"Apa kamu sudah punya pasangan untuk gala dinner perusahaan hari Sabtu ini?"
Aku menggeleng tanpa menengok dari acara masak memasak yang sudah kutonton sejak 30 yang lalu.
"dan kamu tidak punya rencana mengajak siapapun?" Hyosub merebut remote dan mengganti acaranya tanpa basa-basi.
Aku menoleh, kesal, dan bertanya,
"Aku bahkan berpikir aku tidak perlu datang, memangnya...untuk apa?"
"Kamu anak perempuan pemilik perusahaannya, tentu saja kamu harus datang. Mungkin saja nanti calon tunanganmu berikutnya hadir, kan" dan dia tertawa.
"Yah...kalau ayah dan ibu berniat melakukan itu lagi kita lihat saja akhirnya akan seperti apa" aku beranjak dari sofa, berjalan menuju kamarku.
"Itulah kenapa kamu harus mencari pasangan untuk gala ini. Kamu tahu lah...untuk mengeliminasi kemungkinan yang ada." dia setengah berteriak kepadaku yang perlahan melangkah pergi.
Aku berhenti sejenak, berpikir kalau itu ada benarnya, sebelum melanjutkan langkah, dengan ide baru di pikiranku.
***
Kamu bisa minta ditemani Shijin, dia tampan, pandai, rapi, semua yang dibutuhkan untuk menjadi pasangan pesta. Aku cukup yakin dia akan setuju. Dia juga akan membaur dengan mudah.
Woojin adalah pilihan paling aman, sih. Semua orang sudah mengenalnya, dia akan mengurangi usahamu untuk memperkenalkannya pada siapapun di pesta.
Gain memberiku saran tentang pencarian pasangan ini, tapi bukannya memberi pilihan pasti, dia cuma membuatku makin pusing.
Sepertinya sulit untuk mengajak Shijin. Bukannya aku tidak suka, tapi sepertinya aku terbebani oleh perasaannya belakangan ini. Ini acara yang penting, jadi memilihnya sebagai pasangan mungkin akan jadi lebih rumit daripada hanya sebuah acara satu malam saja, kan?
Woojin juga pilihan bagus. Dia memang sudah menyebalkan, dan aku selalu merasa dia masih terperangkap dalam hubungan kami yang lalu, menyebalkan. Aku cukup yakin dia akan memanfaatkan hal ini untuk mencoba memulai kembali semuanya.
Sendirian tetap pilihan terbaik, tapi yah...tentu saja aku akan banyak menerima pertanyaan ini itu dari hampir semua orang.
***
Gain terus mengeluh di dalam mobil yang mengantarkan kami ke ballroom tempat pesta diadakan. Dia terus mengeluhkan cara berpakaianku,
"Terlalu polos. Pakaianmu tidak menarik perhatian, kamu putri tunggal pemilik, berpakaianlah lebih menarik." dia merengut sepanjang perjalanan.
Aku hanya tersenyum. Aku tidak suka menjadi pusat perhatian. Pakaian mewah juga terlalu rumit dipakai. Mini dress ini sudah pilihan terbaik. Mini dress biru tua yang sangat nyaman, berlengan pendek, dan bagian atasnya sedikit menerawang; dan meskipun tidak terlihat, harganya lumayan (terdengar seperti menyombong ya...).
Di sisi lain, Gain sangat bangga pada dirinya dan tubuhnya, dan dia tidak pernah merasa ragu untuk menjadikannya lebih menarik. Dengan bohemian maxi dress yang sangat feminin, warna putih polos, dia terlihat seperti sedang memakai gaun pengantin. Bahannya yang lembut dan potongan kerah rendah memang sudah jadi gayanya. Aku tidak pernah salah menebak akan terlihat seperti apa dia malam ini. Dia terlihat menawan, dia memang memiliki tubuh yang indah.
Aku sendiri tidak suka pesta, penuh dengan orang-orang yang tidak kukenal dan sangat gaduh. Aku segera mengambil posisi di pojokan teraman setelah memasuki tempat itu dan menikmati minumanku. Gain sudah tak tahu di mana, mungkin bersama pria-pria tampan di dalam atau di luar ruangan. Dia menyukai pesta dan suka mencari teman mengobrol yang cocok dengannya, dengan jenis kelamin yang berbeda tentu saja. Kami memang teman, tapi kami tidak benar-benar cocok dalam hal ini, jadi kami lebih suka berpisah dan menikmati waktu kami masing-masing.
Tepukan ringan di bahu mengagetkanku dari lamunan. Aku menoleh ke belakang dan melihat Woojin tersenyum lebar dan melambai kecil.
"Ah, kamu di sini."
"Oh-ho! Kamu kedengarannya kurang senang!" dia mulai menggodaku dengan suaranya yang tinggi.
"Apa aku harus bertepuk tangan?"
"Dasar nona berhati dingin. Kamu datang sendiri? Kalau begitu kenapa tidak berpasangan denganku saja?"
"Aku bersama Gain dan Hyosub."
"Mengapa tidak bersamaku?"
"Aku tidak akan mengabulkan keinginanmu" aku menoleh ke arah lain dan mulai menyebarkan pandanganku ke para tamu.
Dia tertawa kecil dan meraih tangan kiriku, yang segera kulepaskan. Aku bisa melihat ekspresinya berubah untuk sepersekian detik, tapi kemudian berubah lagi menjadi dia yang menyebalkan.
Kami menunda pertengkaran yang akan segera terjadi karena MC memberi pesan bahwa ini adalah saatnya pidato dari ayah. Para tamu duduk di kursi yang telah ditentukan dan khidmat selama 10 menit kemudian. Ayah membicarakan tentang perkembangan grup perusahaan, tentang setiap pencapaian, dan aku mendapat tepuk tangan saat dia dengan bangga mengumumkan kontribusiku pada kehadiran I.GIL dan kesuksesan mereka tahun lalu. Ini momen yang menyentuh, karena akhirnya pekerjaanku diakui orang lain. Aku membungkuk dalam-dalam pada para tamu dan ayah sebelum kembali duduk di kursi.
Acara berikutnya adalah waktunya dansa, dansa formal, yap betul, yang norak itu. Siapa yang akan mengadakan sesu dansa di sebuah makan malam perusahaan? Memangnya ini kisah Cinderella?
Aku terburu-buru menyelip di antara tamu, mencoba menghindari kemungkinan Woojin mendekat. Kalau kami berdansa, semua orang pasti akan memperhatikan, aku sudah mendengar beberapa orang berbisik saat kami bertengkar kecil tadi, mendengar kata-kata bahwa kami pernah bertunangan.
Fokusku adalah bersembunyi di balkon seberang, dan tinggal beberapa langkah lagi sebelum aku sampai, tapi sebelum aku sampai di balkon, aku bisa merasakan seseorang meraih tanganku, membuat tubuhku berputar cepat ke arah orang itu, dan yang selanjutnya aku lihat adalah dia...June.
Berdiri di depanku, terlihat tampan dengan kemeja berwarna biru kotak-kotak dan jas biru tua, ekspresinya yang tajam saat menggenggam tanganku membuatku ragu untuk berusaha melepaskan diri.
"Menarilah bersamaku, Nuna" ucapnya lembut namun tegas.
Aku masih ragu, tapi tanpa sadar aku mengikuti gerakannya dan meletakkan tanganku yang lain di bahunya. Kami menari mengikuti musik dan dia perlahan menaruh tangan kirinya di punggungku dan menarikku lebih dekat.
"Apa kabar, Nuna" katanya lembut, nyaris seperti berbisik. Aku mengangkat wajah dan menatap wajahnya, aku melihat senyum kecil di wajahnya.
Kujawab cepat, "Baik."
"Jangan khawatir, orang-orang tidak akan curiga, Nuna...mereka tahu hubunganmu dengan para anggota I.GIL sangat dekat. Mereka hanya akan berpikir kalau kita hanya menari sebagai senior dan junior" dia kembali tersenyum, itu membuatnya terlihat semakin mempesona, seperti biasa.
"Aku punya ratusan pertanyaan tentang keadaanmu sekarang, tapi aku tahu kamu bahkan takkan menjawab satu pertanyaanpun" dia meringis sambil memutar tubuhku mengikuti iringan lagu.
Aku tetap diam. Aku tidak punya jawaban apapun, apapun yang berhubungan dengannya. Separuh diriku ingin menghilang saat ini juga dan separuhnya lagi sudah menghilang. Ketegangan ini membuatku hanya dapat sedikit mendengus dan menggeleng pelan.
Dia terkekeh kecil, melihat responku. Aku mengangkat pandanganku dan menatap wajahnya. Aku tidak mengatakan apapun tapi memastikan kalau wajahku mengucapkan ekspresi 'Apa-yang-kau-tertawakan".
Dia melihatku menatapnya dengan bingung, dan memberi penjelasan: "Kamu terlihat manis, Nuna, sangat lucu" dan aku bisa merasakan kalau dia menarikku lebih dekat lagi.
Tanganku yang sedang memegang bahunya mencengkeram secara refleks. Aku mencoba menarik diri menjauh tapi bukan tandingan kekuatannya. Dia bisa merasakan aku mencoba menjauh, dan mendorong dirinya sedikit menjauh.
"Kau tahu apa yang paling menarik saat kamu meninggalkan perusahaan setahun yang lalu? Aku menyanyikan lagu sedih dengan sangat baik" dia mengatakannya dengan ekspresi datar.
Dia melanjutkan, "Apalagi jika itu lagu perpisahan, entah kenapa rasanya sangat menyakitkan..." dia tidak melanjutkan kata-katanya karena aku berhenti menari dan menarik tanganku dari genggamannya.
Aku menghembuskan nafas, "June..." sebelum aku mengatakan apapun, dia kembali meraih tanganku dan mulai menari lagi.
"Jangan khawatir, Nuna, itu bagus kok untuk menghayati lagu. Anggota lain juga setuju, mereka bilang aku menguasainya dengan sangat baik" dia kembali meringis.
Aku hanya menatap kosong karpet di lantai. Perasaan bersalah, sedih, marah semua bercampur dalam kepalaku, aku tidak tahu lagi yang mana yang lebih kuat. Aku mencoba menghindari perasaan-perasaan ini sejak tahun lalu, dan ternyata aku sudah memilikinya sejak awal.
"Ahem"
Kami berdua menoleh ke arah suara itu. Dia berdiri di sana, di samping kami,
"Maaf, tapi bisa kupinjam nona ini untuk satu lagu?" Woojin tersenyum lembut ke June.
June sedikit kikuk, dia hanya mengangguk dan meninggalkan kami berdua tanpa kata.
Aku bernafas lega, dan hampir saja berkata 'terima kasih' pada Woojin yang sekarang ada di tempat June berada.
"Kamu mau berterima kasih, kan?" dia memicingkan matanya.
Aku mencoba menguasai diri dan bersikap angkuh,
"Untuk apa?"
"Menyelamatkanmu dari satu tarian yang tidak menyenangkan, atau bisa dibilang, pasangan yang tidak menyenangkan"
"Kenapa kamu bisa bilang kalau itu tidak menyenangkan?" aku berbalik memicingkan mata.
"Memangnya tidak? Kamu kelihatan sedikit tidak nyaman" dia menatap bingung.
Aku mengangkat bahu dan kami mulai menari, karena musik kembali dimainkan.
Setelah satu lagu, aku memutuskan untuk pulang, jadi aku berkata pada Woojin kalau aku akan pulang duluan dan berpamitan. Dia menawarkan tumpangan, tapi aku menolaknya dengan halus, berkata kalau pestanya masih lama dan dia harus menikmatinya.
Aku bertemu dengan Hyosub di jalan keluar, bertanya apakah dia menikmati pestanya. Dia bilang tidak karena perutnya sakit, jadi aku mengambil kesempatan ini untuk mengajaknya pulang bersama, dia setuju dan kami segera meninggalkan tempat itu, menembus malam.
***