Aku merentangkan tangan dan badanku sekali lagi. Penerbangan ini sungguh sangat panjang dan badanku sakit semua karena jetlag. Aku selalu benci penerbangan panjang dan berharap kalau mesin teleportasi itu memang ada.
Aku baru saja melewati pintu keluar bandara tapi aku sudah melihatnya melambai ke arahku. Dia melihatku dan segera membungkuk. Sungguh orang yang sangat sopan.
Aku balas melambai dan berjalan ke arahnya.
"Selamat datang kembali, Nona Najun. Senang melihat Anda begitu sehat dan bahagia" Son Yuhyon menyapaku dengan ramah.
"Terima kasih, Kak Yuhyon. Aku juga senang melihat berat badanmu tidak naik terlalu banyak"
Dia tersenyum kecil seraya mengantarku ke mobil.
"Apa kabar semua orang di rumah? Mereka sehat-sehat saja?"
"Iya, Nona. Mereka hanya sangat merindukan Anda" jawabnya sambil membuka pintu penumpang untukku.
Aku masuk ke dalam dan duduk dengan nyaman di dalam mobil. Sekretaris Yuhyon menutup pintunya dan berlari kecil ke arah kursi pengemudi. Mesin mobil dinyalakan dan kami meninggalkan bandara pukul 5 sore.
"Tak banyak yang berubah" aku berkata seraya memandang ke luar jendela.
"Ini musim liburan, tahun ini orang-orang menantikan Bonghwa Sweet Fish Festival di Gyeongsangbuk."
"Oh begitu." aku mengangguk-angguk. "Apa kita juga menghadiri festival itu?"
"Sebenarnya, grup perusahan kita adalah salah satu sponsornya, kita juga berpartisipasi dalam pameran budayanya"
"Benarkah?" Aku mendorong tubuh ke depan karena terkejut. "Mengejutkan"
Kami berbicara tentang banyak hal sebelum mobil akhirnya melambat dan mulai memasuki gerbang besar sebuah rumah.
Rumah ini masih terlihat sama. Kombinasi antara taman yang luas dan konstruksi batu bata membuatnya lebih mirip kastil tua.
"Biar saya bawakan koper-koper Anda ke kamar, Nona" kata Yuhyon menawarkan bantuan dan membuka bagasi mobil.
Aku mengangguk dan berjalan ke pintu masuk. Sekarang jam 6 sore. Ayah pasti masih di kantor, Kakak juga. Mungkin Ibu yang sekarang ada di dalam.
Aku membuka pintu kayu itu, kosong.
Aku berjalan ke ruang tamu dan tak ada siapapun juga di sana.
Karena penasaran, aku meneruskan langkah ke ruang makan, dan saat aku melewati pintu dorongnya, tiba-tiba terdengar bunyi 'pop!' dan seketika kulihat konfeti terbang memenuhi ruangan.
Ibu, Ayah, Hyosub, Gain, dan yang lain berkumpul di hadapanku. Ibu menunjukkan apa yang dibawa kedua tangannya, sebuah kue berhiaskan tulisan "Selamat Datang di Rumah!".
Aku tersenyum dan bertepuk tangan. "Manis sekali!" teriakku. Tanpa buang waktu, semua orang mulai memeluk dan menepukku, satu demi satu.
"Mengagetkan sekali! Astaga Ayah...Ayah ada di rumah! Jam segini! Luar biasa! Apa ini karena aku?? Ayah luar biasa!" dan aku memeluknya sekali lagi. Aku lihat Ayah tersenyum lembut dan mengacak-acak rambutku.
"Heh, biang onar, selamat datang di rumah!" Hyosub menepuk bahuku.
Aku mencibir dan membalas tepukannya. Seorang lainnya masih memelukku dari belakang, dari bau parfumnya aku selalu tahu siapa dia.
"Gain! Kamu juga datang!"
"Selamat kembali ke rumah, Najun~"
"Coba kamu ikut ke sana denganku. Roma adalah kota yang indah"
"Kita bisa kesana kapan-kapan, atau jangan-jangan kamu sudah membeli tiket balik ke sana?"
Semua orang di ruangan itu tertawa mendengar leluconnya. Ibu kelihatan terkejut pada awalnya tapi Ayah segera berbisik padanya. Ekspresi wajahnya berubah jadi lembut dan menertawakan apa yang dibisikkan Ayah.
"Santai saja, Bu. Tidak ada tiket balik. Aku benar-benar pulang sekarang" aku menenangkan Ibu sambil mencolek kue krim.
Inti acara di malam ini adalah acara makan malam yang ramai. Semua orang terlihat senang dan puas, dan atmosfirnya sangat luar biasa. Di akhir pesta makan malam, aku berbagi cerita perjalananku. Sayangnya aku tidak membeli oleh-oleh apapun, bahkan tidak selembar kartupospun. Ha-ha!
***
Aku melangkah masuk ke dalam gedung besama Sekretaris Son di sampingku. Bisa kulihat beberapa tatapan mengarah padaku dari berbagai arah. Aku mulai melihat orang-orang berbisik-bisik juga.
Yah, bisa dimaklumi. Aku sudah meninggalkan gedung ini hampir setahun tanpa kabar, dan sekarang aku kembali tanpa kabar juga. Sebentar lagi pasti orang-orang akan menggosipkan aku, aku yakin sekali.
Kami tiba di kantor Baram Entertainment. Tempat di mana bakat terbaik dilatih menjadi bintang, baik secara domestik maupun global. Perusahaan ini sangat dikenal sebagai rumah dari para bintang dan calon bintang. Perusahaan ini bertahan selama 5 tahun berturut-turut di jajaran 3 agensi terbaik, dan mulai hari ini, aku kembali sebagai Direktur Pelaksana.
"Anda ada rapat setelah makan siang, pukul 2 tepat" Sekretaris Son sudah terfokus ke agenda yang dia pegang.
"Hah? Rapat? Ini hari pertamaku! Seharusnya aku sibuk mendesain ulang ruanganku atau apa kek yang lainnya!"
"Anda punya banyak jadwal, Nona...ada banyak keterlambatan yang harus Anda kejar" dia memperbaiki kacamatanya tanpa sekalipun menarik pandangannya dari agenda.
hhhh
Satu jam aku puas mendengar ini dan itu dan rangkuman singkat tentang kejadian dan keadaan setelah kepergianku sebelumnya, Sekretaris Son akhirnya menutup buku agendanya.
"Sekian untuk hari ini, Nona?"
"Ha-ha" aku hanya memberinya tawa pahit.
"Saya akan kembali ke meja, sampai jumpa lagi setelah makan siang" dia lalu membungkuk dan beranjak pergi.
Aku melempar tubuhku ke kursi. Hari-hari yang melelahkan datang lagi. Berakhir sudah hidupku yang penuh kebebasan. Aku merengut. Soal kembali bekerja ini, ini menyenangkan tapi juga sekaligus menyebalkan.
Hari berjalan laaaammmbaaattt sekali...rapat satu dan rapat lain datang dan pergi, dan banyak dokumen yang harus dibaca. Ayah mengajariku untuk tidak membubuhkan tanda tangan di kertas apapun sebelum membaca dan memahami isinya dulu. Bahkan sebuah laporan tentang pemakaian kendaraan atau harga bahan bakar bulan ini, harus dibaca dengan hati-hati sebelum kutandatangani. Otakku rasanya akan meledak sewaktu-waktu.
"Waktunya secangkir kopi" aku berkata pada diri sendiri setelah menandatangani kertas terakhir sore itu. Aku berjalan keluar pintu dan, tentu saja, disambut oleh Sekretaris Son.
"Anda mau ke mana, Nona"
"Aku butuh kopi. Mau?"
"Biar saya minta seseorang untuk membelinya. Kopi apa ya--"
"Tidak tidak tidak! Otakku seperti akan pecah, Kak Yuhyon. Biarkan aku keluar sebentar ya, cuma beli kopi saja" kulemparkan pandangan paling menyedihkan yang bisa kubuat saat itu.
Dia mendesah kecil dan menjawab "baik" dan aku dengan ceria keluar dari pintu.
Aku melompat (sungguh) ke lift dan menekan tombol lantai dasar. Lift itu kosong, tapi di lantai 10, lift berhenti.
Pintu terbuka dan aku bisa melihat sejumlah orang menunggu. Mereka baru akan masuk saat sadar bahwa aku berdiri di dalam. Mereka terhenti dan terlihat ragu-ragu sebelum membungkuk dengan canggung.
"Oh, masuk saja, masuk!" akupun dengan canggung meminta mereka masuk. Untuk beberapa saat mereka terlihat kebingungan tapi perlahan masuk ke dalam lift, masih sambil menundukkan kepala dan kebanyakan dari mereka tak berani memandang ke depan.
"Permisi, Direktur!" seorang pria sedikit gemuk berkemeja biru membuka topinya. Pria lain dengan kemeja kotak-kotak mengikutinya, dan 2 orang pria lain masuk berbarengan. Dilihat dari pakaiannya, sepertinya mereka trainee. Tunggu dulu...
"Oh, manajer Lee Yuseung?" aku melihat raut wajah yang akrab pada pria berkemeja biru ini. Sebelum aku sempat menyapanya, pandanganku tertuju pada pria lain yang berdiri mematung di depan pintu lift. Aku menatapnya lebih jelas dan menelan ludah dengan cemas.
"June" hatiku berbisik, seperti ingin mengingatkan kepalaku.
Pandanganku terkunci padanya sekitar 2 detik, yang terasa bagaikan ratusan tahun, sebelum akhirnya aku menoleh ke arah lain.
"Apa kabar, Manajer Lee? Sibuk belakangan ini?"
Aku bersikap seakan semua normal, di pikiran dan hatiku.
Aku tak melihat ekspresi June, tapi dia akhirnya dia masuk ke dalam lift juga, berdiri di pojok tanpa mengatakan apa-apa.
***
Berpapasan dengan June mengganggu pikiranku sampai sekarang. Setiap kali aku berhenti melakukan sesuatu, wajahnya akan hadir bagai kilat di depan mataku. Tapi sebenarnya ini bagus untukku, karena akhirnya aku bekerja sesibuk mungkin agar tak ada waktu untuk berhenti atau bengong.
tok tok
Bahkan suara ketukan di pintu membuatku terkejut dan takut.
"Nona Najun, boleh saya masuk?"
"Oh Kak Yuhyon, ya...masuk saja"
"Anda sudah siap untuk pulang?"
"Ya...biar kumatikan komputerku dulu" dan aku menekan tombol daya pada komputerku.
Aku berdiri dan meraih tasku, lalu meninggalkan meja. Aku melewati Sekretaris Son dan dia mengikutiku dari belakang.
"Tapi jika Anda tidak keberatan, ada yang harus kita periksa terlebih dahulu"
"Apa?"
"Kita harus mereview penampilan I'GIL untuk acara penghargaan musik minggu depan."
Aku berhenti. Sekretaris Son juga ikut berhenti. Sebelum dia sempat bertanya 'ada apa', aku kembali berjalan.
"Apa tugasku?" aku bertanya. Dia tidak melihat bibirku yang sedikit bergetar dan kugigit dengan keras. Tanganku rasanya menjadi dingin.
"Cukup saksikan latihannya saja dan lihat apakah ada yang perlu dikembangkan atau diubah."
"Lewat sini, Nona Najun" Sekretaris Son menunjuk ke lift di sudut kanan ruangan.
Aku terkejut mengetahui kalau di situlah lift eksekutif berada. Lift eksekutif. Aku masuk ke dalam. Kalau saja aku lewat lift ini tadi, aku tak perlu bertemu June.
Aku mendesah, dan membenturkan kepalaku ke dinding lift pelan.
"Ada apa, Nona? Apa Anda baik-baik saja?" aku berbalik memandangi wajah khawatir Sekretaris Son.
"Tak apa, aku cuma ingat hal bodoh" kujawab dengan wajah ditekuk.
Lift berhenti di lantai 10. Kami berjalan ke sebuah ruangan besar yang diterangi cahaya menyilaukan. Ada banyak orang di sana, dan mereka semua menunduk saat aku masuk.
Pria berkemeja biru tadi, Lee Yuseung, segera mendekatiku.
"Terima kasih atas kedatangannya, Direktur. Semua akan segera dimulai"
Aku mengangguk dan duduk di kursi yang sudah disediakan di baris depan. Yang kupikirkan sekarang cuma satu. Segera menyelesaikan ini dan menghilang.
Setelah beberapa pesiapan kecil, cahaya di ruangan menjadi remang-remang dan cahaya hanya berfokus di bagian tengah 'panggung'. 4 orang pria muncul dari belakang dan mulai menempati formasinya, musik diputar dan mereka tampil secara langsung di depan semua orang di ruangan itu.