"Aku sudah berpikir" Woojin membuka percakapan saat kami berjalan menyusuri Sungai Han. Kami baru saja selesai makan di restoran terdekat di sekitar Sungai Han dan memutuskan untuk membakar beberapa kalori.
"3 bulan yang menyenangkan menjadi tunangan palsumu" dia tertawa.
Dia lalu melanjutkan, "Kecuali sebutan 'tunangan', selama 3 bulan ini tidak ada hal yang palsu atau tidak menyenangkan, aku senang sekali semua berkat kamu".
Aku mengangguk dan berjalan tanpa suara.
"Tapi belakangan, aku sudah berpikir keras sebelum mengambil keputusan ini." katanya, suaranya terdengar sedikit ragu.
"Kupikir..." dia menarik nafas.
"Kupikir aku jatuh cinta padamu" sambil mengatakannya, dia berhenti berjalan.
Aku juga berhenti. Menghela nafas, menengadah ke langit dan menengok ke arahnya.
"Ooh."
"Kelihatannya kamu tidak terkejut. Kamu sudah tahu?" dia bertanya penasaran.
"Aku tidak menyangkanya" jawabku.
"Apa kamu...apakah mungkin kamu..." Woojin belum menyelesaikan kalimatnya tapi kupotong,
"Tidak, aku tidak merasakan hal yang sama. Semua masih sama, ini hubungan palsu dan tak ada perasaan pribadi yang terlibat"
Aku meneruskan berjalan, dia mengikutiku dari belakang,
"Tapi aku memang merasakan hal yang sama tentang waktu yang telah kita habiskan bersama. Aku tulus, dan kamu adalah teman yang baik. Tapi tidak ada perasaan romantis di dalamnya" kulempar pandanganku ke jalan di depan kami.
Aku bisa mendengar helaan nafas dari arahnya.
"Kupikir aku sudah masuk terlalu dalam pada hubungan ini, terlalu dalam. Situasiku tidak baik sekarang"
Aku mengangguk, "Memang, hubungan ini sudah tidak lagi aman"
"Yang lebih menakutkanku adalah karena secara pribadi, aku tidak siap untuk hubungan serius atau hubungan nyata saat ini. Aku punya restoran dan bintang Michelin yang harus kukejar"
"Ayo kita putus. Pertunangan ini. Ayo kita selesaikan" kumuntahkan solusinya dengan cepat. Tidak, sebenarnya aku sudah memikirkannya satu detik setelah dia mengakui perasaannya padaku.
"Kurasa begitu, ayo kita putus. Entah kamu menyukaiku atau tidak, aku tidak boleh jatuh cinta sekarang. Tidak ada yang perlu dilindungi sekarang"
Woojin melanjutkan,
"Karena aku yang merusaknya, jadi aku yang akan bertanggung jawab. Aku akan memberitahu orang tuaku tentang pembatalan ini. Tak ada yang perlu kamu lakukan. Duduk saja dan setujui pembatalannya"
"OK" jawabku.
"Apa aku harus minta maaf?" dia ragu-ragu.
Aku tertawa dan menjawab,
"Untuk apa? Tidak ada yang perlu dimaafkan. Sebenarnya, semua akan menjadi lebih sulit untukmu. Pikirkan rencana tentang restoranmu. Aku sih takkan kehilangan apapun, aku akan baik-baik saja"
Dia menghela nafas lagi,
"Aku tahu. Aku sudah memperhitungkannya lagi dan lagi. Tapi hal ii memang harus dilakukan. Tentang restoran dan masa depanku, pasti ada jalan keluarnya"
Dia berjalan melewatiku dan menghentikan langkahku, menawarkan jabat tangan,
"Kita sudah melakukan hal yang luar biasa. Terima kasih untuk semuanya".
Kujabat tangannya dan berkata,
"Sama-sama. Semangat ya, kamu adalah salah satu koki terbaik yang pernah kutemui"
Seperti itulah, hubungan palsu kami berakhir setelah 3 bulan.
***
Hari di mana pembatalan pertunangan itu terjadi adalah hari yang cukup bising. Orang tuaku bertanya apakah itu benar, atau hanya sebuah candaan. Kukatakan pada mereka dengan hati-hati dan tenang bahwa itu benar adanya. Kami tidak yakin apakah pertunangan adalah jalan yang tepat untuk kami dan memutuskan untuk berpisah. Mereka bertanya apakah aku baik-baik saja dan kupastikan pada mereka bahwa aku baik-baik saja, tidak sakit hati.
"Tak apa, Bu... Aku baik-baik saja, sungguh. Sebenarnya aku merasa lega. Bayangkan jika kami terlambat menyadarinya..." aku terus membujuk ibuku sepanjang hari.
Bagaimanapun, semuanya berakhir dengan tenang. Para orang tua tetap menjaga hubungan baiknya, maksudnya, pembatalan pertunangan ini tidak akan mempengaruhi hubungan bisnis mereka.
Di minggu terakhir bulan Maret aku sedang mengisi koper di kamarku.
Pintu kamar terbuka dengan cepat dan Hyosub terburu-buru masuk.
"Kamu akan pergi?"
Aku menengadah dan menjawab dengan tenang,
"Cuma ke Jepang, kamu bisa mengunjungiku tiap akhir pekan"
"Kenapa kamu pergi? Katamu pertunanganmu yang gagal tidak mempengaruhimu"
Aku mengerutkan dahi,
"Iya. Tapi aku butuh waktu sendirian sekarang. Ini bukan tentang pertunangan yang gagal. Aku malah bingung kenapa aku menerima pertunangan itu dari awal. Aku cukup bodoh tidak menyadarinya dengan cepat dan bertunangan begitu saja tanpa pikir panjang, jadi saat semua gagal, aku menyakiti hati orang lain"
Hyosub duduk dan membantuku berkemas.
"Ooh begitu, tapi apa kamu harus pergi? Kamu bisa menenangkan diri di sini, aku janji aku akan memberikan seluruh waktuku padamu"
Kutepuk bahunya pelan dan tersenyum,
"Terima kasih, Kakak. Tapi kalau kamu melakukannya, perusahaan akan terbengkalai, haha!"
Dia tersenyum pahit.
"Bayangkan saja aku pergi piknik sekolah, aku bahkan sudah membuat rencana perjalanan dan ini terlihat seperti perjalanan yang menyenangkan"
"Ke mana kamu akan pergi?"
"Tohoku. Aku akan mengunjungi Teluk Matsushima, Pemandian Air Panas Akiu, dan Sendai"
"Lalu berapa lama kamu akan berada di sana?"
"Tiga bulan. Tiga bulan paling lama. Ayah hanya memberiku waktu selama itu" aku cemberut.
"Ayah memberimu izin?"
"Mana berani aku pergi tanpa izinnya"
"Kamu bisa mendapat izinnya, luar biasa"
"Aku menukarnya dengan sebuah janji"
"Apa itu? Sesi perjodohan lagi?"
Aku tertawa dan berbisik,
"Kupikir mereka tidak akan melakukannya lagi padaku untuk waktu yang sangat lama" dan terkekeh.
"Ayah memintaku untuk melanjutkan hidup dan membantu bisnis keluarga."
"Dia memintamu untuk mengurus perusahaan, kan?"
"Ya...saat aku kembali, aku harus bekerja di Baram"
"Yah...kupikir keputusan Ayah sudah tepat. Tak ada yang bisa mengurusnya dengan benar selain kamu. Cuma kamu yang memiliki darah seni mengalir di tubuh."
"Kuharap aku bisa mengurusnya dengan baik"
Hyosub memeluk leherku dan berkata,
"Aku selalu ada untukmu"
Aku balas memeluknya sambil berkata,
"Iya, kamu yang terbaik, Kak"