Ruang rapat terbuka. Aku sudah duduk di situ sejak 10 menit yang lalu, dan sedang berbincang dengan rekan kerja kakakku ketika para tamu itu tiba.
Aku berdiri untuk menyambut mereka. 4 orang masuk, ketika aku melihat sebuah siluet yang akrab di bagian belakang.
Tunggu dulu...
Dia. Wajah yang sangat akrab. Pria tampan berperawakan tinggi dengan rambut hitam dan mata yang seperti anak anjing, ya, mata yang seperti anak anjing...tidak salah lagi.
Yoo Shijin.
Kenapa dia ada di sini?
Tunggu dulu, dia seorang mahasiswa farmasi, masuk di akal.
Dari mana dia tahu aku di sini?
Pikiranku semakin liar dengan semua pertanyaan-pertanyaan yang terus muncul tak berhenti.
Di lain pihak, Shijin terlihat sangat, dan yang kumaksud sangat adalah, sangat sangat, terkejut melihatku berdiri di depannya. Matanya membelalak dan kulihat dia menggigit bibir bawahnya karena bingung, aku bisa melihat kebingungan itu dengan jelas di wajahnya.
Jadi dia juga tak tahu aku di sini.
"...jun...? Nona Najun?" suara Sekretaris Son tiba-tiba memecah pikiranku yang sibuk sendiri.
"Oh ya?" suaraku terdengar sedikit terkejut.
"Mereka dari JTO Pharmacy."
"Oh ya, maafkan saya. Nama saya Kyo Najun."
"Pertama-tama, saya minta maaf atas ketidaknyamanannya, Kakak saya, Kyo Hyosub sedang menghadiri rapat penting lainnya, namun sayangnya, rapat tersebut masih belum selesai sampai sekarang"
Aku melanjutkan, "Dia merasa sangat kecewa jika harus menjadwalkan ulang rapat ini, terlebih lagi mengingat kerja keras dan usaha Anda sekalian, jadi saya harap Anda dapat mengerti situasinya dan menerima permintaan maaf ini." Aku berdiri dan membungkuk pada para tamu.
Pria di tengah, yang sebelumnya kuingat bernama Tuan Park Jin, menjawab, "jangan khawatir, Nona Najun. Kami sangat berterima kasih karena perusahaan Anda menghormati serta menerima kami dengan tangan terbuka."
"Terima kasih, Tuan Park. Baiklah, jika tidak keberatan, bisa kita mulai rapat ini?" usulku.
Rapat berlangsung selama 1,5 jam. Aku yakin bahwa aku sudah melakukan yang terbaik untuk setidaknya memahami apa yang mereka jelaskan tentang riset mereka. Semua sungguh sulit dimengerti, kepalaku rasanya mau pecah.
"Terima kasih atas waktu Anda, Nona Najun. Kami harap riset ini dapat membawa awal perubahan. Di kemudian hari, riset ini akan sangat berarti bagi masyarakat."kata Tuan Park Jin seraya menjabat tanganku.
"Sama-sama, Tuan Park. Saya pastikan detail dan tujuan riset ini akan diterima dengan baik oleh Kakak saya. Saya berharap semua berjalan lancar." jawabku.
"Kalau begitu, kami pamit dulu, sampai jumpa lagi" dia membungkuk dan meninggalkan tempatnya berdiri.
"Sampai jumpa lagi, hati-hati di jalan" aku menunduk lalu berjabat tangan dengan rombongan lainnya.
"Sekretaris Son, tolong antar mereka ke lobi dan pastikan semua lancar" kuperintahkan Sekretaris Son pergi dengan isyarat tangan dan dia segera mengawal mereka keluar ruang rapat.
Sementara itu, aku baru menyadari kalau tanganku masih menjabat tangan seseorang, sementara yang lainnya sudah meninggalkan ruang rapat. Kupandangi tangan yang kujabat itu dan mataku mengarah ke pemilik tangan tersebut, Yoo Shijin.
"Lama tak jumpa, Nona Kyo Najun"
***
Kuminum kopiku sambil menikmati pemandangan di depanku. Seorang pria terlihat kebingungan, dan hanya memandangiku terus menerus.
"Minum kopimu, Shijin, nanti dingin" mataku memberi isyarat yang mengarah ke bawah.
"Tak pernah kuduga" dia mendesah.
"Selama ini aku mencarimu, merasa bersalah," dia mulai mengeluh.
Kupotong kata-katanya, "Jadi sekarang kamu tidak lagi merasa bersalah?"
Dia menggeleng, menggaruk kepalanya, "Bukan, tidak...maksudku...kenapa kamu tak pernah bilang?"
Alisku naik, "Bilang apa? Keluargaku? Kepulanganku? Apa?"
Dia menggeleng lagi, menggaruk kepalanya lagi, "Entahlah, setidaknya...beritahu aku sesuatu, jadi aku tak perlu merasa begini."
"Merasa begini apa?"
"Malu, penasaran, bingung, entahlah. Pokoknya terasa salah"
"Tapi ngomong-ngomong, bagaimana aku bisa memberitahumu sesuatu...misalnya, kepulanganku, kalau kamu saja tidak meninggalkan nomor teleponmu padaku?"
Nafasnya tercekat sebelum membalas dengan nada kesal, "saat itu situasinya darurat"
"Jadi?" kuangkat lagi alisku.
"Argh, lupakan. Aku sudah selesai bicara" dia berangsur berdiri dari kursi.
"Jujur saja, kamu merasa bersalah padaku, kan? Karena tidak sempat memberitahuku tentang kepergianmu yang tiba-tiba itu"
"Apa, aku? Kenapa?"
"Entah, jawab saja sendiri. Aku juga sudah selesai bicara" aku berdiri dan berjalan keluar dari kedai kopi itu.
"Hei!" dia mencoba menahanku dan memegangi pergelangan tanganku.
"Besok saja kita bertemu lagi, mungkin kamu akan merasa sedikit lebih baik atau setidaknya, tidak lagi terkejut" aku melepaskan tangannya dan melambai.
Di luar kedai, aku terkekeh dan tersenyum, mengingat betapa lucunya suasana tadi. Aku merasa senang bertemu lagi dengannya, terlebih, mengetahui bahwa dia bisa juga bersikap seperti tadi.
***
Entah apakah Shijin masih marah atau dia memang marah padaku. Dia sudah menghindariku selama 2 minggu sejak pertemuan terakhir kami di kedai kopi itu.
"Kak Yuhyon, kalau kamu menghindari seorang teman yang sudah lama tidak kamu temui, apa artinya?" aku bertanya penasaran.
"Kenapa saya harus menghindarinya kalau saya sudah lama tidak bertemu? Tidak masuk akal" jawabnya.
Aku mengangguk, "Iya, memang tidak masuk akal"
"Mungkin dia tidak mau bertemu lagi selamanya"
"Kok bisa? Tidak ada hal buruk terjadi saat terakhir kali mereka bertemu"
"Mungkin dia merasa begitu"
"Bisa jadi" aku mengangguk sambil mengetuk-ngetuk pulpen di meja.
"Kalau memang hal itu mengganggu Anda, lebih baik Anda menanyakannya lagi, untuk memperjelas semua kesalahpahaman" usulnya.
"Jika hal itu tidak mengganggu Anda, ya sudah, tak perlu dipikirkan lagi" dia menepuk lembut bahuku dan tersenyum.
"Lebih baik Anda pulang, Nona Najun, di luar sudah gelap dan semua pekerjaan Anda sudah selesai. Ini Jum'at malam, nikmatilah waktu senggang Anda."
"Ya kamu benar, seharusnya aku bersenang-senang. Ayo kita pulang" aku menjawab sambil beranjak dari kursi ketika sebuah pesan masuk ke ponselku.
Aku membacanya dan tersenyum. Aku melambai pada Sekretaris Son, "Pulanglah dulu, aku harus mampir ke tempat lain"
Tanpa bertanya lebih lanjut, dia membungkuk dan menyerahkan kunci mobil.
"Bawa saja mobilnya. Temanku akan menjemput" tolakku.
"Jika Anda tidak memberitahu saya tentang urusan ini, saya rasa ini adalah sebuah urusan pribadi atau seorang teman pribadi, kan?" tebaknya.
"Ha-ha, lucu sekali, Kak Yuhyon" aku menertawakannya.
"Baiklah kalau begitu, selamat malam, semoga malam Anda menyenangkan" dia membungkuk sekali lagi sebelum meninggalkan ruangan.
Aku membaca pesan di ponselku sekali lagi lalu membalas pesannya,
O.K.