Malam itu, aku duduk di ruang santai, menonton drama dengan kakak dan Gain di TV. Kami belum makan malam, karena tak ada makan malam yang tersedia dan tak ada yang mau beranjak untuk menelepon jasa antar makanan. Tadinya aku mengalah lalu mencoba menelepon jasa pengiriman makanan, tapi kami berdebat soal menu apa yang harus dipesan dan akhirnya malah bertengkar. Kuletakkan teleponnya dan akhirnya bergabung kembali dengan mereka bermalas-malasan di sofa.
"Najun...Najun...teleponmu berbunyi!" Hyosub mengambil ponsel yang ada di sampingnya dan melemparkannya padaku.
Aku menangkapnya dan melihat ke layar.
Goo June
Eh? Kenapa nih? Kenapa dia menelepon?
"Ya, ini Najun" jawabku.
"Direktur, selamat malam. Maaf mengganggumu malam malam begini"
"Tak apa, June. Ada apa? Ada masalah?" aku bertanya dengan khawatir, karena saat ini seharusnya dia ada di kantor, berlatih, atau di asrama, beristirahat dengan anggota lainnya.
"Anda di rumah?" tanyanya.
"Ya..." jawabku ragu.
Kenapa dia bertanya begitu?
"Kalau begitu, bisakah keluar sebentar?"
"Apa?"
"Keluar...sebentar saja."
lalu dia menutup teleponnya.
Aku memelototi ponselku, kebingungan.
Aku segera berdiri dan berjalan ke arah balkon. Hyosub dan Gain hanya menoleh sesaat sebelum kembali menempelkan matanya ke TV.
Di balkon, aku melongok ke bawah dan melihat sebuah mobil yang tidak kukenal. Seseorang bersandar di sampingnya. Dari atas, aku cuma bisa melihat siluet laki-laki, rambutnya hitam dengan highlight pirang...
tunggu dulu...itu June.
"Oh Goo June!" teriakku dari balkon.
Dia mendongak dan tersenyum saat mengenali wajahku. Dia melambai dan membuat sinyal agar aku turun.
Aku segera berlari ke tangga dengan terburu-buru, Gain bertanya,
"Siapa?"
dan aku hanya menjawab cepat sambil berlari ke bawah,
"nanti!"
Aku menemui June di luar.
"Ada apa, June? Ada masalah?" tanyaku terengah-engah.
"Tidak, Direktur. Anda sudah makan?" dia tiba-tiba menanyakan hal yang acak.
Masih terengah-engah, aku menggeleng.
"Bagus!" serunya, lalu membuka pintu depan mobil.
Kebingungan, aku berdiri terdiam. Aku bingung.
"Masuklah, Direktur. Ayo kita makan enak" dia tersenyum, berdiri di samping pintu mobil yang terbuka.
Aku berjalan pelan, mendekati mobil dan masuk seperti yang diminta. Dia lalu menutup pintunya dan berjalan ke pintu pengendara, masuk dan menyalakan mesinnya.
"Anda ingin makan apa, Direktur?" tanyanya saat mobil melintasi gerbang.
"Apa saja" jawabku, masih kebingungan.
"Kalau begitu ayo makan daging!" dia tersenyum bahagia.
Aku mengangguk sebelum menyadari sesuatu,
"TUNGGU DULU! Kamu sedang dalam diet, tidak boleh makan daging!"
Dia meringis.
"Kupikir Anda tidak akan ingat!" dia cemberut.
"Jangan coba-coba, June...jangan coba-coba. Debutmu semakin dekat. Jangan coba-coba!" aku mengancamnya dengan nada tajam.
"Tidak, tidak, Direktur. Maaf. Aku hanya bercanda" suaranya menjadi pelan dan terdengar menyesal.
Aku menengok untuk melihat ekspresinya. Anak ini...aku tak pernah tahu kalau dia punya karakter ini dalam dirinya. Kupikir dia seseorang yang dingin, yang hanya bicara seperlunya.
"Jadi kita makan di mana, Direktur?" tanyanya.
"Karena ini di luar kantor, panggil saja aku..." sebelum kuselesaikan kalimatku, dia sudah memotongnya dengan nada menggoda,
"Nuna?"
Aku melotot mendengarnya.
"Apa kita dalam hubungan sedekat itu?" tanyaku menyindir.
"Kita bisa mencobanya" nadanya yang menggoda belum hilang.
"Apa kamu sedang bercanda sekarang, Goo June?" aku melotot padanya sekali lagi.
Dia melirik dan menundukkan kepalanya.
"Maaf, Direktur. Aku sudah melewati batas"
Wajah menyesalnya sungguh sangat manis sekali. Mata kucingnya menyipit, sangat lucu.
"Panggil saja namaku" kataku sambil tersenyum.
"Ngomong-ngomong," lanjutku,
"Sebenarnya kita mau ke mana?"
"Ada banyak restoran enak di sekitar Sungai Han, kita akan ke sana. Ada masalah? Atau kamu ingin ke tempat lain, Nona Najun?"
"Tidak...pilih yang mana saja, selama mereka punya menu salad, oke saja, untukmu." aku tersenyum dan dia menjawab senyumku dengan desahan berat.
***
Kami menyelesaikan makan malam dan dia membayar semua tagihannya, mengagumkan.
"Aku kan atasanmu, seharusnya aku yang membayarnya" paksaku.
"Tapi bagaimanapun, aku pria, dan aku pria sejati jadi semua ini wajar saja" jawabnya.
Setelah itu, kami berjalan menyusuri Sungai Han, salah satu tempat kencan favorit anak muda Seoul. Kami membicarakan banyak hal, kebanyakan tentangnya dan kehidupan pribadinya. Hal ini membuatku lebih mengenalnya, dan ternyata dia adalah orang yang menyenangkan.
"Bagaimana kalau kita berlayar?" tiba-tiba dia memberikan ide.
Meskipun mengejutkan, kupikir malam ini cukup menyenangkan dan menyetujuinya.
Kami ikut serta dalam pelayaran singkat selama 60 menit mengelilingi Sungai Han sebelum kembali, berjalan menuju tempat parkir.
"Aku senang" katanya.
"Aku juga" aku mengangguk seraya berjalan perlahan.
Dia mengantarkanku pulang dan dengan sopan mengucapkan "selamat tidur" sebelum kembali ke asrama.
***
Semalam adalah malam yang cukup melelahkan dan membuatku tidak bisa berpikir. Yang kuingat hanyalah aku langsung tertidur begitu sampai di rumah. Sungguh.
Jadi pagi ini pikiranku baru dipenuhi dengan hal-hal yang kami lakukan semalam. Aku terus mencoba mengingat-ingat apa sebenarnya yang terjadi semalam sepanjang perjalanan menuju ke kantor. Sekretaris Son membacakan jadwalku hari ini tapi aku tak terlalu menyimak karena sibuk dengan pikiranku sendiri. Aku masuk ke dalam ruangan kantor perlahan. Kuletakkan tasku di atas meja dan mulai menyalakan komputer, lalu terduduk dan terdiam. Kulipat tanganku ke depan sebelum menjadikannya topangan dagu saat aku mencoba berpikir lebih keras.
"Kenapa dengan anak itu? Dia tidak seperti Goo June yang aku kenal. Tapi aku memang tidak terlalu mengenalnya sih."
Telepon di meja berdering dan itu mengejutkanku. Kuangkat dan terdengar suara Sekretaris Son di seberang sana,
"Nona Najun", kupotong kata-katanya,
"Kak Yuhyon, tolong kirimkan salinan jadwal hari ini. Aku tidak terlalu ingat, maaf" kuselesaikan kesalahanku terlebih dahulu.
"Ya, Nona. Akan saya kirimkan lewat email" jawabnya lalu melanjutkan,
"Goo June ada di sini, dia ingin menemui Anda. Apakah Anda punya waktu?"
Mataku terbelalak karena terkejut,
Apalagi sekarang?
"Biarkan dia masuk. Kurasa dia ingin membicarakan sesuatu" perintahku.
Tak lama, pintu terbuka dan June masuk,
"Selamat pagi, Direktur" sapanya sambil membungkuk.
Aku berdiri dan berjalan mendekat,
"Selamat pagi, June. Ada yang bisa kubantu?" jawabku sambil memberi isyarat padanya untuk duduk.
Dia duduk dan mulai bicara,
"Aku ingin bertanya"
"Apa itu"
"Apakah Anda akan mengubah peranku dalam grup?"
Alis mataku naik. Bingung.
"Apa?"
Dengan nada yang lebih tegas dia mengulangi perkataannya,
"Apa Anda akan mengubah peranku dalam grup? Kau tahu...apapun asal bukan yang paling rewel"
Aha! Aku ingat sekarang. Tapi apa aku berjanji untuk mengubahnya?
"Ah ya, itu. Tapi aku tak ingat kalau aku berjanji untuk mengubahnya?"
Dia cemberut,
"Tapi...Anda sudah berjanji!"
"...kapan?" dengan hati-hati kubertanya.
"Kemarin" jawabnya memandangi wajahku yang kebingungan.
"Kemarin Anda berjanji kalau Anda akan mempertimbangkannya. Aku sudah melakukan yang terbaik agar Anda berubah pikiran!"
"tunggu dulu...kamu sudah apa?" aku memotong cepat.
"Kita makan malam bersama, mengobrol santai, dan bahkan berlayar di Sungai Han. Apa itu belum cukup?" wajahnya cemberut.
Jadi ini adalah alasan semalam...
Sebenarnya, aku tak tahu apakah harus marah, atau tertawa. Tapi akhirnya aku tertawa terbahak karena kebingungan ini lucu sekali.
Jadi dia melakukan semua itu hanya untuk peran di grup? Usahanya cukup keras. Ha-ha!
"Astaga, Goo June! Kamu lucu sekali!" aku menepuk bahunya dan tertawa lagi.
Dia terdiam sambil menatapku tajam. Melihat itu, aku berhenti tertawa dan mencoba mengendalikan diri.
"OK OK, aku akan bicara pada Manajer Lee" aku menyerah, semua kelakuannya sejak kemarin manis sekali dan karena itu dia patut mendapat hadiah. Namun, aku sedikit menggodanya dengan berkata,
"Tapi kamu tahu kan kalau itu berarti semua hal baik yang kamu lakukan semalam hanyalah sebuah tipuan? Secara pribadi aku merasa sedikit dikhianati, kupikir kamu sungguh-sungguh" aku berpura-pura sedih dan kecewa.
"Tidak, tidak Direktur" dia tiba-tiba panik. Misi balas dendam, berhasil!
"Jangan khawatir, ini hanya antara kita, aku juga takkan membicarakannya lagi. Kita bisa selesaikan sekarang dan bersikap tak ada yang terjadi semalam" kataku.
"Jangan begitu, Nuna...maksudku...Direktur, tidak...jangan begitu, Nona Najun" dia terbata.
"Nuna? Apa kita dalam hubungan sedekat itu?" aku menirukan ucapanku sendiri semalam.
Dia terdiam sesaat sebelum menjawab,
"Kita bisa mencobanya" dia menjawabnya dengan nada menggoda yang sama seperti semalam.
Itu membuatku terkejut. Dia menjawabnya dengan jawabannya yang persis sama, jadi aku mencoba mengetesnya sekali lagi,
"Apa kamu sedang bercanda sekarang, Goo June?" dan melotot padanya, sama seperti sebelumnya.
Yang mengejutkan, dia tidak memberikan jawaban yang sama, bahkan, dia memberiku jawaban yang penuh keberanian,
"Aku tidak bercanda sekarang, Nuna."
Alis mataku naik.
Apa-apaan-
"Kurasa aku sudah berlaku salah, dan itu membuatku terlihat seperti penipu. Tapi aku harus memperjelasnya, bukan sebagai trainee tapi sebagai laki-laki - sebagai seorang teman, yang kulakukan semalam sungguh-sungguh. Kuharap Anda mengerti, dan aku minta maaf Anda harus merasa seperti ini" dia tiba-tiba berdiri dan membungkuk.
Aku sedikit terkejut dengan tingkahnya, dan tergesa berdiri dan menyentuh bahunya, memintanya berdiri tegak.
"Hei, santai. Aku cuma bercanda!" sekarang giliranku jadi panik.
Untungnya dia segera meluruskan punggung dan tersenyum,
"Kalau begitu, lebih baik saya pergi sekarang. Terima kasih...dan semalam juga, terima kasih, Nuna" dia membungkuk sekali lagi dan bergegas menuju ke pintu.
Kata-katanya terakhir saat memanggilku Nuna sungguh mengejutkanku dan yang bisa kulakukan hanyalah mengerutkan dahi,
anak nakal itu...
***
Setelah hari itu, Goo June tidak segan memanggilku 'Nuna' terus menerus. Karena Hyongmin sudah memanggilku 'Nuna' sebelumnya, ditambah sekarang June, akhirnya semua anggota I.GIL memanggilku 'Nuna'. Meskipun sedikit memalukan, tapi panggilan itu juga terdengar lebih bersahabat. Sekretaris Son pernah menanyakan apakah mereka harus ditegur atau tidak, tapi akhirnya kubiarkan saja mereka begitu.
Tanggal debut mereka semakin dekat, semua sudah siap kecuali satu hal, video musik alias MV. Sejumlah rapat sudah dilalui untuk memutuskan semua hal yang berhubungan dengan pembuatan MV-nya dan hari ini adalah jadwal rapat terakhir untuk merampungkan semua rencananya.
Manajer Lee berdiri di depan anggota rapat, memberikan penjelasan,
"Jadi secara garis besar, ini adalah MV yang bercerita tentang para anggota yang sebelumnya adalah anak nakal dan disatukan dalam sebuah pilihan jalan bercabang di hutan. Melalui perjalanan ini, mereka mengingat kembali kenakalan-kenakalan mereka dan menyadari kesalahan mereka, berkumpul dan menyatu."
Lanjutnya,
"Syuting akan dilakukan di Taiwan, tepatnya di Taroko National Park selama 4 hari. Tanggal pasti keberangkatan, akomodasi dan yang lainnya tertera di dokumen yang Anda pegang."
Dia berhenti sesaat,
"Ada lagi yang perlu ditambahkan? Direktur?" dia menanyakan komentarku.
Kuletakkan dokumen yang kupegang dan tersenyum,
"Kurasa semua sudah lengkap. Kita bisa meneruskannya. Kita akan berangkat hari Rabu, pastikan semua sudah disiapkan" kataku menutup rapat.
Rapat selesai dan aku berjalan keluar dari ruang rapat.
"Apakah saya perlu menemani Anda ke Taiwan, Direktur?" Sekretaris Son bertanya sambil memasuki lift.
Aku menggeleng.
"Tak perlu, Kak Yuhyon, syutingnya cukup lama, 4 hari. Aku butuh kamu tetap di sini untuk memastikan hal lain tetap berjalan lancar."
Ia membungkuk dan menjawab, "Baiklah, Direktur"
"Ngomong-ngomong, Kak Yuhyon, apa kamu sudah menyiapkan semua yang kuminta?" aku berbisik.
Kami memasuki kantorku dan aku duduk di kursi.
"Ya, Direktur. Semua sudah disiapkan sesuai permintaan Anda. Saya telah memesan kamar penthouse dan VIP untuk mereka semua."
"Bagus. Ini adalah MV pertama mereka dan aku harus memberikan yang terbaik. Aku berharap mereka juga akan jadi yang terbaik." Aku merasa puas pada diriku sendiri.
"Baiklah kalau begitu, aku akan memeriksa semuanya sekali lagi sebelum pergi berlibur, ups eh, maksudnya pergi berdinas luar...bawakan aku semua laporan minggu ini, Kak Yuhyon!" suaraku terdengar ceria. Aku merasa sangat senang karena akhirnya aku bisa menemani tim ini saat syuting, dan juga berlibur!