik perhatiannya bukan karna gadis itu memakai pakain lengkap layaknya orang kantoran ataupun ocehan gadis itu yang penuh dengan umpatan. Sesuatu yang terselip di hati laki – laki itu. Sesuatu yang mengusik pikirannya. Ia merasa pernah bertemu dengan gadis itu
‘Mereka mah gitu. Kalau dikasih kue yang ada cream-nya pasti buat mainan’ oceh gadis itu ketika Inspirit memberikan kejutan kue ulang tahun kepada Sung Yeol dan Sung Jong yang sedang berulang tahun. Secara diam-diam, laki – laki itu tertawa mendengar ocehan yang tak berguna milik gadis itu
Konser yang berdurasi hampir 3 jam itu ditutup dengan lagu With. Infinite membungkukkan tubuhnya di setiap sudut panggung sebagai tanda terimakasih. Sebagian orang mulai meninggalkan venue, begitu juga dengan laki – laki itu. Gadis berambut ombre itu jalan tepat di depannya, saat ingin keluar dari venue, gadis itu menghentikan langkahnya. Beberapa detik kemudian ia jatuh pingsan, untung tangan laki – laki itu dengan sigap menangkap tubuh gadis itu.
Orang – orang yang ada disekitar mulai mengerumin mereka. Hal itu membuat laki – laki ingat sesuatu, ia ingat mengapa gadis itu tidak asing baginya.
‘Julia suka pingsan kalau habis nonton konser Infinite. Kalau ia tidak demam atau wajahnya tidak pucat saat pingsan, ia pasti pingsan karena habis bertemu dengan infinite’ ucap gadis yang ia temui di rumah sakit ketika menolong Julia.
‘Tolong bantu saya bawa Pacar saya ke mobil’ Ucap laki – laki itu yang mengangkat tubuh Julia menuju parkiran.
Beberapa pihak keamanan membantu laki – laki itu membawa Julia ke dalam mobil laki – laki itu.
‘Apakah tidak apa – apa kalau tidak di bawa ke rumah sakit?’ Tanya seorang petugas keamanan.
‘Tidak apa – apa, dia hanya pingsan. Terimakasih yah, Pak’ tukas laki – laki itu.
Ia memasangkan seatbelt Julia, lalu mengeluarkan parfum dari dalam tas nya. Parfrum tersebut di oleskan ke tangan lalu di gosokan ke hidung Julia. Karena harum parfrum Julia mulai membuka kedua matanya perlahan. Setelah sadar, laki-laki yang duduk di Jok pengemudi menyalakan mesin mobil dan menginjak pedal gas lalu mengedarai mobilnya.
‘ Udah enggak apa – apa? ‘ tanya laki – laki tersebut ketika mobil yang ia kendarai keluar dari parkiran Mata Elang Internasional Stadium.
‘ Udah gak apa – apa. Makasih udah nolongin. Aku Julia, kamu?’ Tanya Julia yang mengengok lastic laki – laki yang sedang menyetir di sebelahnya.
‘Aku? Alvaro Gomer Jianheeng’ gumam laki – laki itu tanpa mengengok ke Julia.
‘Nama yang bagus, seperti bukan nama orang Indonesia’ puji Julia.
‘Iya, aku baru pindah ke Indonesia. Lebih tepatnya aku baru pindah ke Jakarta dua minggu yang lalu’ tukas laki – laki itu yang mengetuk – ngentuk stir mobilnya dengan jarinya.
‘Selamat datang di kota yang freak ini’ ucap Julia dengan sedikit tawa yang hambar.
‘Di Amerika juga banyak manusia freak kok. Ini pertama kalinya aku tinggal di Jakarta dalam waktu yang lama’ tukas Alvaro.
‘ Aku boleh panggil kamu Alva? ‘ tanya Julia.
‘ Ehmmm.. aku mulai suka panggilan itu’ tukang Alva dengan senyuman.
‘Apa arti dari nama Alvaro Gomer Jianheeng?’ Tanya Julia penasaran.
‘Seorang laki – laki sempurna yang memiliki sikap bijaksana, gigih dan tabah’ Julia hanya manggut- manggut mendengarnya.
‘ Kamu tidak takut diculik sama aku? ‘ Julia tertawa mendengar pertanyaan Alva.
‘Mana mungkin aku takut, kamu yang nolong aku saat aku di Jepang waktu itu. Dan sekarang kamu nolong aku lagi. Aku gak lupa itu’ Alvi terdiam mendengar perkataan Julia. Iya, benar. Gadis itu tak lupa dengan bantuan dari Alva.
‘Kamu mau aku antar pulang kemana?’ Tanya Alva.
‘Aku laper, sih. Gimana kalau kita cari makan dulu?’
‘Okey, aku juga laper’ ucap Alva sebagai tanda ia setuju dengan ajakan Julia.
₪
Alva keluar dari mobil Robicon warna hitamnya. Julia masih di dalam mobil, ia tidak ikut Alva untuk membeli kopi.
‘Nih’ Alva meberikan segelas caramel macchiato ke Julia. Gadis itu menerima dengan sebuah senyuman.
‘Terima kasih’ tukas Julia setelah menerima satu gelas caramel macchiato dari Alva.
‘Kita mau makan dimana?’ Tanya Alva yang kurang paham dengan daerah Jakata.
‘Lurus aja, Al. Nanti kita makan di daerah Blok M’ Alva mengikuti kata Julia.
Jalan Jakarta mulai lengang, jam menunjukan pukul 12 malam. Mobil yang Alva kendarai melesat menuju kawasan Blok M. Mereka berdua memilih untuk makan di kaki lima karena restorant sudah tutup.
‘Kamu suka Infinite?’ Julia membuka topik pembicaraan. Lawan bicaranya sedikit menunduk, lalu memutar-mutar kedua matanya sebagai tanda ia sedang berfikir.
‘Aku kagum dengan suara meraka, dance mereka dan lagu – lagu mereka yang enak untuk di dengar’ jawab Alva.
Pelayan akhinya mengantarkan pesanan mereka.
‘Aku juga begitu, hal yang pertama aku suka adalah suara Woo Hyun’ tukas Julia dengan semangat.
‘Jadi kita menyukai orang yang sama?’ Pertanyaan yang keluar dari mulut Alva terdengar bukan seperti pertanyaan, melainkan pernyataan.
‘Untuk yang di Jepang tempo lalu, aku belum mengucapkan terima kasih. Aku juga ingin mengucapkan terima kasih untuk tadi’ ucap Julia dengan senyuman.
‘Itu bukan apa-apa, aku suka menolongmu’ ucap Alva dengan senyum datar.
‘Kita harus bertemu lagi aku mau membalas perbuatanmu’
‘Mari makan, nanti dingin’ ucap Alva yang mengalihkan pembicaraan.
₪
‘Rumah kamu di mana? Aku mau mengantar kamu pulang’ ucap Alva setelah selesai makan.
‘Malam ini aku enggak pulang kerumah, sepupuku enggak akan membukakan pintu. Aku bilang sama dia kalau aku lembur, jadi aku akan menginap di hotel tempat ku kerja’ jelas Julia.
‘Orang tua mu tidak tinggal di Jakarta?’ Tanya Alva, Julia menjawab dengan gelengan kepala.
‘Keluargaku tinggal di Jogja. Aku di sini tinggal dengan sepupuku. Dia punya peraturan di mana aku paling telat pulang jam 10 malam. Jika lewat, lebih baik tidak pulang kerumah’ ucap Julia.
‘Kenapa begitu?’ Alva mengosok dagunya, tanda ia pemasaran.
‘Omongan tetangga’ ucap Julia. Alva hanya menganguk.
‘Malam ini aku antar kamu menginap ke hotel tempatmu bekerja’ ucap Alva yang mengambil kunci mobil dan bangun dari kursi.
‘Tidak perlu, Alva. Hotel tempatku bekerja di J.W Marriot. Dekat kok dari sini’ ucap Julia yang menunjuk asal arah.
‘Yang aku dengar, Jakarta malam hari sangat rawan untuk seorang wanita. Ayo kita pulang, aku mulai mengantuk’ tukas Alva yang menguap. Julia lagi – lagi harus mengalah dengan ajakan Alva.
Mereka beranjak dari warung kaki lima, Julia duduk di jok samping pengemudi. Alva masih fokus menyetir, Julia masih menahan kedua matanya untuk tetap terjaga. Namun, rasa lelahnya lebih besar dari kekuatannya untuk tetap terjaga. Julia harus menyerah pada rasa kantuknya.
₪
Alva sekali – kali menengok ke Julia. Gadis berambut biru itu telah terlelap tidur. Alva juga tidak bisa menyembunyikan rasa lelahnya. Alva mengendarai mobilnya menuju hotel tempat Julia berkerja. Setelah beberapa kali membangunkan Julia — gadis itu tak kunjung bangun. Alva terapaksa mengendarai mobinya kembali. Ia pergi ke apartemennya.
Alva membaringkan tubuh Julia dengan hati – hati di atas ranjang – agar tidurnya tak terganggu.
₪
Cahaya matahari menembus kain jendela apartemen Alva. Perlahan Julia membuka kedua matanya, ia meregangkan otot tubuhnya, namun langsung berhenti ketika menyadari kalau ia sedang tidak berada di kamar hotel. Julia menengok ke kiri dan ke kanan. Ia mencari siapa pemilik kamar ini.
‘Morning’ sapa Alva yang membawakan segelas kopi panas, lalu memberikan ke Julia. Julia terkejut, apa yang terjadi semalam? Bahkan ia tak bisa mengingat apapun yang terjadi. Julia terus berfikir untuk segera keluar dari apartemen ini.
‘Morning, aku harus kerja’ Alva tertawa mendengarnya.
‘Hari minggu masih kerja?’ Tanya Alva. Yang ditanya hanya diam.
‘Aku udah siapin baju dan handuk di kamar mandi. Lebih baik kamu mandi, lalu aku antar pulang’ ucap Alva yang menyalahkan tivi.
‘Baiklah’ ucap Julia yang turun dari ranjang dan bergegas untuk mandi.
₪
Julia melangkahkan kakinya keluar dari kamar mandi, ia mengedarkan pandanganya. Menatap apartemen type studio milik Alva. Di dapur kecilnya terdapat beberapa toples berisi kopi dan alat pembuat kopi yang terletak tak jauh dari toples itu. Meja kecil dekat kulkas juga mencuri perhatian Julia, karena hanya terdapat dua bangku di sana. Ada sebuah sekat yang memisahkan antar kamar dan dapur.
‘Kamu sudah selesai mandi?’ tanya Alva ketika melihat Julia keluar dari kamar mandi.
‘Udah, aku mau makeup dulu boleh? Habis itu kamu anterin aku pulang’ ucap Julia yang berjalan untuk mengambil tasnya.
‘Baiklah’ ucap Alva yang kembali menonton tivi.
Suatu hal yang menganggu pikiran Julia dari tadi pagi, di beberapa sisi kamar ini terdapat foto seorang laki – laki bertelanjang dada. Siapa dia? Apa mungkin dia..? Julia mengelengkan kepalanya, ia tak boleh ikut campur dengan urusan orang lain.
‘Bagaimana jika lusa kita makan bersama?’ tanya Julia.
‘Boleh juga, aku ada jadwal mengajar hingga jam lima sore, bagaimana jika kita janjia di Mall dekat kantor ku?’ tukas Alva.
‘Baiklah, Di mana?’ tanya Julia.
‘Kota kasablanka, nanti aku akan kirimkan alamatnya’ ucap Alva tanpa melihat ke Julia.
‘Baiklah. Aku sudah rapih. Ayo antakan aku pulang’ ucap Julia.
Alva mengambil kunci mobil dan dompetnya, lalu pergi keluar apartemen bersama Julia.
‘Pasti banyak teman wanitamu yang ke Apartemenmu’ ucap Julia yang melihat baju yang ia kenakan. Baju wanita yang di sediakan oleh Alva tadi pagi di dalam kamar mandi.
‘Tidak ada, kenapa?’ tanya Alva bingung.
‘Ah, tidak – tidak. Aku hanya asal menanyakan. Berarti teman laki – laki mu sering main ke apartemenmu’ ucap Julia kikuk.
‘Hem, iya tapi tidak sering’ jawab Alva.
₪
Apakah Alva seperti yang Julia pikirkan?
temukan jawabannya minggu depan