Di penghujung hari kerja, alias hari Jum'at, biasanya hanya ada 2 kemungkinan, pekerjaan yang menumpuk atau tidak ada sama sekali. Sayangnya, kali ini pilihan pertama yang terjadi padaku, banyak yang harus disiapkan dan banyak dokumen yang harus diperiksa.
Di malam hari, energiku sudah di level terendah dan jika bukan karena janji temuku dengan Shijin, aku akan lebih suka membuat janji dengan kasur saja.
Shijin menelepon beberapa menit yang lalu, katanya dia sudah ada di lobi, dan bertanya apakah aku sudah selesai bekerja. Untungnya semua pekerjaan sudah diselesaikan. Jadi aku langsung meraih tasku dan bergegas menuju pintu, mengatakan 'sampai jumpa - selamat berakhir pekan' dengan super cepat kepada Sekretaris Son dan menekan tombol lift berkali-kali karena tidak sabar.
"Kamu kelihatannya lelah, apa kamu yakin ingin pergi keluar bersamaku? Aku bisa mengantarkanmu pulang saja kok" Shijin terdengar sedikit khawatir, tapi aku menggeleng keras.
"Tidak, jangan khawatir. Janji sudah dibuat, jadi aku harus memenuhinya."
"Kedengarannya seperti terpaksa" katanya sembari memperbaiki kaca mobil, lalu melanjutkan,
"Jujur padaku, apa yang kamu inginkan sekarang?"
Aku ragu-ragu, mengetuk jari-jariku di pipi.
"Sejujurnya, aku sangat ingin berada di tempat yang lebih hangat dibanding warung pinggir jalan. Seperti di dalam rumah, bersantai." Sebelum Shijin mengeluarkan suara, aku memotong,
"...tapi aku juga ingin sekali menghabiskan waktu bersamamu malam ini. Kita kan sudah lama tidak bertemu, jadi tak apa."
"Tapi aku yang tidak menyukainya. Lebih baik kita cari tempat lain yang cocok dengan keinginanmu" katanya.
Dia bergumam,
"Tempat bersantai, nongkrong, bersamaku..." kata terakhirnya membuatku terkikik karena terdengar sangat penting sehingga dia harus menjadikannya bahan pertimbangan. Tapi hei, memang benar sih!
"Kalau begitu, bagaimana kalau ke tempatku?" dan aku tidak buang waktu untuk segera menengok cepat ke arahnya dengan ekspresi terkejut seakan berteriak 'APA?'.
Dia cepat menengok juga, dan untuk beberapa detik dia terlihat kebingungan pada reaksi drastisku, setelah beberapa detik baru dia paham dan berkata terbata-bata,
"T-ti-ti-tidak...jangan berpikir macam-macam. Hei! Teganya kamu berpikir buruk padaku! Aku cuma memberimu pilihan jelas. Aku tidak punya maksud lain!" suaranya berada di ambang batas antara kesal atau takut.
Aku tersenyum dan berpura-pura kesal, terdiam.
"Jangan salah sangka...aku tidak ada maksud apa-apa. Ini cuma...karena tempatku nyaman, tidak berantakan, dan cukup bagus kok, ah...aku malah bicara apa ini" dia menjadi panik dalam sekejap.
Akhirnya aku tertawa dan menepuk bahunya,
"Aku bercanda. Pilihan yang cukup bagus, jika kamu tidak keberatan, ayo kita ke sana. Aku kan tak pernah ke tempatmu juga sebelumnya"
Dia menengok ke arahku dan bertanya,
"Kamu sungguh-sungguh...?" dan aku mengangguk sebelum dia menyelesaikan pertanyaannya.
***
Flatnya memang benar-benar bersih dan rapi. Tidak terlalu besar, tapi jelas terlalu besar untuk digunakan sendirian. Kulihat dia adalah orang yang artistik, karena ada banyak lukisan di dinding. Aku berjalan ke ruang tamu, segera menuju sofa dan duduk dengan manisnya.
"Waaahhh...rasanya nyaman!" kataku sambil duduk.
Shijin ada di dapur, membuka kulkas dan mengeluarkan minuman kaleng.
"Kamu bisa duduk di sana sesukamu. Anggap saja rumah sendiri."
Tanpa merasa malu atau kaku, tanpa ragu-ragu aku berbaring di sofanya. Rasanya sangat nyaaamaaannn~
Kami menikmati waktu luang ini. Minum dan makan ayam (kami langsung memesan setelah sampai), menonton TV dan membicarakan banyak hal, dari program TV favorit sampai warna piyama favorit.
Kami memutuskan untuk menjadikan malam ini makin santai dengan mematikan TV dan menyalakan pemutar musik saja.
"Kamu ingin dengar lagu apa?" Shijin bertanya sambil mencari-cari koleksi CDnya.
"Aku suka lagu balada. Kamu punya koleksi album MC The Max?" kujawab sambil masih berbaring di sofa, sambil menutup mata dan merasakan udara berhembus lembut.
"Tunggu...sepertinya aku punya album lamanya" dia terus mencari di tumpukan CDnya.
"Aku cuma menemukan album spesial ke-6nya, Rewind & Remind, bagaimana?" jawabnya sambil menarik sebuah CD dari rak.
"Tak apa, terima kasih~" jawabku.
Dia lalu bergabung bersamaku di ruang tamu, berbaring di karpet, di bawah sofa.
"Kenapa tidak di sofa saja?" tanyaku.
"Aku lebih suka di lantai, lebih...membumi" dan dia tertawa.
Aku ikut tertawa dan melemparkan bantal padanya. Tawa kami memenuhi ruangan, untungnya tidak ada tetangga yang protes. Kami mulai ikut bernyanyi, terkadang terdengar tidak jelas karena kami tidak bisa mengingat liriknya.
Kami sedang menikmati karaoke versi kami sendiri ketika tiba-tiba terdengar suara petir menggelegar. Kami menengok ke arah jendela hampir bersamaan, selagi cahaya kilat membelah langit.
"Hujan? Sungguhan? Jam segini?" aku terkejut.
"Ya...aneh." lanjutnya.
Aku melihat sekeliling, mencari jam dinding dan menemukannya di samping TV.
Aku terpekik kecil, "Jam 12! Astaga, ini sudah jam 12!"
"Apa?" Shijin terdengar kaget juga.
"Kurasa kita benar-benar menikmati malam ini" dia berkata seraya terkekeh.
Lanjutnya,
"Sudah larut dan hujan. Kupikir kamu harus menginap malam ini."
Aku menatapnya dengan penuh keheranan.
Dia menatapku kembali dan terkikik,
"Apa? Kamu takut padaku? Kamu sedang memikirkan hal-hal yang tidak senonoh ya?" godanya.
Dan segera saja ingatan tentang June muncul di pikiranku.
Aku menggelengkan kepala dan menjawab 'Tidak' dengan cepat. Shijin lalu bangun dari lantai dan menjulurkan tangannya.
"Ayo...kutunjukkan kamar tidurnya."
Dengan ragu-ragu aku memegang tangannya dan berdiri dan berjalan mengikutinya ke sebuah ruangan yang ada di pojok kiri.
"Tidak terlalu besar, tapi cukup nyaman. Kamu bisa tidur di sini malam ini."
"lalu kamu?"
"Aku harus meningkatkan kemampuanku bertahan hidup, aku akan tidur di sofa malam ini."
Aku menarik selimut yang ada di kasur,
"Ambillah, mungkin hawanya akan semakin dingin"
Dia tersenyum sambil mengambil selimut dari tanganku.
"Selamat malam, mimpi indah. Kamu bisa mengunci pintunya, kalau saja kamu takut..." dia tidak melanjutkan kalimatnya dan langsung keluar dari kamar.
Kujulurkan lidahku di balik punggungnya yang meninggalkan kamar lalu berteriak,
"Jangan khawatir, pasti kukunci!"
Sebelum pintunya tertutup rapat, tiba-tiba kepalanya muncul lagi dari pintu yang terbuka,
"Oh aku lupa, kalau kamu ingin memakai piyama atau berganti pakaian, cari saja di lemari. Di sebelah sana" dia menunjuk sebuah lemari kayu di sebelah kanan tempat tidur.
Aku mengangguk dan mendorong pintunya dengan paksa, membuatnya berteriak kesakitan.
"Hei, kepalaku!" sebelum benar-benar menghilang dari pandanganku.
Malam ini, aku tidur dengan piyama kebesaran yang kutemukan di lemari dan menutup pintu kamar tanpa menguncinya. Rasanya, itu adalah pertama kalinya aku sadar bahwa aku sangat mempercayai Shijin. Tidak mudah tidur di malam seperti ini. Kombinasi dari kamar asing dan ingatan tentang June benar-benar membuat domba-dombaku enggan melompati pagar.
***
"Hei, mau karaokean malam Senin?"
"Oh astaga...koki kita yang satu ini punya banyak waktu rupanya. Ini hari Senin, astaga! Orang-orang tidak karaokean di malam Senin!"
"Kita selalu bisa tampil beda"
"Kamu terdengar seperti slogan iklan"
"Oh ayolah...jawab saja...iya atau tidak?"
Aku terdiam sebentar, berpikir. Aku tidak punya tumpukan dokumen, tapi masih punya satu jadwal rapat, jadi dengan nada kecewa aku menjawab,
"Maaf, Woojin...aku punya jadwal rapat setengah jam lagi. Aku tidak yakin apa nanti aku masih punya energi. Hari ini sangat melelahkan."
"Oh OK lah kalau begitu, baiklah...kerjalah yang giat, aku akan menyanyi sendirian saja"
Setelah berpamitan, Woojin menutup teleponnya dan membuatku merasa bersalah. Tapi sebelum aku bisa mengirimkan SMS penyemangat untuknya (sejenis: "Nyanyi yang bagus!", "Buat poin 100!", atau mungkin "Jangan bunuh orang di ruangan sebelah dengan suaramu!"), Sekretaris Son masuk dan mulai membicarakan tentang bahasan rapat. Kuletakkan ponselku di meja dan mulai membahas pekerjaanku sebelum buru-buru meninggalkan mejaku untuk rapat.
Malam harinya, di perjalanan pulang, aku duduk di kursi belakang mobil, kelelahan. Tiba-tiba SMS masuk.
Tidak ada siapa-siapa di sini, aku kesepian
Alisku naik dan membaca nama pengirimnya.
SHIJIN
"Eh?" aku tersedak kecil dan membuat Sekretaris Son, yang sedang menyetir bertanya.
"Ada apa, Nona?" tanyanya dengan khawatir.
Aku menggeleng dan berkata "Tidak" beberapa kali.
"Tak apa, Kak Yuhyon, teruslah menyetir" kujawab dengan suara dibuat tenang.
Aku sedang mengetik balasannya saat ada panggilan masuk, dari Shijin.
"Najun di sini"
"Najun...apa-apa kamu mem-membaca SMSku?"
"Hmm...entahlah...SMS apa ya?"
"Ahh...kau pasti sudah membacanya."
Aku terkikik.
"Begini...aku tidak tahu sedang memikirkan apa. SMS itu terkirim begitu saja, tanpa kusadari, tahu-tahu SMSnya sudah terkirim padamu"
"Kedengarannya kamu sedang sentimentil. Apa tamu bulananmu datang?" Aku tertawa keras.
"OK, sekarang kamu akan terus mengejekku sepanjang minggu. Itu salahku."
"I'm sentimental right now~ I'm just looking at the ceiling~ Even if I draw a picture on an empty space, it doesn't matter~"
Kunyanyikan lirik lagu Sentimental milik WINNER dan bisa kubayangkan wajahnya yang kesal.
"Ah terserah, aku menelepon hanya untuk menjelaskan SMS itu dan sepertinya kamu sudah sangat jelas. Aku tidak perlu khawatir lagi kalau kalau kamu merasa terganggu"
Aku terkikik, lagi.
"Baik, aku tutup! Aku tutup! Selamat malam! Selamat malam!" Dengan nada kesal dia menutup teleponnya. Aku masih tertawa terbahak-bahak membayangkan ekspresinya saat menelepon, pasti lucu sekali.
Ketika aku sampai ke rumah, hujan mulai turun. Aku menepuk lembut bahu Sekretaris Son dan berkata, "Tidak perlu turun, aku akan masuk sendiri saja"
"Tapi hujan mulai turun, Nona"
"Aku akan lari saja. OK?! Terima kasih, selamat malam!" lalu kubuka pintu mobilnya dan berlari ke arah pintu yang masih menutup. Saat masuk ke dalam rumah, suasananya sudah sepi. Jam besar di ruang tamu menunjukkan pukul 12, jadi sepertinya semua orang sudah tertidur.
Setelah hatiku berkecamuk untuk memutuskan apakah aku perlu mandi air hangat atau tidak, kuputuskan untuk langsung berganti piyama saja. Hari ini melelahkan, tapi anehnya aku tidak merasa mengantuk sama sekali. Badanku sakit tapi mataku terbuka lebar. Oh tidak...jangan-jangan ini tahap awal munculnya insomnia.
SMS masuk ke ponselku. Aku berbaring di kasur sambil membukanya.
"Kamu ingin aku menyanyi apa?"
"Jangan bilang kamu masih ada di tempat karaoke"
"Betul"
Aku tiba-tiba saja sibuk berkirim SMS dengan Woojin.
"Jam berapa ini? Sudah jam 12 lewat, Woojin! Pulang dan tidurlah!"
"Tempat ini tutup jam 2, aku masih punya banyak waktu. Lagipula, aku tidak sendirian"
Alisku naik. Kupikir dia sendirian.
"Katanya kamu akan pergi sendiri. Aku hampir merasa kasihan padamu."
"Iya, aku tidak sendirian. Aku bersamamu di sini. Setiap kali aku bernyanyi, aku bisa melihatmu di sebelahku"
Kusemburkan tawa keras di kamarku yang sunyi. Orang ini benar-benar punya rahasia kelam. Leluconnya benar-benar norak.
"Selamat, kamu memenangkan penghargaan Kalimat Paling Norak Tahun Ini!"
Tiba-tiba sebuah panggilan masuk dan nama Shijin muncul di layarnya, berdering satu kali dan berhenti.
Segera kutelepon Shijin.
"Halo?" suaranya terdengar di seberang telepon.
"Hai, Shijin! Ada apa? Kamu menelepon dan menutupnya sebelum kuangkat"
"Uh-oh, Maaf. Karena kupikir sudah terlalu malam"
"Tak apa, aku baru saja pulang dan tidak bisa tidur"
"Jam segini? Baru saja pulang? Kamu bekerja terlalu keras, Najun" suaranya terdengar khawatir.
Aku tertawa sebelum menjawab,
"Tidak setiap hari kok, hanya kadang-kadang saat pekerjaan memang sedang banyak. Jangan khawatir"
"Kamu bekerja keras, tapi tetap saja, kamu harus menjaga kesehatan juga"
"Akan kuingat. Terima kasih sarannya"
"Tak apa. Di sini hujan, tapi aku tidak bisa tidur. Apa kamu punya solusi? Mungkin lagu yang bagus untuk menenangkan diri dan tertidur dengan mudah, atau hewan lain yang bisa dihitung? Domba-dombaku sudah kabur dan menolak melompati pagar berjam-jam yang lalu"
Aku tertawa terbahak lagi di kamarku yang sepi, pada orang yang berbeda. Sebuah kebetulan yang aneh.
"Aku tidak tahu kalau kamu lucu seperti ini. Hmm...aku tidak punya lagu spesial, tapi mungkin kamu bisa mendengarkan lagu-lagu Roy Kim di album The Big Dipper. Lagu-lagunya sangat tenang, bagus untuk pengantar tidur."
"Sebentar...Roy Kim...kamu menyukainya? Ummm...maksudnya...pria seperti Roy Kim"
"Ummm...ya...dia punya semua kualitas yang dibutuhkan pria, kan? Tampan, pintar, suaranya indah, lemah lembut. Sungguh sempurna."
"Hmm...sepertinya kamu memang penggemar beratnya"
Aku tertawa.
"Sejujurnya sih, iya...bukankah kamu juga berpikir begitu? Di mata sesama pria?"
"Ya...seperti katamu, dia memang memenuhi hampir semua syarat."
"Iya kan? Aku belum pernah bertemu secara langsung, semoga saja aku punya kesempatan menonton konsernya."
"Jika dia mengadakan konser di sini, ayo kita pergi bersama"
"Kedengarannya ide bagus! Betul, kita pergi bersama!"
Dia tertawa.
"Apa yang kita lakukan, membuat janji di pukul 1 dini hari. Luar biasa"
Aku tertawa kecil.
"Iya juga ya?!"
"OK, lebih baik kamu tidur sekarang, Nona Najun. Jika tidak, kamu akan bangun kesiangan"
"Roger, Tuan Shijin! Apakah kamu sudah mengantuk sekarang?"
"Ya...sedikit"
"Jadi yang kamu butuhkan buka segerombolan domba yang melompati pagar atau bahkan suara Roy Kim. Kamu hanya perlu bicara padaku, hahaha!" aku tertawa kecil.
"Sepertinya begitu." Aku bisa membayangkan kalau dia berkata seperti itu dengan wajahnya yang terlihat sedikit malu-malu.
"OK, kalau begitu...mimpi indah. Selamat malam!" Aku menutup pembicaraan.
"Selamat malam, Najun" jawabnya sebelum menutup teleponnya.
Layar panggilan di ponselku menutup dan aku melihat lambang pesan berkedip. Saat kubuka, ada banyak pesan yang belum terbaca masuk. Dari Woojin yang sepertinya kesal.
"Apa kamu yakin nama penghargaannya bukan Calon Suami Terbaik?"
"Apa kamu marah?"
"Apa kamu sudah tidur?"
"Kamu tidak membaca pesanku, kamu benar-benar sudah tidur? Cepat sekali?"
"Hhh...baiklah. Aku pulang saja dan tidur, selamat malam, teman yang gak asik"
Aku sungguh ingin meneleponnya untuk menjelaskan, tapi jam di ponselku sudah menampilkan angka 1 dan ini sudah terlalu larut untuk bicara panjang lebar dengan Woojin yang tidak bisa ditebak, jadi kuputuskan untuk tidur dan karena aku merasa bersalah, aku akan mengunjungi restorannya besok, ide bagus!
Kuletakkan ponselku dan memeluk bantal. Kutarik selimut dan meringkuk hangat. Malam ini cukup dingin dan satu-satunya yang memberikanku rasa hangat hanyalah selimut ini.