home_icon
SIGN IN
SIGN UP
Portal Berita - Radio Streaming - Komunitas Anak Muda
Portal Berita - Radio Streaming - Komunitas Anak Muda
LOUNGE
HOW IT WORKS
HOW TO BE DFF OF THE WEEK
TERMS OF USE
CONTACT US
  • Latest
  • Most Viewed
  • Most Loved
  • A-Z
  • My Fanfiction
  • My Subscriptions
  • My Subscribers
  • Create New Fanfiction
Fan Fiction > One Traveler

One Traveler

Share:
Author : sherry
Published : 07 Mar 2016, Updated : 13 Nov 2017
Cast : Kyo Najun (OC), Yoo Shijin, Goo June, Yeon Woojin
Tags :
Status : Ongoing
0 Subscribes |6744 Views |0 Loves
One Traveler
CHAPTER 19 : CHAPTER 2.5 - IT CAN'T BE

WARNING: Isi chapter ini agak dewasa ya...mungkin ratingnya 21+ (menurut pendapat writer sih...) jadi mohon kebijaksanaan pembaca. Writer berusaha keras untuk tetap sesuai S&K forum serta norma yang ada kok (kesannya kok jadi lebay ya, ㅋㅋㅋ) Terima kasih.

 

 

Hari ketiga syuting, dan karena semua berjalan lancar, syuting selesai di hari ke-3. Semua orang terlihat gembira karena artinya, kita punya 1 hari bebas!

Aku membebaskan mereka dan menyuruh mereka menghabiskan waktu sesuka mereka. Aku hanya mengingatkan kalau ada perayaan penutupan syuting jam 7 malam nanti, di atap hotel. Aku menghabiskan hari itu bersantai sendirian. Spa, berenang dan berkeliling hotel.

Pukul 7, kami semua sudah berkumpul di atap, memulai pesta dengan bersulang dan menyalakan BBQ. Kembang api dan segala macam perlengkapan pesta juga sudah siap. Pestanya sangat meriah, bahkan setelah waktu berlalu, menjadi terlalu meriah. Sudah mulai sulit mengetahui pasti siapa ada di mana, dan sedang apa. Untungnya tempat itu sudah dipesan khusus dan ruang tidur kami semua berada di lantai-lantai teratas hotel, jadi takkan mengganggu tamu lain.

Aku berkeliling di pesta yang mulai riuh rendah itu. Manajer Lee sedang bermain dengan para kru produksi, di sisi yang lain, aku melihat Hyongmin terus makan semua makanan di atas meja. Aku mendekatinya, menepuk bahunya dan berbisik,

"Makanlah sepuasnya malam ini, tapi ingat, saat kembali ke Seoul kamu harus mulai berolahraga", dia mengangguk dan aku membalasnya dengan senyum.

Aku melanjutkan berkeliling, kali ini, aku melihat Suho dan beberapa kru produksi berjalan cepat ke arah elevator,

"Kalian mau ke mana?" aku bertanya.

"Oh, Nuna! Kami akan turun, ke kamar Kihyun hyung. Dia punya mesin karaoke, kami akan bernyanyi sepanjang malam, mau bergabung?" tanyanya.

"Tidak terima kasih. Suaraku jelek, bahkan di mesin karaoke" aku menolak dengan halus.

Pintu elevator terbuka dan mereka melambai sebelum menutup pintunya.

Aku berjalan ke arah lain, dan melihat Jongho berjalan ke arahku.

"Oh, Jongho...kamu juga akan ikut karaoke?" tanyaku.

"Tidak, Nuna. Aku mau kembali ke kamar. Aku pusing, lebih baik aku tidur."

Aku memandangi wajahnya, sedikit merah,
"Kamu mabuk? Kamu minum berapa banyak?" tanyaku khawatir.

"Aku baik-baik saja, Nuna...terima kasih. Aku memang bukan peminum yang baik" dia tersenyum sebelum membungkuk dan menekan tombol elevator.

Aku mencari tahu partner minumnya, dan melihat June di meja terdekat, dengan botol anggur di depannya. Aku berjalan mendekat.

"Ya! Berapa gelas yang sudah kamu minum? Jongho kelihatan sangat pucat!" aku memukul kepalanya.

Dia mengangkat kepalanya, memandangku.

"Ah...Nuna...ayo, minum bersama"

"Kamu mabuk?"

"Tidak...belum"

"Apa kamu berencana meminum sebotol sendirian?" godaku.
Aku duduk dan mengambil gelas kosong di atas meja. Aku mulai menuang anggur untukku sendiri. Anak ini kelihatannya memang tidak mabuk. Jadi aku menuangkan juga ke gelasnya.

"Kalau begitu, cheers!" kataku.

Kami membicarakan banyak hal, sepertinya. Karena baru kusadari kami sudah menghabiskan botol ketiga. Kepalaku mulai pening, sepertinya aku mulai mabuk.

"Rasanya sudah cukup. Kupikir aku sudah mabuk. Aku akan kembali ke kamarku." Aku meletakkan gelas di atas meja dan berdiri, terhuyung-huyung.

June dengan cepat memegang pinggang dan tanganku.
"Biar kubantu, Nuna. Berikan kunci kamarmu" katanya.

Aku merogoh kantongku dan memberikannya. Aku tidak terlalu mabuk, tapi sulit bagiku berjalan lurus. Sedangkan, dia masih bisa berjalan dengan baik, tapi wajahnya sudah mulai memerah.

"Wow...June...kamu benar-benar peminum yang kuat" aku menepuk bahunya.

"Memang. Aku tidak mudah mabuk"

Aku tertawa, "Tapi wajahmu sudah merah sekarang"

Pintu elevator terbuka dan kami masuk ke dalamnya.

"Jadi kurasa aku sudah mulai mabuk juga" jawabnya tenang.

Elevator berhenti di lantai penthouseku. Hanya ada satu ruangan di lantai ini, kamarku.
Dia membuka pintu dan memapahku ke dalam ruang tamu dan mendudukkanku ke sofa.

"Apa yang kamu butuhkan, Nuna? Segelas air?" tanyanya sambil membuka kulkas.

Aku beranjak dari sofa dan berjalan ke kamar tidur di seberang ruang tamu. Aku berjalan ke sisi kamar, mendekati jendela dan mulai mengetuknya.

"Oh oh Nuna...apa yang kamu lakukan?" mendengar suara ketukan itu, dia segera berjalan ke arahku dan memegang tanganku.

"Tak ada. Aku hanya mau menyentuh bulan di sana" aku menunjuk langit malam di luar jendela.

"Ya...bisa kamu lakukan nanti, Nuna...lebih baik kamu istirahat sekarang. Kepalamu pusing, kan?" dia memegang bahuku dan memapahku ke tempat tidur.

Aku memegang tangannya dan berhenti, lalu menepuk kepalanya,

"Ooo...June June...anak manis, anak manis..."

Aku mencubit pipinya dan mulai memunculkan aegyo-ku.
"Ooo...June June...kamu lucu sekali, cutie pie, cuteee~" aegyoku muncul bertubi-tubi.

Dia memegang tanganku yang sedang mencubit pipinya dan menjauhkannya dari pipinya,

"Eyyy...ayolah Nuna...kamu mabuk, berhentilah!" dia mencoba memapahku ke tempat tidur lagi.

"Begini, June-ya, aku belum pernah mabuk begini sejak lama. Malah, aku lebih sering dimabuk kesedihan, hahaha!" aku tertawa.

Dia diam saja. Hanya berdiri sambil menahan tubuhku yang terus terhuyung.

"June-ya! Kamu tahu, dicintai itu lebih baik daripada mencintai, kamu tahu? Lebih baik menerima perhatian dan perasaan hangat dibanding memberikannya begitu saja dan tidak menerima apapun" Kuangkat bahuku, berakting kedinginan.

Selanjutnya yang kuingat hanyalah dia memelukku erat. Tubuhku yang sudah terhuyung semakin tidak stabil karena berat badannya. Anehnya, aku tidak merasa harus mendorongnya menjauh. Perasaan hangat ini, entah kenapa, sangat kurindukan, dan saat sudah kudapatkan seperti ini, terasa sangat nyaman.

Aku memeluknya juga, merasakan sesuatu yang tidak pernah kurasakan sebelumnya, atau mungkin karena aku sudah mabuk. Kepalaku semakin pusing, June membisikkan sesuatu, tapi aku tidak dapat memahaminya karena kepalaku sudah terlalu sakit.

Dia melepaskan pelukannya, dan sedetik kemudian, menciumku. Aku membeku, aku terus mencoba segala macam perasaan yang hadir tiba-tiba ini. Pada akhirnya aku menyerah, aku membalas ciumannya.

***

Saat aku membuka mata, hal pertama yang kulihat adalah jam alarmku, terlihat kabur pada awalnya, tapi perlahan aku bisa melihat angkanya. Jarumnya menunjukkan angka 7, jadi sepertinya ini jam 7 pagi. Sinar matahari pagi mengintip manis dari sela-sela jendela.

Aduh, kepalaku sakit. Pening.

Kusentuh kepalaku dan mencoba bangun tapi badanku terasa berat, jadi aku hanya mampu berbalik ke arah sebaliknya...lalu kulihat wajah yang kukenal di depanku. Goo June...dengan selimut yang sama.

Aku tercekat, lalu segera terbangun dan duduk, menutupi diri dengan selimut.

Ap-apa...apa-apaan ini? Kita melakukan apa?

Aku mengucek mataku lagi dan lagi. Tempat tidur yang berantakan. Aku tidak bisa membayangkan apa yang terjadi semalam. Kupukul kepalaku, berharap semua ini hanya mimpi.

"Semalam kita melakukan hal yang gila, ya?"
Suara June yang tiba-tiba itu menakutiku setengah mati. Aku menengok ke arahnya, matanya masih tertutup, dia menutupinya dengan tangannya yang diletakkan di atas dahinya.

"Bagaimana ini? Nuna..."

"Kamu ingat sesuatu tentang semalam?" dengan hati-hati aku bertanya.

"Kita berdua mabuk, tapi ya, aku ingat"

Aku menutup wajah dengan kedua tanganku.
"Ini kesalahan, ini kesalahan" aku terus mengulang kata yang sama.

"Benarkah?" dia bertanya dengan suara lirih.

"Lebih baik begitu. Tidak ada yang terjadi. Kita harus berpikir seperti itu. Ini kesalahan dan kita harus melupakannya" aku menarik selimut dan berdiri dari tempat tidur.

"Aku mau mandi. Hati-hati saat kembali ke kamarmu."

Aku meninggalkannya dengan kalimat itu, dan berjalan ke kamar mandi.

***

Kepalaku seperti mau pecah, seperti ada topan yang mengacak-acak otakku dan aku tidak bisa berpikir sama sekali. Pikiranku terus kesana kemari sepanjang hari. Kami terbang kembali ke Seoul dan aku nyaris bungkam sepanjang perjalanan.

Aku memendam wajahku ke bantal. Aku sudah berbaring di kamarku selama 2 jam terakhir, hampir tidak bergerak dan  berharap bisa tiba-tiba menghilang.

Kesalahan yang bodoh!

Aku tidak akan pernah lagi minum anggur seumur hidup!

Itu Goo June, astaga! Goo June!

Mati mati mati...mati saja, Najun!

Aku segera bangun dan duduk di ranjang,
"Sekarang harus bagaimana? Besok aku harus datang ke kantor dan menyiapkan semua untuk debut mereka. Oh tidak, anggur terkutuk!" aku mengutuk diriku sendiri dan melemparkan diri ke kasur lagi, memendam wajah ke bantal lagi.

Lebih baik besok aku bilang tidak enak badan saja. Tak bisa kubayangkan harus melihat June lagi setelah kejadian itu.

Oh Tuhan, apa yang sudah kulakukan!!!

Mati mati mati...mati saja, Najun!

aku akhirnya berteriak kesal dan melempar semua bantal ke lantai karena frustasi.

Esoknya, aku menelepon Sekretaris Son dan berkata tak bisa datang. Aku sakit. Aku sakit tapi aku bohong.

POPULAR FANFICTION

BERITA PILIHAN

COPYRIGHT 2025 DREAMERS.ID PUBLISHED BY DREAMERS NETWORK