CHAPTER 2.5
3 bulan kemudian...
Kami berjalan menuju mobil yang diparkir dan masuk ke dalam mobil dalam keheningan. Kami berpakaian serba putih dan air mata masih tersisa di kedua mata kami. Satu per satu, mobil meninggalkan pemakaman menuju ke pusat kota. Aku duduk di kursi belakang bersama kakakku, yang terdiam tanpa suara, menundukkan kepalanya. Sekretaris Son berada di belakang kemudi. Mobil berjalan lambat dan kami berbagi kesunyian dengan keadaan sekitar.
Ini tanggal 6 Juni, Hari Peringatan. Keluarga kami baru saja kembali dari pemakaman keluarga, melakukan upacara penghormatan pada anggota keluarga yang telah berjuang dan meninggal saat perang. Ini adalah saat-saat paling menyedihkan sekaligus membanggakan yang selalu kami rasakan, dan keluarga kami selalu berkumpul untuk menghormati leluhur dan berterima kasih atas ikatan keluarga yang kuat ini.
Kami memutuskan untuk mampir ke restoran terdekat dan makan siang. Atmosfirnya sudah tidak lagi sedih, kami berbincang satu sama lain dengan gembira.
"Jadi apa yang kamu lakukan di Tohoku?" tanya Ayah.
Aku mengunyah daging dan menelannya sebelum menjawab,
"Banyak, aku mengunjungi kuil-kuil, makan banyak makanan laut, berlayar, ikut serta dalam upacara minum teh, ummm...apalagi ya...aha, aku juga menyempatkan diri bersantai di pemandian air panas, trekking, membuat karya seni dan mengunjungi museum" aku menyebutkan semua aktivitas yang bisa kuingat saat berkunjung ke Jepang.
"Apa yang paling berkesan atau hal unik apa yang kamu lakukan di sana?" Ibu bertanya.
"Hmmm...banyak hal menarik...tapi harus kukatakan kuil permohonan. Aku bahkan memberikan ema dan membuat permohonan"
"Permohonan apa? Kudengar setiap kuil punya tujuan yang berbeda-beda" tiba-tiba Hyosub memotong.
"Itu adalah kuil Dewa Hubungan Baik." jawabku.
Hyosub tertawa terpingkal-pingkal dan aku melotot ke arahnya.
Dia lalu berkata,
"Bagus sekali. Benar sekali, kamu harus meminta sebuah hubungan yang baik sekarang. Kamu baru saja memutuskan satu hubungan kan..." dia belum menyelesaikan kata-katanya tapi aku sudah melemparkan bantal duduk ke arahnya.
Dia mengelak dan melanjutkan,
"Ayah, Ibu...lebih baik kalian mengatur perjodohan lagi, aku yakin kali ini akan berhasil karena Dewa Hubungan Baik sudah dipanggil sebagai bala bantuan!"
Aku mengerti kalau dia adalah satu-satunya saudaraku, tapi sungguh...di waktu-waktu seperti ini, aku sungguh ingin membuatnya menghilang, dia membuatku...malu! Aku bergerak mendekatinya dan mulai memukulinya.
Ayah mendeham, dengan sengaja sepertinya. Kami berhenti berkelahi dan aku kembali ke tempatku pelan-pelan. Ayah menepuk pundakku perlahan dan berkata,
"Najun, kapan kamu siap bekerja di Baram?"
Aku tersedak,
"Umm...mmm...segera, Ayah...segera..." aku terbata.
"Jangan terlalu lama, kamu sudah berjanji pada Ayah" dia mengingatkanku lagi.
"Ya, Ayah...jangan khawatir...aku hanya perlu belajar sedikit lagi" jawabku.
"Kamu tidak perlu menguasai semuanya. Kamu punya Sekretaris Son sebagai asisten. Dia yang mengurus semuanya selama ini, sampai kehadiranmu nanti" dia menjelaskan dan tangannya menunjuk ke Sekretaris Son yang duduk di ujung meja.
Dia menunduk hormat. Aku membalas.
"Datanglah ke perusahaan 2 minggu lagi. Itu adalah waktu yang tepat sebelum periode yang sibuk datang." Ayah membuat perintah. Dia melanjutkan, "Sekretaris Son, tolong jelaskan semua padanya, pastikan dia siap dan mengerti sepenuhnya tentang semua yang terjadi di Baram"
"Baik, saya mengerti, Tuan" jawab Sekretaris Son.
***
Aku duduk di kantorku, menyandarkan kepala di sandaran kursi. Sudah satu minggu sejak aku bekerja di Baram Entertainment. Aku sudah diperkenalkan secara resmi di depan para dewan pemegang saham. Sekretaris Son banyak membantuku dalam segala hal dan mengajariku banyak hal. Dia telah menjadi asisten yang setia untuk ayahku selama 13 tahun ini. Aku sudah mengenalnya sejak lama dan terkadang aku sudah menganggapnya seperti kakakku sendiri.
"Nona Najun, seperti perintah Ayah Anda, tugas pertama Anda adalah menyiapkan debut grup baru, I.GIL." Sekretaris Son memberi penjelasan singkat sembari meletakkan setumpuk dokumen di atas mejaku.
Kuraih dokumen dan mulai membacanya,
"Kapan tanggal debutnya?" tanyaku.
"Belum ditentukan. Tapi seharusnya di awal tahun depan." jawabnya.
"Jadi waktuku hanya tinggal 6 bulan" kataku.
"Ya"
"Sekarang, sudah sampai tahap mana mereka?"
"Memilih lagu debut, ini tahapan tersulit. Tapi harus segera ditentukan, agar kita bisa menyiapkan syuting untuk MVnya"
"Tapi semua lagu untuk albumnya sudah dipilih dan diselesaikan? Ada berapa lagu yang harus dipilih? Atau hanya ada beberapa yang pantas dijadikan lagu titel?"
"Leader mereka, Goo June, penulis lagu yang bagus. Yang Jongho komposer yang bagus. Mereka sudah menyimpan banyak lagu sejak mereka masih trainee. Anda tidak perlu khawatir tentang jumlah dan kualitas lagu-lagu mereka."
"Aku harus mengeceknya sendiri. Aku ingin mendengarkan semua lagu yang akan dimasukkan di album mereka besok. Siapkan studionya."
"Baik, Nona...saya akan menjadwalkan dan menyiapkannya segera"
"Terima kasih, Yuhyon-nim" senyumku mengembang.
Aku melanjutkan membaca dokumen tentang grup baru ini.
I.GIL artinya "Jalan Ini". Merefleksikan keinginan para anggota untuk berjalan di jalur musik, jalan yang akan mereka jalani sepanjang hidupnya. Ayah memberi mereka nama ini, dan ternyata idenya datang dari percakapan kami dahulu kala. Aku ingat dulu Ayah bertanya tentang ide nama grup dan aku memberinya nama itu, mengambilnya dari potongan puisi favoritku, The Road Not Taken milik Robert Frost.
Hyongmin, salah satu anggotanya, adalah adik kelas SMAku. Kami bertemu lagi saat dia menjadi trainee dan kami memiliki hubungan yang dekat. Saat itu, aku sering mengunjungi Baram dan melihat para trainee berlatih, jadi tentu saja sekarang hubunganku dengan Hyongmin lebih dekat dibanding dengan anggota lainnya.
Aku berniat melakukan yang terbaik dalam proyek pertamaku ini. Demi nama besar Baram dan untuk membuktikan pada semua orang bahwa darah keluarga Kyo mengalir dalam diriku juga, aku harus melakukan yang terbaik.
Semangat itu membuatku bekerja keras untuk menyempurnakan I'GIL's. Aku melepaskan praktek formal dan masalah dokumen pada Sekretaris Son, dan menghabiskan hampir sepanjang waktuku di studio, mengawasi I.GIL secara langsung. Saat ini, aku sudah berhubungan cukup dekat dengan para anggota lainnya dan menciptakan suasana yang bersahabat untuk membangun kerja tim yang baik.
Lagu utama telah ditentukan, semua hal penting telah diselesaikan, koreografi, konsep, peran setiap anggota, semuanya telah siap. Kami siap melangkah ke tahap penting selanjutnya, membuat MV.
***
"Tapi Direktur...tidak bisa begitu. Kupikir ini tidak cocok untukku." seorang laki-laki berambut hitam dengan highlight pirang dan mata kucing merengut sambil menunjuk-nunjuk ke secarik kertas.
Kami sedang berada di ruang latihan. Aku melipat tangan ke depan dan tersenyum mendengar keluhannya.
"June, itu sangat cocok untukmu." aku menjawab dengan tenang.
"Tidak, Direktur...di sini tertulis aku adalah anggota yang paling rewel? Ini bahkan tidak terdengar seperti peran" protesnya.
"Lihat? Sekarang kamu sedang apa? Rewel, kan?" kujentikkan jari di depan wajahnya dan tersenyum.
Dia terdiam dan kulihat dia bersungut. Goo June adalah leader grup, karena dia yang paling tua, dan juga yang paling dewasa. Tapi bagaimanapun, dia memang rewel sekali. Dia seseorang yang tidak takut bicara sesuai isi hatinya, jadi tentu saja memilihnya sebagai anggota yang paling rewel sebagai perannya menjadi semudah membalik telapak tangan.
"Bukankah ini sangat berkebalikan? Aku leader, tapi paling rewel." dia masih berkeras.
"Sangat sempurna, iya kan?" aku tetap dalam pendirianku.
"Direktur..." dia kembali bersungut.
Aku tersenyum lebar dan menepuk bahunya.
"OK, akan kupertimbangkan lagi malam ini. Kita lihat apakah ada yang bisa mengubah pikiranku dalam satu malam" kataku sambil berjalan meninggalkan ruang latihan.
Selagi berjalan, aku berteriak mengingatkan,
"Kalau aku jadi kamu, aku takkan berharap banyak, June! Waktunya hanya satu malam, satu malam!"