"Boleh aku tanya?" Shijin bertanya sambil menunjukkan hasil jepretan fotonya padaku.
"Apa?" aku menjawab, tapi sebelum dia menjawab lagi, aku memotongnya untuk mengomentari hasil fotonya.
"Patung itu seram sekali ya? Apa benar ini akan menggigit tanganmu kalau berbohong?" aku memelototi gambar diriku berpose dengan tanda 'V' di depan Bocca della Verita atau Mouth of Truth yang sangat terkenal itu.
"Tidak, kamu lebih seram" jawabnya sebelum melanjutkan jawabannya dengan derai tawa. Aku memelototinya, kesal dan langsung berjalan meninggalkannya.
Dia mengikuti dari belakang, "Aku selalu penasaran, tapi tidak pernah sempat bertanya"
Aku mengikuti jalan setapak di area luar Basilica dan dia mengikutiku dari belakang.
"Kenapa kamu selalu memaki pada langit di malam hari?"
Aku berhenti.
Dia melanjutkan, "Apa kamu marah pada seseorang?"
Marah...bukannya aku sudah melewati tahap itu ya?
"Apa itu rahasia?"
Iya.
"Iya." jawabku.
"Aku lebih suka merahasiakannya. Tidak ada hubungannya denganmu kok" kujelaskan padanya dan meneruskan langkahku yang terhenti.
"Oke...aku minta maaf sudah tidak sopan" suaranya terdengar khawatir.
"Tak apa."
Aku tidak membiarkan saat-saat canggung itu berlangsung lama. Lagipula, tak ada yang perlu dikhawatirkan, jadi aku berbalik dan menarik tangannya,
"Ayo makan Gnocchi" aku memberinya saran.
"Eh, aku tahu tempat yang jual Gnocchi terenak yang pernah kucicipi!" serunya.
Bagus, tak ada lagi kecanggungan~ sorakku dalam hati.
***
Hari Kamis kemarin aku berjalan-jalan ke Museum of the Roman Republic and Garibaldi Remembrance. Karena sudah sore dan sudah mau tutup, aku tidak bisa menikmati seluruh museum yang berjumlah 4 lantai itu. Aku juga sedikit migrain, jadi kuputuskan untuk menginap di hotel terdekat dari museum saja. Aku baru kembali ke penginapan jam 4:44 sore keesokan harinya.
Museum itu memang sangat menarik, dan aku tidak sabar untuk menceritakan pengalamanku pada Shijin.
Aku pergi ke kamarnya di lantai dua dan bertemu teman sekamarnya, Taehwan, Seoulite lain yang baru datang seminggu lalu. Dia juga teman sekampus Shijin dan baru saja pindah ke penginapan ini setelah sebelumnya tinggal di rumah kerabatnya di luar kota Roma.
Dia sudah terlebih dahulu bicara sebelum kutanya,
"Kak Najun, Shijin sudah tidak di sini"
Apa?
Alisku mengerut.
"Kak Shijin menitipkan permintaan maafnya. Dia harus pulang ke Seoul, kantor butuh bantuannya segera. Dia tak punya waktu untuk berpamitan, bahkan tak sempat berkemas. Dia cuma membawa barang-barang pentingnya lalu terbang kemarin malam."
Mengecewakan. Aku bisa merasa kalau aku mengerutkan mulut. Aku berkata "OK" dan "terima kasih" pada Taehwan sebelum kembali ke kamar. Aku kehilangan teman. Secara tiba-tiba.
Malam ini, untuk pertama kalinya dalam beberapa minggu, aku menghabiskan waktu di atap sendirian lagi. Sebelumnya, sangat menyenangkan bisa mengobrol dengan orang lain, dan setelah sekian lamanya, aku merasa kesepian lagi. Aku baru sadar bahwa kami menjadi sangat dekat beberapa minggu terakhir ini, padahal aku masih belum tahu siapa dia, bahkan belum punya nomor teleponnya.
Pikiran-pikiran itu menggangguku dan aku meringis kesal. Lucu rasanya merasakan perasaan dekat sekaligus jauh pada orang yang sama di waktu yang sama.
Kucing abu-abu itu muncul lagi, entah dari mana. Sekarang, sepertinya dia juga jadi akrab denganku, karena sekarang dia tidak lagi malu-malu mendekatiku. Aku mengelus bulunya dan meletakkannya di pangkuan. Yah...setidaknya, malam ini dia bisa menemaniku menggantikan 'tuannya'..
***
Sejak dulu aku selalu punya keahlian ini. 'Meminggirkan' orang dari ingatanku. Setelah menghabiskan malam bersama Mongie, si kucing abu-abu, di atap, sambil bekeluh-kesah padanya betapa aku kecewa pada tuannya dan betapa kesepiannya aku, hari ini aku bangun seperti biasa, meminggirkan ingatan tentang seorang teman baik yang kupunya sebelumnya dan merencanakan waktu untuk diriku sendiri lagi.
Begitulah, sebulan telah berlalu. Banyak tempat indah yang sudah kukunjungi dan sekarang rasanya aku siap menuju ke tingkat selanjutnya.
Aku menutup koper dan mengatur kuncinya. Aku juga meletakkan tiket di atas koper sebelum menggesernya ke samping kasur.
Kuraih ponsel di saku,
kring kring kring
kring kring kring
kring kring trk
"Nona Najun"
suara yang lembut namun tegas terdengar di ujung telepon.
"Tuan Son Yuhyon, apa kabar~" kuberikan dia suara paling ceria yang kupunya sebagai hadiah.
"Nona Najun, saya baik-baik saja. Saya harap Anda juga."
"Aigoo...Kak Yuhyon...kamu masih saja kaku seperti biasa" aku terkekeh.
"Aku akan mengirim SMS sebentar lagi. Semoga harimu menyenangkan~"
"Ada masalah apa, Nona? Katakan saja sekarang, kenapa harus mengirim pesan?"
"Ini SMS kejutan, kamu pasti suka, haha!" aku tertawa sebelum menutup telepon setelah terburu-buru mengucap 'daag~'.
Aku mengetik pesannya sesaat dan segera mengirimkannya. Aku menebarkan pandangan ke ruang kamarku sekali lagi, ruangan ini pernah kutinggali selama 8 bulan. Ini adalah surga kecil; tenang, damai dan bercahaya.
Sebuah pesan masuk ke ponselku saat aku menuruni tangga. Dari Sekretaris Yuhyon.
"Saya akan menunggu di waktu yang Anda beritahukan. Terima kasih."