SECRET (No One Knew About That)
.
.
Novilianakt presents
.
.
Starring EXO’s Baekhyun & APink’s Yoon Bomi
Length One Shot || Genre Songfict, Hurt, AU || Rating T+
Inspirated by APink – Secret
Disclaimer: Casts belong to god and their parents, this story is mine.
Author’s Note: Pernah dipublikasikan sebelumnya di http://fanfiction.dreamers.id/story/1139/secret-no-one-knew-about-that (bikin lagi dengan judul yang berbeda karena 'Secret' merupakan part dari 'Unrequited Love') jadi kalau ketemu di tempat lain (untuk sementara) dan tidak mengatasnamakan novilianakt artinya mereka adalah plagiator. Maaf kalau membingungkan dan aneh hehe soalnya ini my first fan fiction that I’ve already made since two years ago. Happy reading and don’t be a silent reader.
•Kumohon dengarkan ceritaku hari ini
Aku akan mengungkapkan suatu rahasia yang seorangpun tidak tahu
(akan kukatakan) aku mencintaimu, aku mencintaimu
Berteriak dengan suara yang tidak bisa didengar siapapun•
#Bomi POV
Pukul 22.45
“Yang benar saja aku bekerja selarut ini. Aku harap tempat itu belum tutup.” Ocehku seraya melangkahkan kaki lebih cepat dan dengan penuh pengharapan tempat itu masih melayaniku selarut ini, MoonPanda Café. MoonPanda Café, adalah tempat favorit dimana semua mood menyertai diri ini. Entah senang, susah, gundah, resah kutuangkan ke café tersebut. “Beruntung sekali diriku, kkk~”Seorang yeoja mendekat dan berkata, “Annyeonghaseyo. Adakah yang dapat saya bantu? Eonni mau pesan apa? Satu strawberry milkshake dengan ice cream vanilla yang menutupi permukaan atasnya?”
“Ne. Kkk~ Kau tak melupakannya eonni.”
“Tentu saja. Sudah hampir empat tahun kau meluangkan waktu untuk mampir ke sini dengan pesanan yang selalu sama, bagaimana eonni-mu ini lupa?”
“Jjinja? Bahkan aku tidak menyadarinya.” Ucapku kaget dengan ekspresi tak percaya padanya. “Mwoya? Kau terlalu berusaha keras dalam bekerja hingga tak menyadari ini. Sebaiknya kau luangkan waktumu untuk bersantai, ne? Sekarang kau tunggu dan pesanan akan segera datang.” Sahut pelayan itu, Chorong eonni dengan senyum yang sungguh menawan. “Ne.” Balasku dengan senyum yang tak kalah menawan dengannya. Tak kusangka, ternyata Chorong eonni memiliki ingatan yang sangat kuat. Sungguh sangat menggelikan hingga aku tertawa sendiri.
Chorong eonni, pelayan yang dituakan sekaligus manager café ini. Karena ia lah café ini dapat bertahan hingga saat ini dimana persaingan semakin besar dan kuat di sekitar Jln. Gangnam. Bukan karena ia adalah anak jutawan ke-2 di Korea Selatan, namun karena keramahan dan kenyamanan yang ia berikan kepada semua pelanggan hingga mampu menghipnotis untuk kembali dan kembali lagi ke sini.
Salah satu pelanggan yang termakan keramahan dan kenyamanan dari Chorong eonni adalah aku dan Byun…. Aigoo.. Mengapa aku mengingatnya kembali? Yak! Bodohnya kau, Yoon Bomi!
“Bbom-a, ini pesananmu.”
“Ne. Kamsahamnida eonni.”
Chorong eonni membungkukkan dirinya dan dengan segera ia duduk dihadapanku serta tersenyum penuh makna padaku. “Hmm, boleh eonni menemanimu?”
“Silahkan.”
“Minumlah dan katakan bagaimana rasanya.” Ucapnya mengharap pendapatku tentang hidangannya untuk kesekian kalinya. “Ne. Aigoo tentu saja lezat dan aku menikmatinya. Gomawo, eonni.” Senyumku mantap untuk meyakinkan bahwa aku tak bohong. “Syukurlah. Umm bolehkah eonni menanyakan sesuatu?” Lanjutnya dengan tingkah aegyo yang menggelikan bagiku. “Ne.”
“Apa kabar dirimu? Kau baik – baik saja bukan? Bagaimana dengan sahabatmu itu? Apa kabar dirinya? Apa dia baik – baik saja? Sudah lama sekali eonni tak lihat kau bersamanya mengunjungi café ini. Apa kalian sedang bertengkar? Omo… Bagaimana bisa terjadi? Bahkan dulu kalian sangat akrab hingga kukira kalian memiliki hubungan yang spesial.”
“Seperti yang kau lihat, aku baik – baik saja. Yang kau maksud adalah Byun Baekhyun? Kkk~ Aniyo. Kami tak bertengkar. Kami baik – baik saja. Sejak hari kelulusan itu, kami berpisah. Ia memutuskan untuk melanjutkan sekolah di Los Angeles, Amerika Serikat, dan aku menetap di sini hingga saat ini, jadi itu adalah pertemuan terakhirku dengannya.” Jawabku seadanya. Karena aku tahu bahwa berbohong kepada Chorong eonni adalah hal yang percuma, sebab ia memiliki indra keenam yang ia gunakan untuk membaca pikiran seseorang apa orang tersebut berbohong atau tidak.
“Arraseo. Eonni tahu bagaimana rasanya ditinggalkan oleh sahabat."
“…atau mungkin lebih dari itu.”
Saat Chorong eonni akan melanjutkan pembicaraan kami, tiba - tiba lonceng pintu cafe berbunyi---menandakan seseorang memasuki cafe. “Mwo? Ada pelanggan? Bbom-a, eonni layani pelanggan dulu, ne? Kau nikmati saja dulu milkshakemu.” Pamit Chorong eonni kepadaku dan kubalas dengan senyum semanis mungkin.
Aish, eonni… Mengapa kau mengingatkanku padanya? Aku tak ingin mengingatnya lagi. Teringat namanya saja sudah membuat pusing dan tak nafsu tuk minum, apalagi jika teringat wajahnya, hhh. Dan kenapa malam di musim semi terasa sepanas di Gurun Gobi? Hmm… Lebih baik kuikat saja rambut ini.
Yak… “Kumohon jangan ikat rambutmu yang indah itu, Yoon-a.” Pinta seseorang dan mengambil ikat rambutku. Mwo? Siapa dia yang melarangku untuk tidak mengikat rambutku? Beraninya…
“Yak! Beraninya kau…..” Bentakku sambil menoleh ke arah sumber suara. Dan pemilik suara itu…. “Byun-a?” Aku tak percaya. Apa aku sedang bermimpi? Ani. Di kamar tidur, aku memiliki ‘Dream Catcher’, jadi mana mungkin aku melihat dia di dalam mimpiku? Dia adalah mimpi burukku.
“Ne. apa benar kau Yoon Bomi?” Aku terdiam dan membuang muka padanya. Kuharap aku tak terpesona lagi untuk kedua kali. Ia selalu tampan tiap pandangan pertama. Hft, tahan Yoon Bomi, tahan.
“Apa kabar sahabat lama? Bolehkah aku duduk di sini menemanimu?” Ia menyimpan ikat rambutku di kantong celana jeans miliknya dan berjalan kearah tempat duduk yang berhadapan denganku. Omo… Bagaimana ini? Kupastikan wajahku sekarang memerah tomat merona antara senang dan kesal. “Nnn..Ne.”
#Normal POV
Bomi gelisah. Bomi resah. Bomi tak tahu harus bagaimana. Byun Baekhyun telah membuat Bomi salah tingkah, hingga kegelisahannya dapat dipahami oleh Baekhyun. Baekhyun menyunggingkan bibirnya. “Yoon-a, are you okay?”
“Yes, I am.” Menatap Baekhyun sebentar lalu kembali membuang muka. Baekhyun melihat sekitar dan melontarkan suatu pertanyaan yang memuakkan Bomi, “Apa kau sendirian saja? Mana namjachingu kau?”
“Kau datang hanya ingin menghinaku saja?” Spontan Bomi melirik Baekhyun malas serta kaget tak percaya apa yang baru saja di ucapkan sahabat lamanya. “Ani, just kidding kkk aku hanya ingin bertanya, sedang apa kau selarut ini masih berada di sini?” Pertanyaan konyol oleh Baekhyun kembali terlontar dan Bomi tak menggubris. “Yoon-a?”
“Eo, arra. Selarut ini kau masih disini karena kau sedang mengenang masa dimana kau sering berkunjung ke tempat ini bersamaku, ne? Kkk~ Akui saja, Yoon-a. Aku bisa membaca pikiranmu.”
Percaya diri sekalian kau, huh? Untuk apa aku mengenang kau, masa pahitku? Cih, batin Bomi. “Yak! Untuk apa aku mengenang dirimu? Mengenang pahitnya hidupku saat itu. Cih, menyebalkan.” Mwo? Apa yang kau katakan? ‘Masa pahit’? Benarkah? Apa selama 3 tahun itu aku menyebalkan dimatamu? Apa aku sejahat itu? Aah.. Mianhae, Yoon-a, batin Baekhyun.
“Kamu! Kamu sendiri ke sini untuk apa? Huh? Katakan sesuatu.” Bomi mulai berapi – api. Hatinya tak sanggup lagi hanya tuk diam dan menahan rasa rindu yang sangat mendalam terhadap namja yang saat ini berada dihadapannya. Ingin rasanya ia memeluk Baekhyun, tapi apa daya, ia tak mau menambah perih hatinya lagi yang sudah tersayat selama 3 tahun itu.
“Eo. Akan kukatakan. Aku kesini untuk menemuimu. Aku kesini karena aku rindu dengan teater ini, terlebih terhadap pemeran utamanya. Sudah 6 hari 7 malam setelah kepulanganku dari Amerika, aku berjalan menelusuri trotoar diseberang sana menatap teater ini dengan harapan aku dapat bertemu dengan pemeran utama dan memerankan tokoh suatu cerita yang terlepas dari cerita masa suramnya dulu yang sempat aku dan dia arungi bersama.” Baekhyun berubah sangat serius. Dengan intonasi menggebu - gebu, ia menatap Bomi tajam. Hitam bola matanya bertemu dengan tatapan Bomi terhadapnya. Bomi tak dapat berkata apapun dan tak menjawab. Bomi mengerti apa yang sedang Baekhyun katakan padanya, tapi Bomi bertingkah seolah ia tak mendengar dan tak memahami maksud Baekhyun.
“Jadi, dapatkah kita bercengkrama melepas rindu layaknya teman seperti dulu, Pemeran utama?” Atmosfer dalam sekejap berubah setelah Baekhyun tersenyum kepada Bomi. Dan Bomi sadar bahwa sudah lama sekali ia tak melihat senyum semanis itu. “Apa yang kau katakan? Layaknya teman? ‘teman’?” dengan penekanan ‘teman’, Bomi melanjutkan, “Cih, kau bukan temanku, Byun Baekhyun.” Kalimat terakhir yang diucapkan Bomi berhasil mengingatkan Baekhyun 3 tahun itu.
.
-FLASHBACK ON-
.
#Bomi POV
“Annyeong, Yoon-a” Sapa Baekhyun, lembut.
“Wae?” Sahutku, kasar. Bukan karena aku sedang marah padanya sebab ia belum mengembalikan bolpen yang ia pinjam, namun karena aku sedang menutupi hatiku yang sejak tadi meledak – ledak melihat ia tak kunjung mengetahui hal ini. “Yoon-a, ada apa denganmu? Mengapa kau kasar sekali? Ini bukan kau, Yoon-a.”
“Apa pedulinya kau terhadapku? Jangan mengusikku!” Aku mengusirnya dan kembali mencatat catatan dari Hyuna Seongsangnim. “Kau mengusirku? Huh?” Baekhyun membentak, tapi aku tetap dalam sikap tenang. “Eo”
“Wae?”
“’Wae’? Karena kau bukan temanku, Byun Baekhyun.” Balasku selepasnya karena aku tak mampu menyusun kata demi kata dalam suasana seperti ini. Aku tahu tak sepantasnya aku mengatakan demikian tapi aku lepas kendali, aku tak mampu menahan, aku frustasi, aku asdfghjkl aish aku benar - benar bisa gila.
Sebenarnya hari ini sepulang sekolah, aku akan ke MoonPanda Café bersama Baekhyun untuk mengatakan suatu rahasia yang tak seorangpun mengetahuinya. Baekhyun sepakat dan dia terlihat tak sabar untuk segera mengetahuinya hingga ia tak fokus saat jam pelajaran berlangsung. Namun aku mendadak membatalkan rencana tersebut karena aku sakit. Ya, sakit. Sakit tak berobat. Mengapa? Baru saja aku melihatnya berciuman mesra dengan yeojachingu-nya, Jeong Eunji di taman belakang sekolah. Mereka melakukannya dengan hasrat dan nafsu yang terlihat menjijikan bagiku. Bayangkan saja, mereka bercinta tanpa saling mencintai. Aku tahu betul bahwa Baekhyun tak mencintai Eunji, tapi entah dengan alasan pasti apa tiba - tiba ia menawarkan status 'Baekhyun's Girlfriend'. Meski terlihat menjijikan, aku tetap merasakannya. Seperti hatiku tak menerima hasil rekaman indra penglihatanku.
Tak sanggup melihat, aku lari sekuat aku bisa menjauh menuju kelas. Aku menangis. Menangis dalam diam. Tangisan yang tak meneteskan bulir air yang berharga, namun hati ini retak berkeping - keping hingga tak layak disusun kembali bak puzzle tak bertuju. “Batalkan saja. Aku ingin segera sampai rumah dan membantu eomma.”
“Wae?”
“Aniyo. Rahasia itu sekarang tak penting untuk kau.” Senyumku singkat. "Mwo? Apa kau sedang memberi harapan tak tergapai padaku? Aish, bocah ini…" Baekhyun menyengir dan menatapku kesal. Aku hanya membungkuk sopan sebatas permohonan maaf, berbalik menuju tempat duduk tepat di sebelah kanan Jeong Eunji, dan perlahan meninggalkan Baekhyun yang masih berbicara sendiri.
.
-FLASHBACK OFF-
.
•Kata demi kata menggantung diujung bibirku
Aku tahu, seharusnya aku jangan melakukan ini, jadi kututup mataku
Tapi kau terus terlihat, apa kau tahu? Aku terus memikirkannya
Tidakkah kau tahu mengapa aku mengatakan itu?•
#Baekhyun POV
“Masih saja kau mengatakan hal itu. Bullshit."
"Eo?" responnya. Tetap terlihat santai, "Apa bukan teman namanya kalau kau mencintaiku?” Aku masih mengingatnya, Yoon Bomi. Aku belum melupakannya. Kalimat itu masih terngiang jernih dipikiranku.
“’Aku tak tahu harus memulainya dari mana, tapi aku akan langsung berkata intinya saja. Aku akan merindukanmu, Byun Baekhyun. Merindukan kepribadianmu yang kukenal. Akan kuanggap kau adalah temanku jika kau menjauh dariku selagi kau bersama Eunji-ssi. Maka kau berbuat baiklah dengannya,'. Kau sudah pikun atau apa? Cih” Senyum puas terlukis di wajahku saat ini karena aku berhasil membuat Bomi terkejut bukan main. Ia gelagapan dan mengelak percakapan baru saja. “Pandai sekali kau bersandiwara. Dasar, kunyuk! Apa yang sedang kau bicarakan?” Nadanya sedikit meninggi. Ia pasti sudah siap mengeluarkan jurus taekwondo-nya. “Dan aku mendengar satu kalimat terakhirmu.”
.
-FLASHBACK ON-
.
#Bomi POV
Malam perpisahan
“Aku tak tahu harus memulainya dari mana, tapi aku akan langsung berkata intinya saja.” Kataku memulai percakapan. “Mwo?” Balas Baekhyun, datar. “Hmm… Aku akan merindukanmu, Byun Baekhyun. Merindukan kepribadianmu yang kukenal.”
“Apa ini ucapan perpisahanmu padaku?” Masih datar namun seolah terukir rasa khawatir. “Eo. Jadi akan kuanggap kau adalah temanku jika kau menjauh dariku selagi kau bersamanya. Maka kau berbuat baiklah padanya.” Sungguh, masih banyak sekali yang ingin kuutarakan, namun bibir ini tak berdaya, seolah kata demi kata menggantung diujung bibirku.
Kemudian aku berdiri dan mengucapkan kata perpisahan, “Annyeong, Byun Baekhyun. I’m gonna missing you. Good bye.” Lalu meninggalkannya yang entah dengan ekspresi apa yang sedang ia tunjukkan.
“Saranghaeyo, Byun Baekhyun.” Ucapan itu terucap begitu saja ketika aku berada di ambang pintu MoonPanda Café. Setelahnya aku berlari menjauh meninggalkan dia yang masih berada di tempat penuh kenangan tersebut. Datang tak di undang, air berhargaku menetes dari manik mata ini hampir deras namun kutahan, karena aku tak suka memperlihatkan kesedihanku pada orang yang akan melihatnya.
Entah aku masih terlihat olehnya atau tidak, aku berhenti dari lariku, menghapus bekas air kepedihan di pipi dan manik mataku, dan berdiri menoleh menghadapnya yang masih menatap arahku pergi. Kututup mataku dengan kedua telapak tanganku karena kupikir ia akan menoleh kearah lain dan tak melihat arah aku pergi. Tetapi tidak. Ia justru membenarkan posisi duduknya dengan menopangkan dagu di telapak tangan kanannya dan tersenyum mengarahku.
.
-FLASHBACK OFF-
.
#Bomi POV
“Apa yang aku katakan? Aku tak mengatakan apapun setelah itu,” Baekhyun hanya menatapku puas karena berhasil membuatku gugup. “Aish kau ini… Pulang dan beristirahatlah. Bukankah besok kau bekerja, huh?" Berusaha mengalihkan topik pembicaraan namun ia mengelak, "Ani."
"Eh? Wae? Jangan katakan kau tak punya pekerjaan? Omo… Tak mungkin seorang Byun Baekhyun tidak memiliki pekerjaan. Untuk apa kau ke Amerika jika akhirnya kau tak memiliki pekerjaan? Yak pabo-a Byun Baekhyun!" Ocehku. Ah ani, lebih tepatnya omelku. Namun sepertinya aku baru saja memperlihatkan kekhawatiranku padanya.
"Waeyo? Apa kau khawatir padaku karena tak memiliki pekerjaan? Jadi, jika aku memang tak memiliki pekerjaan, apa kau akan menawariku sebuah pekerjaan? Pekerjaan yang sama dengan apa yang sedang kau kerjakan, dan kita akan sering berjumpa? Ah, menyenangkan sekali bukan? Kita akan sering berjumpa, akan saling jatuh cinta, dan akan menikah kelak? Lagipula besok adalah hari Minggu. Kau yakin kau bekerja di hari libur?" Lagi - lagi Baekhyun mengalahkanku.
"Ah, kau benar," Aku kembali duduk dan terdiam. "Kembalikan ikat rambutku." Kemudian aku teringat ikat rambutku ada padanya dengan sedikit melotot sambil mengulurkan tanganku sebagai tanda perintah untuknya.
Payah. Ia justru meletakkan telapak tangannya di uluran tanganku serta melengkapi sela - sela jariku. Aku tercengang. Ia tersenyum lepas."Yak!" Aku memberontak. "Mianhae." Ia melepaskan genggamannya dan tersenyum. Apa arti dari semua perlakuanmu itu?
"Kau betul bukan temanku, Byun Baekhyun."
"Are you kidding right now?"
"No, I'm not. Kau bukan temanku, Byun Baekhyun," jawabku lantang. Pabo. Aku mengatakannya lagi. Oh my, mulut ini benar - benar tidak bisa berhenti mengatakan kalimat 'angkuh' tersebut. Ah, mianhae, kunyukku, aku tak bermaksud. Tapi, apa kau tak mengetahui mengapa aku mengatakan itu padamu?
.
.
•You don’t wanna be my heart
You don’t wanna be my life
Aku tidak mengerti saat ini
Apakah aku mengatakan sesuatu yang salah? Aku memikirkannya
Lihatlah disekitarmu, kau akan selalu menjadi orang yang kucintai•
#Baekhyun POV
"Pabo!" Aku buka suara, memecah keheningan. "Huh?"
"Tidak seharusnya kau mengatakan hal itu," Kesalku membuatnya bingung. Waktuku tiba. "Yak! Kau ini benar - benar… Apa yang sedang kau bicarakan dari tadi? Aku mengatakan apa? Apa yang salah denganku? Hhhh"
.
-FLASHBACK ON-
.
"Saranghaeyo, Byun Baekhyun." Kalimat itu terdengar jelas oleh indra pendengaranku. Langsung saja kuedarkan arah pandangku mencari sumber suara. Ck, yang benar saja. Ternyata kau, kunyuk. Aku hanya menggeleng - gelengkan kepala dan mungkin sekarang aku tersenyum lebar. Kuikuti langkah kaki yang membawanya pergi. Tiap langkahnya, terdengar seperti detak jantungku yang berdebar kencang saat pertama kali bertemu dengannya. “Nado saranghae.” Aku ini kenapa? Kkk mungkin aku senang mendengarnya mengatakan hal itu.
Kunyukku menghilang. Hmm mungkin ia sudah lari menjauh. Kembali ku edarkan arah pandangku ke dalam suasana cafe dan meminum kopi pesananku. Entah hasrat atau naluri atau apalah itu, terlihat melalui ujung mataku seseorang sedang menatap ke arah aku berada. Kupikir seorang pelayan, namun orang tersebut mendekat, "Dasar, penipu!"
.
-FLASHBACK OFF-
.
"Seharusnya aku yang mengatakan hal itu lebih dulu. Tak sepantasnya seorang yeoja mengatakannya lebih dulu. Kkk~ Kau tak mampu menahan hal itu ternyata." lanjutku setelah bercerita. "Yak! Beraninya kau menyimpulkan hal itu seenaknya."
"Kau tak bertepuk sebelah tangan, Yoon-a. Kita saling mencintai. Mencintai satu sama lain. Neol saranghae." Tanpa menggubris tanggapannya, aku terus saja bercerita. Seolah saat ini akulah sang dalang, pemimpin jalannya cerita. "Mwo? Ndo… "
"Tak perlu kau bertanya atau menanggapi hal tadi. Intinya, aku mencintaimu sudah sejak lama meskipun orang itu lebih lama dariku… Yak yak yak! Hal baru saja itu tidak penting. Tapi Yoon-a, mianhaeyo. Kita tidak bisa bersama. Bukan apa - apa, hanya saja aku sudah berjanji pada seseorang bahwa kita cukup berstatus 'teman'. Mianhaeyo, Yoon Bomi." Kuraih dan kugenggam tangannya. Dapat kurasakan ketidakkuasaannya terhadap pernyataanku padanya. Semakin erat genggamanku, semakin kurasakan getaran dukanya olehku. I’m sorry, my lovely girl.
#Bomi POV
Apa aku sedang berada di dunia khayalan? Apa telinga ini mengalami gangguan pendengaran? Kumohon seseorang tampar aku, jebal. Aku benar – benar mendengarmu mengatakan hal itu, mengatakan sesuatu yang sudah lama kunanti sejak 7 tahun yang lalu. Namun, atas pernyataanmu tadi, apa kau tak menginginkanku? Hatiku? Apa kau tak menginginkan keberadaanmu dihidupku? Aku tak mengerti. Apa arti semua ini, Byun Baekhyun?
Ah, maafkan aku. Aku menangis dihadapanmu untuk pertama kalinya. Kumohon acuhkan air mata ini.
“Aish, kau menangis. Kemari! Biarkan aku menghapus tetesan air mata pertamamu dan seterusnya,” Ia mendekatkan diri kepadaku dan mengeluarkan tissue dari saku jaket hangatnya, “Mulai saat ini biarkan aku yang menghapus air matamu. Datanglah padaku jika kau butuh bahu tuk bersandar. Aku ada untukmu hingga ada pria yang siap mempersuntingmu.”
”Byun Baekhyun,” kupegang pergelangan tangannya lalu menatap satu sama lain penuh arti, “Aku tak tahu apa yang sedang kau bicarakan, namun apa kau sedang mengucapkan kata perpisahan padaku? Arraseo, kita bersama tersakiti satu dengan lainnya meskipun aku tak tahu siapa yang kau tujukan. Tapi lihatlah sekitarmu, kau akan selalu menjadi orang yang kucintai, Byun Baekhyun.”
Ia pun terkekeh dan melanjutkan menghapus air mataku. Setelah itu, ia kembali duduk dan sepermilisekon kemudian ia mengeluarkan sebuah kartu yang membuat firasat burukku menguat. Jangan lakukan, jebal.
“Yoon-a,” Dengan menyerah kartu itu, “Datanglah dengannya. Aku ingin menularkan kebahagiaan kita pada kalian.” What an embarrassing! Pria yang kucintai menangis. Apa ini hingga membuatmu meneteskan air mata? Apakah ini firasat burukku?
Kubuka, kubaca, dan kucoba pahami. Wedding party jjinja? What should I do? Kau benar – benar tak menginginkanku, huh? Tanpa respon dan tanggapan, ia berdiri, menatapku, dan hendak meninggalkanku. Kurampas tasku lalu segera mengikutinya dari belakang hingga depan pintu MoonPanda Café.
Kembali kami saling menatap satu sama lain penuh arti, saling meneteskan air kepedihan, saling menunjukkan rasa ketidakadilan terhadap kisah cinta kami, dan saling menunjukkan penyesalan terhadap tindakan kami di masa lampau yang penuh kekanak–kanakan. Persamaan emosional itulah kami berpelukan. Berpelukan melepas rindu, melepas ketidaknyamanan hati, serta kegelisahan hati masing–masing.
“Saranghaeyo.” Kami berucap di waktu yang sama. Tanpa sadar, pelukan kami semakin erat. “Byun-a, berbuat baik dan berbahagialah bersama Eunji-ssi. Dengan begitu, kau akan selalu menjadi orang yang selalu kucintai.” Ucapku yang masih dalam pelukannya, “Yes, Ma’am.” Balasnya diakhiri tawa yang masih kudekap.
Teringat akan masa lalu, aku mencoba mengutarakannya sekarang selagi aku sanggup mengatakannya. “Byun-a, apa kau masih ingat dengan rahasia yang ingin aku katakan padamu tapi kubatalkan?”
“Eo. Ah, wae? Coba kau katakan.”
“’Saranghae, Byun Baekhyun. Saranghaeyo’. Itulah yang ingin aku katakan. Tapi kau tak perlu mengetahuinya, itu lebih baik untuk kau dan yeojachingumu.”
-The End-